TINGKAT KECEMASAN ATLET SEPAKBOLA PERSIB U-21 YANG PERNAH MENGALAMI CEDERA PADA SAAT MENGHADAPI KOMPETISI ISL U-21.
TINGKAT KECEMASAN ATLET SEPAKBOLA PERSIB U-21 YANG PERNAH MENGALAMI CEDERA PADA SAAT MENGHADAPI
KOMPETISI ISL U-21
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Oleh
Ega Gilang Pratama 0900956
PRODI STUDIPENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA FAKULTAS PENDIDIKANOLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
TINGKAT KECEMASAN ATLET SEPAKBOLA PERSIB U-21
YANG PERNAH MENGALAMI CEDERA PADA SAAT
MENGHADAPI KOMPETISI ISL U-21
Oleh : Ega Gilang Pratama
0900956
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
©Ega Gilang Pratama 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetakulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : EgaGilangPratama Nim : 0900956
Judul :Tingkat Kecemasan Atlet Sepakbola Persib U-21 Yang Pernah Mengalami Cedera Pada Saat Menghadapi Kompetisi ISL U-21
DisetujuidanDisahkanOleh :
Pembimbing I
Dr. Komarudin, M.Pd NIP. 197204031999031003
Pembimbing II
Muhamad Tafaqur, M.Pd NIP: 197810052009121003
Mengetahui,
Jurusan Pendidikan Kepelatihan
Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Ketua,
Dr. Boyke Mulyana, M. Pd NIP. 196210231989031001
(4)
ABSTRAK
TINGKAT KECEMASAN ATLET SEPAKBOLA PERSIB U-21 YANG PERNAH MENGALAMI CEDERA PADA SAAT MENGHADAPI
KOMPETISI ISL U-21
Pembimbing : 1. Dr. Komarudin, M. Pd. 2. Muhamad Tafaqur, M. Pd.
Ega Gilang Pratama* 2014
Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang penuh dengan kontak fisik yang tidak dapat dihindari oleh setiap pemain. Pada saat berolahraga terutama olahraga body contact langsungsangat rentan terhadap terjadinya cedera.. Cedera merupakan salah satu faktor yang mengahambat atlet untuk berprestasi bahkan jika lebih parahnya cedera dapat mengakhiri karir atlet. Cedera dapat menggangu mental atlet ketika akan menghadapi pertandingan, dimana tingkat kecemasan atlet cenderung meningkat.Atlet yang memiliki tingkat kecemasan tinggi cenderung akan lebih sulit berprestasi dibandingkan dengan atlet yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 atlet sepakbola PERSIB U-21, sedangkan sampel sebanyak 10 orang atlet yang pernah mengalami cedera, yang diambil dengan Teknik Purposive Sampling. Alat ukur yang digunakan adalah angket tentang kecemasan. Penelitian ini dapat penulis simpulkan bahwa tingkat kecemasan atlet sepakbola PERSIB U-21 yang pernah mengalami cedera sebesar 40%. Kecemasan tersebut berada pada kategori kecemasan rendah.
(5)
ABSTRACT
PERSIB U-21 ANXIETY LEVEL FOOTBALL ATHLETES WHO SUFFERED INJURIES TO THE FACE OF COMPETITION ISL U-21 Pembimbing : 1. Dr. Komarudin, M. Pd.
2. Muhamad Tafaqur, M. Pd. Ega Gilang Pratama*
2014
Football is one sport that is full of physical contact can not be avoided by any player. When exercising, especially direct body contact sports are very susceptible to injury. Injury is one of the factors that hinder the athlete to excel, even if more severe injury can end an athlete’s career. Injury can disrupt the mental athlete’s when it will face competition, where atlete’s tend to increase the level of anxiety. Athletes who have high anxiety levels tend to be more difficult to perform than the athletes who have a low level anxiety. Methods used in this research is descriptive method. Population in this study were as many as 24 athletes PERSIB U-21 football, while the sample of 10 athletes who’ve suffered an injury, were taken by purposive sampling technique. Measuring instrument used was a queistionnarie about anxiety. This study authors conclude that the level of anxiety PERSIB U-21 football athletes who’ve suffered an injury by 40%. That anxiety is at a low anxiety categories.
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR DIAGRAM ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Masalah Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Batasan Penelitian ... 6
F. Definisi Operasional ... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Hakikat Kecemasan (Anxiety) ... 8
B. Hakikat Permaian Sepakbola ... 18
C. Hakikat Cedera Dalam Olahraga ... 20
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 32
B. Populasi dan Sampel ... 34
C. Alat Pengumpulan Data ... 35
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 35
E. Langkah-langkah Penelitian ... 39
F. Teknik dan Pengumpulan Data ... 41
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Angket ... 43
(7)
I. Menghitung Prosentase Gambaran Alternatif Jawaban ... 50
J. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ... 51
BAB IV HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA A. Hasil Pengolahan Data ... 53
B. Analisis Data ... 54
C. Diskusi Penemuan ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 75
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Kisi-kisi Angket... 36
3.2. Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban... 40
3.3. Interprestasi Angka Korelasi... 47
3.4. Kriteria Frekwensi Persentase... 48
3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen... 49
3.6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 51
4.1. Data Hasil Perhitungan dari Tes Kecemasan... 53
4.2. Uji Normalitas Liliefors... 53
4.3. Rincian Indikator Perasaan Cemas (Ansietas)... 54
4.4. Rincian Indikator Ketegangan... 55
4.5. Rincian Indikator Ketakutan... 56
4.6. Rincian Indikator Gangguan Tidur... 57
4.7. Rincian Indikator Gangguan Kecerdasan... 58
4.8. Rincian Indikator Perasaan Depresi... 59
4.9. Rincian Indikator Gejala Somatik (otot)... 60
4.10. Rincian Indikator Gejala Somatik/fisik (sensorik)... 61
4.11. Rincian Indikator Gejala Kardiovaskuler... 62
4.12. Rincian Indikator Gejala Respitorari... 63
4.13. Rincian Indikator Gejala Gastrointensial... 64
4.14. Rincian Indikator Gejala Urogenital... 65
4.15. Rincian Indikator Gejala Autonom... 66
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Proses Terjadinya Anxiety dalam Situasi Olahraga... 12 2.2. Perbedaan Teori Drive dan ’’ Interved U’’... 13 2.3. Hubungan Antara Kecemasan, Motif Berprestasi,
dan Keterampilan... 14 3.1. Desain Penelitian Paradigma Sederhana... 31 3.2. Prosedur Penelitian... 38
(10)
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1. Presentase Indikator Perasaan Cemas (Ansietas)... 55
4.2. Presentase Indikator Ketakutan... 56
4.3. Presentase Indikator Ketegangan... 57
4.4. Presentase Indikator Gangguan Tidur... 58
4.5. Presentase Indikator Gangguan Kecerdasan... 59
4.6. Presentase Indikator Depresi (Murung)... 60
4.7. Presentase Indikator Somatik/Fisik (otot)... 61
4.8. Presentase Indikator Somatik/Fisik (Sensorik)... 62
4.9. Presentase Indikator Kardiovaskuler... 63
4.10. Presentase Indikator Respirator (Pernafasan)... 64
4.11. Presentase Indikator Gejala Gastrointensial... 65
4.12. Presentase Indikator Gejala Urogenital... 66
4.13. Presentase Indikator Gejala Autonom... 67
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Keputusan Pengesahan Judul dan Penunjukan Dosen
Pembimbing Skripsi... 76
2. Angket yang Belum di Uji Cobakan... 81
3. Angket yang Telah di Uji Cobakan... 86
4. Skor Uji Coba Angket... 90
5. Uji Validitas Butir Soal... 92
6. Uji Coba Reliabilitas... 99
7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atlet Sepakbola yang Pernah Mengalami Cedera... 101
8. Tabulasi Data Angket Kecemasan ... 103
9. Uji Normalitas... 105
10.Daftar XVII (11) Nilai Kritis L untuk Uji Liliefors... 106
11. Nilai-nilai untuk Distribusi F... 107
12. Tabel Distribusi F... 108
13. Surat Izin Penelitian... 109
14. Surat Tembusan... 110
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Sejak zaman dahulu, olahraga telah dikenal sebagai aktivitas yang mempunyai berbagai manfaat baik bagi pelaku olahraga maupun orang lain yang menonton. Perkembangan olahraga di zaman sekarang telah mengubah paradigma olahraga sebagai aktivitas kesehatan yang bersifat menghibur. Aktivitas fisik yang sangat terkenal dalam seluruh aspek komponen manusia, khusnya dalam bidang kesehatan di zaman modern sekarang adalah olahraga. Olahraga memberikan beberapa manfaat positif pada aspek kesehatan. Olahraga juga merupakan salah satu cara sederhana dalam menjaga kesehetan tubuh manusia.
Olahraga juga sebagai salah satu unsur yang berpengaruh dalam kehidupan manusia,telah ikut berperan dalam mengharumkan nama daerah dan bangsa,baik melalui kompetisi di tingkat Nasional maupun Internasional. Setiap bangsa di seluruh dunia berlomba-lomba menciptakan prestasi dalam berbagai kegiatan olahraga,termasuk olahraga sepakbola.
Olahraga sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling diminati dan yang mempunyai popularitas yang sangat tinggi di masyarakat. Olahraga ini hampir dimainkan di semua Negara. Bahkan di Negara Indonesia sepakbola hampir di mainkan di setiap lapisan masyarakat dari berbagai kelompok umur. Dari anak-anak sampai orang tua, sering dijumpai olahraga sepakbola dimainkan mulai dari desa sampai kota besar. Hal ini menjadi bukti bahwa olahraga sepakbola diterima oleh masyarakat sebagai olahraga yang menarik,murah,massal dan mudah dilakukan.
Dilihat dari karakteristiknya, sepakbola adalah cabang olahraga permainan yang didalamnya diperlukan kerjasama yang baik antara pemain depan, tengah, belakang dan penjaga gawang. Permainan sepakbola adalah suatu permainan yang dimainkan oleh dua kelompok, setiap kelompok terdiri dari sebelas pemain. Tujuan sepakbola adalah untuk memasukan bola ke gawang lawan
(13)
sebanyak-banyaknya dan menjaga lawan agar tidak memasukan bola ke gawang. Mengenai pengertian sepakbola Sucipto, dkk (2000:7) mengatakan bahwa:
Sepakbola adalah permainan beregu, masing-maing regu terdiri dari sebelas pemain salah satunya adalah penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhya dimainkan dengan menggunakan tungkai,kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya.
Pada umumnya sepakbola merupakan olahraga yang menuntut aspek kondisi fisik yang baik, yang di dukung dengan aspek teknik,taktik, dan mental yang bagus. Semua cabang olahraga membutuhkan aspek-aspek tersebut, tidak terkecuali cabang olahraga sepakbola. Jika seorang atlet tidak mempunyai aspek-aspek tersebut maka atlet tersebut tidak dapat berprestasi atau tidak dapat meningkatkan prestasinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu seorang atlet sangat memerlukan aspek-aspek tersebut untuk meningkatkan keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin.
Sepakbola merupakan olahraga yang penuh dengan kontak fisik yang tidak dapat dihindari oleh setiap pemain. Oleh karena itu sepakbola yang memiliki frekuensi body contact yang sangat tinggi, beresiko untuk mengalami kecelakaan atau cedera sangat besar, baik itu cedera yang tidak disengaja atau kelalaiannya sendiri misalnya salah tumpuan saat melakukan duel di udara atau cedera yang terjadi karena adanya perlakuan dari orang lain seperti tackling keras dari pemain lawan. Dalam permainan sepakbola daerah yang sering mengalami cedera berada di daerah sekitar kaki karena tubuh yang dominan dipakai dalam sepakbola adalah tungkai.
Namun demikian semua cabang olahraga yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya mengandung resiko bahaya, kemudian derajat dan frekuensinya sangat bervariasi karena berhubungan dengan banyak faktor penyebab. Salah satu resiko bagi seseorang yang melakukan kegiatan olahraga adalah cedera. Jelasnya cedera dalam olahraga mempunyai rentang dan tingkat atau derajat yang paling ringan sampai tingkat yang paling berat atau mematikan. Cedera olahraga bisa
(14)
terjadi atau bisa di alami pada siapa saja, baik pada atlet profesional maupun individu non-atlet yang terlibat dalam kegiatan olahraga.
Cedera merupakan suatu keadaan dimana salah satu bagian tubuh mengalami suatu gangguan yang dapat mengakibatkan gerak dari anggota tubuh terganggu.Cedera dalam dunia olahraga sangat bervariasi, demikian juga lokasi,macam,penyebab, berat dan ringannnya suatu cedera dalam olahraga sangat bervariatif. Matjan (2010:95) mengatakan bahwa: ’’Aktivitas olahraga yang dilakukan tanpa dasar ilmu pengetahuan olahraga,atau dilakukan dengan cara yang salah,kalau tidak seketika,lambat laun pasti mengakibatkan kerusakan atau gangguan pada alat-alat tubuh’’.
Syamsuri (1984:36) mengatakan bahwa: ’’Cedera adalah memar atau luka,atau dislokasi dari otot,sendi atau tulang yang disebabkan oleh kecelakaan, benturan (bodycontact) atau gerakan yang berlebihan sehingga otot,tulang atau sendi tidak dapat menahan beban atau menjalankan tugasnya’’.
Resiko terjadinya cedera berbeda antara satu olahraga dengan olahraga yang lainnya, dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Bagaimanapun juga cedera olahraga harus ditangani dengan seksama,karena dampak cedera pada seseorang sangat bergantung pada karakteristik orang tersebut. Secara umum penanganan cedera olahraga disesuaikan dengan jenis cedera dan proses patofisologi cedera yang mendasari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya cedera antara lain adalah dengan melakukan kegiatan pemanasan dengan melibatkan latihan dinamis maupun statis dan perlu dilakukan pengaturan progresi latihan yang baik agar latihan dapat di adaptasi dengan baik oleh tubuh. Dalam hal cedera yang terjadi pada atlet,tidak hanya atletnya saja yang menjadi korban cedera tetapi terdekat dari seorang atlet tersebut misalnya pelatih dan setiap individu yang terlibat.
Dari sebagian atlet, cedera merupakan kejadian yang sangat menakutkan. Cedera merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat atlet dalam berprestasi bahkan dalam konteks yang lebih parahnya cedera juga dapat mengakhiri karir seorang atlet. Selain faktor fisik yang menyebabkan cedera ada
(15)
pula faktor psikis yang berpengaruh yaitu stres,adanya kompetisi,penampilan yang buruk, hal ini tergantung atlet dalam melihat situasi ini.
Brewer (2003) berdasarkan teori stress and coping models yang dikembangkan oleh (Lazarus & Folkman, 1984) melakukan penelitian mengenai konsekuensi psikologis dari cedera olahraga, hasilnya menunjukan bahwa personal factors (seperti, kepribadian, dan karakteristik demografis) dan situational factors (seperti, social support, dan lingkungan) mempengaruhi respon kognitif atlet terhadap cedera yang ia alami. Hal ini berhubungan dengan respon emosi juga tingkah laku atlet yang mengalami cedera.
Faktor psikologis tidak hanya stres yang dapat menyebabkan cedera,faktor kepribadian,riwayat stres, dan semua faktor yang mempengaruhi proses stres,yaitu kemungkinan dapat menyebabkan cedera. Adanya kecemasan juga dapat membuat cedera, kecemasan dapat merubah fokus atau perhatian dan ketegangan otot. Atlet yang mengalami cedera sering mengalami stres dan kecemasan yang tinggi.
Harsono (1988:265) mengatakan bahwa: ’’Kecemasan atau anxiety yaitu perasaan takut, cemas, atau khawatir terancam kepribadiannya’’. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang dialami oleh hampir semua atlet sepakbola. Hal ini dapat terjadi karena olahraga sepakbola senantiasa penuh dengan bentrokan-bentrokan baik fisik maupun mental. Lawan akan melakukan segala cara untuk dapat memenangkan pertandingan, hal ini bisa terjadi ketika latihan fisik tidak di imbangi dengan latihan mental. Oleh karena itu atlet yang sedang mengalami anxiety yang sangat tinggi karena cedera yang sedang atau pernah dialami akan berpengaruh terhadap penampilan atlet saat sedang bertanding maupun dalam latihan, mengenai hal ini Harsono (1988:270) berpendapat bahwa: ’’Atlet dengan anxiety tinggi akan lebih terganggu keterampilannya pada waktu berada dalam stress dibandingkan dengan atlet yang rendah anxiety-nya’’.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ’’TINGKAT KECEMASAN ATLET SEPAKBOLA PERSIB U-21 YANG PERNAH MENGALAMI CEDERA PADA SAAT MENGHADAPI KOMPETISI SEPAKBOLA ISL U-21’’.
(16)
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Seberapa besar tingkat kecemasan atlet sepakbola Persib U-21 yang pernah mengalami cedera pada saat menghadapi pertandingan sepakbola ISL U-21?’’
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran seberapa besar tingkat kecemasan atlet sepakbola Persib U-21 yang pernah mengalami cedera pada saat menghadapi pertandingan sepakbola ISL U-21.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan adanya manfaat dan kegunaan bagi penulis maupun pembaca yang membaca hasil penelitian ini. Adapun manfaat dari hasil peneltian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan keilmuan yang berarti bagi lembaga yang berkompeten dengan olahraga sepakbola dan lembaga yang mengkaji disiplin ilmu kejiwaan olahraga mengenai tingkat kecemasan.
b. Membuat peluang kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat memberi sumbangan dan acuan bagi para pemain sepakbola. Dengan kata lain dapat dijadikan alat ukur untuk mengetahui tingkat kecemasan atlet yang pernah mengalami cedera pada saat pertandingan sepakbola.
b. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk organisasi sepakbola seperti PSSI (Badan Diklat Kepelatihan) dalam upaya pembinaan secara psikologis bagi para atlet sepakbola.
(17)
E.Batasan Penelitian
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian ini mengungkapkan seberapa besar tingkat kecemasan atlet yang pernah mengalami cedera pada saat pertandingan sepakbola.
2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
3. Instrumen penelitian yang digunakan adalah menggunakan angket.
4. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet tim sepakbola Persib Bandung U-21 sebanyak 24 pemain. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet sepakbola Persib Bandung U-21sebanyak 10 pemain.
F. Definisi Operasional
Penafsiran seseorang tentang istilah-istilah sering berbeda-beda, sehingga bisa menimbulkan suatu kekeliruan dan kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini, oleh karena itu penulis menjelaskan istilah-istilah sebagai berikut : 1. Kecemasan.
Menurut Harsono (1988:265) kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut, cemas, atau khawatir akan terancam sekuriti kepribadiannya.
Lazarus (1991) dalam situs internet http://nuraminsaleh.blogspot/ 2013/01/pengertian-kecemasan-menurut-para-ahli.html menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.
2. Olahraga.
Menurut Ateng (1993) dalam Sumardiyanto (2010:101) Olahraga berasal dari dua suku kata, yaitu olah dan raga, yang berarti memasak dan memanipulasi raga dengan tujuan membuat raga menjadi matang.
(18)
Sedangkan menurut UNESCO olahraga adalah setiap aktivitas tubuh berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain ataupun diri kita sendiri.
3. Sepakbola.
Menurut Sucipto (2000:7) sepakbola adalah permainan beregu,masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain salah satunya penjaga gawang, yang dimainkan dengan menggunakan kaki, kecuali penjaga gawang yang boleh menggunakan lengannya didaerah tendangan hukumannya.
4. Cedera Olahraga.
Syamsuri (1984:36) mengatakan bahwa: ’’Cedera olahraga adalah memar atau luka, atau dislokasi dari otot, sendi atau tulang yang disebabkan oleh kecelakaan, benturan (bodycontact) atau gerakan yang berlebihan sehingga otot, tulang atau sendi tidak dapat menahan beban atau menjalankan tugasnya’’.
5. Atlet.
Menurut Basuki Wibowo (2002:5) atlet adalah subjek/seseorang yang berprofesi atau menekuni suatu cabang olahraga tertentu dan berprestasi pada cabang olahraga tersebut.
6. Kompetisi.
Spencer dalam Palan (2007) dalam situs http://xerma.blogspot.com/ 2014/02/pengertian-kompetisi--menurut-para-ahli.html mengatakan bahwa:
’’Kompetisi adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.’’
Sedangkan kompetisi ISL U-21 adalah pertandingan sepakbola di Indonesia yang mempertandingkan kumpulan pemain dibawah usia dua puluh satu tahun.
(19)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Hakikat Kecemasan ( Anxiety ) 1. Pengertian Kecemasan
Secara umum, kecemasan adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan oleh komponen-komponen somatik, emosi dan perilaku. Komponen-komponen ini berpadu untuk menciptakan suatu perasaan yang tidak enak biasanya berkatitan dengan kegelisahan, kekhawatiran atau ketakutan. Kecemasan tidak selamanya merugikan, karena pada dasarnya rasa cemas berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap diri untuk tetap waspada terhadap apa yang akan terjadi. Namun, jika level kecemasan sudah tidak terkontrol sehingga telah menggangu aktivitas tubuh, maka hal itu jelas akan sangat menggagu dan dapat merugikan. Kecemasan dalam bahasa Inggris adalah anxiety. Dalam kegiatan olahraga, kecemasan selalu ada dalam berbagai hal termasuk dalam diri setiap atlet. Misalnya atlet merasa takut kalau tidak memenuhi harapan atau tuntutan pelatih, tim manager, teman satu regu, penonton dan pihak yang bersangkutan. Evans (1976) dalam (Singgih 1996:39) mengatakan bahwa:
‟‟Anxiety sebagai suatu keadaan stres tanpa penyebab yang jelas dan hampir selalu disertai gangguan pada susunan saraf otonom dan gangguan pada
pencernaan.‟‟ Lebih lanjut Greist et al (1986) dalam (Singgih 1996:39)
mengatakan bahwa:
Anxiety sebagai suatu ketegangan mental yang biasanya disertai dengan gangguan tubuh yang menyebabkan individu yang bersangkutan merasa tidak berdaya dan mengalami kelelahan karena senantiasa harus berada dalam keadaan waspada terhadap ancaman bahaya yang tidak jelas.
(20)
2. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan seseorang dalam situasi tertentu memiliki perbedaan, misalkan pada saat bertanding sepakbola, perasaan cemas yang dimiliki oleh atlet memiliki tingkat yang berbeda, ada yang memiliki tingkat kecemasan tinggi, tingkat kecemasan sedang, tingkat kecemasan berat. Stuart & Sunden (1998)
www.psychologymania.comdalam situs internet tersebut, menggolongkan tingkat kecemasan sebagai berikut:
a) Kecemasan Ringan. Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu akan terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan diperlukan orang agar dapat mengatasi suatu kejadian.Seseorang dengan kecemasan ringan dapat dijumpai berdasarkan hal-hal sebagai berikut persepsi dan perhatian meningkat, mampu mengatasi situasi bermasalah, dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara konsensual, merumuskan makna, ingin tahu, mengulang pertanyaan, dan kecenderungan untuk tidur. b) Kecemasan Sedang. Memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehinga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Orang dengan kecemasan sedang biasanya menunjukan keadaan seperti persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian, sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menuntut upaya lebih, memandang pengalaman ini dengan masa lalu, dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa, perubahan suara atau ketinggian suara, peningkatan frekuensi pernafasan dari jantung, tremor dan gemetar. c) Kecemasan Berat. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi. Individu cenderung memikirkan pada hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berpikiran berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Hal-hal dibawah ini sering dijumpai pada seseorang dengan kecemasan berat, yaitu persepsi sangat berkurang/berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya, belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu untuk memahami situasi saat ini, memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu untuk memahami situasi ini, berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami, hiperventilasi, takhikardi, sakit kepala, pusing, dan mual. d) Tingkat Panik. Pada tingkat ini persepsi terganggu individu, sangat kacau, hilang kontrol, tidak dapat berpikir secara sistematis dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberi pengarahan.Tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan
(21)
yang sangat bahkan kematian. Seseorang dengan panik akan dapat dijumpai adanya persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas, belajar tidak dapat terjadi, tidak mampu untuk mengikuti, dapat berfokus hanya pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang kemampuan mengingat, tidak mampu berpikir, biasanya aktifitas motorik meningkat atau respon yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor, komunikasi yang tidak dapat dipahami, muntah dan perasaan mau pingsan.
Sedangkan Bucklew (1980) dalam situs www.creasoft.wordpress.com
mengatakan bahwa:
Para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu: 1. Tingkat psikologis.
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
2. Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
3. Jenis-jenis Anxiety
Kecemasan yang dialami oleh seseorang dapat dikategorikan menjadi dua jenis. Spielberger (1966, dalam Jarvis, 1999) dalam membagi kecemasan menjadi dua, yaitu State Anxiety dan Trait Anxiety.
a. State anxiety
State anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-State ini adalah kondisi cemas berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang saat menjalani pertandingan dalam kejuaran nasional.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa state anxiety merupakan kecemasan yang bersifat sementara dan berubah-ubah tergantung pada besar kecilnya tekanan yang dihadapi seseorang atau atlet, juga bergantung pada tingkat trait anxiety yang dimilikinya.
(22)
b. Trait anxiety
Trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety adalah level kecemasan yang secara alamiah dimiliki oleh seseorang. Masing-masing orang mempunyai potensi kecemasan yang berbeda-beda. Dalam A-trait ini tingkat kecemasan yang menjadi dari bagian kepribadian masing-masing atlet. Ada atlet yang mempunyai kepribadian yang peragu begitupun sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa trait anxiety bersifat bawaan dan menetap karena sudah menjadi kepribadian seseorang. Kadar anxiety bawaan ini akan semakin tinggi jika lingkungan sekitar individu atau situasi pertandingan memberikan tekanan yang relatif besar, karena tanpa pengaruh luar pun atlet sudah berada dalam kondisi cemas. Jika atlet tersebut mempunyai trait anxiety yang tinggi, maka atlet tersebut akan lebih mudah merasa cemas dibandingkan dengan atlet yang mempunyai trait anxiety yang rendah.
4. Proses dan Gejala Terjadinya Anxiety
a. Proses Terjadinya Kecemasan
Proses terjadinya kecemasan merupakan peristiwa. Kecemasan dalam diri seseorang biasanya datang secara tiba-tiba, tidak bisa direncanakan, tidak terduga dan tidak pasti. Terkadang kecemasan dapat muncul saat situasi tidak di memungkinkan.Terjadinya stres dan kecemasan merupakan sebuah subtansi adanya ketidakseimbangan antara tuntutan fisik, psikologis, dan kemampuan merespon. Dalam situasi olahraga kompetitif, Singgih (1989:147) menggambarkan proses terjadinya kecemasan dalam situasi olahraga seperti terlihat pada Gambar 2.1.
(23)
Dalam Gambar 2.1 atlet sebelum bertanding menerima tuntutan situasi kompetitif yang objektif dari pelatih, pengurus atau pembina. Dalam tuntutan tersebut, pelatih mengharapkan agar atlet dapat memenangkan pertandingan yang di ikutinya. Tuntutan tersebut akan menjadi stimulus bagi atlet, dimana tuntutan tersebut akan dipersepsi oleh atlet tersebut sebagai ancaman terhadap egonya sendiri. Ketika atlet mempersepsi stimulus sebagai ancaman, sementara trait anxiety yang dimilikinya mempengaruhi persepsinya secara emosional, maka timbul reaksi kecemasan seketika ( state anxiety ) pada penampilan atlet sebagai respon terhadap tuntunan situasi objektif tadi.
b. Gejala-gejala Terjadinya Kecemasan
Pada umumnya atlet yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-gejala yang biasanya diikuti dengan timbulnya ketegangan atau stress pada diri seseorang, indikator yang dapat dijadikan atlet mengalami kecemasan bisa dilihat dari perubahan secara fisik maupun secara psikis.
Gunarsa (1989:146) menjelaskan bahwa:
Atlet yang mengalami kecemasan (anxiety) menampilkan gejala-gejala sebagai berikut :
1.Gejala Fisik: a) Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan susah tidur. b) Terjadinya peregangan otot-otot pundak, leher, perut terlebih lagi pada otot-otot-otot-otot ekstremitas. c)
Kepribadian yang pencemas
(trait anxiety)
Persepsi terhadap ancaman (threat)
Reaksi keadaan cemas (anxiety) Tuntutan Kompetitif
yang obyektif
Gambar 2.1.
(24)
Tinggi
Terjadinya perubahan irama pernafasan. d) Terjadinya kontraksi otot setempat, pada dagu, sekitar mata dan rahang. 2.Gejala Psikis: a) Gangguan pada perhatian dan konsentrasi. b) Perubahan emosi. c) Menurunnya rasa percaya diri. d) Timbul obsesi. e) Tiada motivasi
Sedangkan Setyobroto (1993:108) menjelaskan tentang ganguan emosi atau stress yang mengakibatkan kecemasan dengan gejala-gejalanya sebagai berikut:
a)Sering merasa khawatir, merasa tidak mampu menghadapi persoalan. b)Kurang dapat konsentrasi. c) Kurang percaya diri, sering menunjukan kebimbangan karena adanya internal konflik. d) Menatap masa depan dengan tanpa kepastian. e) Timbulnya citra negatif pada diri sendiri.
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai kecemasan dan gejala ataupun gangguannya, dapat dikatakan bahwa kecemasan yang dihadapi atlet dapat terindikasi melalui perubahan fisik dan psikis, kadar kecemasan tersebut dipengaruhi oleh trait anxiety dan state anxiety. Berkenaan dengan kecemasan dan
kaitannya dengan penampilan atlet, teori “interved U” penulis gambarkan sebagai berikut yang tercantum pada Gambar 2.2.
Rendah AROUSAL Tinggi
Gambar 2.2.
Perbedaan “Teori Drive” dan “Inverted U”
Sumber Setyobroto (1989:93) dari Cox (1985) Rendah
P E N A M P I L A N
(25)
Dijelaskan bahwa terdapat korelasi positif antara arousal dengan penampilan atlet. Cox (1985) dalam Setyobroto (1989:93) menjelaskan bahwa:
‟‟Terdapat saling hubungan antara arousal dengan kesukaran tugas terhadap dampaknya pada penampilan‟‟. Kemudian Oxendine (1980) dalam Setyobroto (1989:93) menjelaskan bahwa: „Ada hubungan antara kecemasan dengan aurosal emosional, dimana arousal emosional yang negatif dapat mengganggu atau mengacaukan penampilan atlet‟.
Sedangkan Cratty (1973) dalam Setyobroto (1989:98) menggambarkan hubungan anxiety, motivasi berprestasi dan penampilan atlet dalam Gambar 2.3.
2
Keterangan :
1. Anxiety tinggi - motif berprestasi rendah 2. Anxiety rendah – motif berprestasi tinggi 3. Anxiety tinggi – motif berprestasi tinggi 4. Anxiety rendah – motif berprestasi rendah
Gambar 2.3.
Hubungan Antara Kecemasan, Motif Berprestasi dan Penampilan Sumber Setyobroto (1989:98) dari Cratty (1973)
High
1 4
3
Performance prior to
Co petitive stress
Insertion of competition
Time Low
Post Co petitive Strees Perfor a ce
(26)
Gambar 2.3 merupakan hasil penelitian Cratty (1973) dalam Setyobroto (1989:98) menggambarkan bahwa kecemasan berpengaruh besar terhadap kemungkinan penampilan atlet yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap permainannya. Tingkat anxiety umumnya berubah-ubah sebelum pertandingan, selama, dan mendekati akhir pertandingan.
5. Gangguan Kecemasan
Kecemasan yang berada dalam diri atlet merupakan gejala yang umum dalam olahraga. Ketidakpuasan dan faktor lain seperti kekhawatiran, hasil permainan yang tidak memuaskan semua hal yang dapat menimbulkan ketegangan pada atlet akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi kecemasan. Seseorang akan menderita gangguan kecemasan manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang dihadapinya.
Hawari (2006:66) menjelaskan bahwa:
Keluhan-keluhan yang sering di kemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut:a) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, b) Merasa tegang, tidak tenang gelisah,mudah terkejut, c) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, d) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, e) Gangguan konsentrasi dan daya ingat, f) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gangguan kecemasan yang dialami oleh seorang atlet sering mengganggu performa atlet, hal tersebut dapat berakibat pada mental yang dapat merugikan bagi atlet tersebut.
6. Aspek-aspek Anxiety (Kecemasan) dalam Olahraga
Mastubara, dkk (1989) dalam Ibrahim & Komarudin (2007:249) dalam studinya tentang aspek-aspek kecemasan terutama trait anxiety yang dapat
diungkap melalui tes kecemasan yang dikenal dengan “General Anxiety Test” (GAT) yang digunakan dalam berbagai penelitian baik di luar maupun dalam negri. Aspek-aspek kecemasan tersebut adalah sebagai berikut:
(27)
1) Kecemasan terhadap studi, 2) Kecemasan terhadap hubungan dengan orang lain, 3) Kecenderungan menyendiri. 4) Kecenderungan menghukum diri sendiri, 5) Kecenderungan terlalu sensitif, 6) Adanya gejala fisik, 7) Kecenderungan rasa takut dan khawatir, 8) Kecenderungan mengikuti kata hati.
Pada umumnya sumber ketegangan bisa berasal dari dalam diri atlet maupun dari luar. Ketegangan dalam diri atlet dapat berupa perasaan takut, sedangkan ketegangan dari luar bisa datang dari pengaruh penonton maupun lingkungan sekitar. Ibrahim & Komarudin (2007:150) mengatakan bahwa:
Anxiety (kecemasan) dan ketakutan atlet pada umumnya dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu :a.)Takut kalau gagal dalam pertandingan, b)Takut akan akibat sosial atas kualitas prestasinya, c)Takut cedera atau hal lain yang menimpa dirinya, d)Takut terhadap agresi fisik baik oleh lawan maupun dirinya, e)Takut bahwa kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau pertandingan dengan baik.
7. Cara Mengatasi Kecemasan
Dalam berbagai hal, khususnya dalam bidang olahraga, kecemasan akan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penampilan seorang atlet, karena anxiety akan selamanya berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet. Maka diperlukan cara-cara untuk mengatasi kecemasan agar atlet tidak mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi anxiety yang itu dengan melakukan metode relaksasi. Latihan relaksasi sangat efektif diberikan kepada atlet yang sedang berada dalam keadaan tegang atau cemas. Ketegangan yang dimiliki oleh seorang atlet secara berlebihan yang melebihi batas normal akan memebutat atlet mengalami perasaan cemas (anxiety). Efektivitas latihan relaksasi secara umum dijelaskan oleh Rushall (Komarudin, 2013:109) yaitu:
(1) The removal of general anxiety symptoms (nervousness, jumpiness, butterflies in the syomach) away from the competition site, (2) The
(28)
facilitate of rest, (3) The promotion of sleep, (4) The removal of accumulated competitive tension, (5) The acceleration of recovery.
Maksud pendapat tersebut yaitu efektivitas latihan relaksasi secara umum dapat mengatasi gejala-gejala kecemasan secara umum seperti nervous, gugup, rasa gelisah, kualitas tidur, mengatasi akumulasi ketegangan pada kompetisi, dan mempercepat pemulihan. Lebih lanjut Komarudin (2013:122) menjelaskan bahwa:
Latihan relaksasi secara progresif dilakukan selama kurang lebih 20-30 menit, dan kemungkinan juga disesuaikan dengan sifat-sifat kepribadian atlet. Latihan diawali dengan melakukan sikap duduk seenak-enaknya, selanjutnya tutup mata dan mulai menarik nafas dalam dan perlahan (deeply and slowly), sampai atlet sadar betul pada pola irama pernafasannya. Pernafasan dalam yang dilakukan selama 15 detik. Formula yang digunakan dalam melakukan pernafasan dalam adalah formula 6-2-7 (maksudnya mengambil nafas dalam selama hitungan 6 detik, tahan nafas selama 2 detik, dan keluarkan nafas dalam hitungan 7 detik). Bagi atlet pemula yang berusia dibawah 12 tahun, lakukan pernafasan dalam dengan cara menarik nafas selama 11 detik, dengan formula 4-2-5 (maksudnya mengambil nafas dalam selama hitungan 4 detik, tahan nafas selama 2 detik, dan keluarkan nafas dalam hitungan 5 detik). Pernafasan dalam tersebut dilakukan sekama 5 menit atau sampai atlet merasa segar kembali. Setelah prosedur tersebut ditempuh mulailah masuk ke dalam relaksasi pada kelompok otot-otot tertentu. Setiap kelompok otot pada saat kontraksi dilakukan 2(dua) repetisi, kontraksi otot pada saat relaksasi ditahan selama 10-15 detik, selanjutnya berpindah pada kelompok otot berikutnya.
8. Dampak Kecemasan
Dampak dari kecemasan sangat berpengaruh terhadap diri seseorang baik berupa gangguan fisiologis dan non fisiologis. Beberapa ahli menjelaskan bahwa kecemasan dapat mengakitbatkan gangguan. Rita L Atikson (1983:329) menjelaskan bahwa:
(29)
Seseorang yang menderita gangguan kecemasan tiap hari hidup dalam keadaan tegang, dia selalu akan merasa serba salah atau khwatir dan cenderung memberi reaksi yang berlebihan pada stress yang ringan, keluhan fisik yang lazim antara lain adalah tidak dapat tenang, tidur terganggu, kelelahan, macam-macam sakit kepala dan jantung berdebar-debar.
Sedangkan Kartini Kartono (1981:117) menjelaskan bahwa:‟‟Gangguan– gangguan psikis gejala–gejala kecemasan antara lain: gemetar, berpeluh dingin, mulut menjadi kering, membesarnya pupil mata, sesak nafas, percepatan nadi dan detak jantung, mual, muntah, murus atau diare, dll‟‟.
B.Hakikat Permainan Sepakbola
Sepakbola adalah olahraga yang paling banyak digemari diseluruh dunia dan seiring dengan berkembangnya zaman, popularitas sepakbola mampu menarik minat banyak penggemar baru. Sepakbola merupakan olahraga yang menyenangkan. Olahraga ini menjadi salah satu olahraga favorit di berbagai negara termasuk di negara kita. Sepakbola hampir dimainkan di setiap lapisan masyarakat dari berbagai kelompok umur.
Seperti halnya jenis olahraga beregu lain, sepakbola memiliki karakteristik tersendiri. Sepakbola adalah salah satu jenis olahraga permainan yang dimainkan oleh dua regu yang tiap regunya terdiri dari sebelas orang. Permainan sepakbola dilakukan di sebuah lapangan yang berbentuk empat persegi panjang yang memiliki ukuran berstandar internasional. Sucipto (2000:69) mengatakan bahwa:
‟‟Lapangan sepakbola berbentuk persegi-panjang, panjangnya antera 91,8 m- 120 m, dan lebarnya antara 46,9 m – 91,8 m. (Untuk pertandingan internasional panjang lapangan antara 100 m – 110 m dan lebarnya antara 64,62 m -73,44 m ).‟‟ Lapangan yang berbentuk persegi panjang ini di ujung masing-masingnya terdapat dua gawang yang lebarnya 7,32 m dan tinggi 2,44 m
Lama permainan sepakbola normal adalah 2x45 menit, ditambah istirahat selama 15 menit di antara kedua babak. Jika kedudukan sama imbang, maka diadakan perpanjangan waktu selama 2x15 menit, hingga didapat pemenang,
(30)
namun jika sama kuat maka maka akan diadakan adu penalti. Wasit dapat menentukan beberapa waktu tambahan di setiap akhir babak sebagai pengganti waktu yang hilang akibat pergantian pemain,cedera yang membutuhkan pertolongan,maupun penghentian lainnya. Waktu tambahan ini disebut sebagai injury time atau stoppage time.
Adapun tujuan dari permainan sepakbola ialah berusaha menjadi pemenang dengan memasukan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya serta mempertahankan gawangnya agar tidak kebobolan lawan.
Untuk lebih jelas mengenai karakteristik permainan sepakbola, KBBI (1990: 820) menjelaskan bahwa:
Sepakbola adalah olahraga beregu yang menggunakan bola sepak dari dua kelompok yang berlawanan yang masing-masing terdiri atas sebelas pemain. Olahraga tersebut dilakukan diatas lapangan rumput yang secara internasional berukuran panjang 100-110 m serta lebar 64-75 m. Kedua regu memperebutkan bola kulit yang berisi udara seberat 396-453 gr dengan kaki untuk dimasukkan ke gawang masing-masing lawan.
Sepakbola di zaman sekarang bukan hanya sekedar hobi tetapi sudah menjadi olahraga prestasi. Prestasi dalam olahraga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Atlet sepakbola harus memiliki kemampuan dalam menguasai beberapa aspek penting yang dapat menunjang tercapainya suatu tujuan yang maksimal. Aspek tersebut mencakup teknik, taktik, fisik, dan mental. Harsono (1988:100) mengatakan bahwa: ‟‟Ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh atlet, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental‟‟. Untuk mendapatkan prestasi yang maksimaldalam sepakbola memang tidaklah mudah, karena dipengaruhi beberapa aspek latihan, salah satunya adalah penguasan teknik dasar yang sempurna.Oleh karena itu penguasaan teknik dasar sangat harus diperlukan agar dapat menunjang prestasi semaksimal mungkin. Lebih lanjut Harsono (1988:100) menjelaskan bahwa:
(31)
Kesempurnaan teknik-teknik dasar dari setiap gerakan adalah penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Oleh karena itu, gerak-gerak dasar, setiap bentuk teknik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga haruslan dilatih dan dikuasai secara sempurna.
Tujuan penguasan teknik dasar adalah untuk menunjang penguasaan permainan sepakbola baik secara individu ataupun secara tim, selain itu atlet yang mampu menguasi teknik dasar sepakbola dengan baik akan berpengaruh terhadap penampilannya di atas lapangan. Teknik dasar dalam permainan sepakbola merupkan suatu landasan seorang pemain sepakbola untuk bermain baik. Sucipto (2000:17) menjelaskan bahwa: ‟‟Untuk bermain sepakbola dengan baik pemain dibekai dengan teknik dasar yang baik, pemain yang memiliki teknik dasar yang baik pemain tersebut cenderung dapat bermain bola dengan baik‟‟. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek teknik sangat penting bagi atlet sepakbola dalam menunjang prestasinya. Lebih lanjut Sucipto (2000:17) mengatakan bahwa:
Ada beberapa teknik dasar yang peru dimiliki pemain sepakbola adalah menendang (kicking), menyundul (heading), merampas (tackling), menggiring (dribbling), menghentikan (stoping), lemparan ke dalam (throw-in), dan menjaga gawang (goal keeping).
Sedangkan Beberapa teknik dasar yang perlu dimiliki oleh seorang pemain
sepakbola menurut Kosasih (1993:216) yaitu: ‟‟1) Teknik menendang bola, 2)
Menghentikan bola, 3) Gerak tipu, 4) Teknik menyundul bola, 5) Teknik
melempar bola, dan 6) Teknik menggiring bola‟‟.
C.Hakikat Cedera dalam Olahraga 1. Pengertian Cedera
Cedera dalam dunia olahraga merupakan sesuatu yang sangat menakutkan baik bagi atlet, pelatih, manager dan orang-orang yang terlibat dalam dunia olahraga. Syamsuri (1984:36) mengatakan bahwa: ‟‟Cedera adalah memar atau luka, atau dislokasi dari otot, sendi atau tulang yang disebabkan oleh kecelakaan,
(32)
benturan (bodycontact) atau gerakan yang berlebihan sehingga otot, tulang atau sendi tidak dapat menahan beban atau menjalankan tugasnya‟‟.
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem otot dan rangka tubuh yang disebabkan ketika melakukan kegiatan olahraga. Cedera olahraga terjadi karena ketidakmampuan jaringan (otot, persendian, tendon, kulit) dan organ tubuh lainnya dalam menerima beban pada saat berolahraga. Dalam kegiatan olahraga kompetitif kemungkinan resiko cedera sangat tinggi. Cedera dapat saja terjadi pada organ bagian dalam tubuh, seperti jantung dan otak. Kemudian dapat terjadi pada alat penggerak misalnya otot, tendon, ligamentum atau tulang. Lokasi, penyebab serta berat atau ringannya cedera sangat bervariasi. Hadianto (1995:15) mengatakan bahwa: ‟‟Cedera dalam dunia olahraga dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan,yaitu: cedera ringan/cedera tingkat pertama, cedera sedang/cedera tingkat kedua, cedera berat/cedera tingkat ketiga‟‟.
a. Cedera Ringan/Tingkat Pertama
Cedera ringan atau cedera tingkat pertama ini ditandai dengan adanya robekan atau hanya dapat dilihat dengan mikroskof,dengan keluhan minimal dan hanya sedikit saja atau tidak terlalu mengganggu penampilan atlet yang bersangkutan baik pada saat berlatih maupun bertanding.
b. Cedera Sedang/Tingkat Kedua
Cedera sedang atau tingkat kedua ini ditandai dengan kerusakan jaringan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, memar, berwarna kemerah-merahan (suhu agak panas), dengan gangguan fungsi yang nyata dan berpengaruh pada penampilan atlet yang bersangkutan baik pada saat berlatih maupun bertanding. c. Cedera Berat/Tingkat Ketiga
Cedera berat atau tingkat ketiga ini ditandai dengan kerusakan jaringan atau terjadi robekan lengkap atau hampir lengkap pada otot, ligamentum, dan fraktur pada tulang yang memerlukan waktu istirahat lebih lama atau total, dan membutuhkan terapi, pengobatan secara intensif, dan bahkan dimungkinkan untuk di operasi.
(33)
2. Faktor-Faktor Penyebab Cedera
Adapun faktor-faktor penyebab cedera antara lain: a) Faktor Fisik
Bahr et al (2003) mengatakan bahwa: ‟‟Cedera olahraga merupakan cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga‟‟. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot.
1. Kesalahan Metode Latihan
Metode latihan yang salah merupakan penyebab paling sering cedera pada otot dan sendi. Beberapa hal yang sering terjadi adalah :
a. Tidak dilaksanakannya pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang terjadi secara fisiologis tidak dapat diadaptasikan oleh tubuh. b. Penggunaan intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai
dengan keaadaan fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum. c. Prinsip latihan overload sering diterjemahkan sebagai latihan yang didasarkan
pada prinsip “no gain no pain” serta frekuensi yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat mengingat rasa nyeri merupakan sinyal adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injury atau macro injury. Pada keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk memperbaiki jaringan yang rusak tersebut ( Stevenson et al. 2000) 2. Kelainan Struktural
Kelainan struktural bisa meningkatkan kepekaan seseorang terhadap cedera olah raga karena pada keadaan ini terjadi tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.Sebagai contoh, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Faktor biomekanika yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul adalah pada saat pronasi (pemutaran kaki ke dalam setelah menyentuh tanah). Pronasi sampai derajat tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara membantu menyalurkan kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan bisa menyebabkan nyeri pada kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat lentur sehingga ketika berjalan atau berlari,
(34)
lengkung kaki menyentuh tanah dan kaki menjadi rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka akan terjadi hal sebaliknya yaitu pronasi yang kurang.
3. Kelemahan Otot, Tendon dan Ligamen
Otot, tendon dan ligamen akan mengalami robekan jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya. Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktur). Satu- satunya cara untuk memperkuat otot adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap kekuatannya ditambah.
b) Faktor Psikis
Selain faktor fisik, faktor psikis juga dapat berpengaruh terhadap tingkat cedera yang di derita oleh seorang atlet, hal ini diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Rotela dan teman-teman bahwa faktor kepribadian, level stres dan beberapa sikap tertentu adalah penyebab terjadinya cedera. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Faktor kepribadian
Faktor kepribadian adalah faktor pertama yang berhubungan dengan cedera atlet. Atlet yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkena cedera dibandingkan dengan atlet yang mempunyai konsep diri yang tinggi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa faktor personaliti seperti optimisme,percaya diri,ketabahan dan kecemasan berperan dalam terjadinya cedera pada atlet.
2. Tingkat Stres
Tingkat stres juga berperan dalam terjadinya cedera pada atlet, bahwa tekanan hidup berhubungan dengan terjadinya tingkat cedera pada atlet. Pengukuran tingkat stes ini difokuskan pada perubahan hidup, misalnya perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cedera dibandingkan dengan atlet yang mempunyai tekanan hidup yang lebih rendah. Selain itu stres juga dapat muncul ketika atlet mengalami cedera dan ketika di rehabilitasi saat cedera.
(35)
Matjan (2010:94) mengatakan bahwa:
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya cedera adalah sebagai berikut :
a) Usia. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan, daya tahan, dan kekenyalan otot adalah usia. b) Karakteristik Pribadi. Tempramen dan maturitas mempunyai efek terhadap kemungkinan terjadinya cedera. Artinya makin tinggi tempramen dan makin rendah tingkat kematangan mental seseorang, maka semakin tinggi pula tendensinya untuk mengalami cedera. c) Pengalaman. Semakin banyak pengalaman seorang makin kecil peluangnya untuk menderita cedera. Sebaliknya semakin sediikit pengalaman seseorang,semakin besar peluangnya untuk mengalami cedera. Karena itu atlet pemula pada umumnya lebih sering menderita cedera dibanding dengan atlet senior. d) Tingkat Latihan Fisik. Tingkat latihan fisik yang rendah sangat erat hubungannya dengan kasus cedera olahraga. Artinya semakin tinggi tingkat kondisi fisik makin kecil kemungkinan terjadi cedera. Sebaliknya makin rendah tingkat kondisi fisik, maka makin tinggi kemungkinan terjadi cedera. Karena itu fisik yang intensitas latihannya berat dan tidak sesuai dengan kebutuhan memberikan peluang besar terhadap kemungkinan terjadinya cedera dalam suatu pertandingan atau perlombaan. e) Teknik Teknik yang salah merupakan suatu faktor pendukung terhadap terjadinya cedera yang sifatnya akibat dari overuse syndrome. Artinya semakin rendah kualitas teknik yang dimiliki seseorang semakin tinggi kemungkinannya mengalami cedera. f) Warming Up. Tujuan utama dari warming up adalah untuk memperkecil kemungkinan terjadinya cedera,karena itu gerakan-gerakan yang dilakukan bukan hanya bervariasi tetapi harus sesuai kebutuhan. Artinya bila warming up yang dilakukan tidak memadai dan tidak sesuai dengan kebutuhan akan memberikan kontribusi pada terjadinya cedera otot,tendon, dan ligamen. g) Latihan dan Pertandingan yang Padat. Kegiatan latihan dan pertandingan yang padat juga merupakan faktor penyumbang terhadap terjadinya cedera. karena latihan dan pertandingan yang padat tidak memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat guna melakukan pemulihan. Bahwa alat-alat tubuh terutama otot,tendon,dan ligamen yang sudah lelah akan sangat rentan terhadap cedera. h). Problema Kesehatan. Ketika kondisi kesehatan sedang mengalami gangguan akibat infeksi,misalnya flu atau jenis penyakit lainnya jangan membiarkan atlet berolahraga sebelum suhu tubuhnya kembali normal,karena dapat mengakibatkan komplikasi dan pembengkakan pada otot jantung. i) Keseimbangan Nutrisi. Rumusan dasar makan di Indonesia adalah 4 sehat 5 sempurna. Dianjurkan demikian karena dalam komposisi makanan seperti itu semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal tersebut penting,karena bila salah satu zat makanan itu tidak ada atau kurang dalam waktu yang berlarut-larut maka keadaan itu dapat mengakibatkan kerusakan pada suatu
(36)
sistem dalam tubuh. Misalnya kekurangan magnisium akan menimbulkan kelelahan kronis, kekurangan vit A dapat menimbulkan kebutaan.
3. Macam-Macam Cedera pada Olahraga Sepakbola
Pada saat berolahraga (terutama olahraga bodycontact langsung) sangat rentan terhadap terjadinya cedera baik otot, tulang, ligamentum maupun persendian yang bisa terjadi pada bagian kepala, bagian badan, bagian lengan tangan atau bagian tungkai kaki. Olahraga sepakbola merupakan olahraga bodycontact langsung sehingga kemungkinan atlet mengalami cedera sangat tinggi baik itu cedera yang tidak disengaja atau kelalaiannya sendiri misalnya salah tumpuan saat melakukan duel di udara atau cedera yang terjadi karena adanya perlakuan dari lawan seperti tackling keras dari lawan. Dalam permainan sepakbola daerah yang sering mengalami cedera berada di daerah sekitar kaki karena tubuh yang dominan dipakai dalam sepakbola adalah tungkai,tidak sedikit juga atlet yang mengalami cedera di bagian tubuh lainnya misalnya cedera lengan, bahu, punggung dan kepala. Beberapa cedera yang sering terjadi pada olahraga sepakbola dalam situs www.kaskus.co.id/jenis-jenis-cedera-umum-dalam-sepakbola diantaranya sebagai berikut :
1. Hamstring
Hamstring sendiri terdiri dari 4 otot, yaitu semitendinou, semimebranosu, biceps femoris caput lognu, dan caput breve. Jika salah satu dari 4 otot ini mengalami strain, yaitu ketegangan yang mulai dari hanya tertarik ringan sampai putus (biasanya pemain mendengar bunyi 'tuk' apabila salah satu ototnya putus). Cedera ini terjadi otot tersebut harus melakukan gerakan secara eksplosif/tiba-tiba seperti sprint. Penyebab lain yaitu otot yang sudah lelah namun tetap dipaksa untuk bekerja. Karena otot selalu berkontraksi, kadar asam menjadi sangat tinggi sehingga bila tiba-tiba melakukan gerakan eksplosif, otot tersebut terkejut dan tidak siap menerima tekanan.
Jika mengalami hamstring tingkat 1 (ringan) pemain tidak bisa bermain selama 2 pekan, untuk tingkat 2 mesti absen sekitar 3-4 minggu, hingga tingkat 3 (putus) yang harus absen 6-8 pekan. Waktu rehat/istirahat ini harus ditaati dengan tepat
(37)
karena jika proses penyembuhan ini tidak utuh maka cedera bisa berdampak panjang dan menjadi kronis.
Otot hamstring merupakan otot yang terletak di bagian belakang paha. Kita seringkali mengalami cedera pada otot ini, terutama bagi mereka yang sering berolah raga. Gangguan tersebut dapat berupa robekan atau regangan otot. Pada cedera yang ringan, biasanya hanya mengalami perasaan seperti tertekan pada paha bagian belakang, pada cedera yang berat akan mengalami nyeri yang hebat hingga tidak dapat berjalan. Cedera hamstring didiagnosis berdasarkan pada: Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti MRI. Jika seseorang mengalami cedera otot hamstring, maka yang dapat dilakukan adalah:
1. Yang paling utama adalah mengistirahatkan otot yang terlibat
2. Mendinginkan dengan es daerah yang sakit, terutama pada awal-awal cedera 3. Menekan daerah yang sakit dengan perban elastis
4. Memakai tongkat jika timbul rasa nyeri saat berjalan 5. Meregangkan dengan perlahan paha dan pinggul 6. Terapi fisik
7.Operasi, dilakukan jika terbukti otot mengalami robekan
Untuk mencegah terjadinya cedera hamstring, maka otot harus kuat dan lentur. Untuk itu, perlu latihan peregangan dan penguatan otot yang baik. Selain itu, sebelum melakukan olah raga, hendaknya selalu melakukan pemanasan sebelumnya dan melakukan pendinginan sesudahnya.
2. ACL (Anterior Cruciate ligament)
Sendi lutut dibentuk dari tulang paha, tulang tibia (tulang kering pada
tungkai bawah kaki) dan tulang tempurung lutut. ACL (anterior cruciate ligament) adalah salah 1 dari 4 ligamen utama dalam sendi lutut yang menghubungkan tulang paha dengan tulang tibia. ACL merupakan ligament (jaringan ikat) di lutut yang sering sekali mengalami cedera. Sekitar 50% cedera ACL seringkali disertai dengan cedera struktur lainnya dalam sendi lutut seperti kerusakan meniskus (bantalan tulang), tulang rawan dan ligamen lainnya, hal tersebut dapat terlihat dari hasil magnetic resonance imaging (MRI). Sebesar 70% cedera ACL terjadi melalui mekanisme non-kontak dan 30% terjadi karena
(38)
mekanisme kontak langsung (terbentur) dengan orang atau benda. Jika seseorang mengalami cedera ACL, beberapa saat kemudian pasien akan merasa nyeri, bengkak dan lutut tidak stabil. Beberapa jam kemudian, bengkak akan menjadi sangat besar, gerakan lutut tidak bebas, nyeri disekitar sendi dan rasa tidak nyaman saat berjalan. Fungsi ACL adalah sebagai stabilitasi pada lutut. Tanda-tanda seseorang yang mengalami cedera pada ACL-nya keluhan lutut seperti akan keluar darinya tempatnya. Oleh sebab itu, sangat disarankan melakukan operasi jika mengalami cedera ini.
Cedera ini seringkali terjadi pada olahraga keras yang seringkali melompat dan berlari (olahraga yang ketika lari kencang tiba-tiba berhenti atau saat melompat tiba-tiba harus berputar) seperti sepakbola, futsal, tenis, badminton, bela diri, dan basket.Cedera ini juga sangat berat dan menakutkan karena bisa mengakhiri karier seorang atlet. Fungsi utama ACL adalah menyetop rotasi atau perputaran lutut dan kaki, cedera ini terjadi bila saat badan berputar atau jatuh, paha atas berputar kearah dalam dan kaki bawah berputar kearah luar. Komplikasi cedera ini adalah melekatnya salah satu ujung ACL di meniscus, ACL mengalami over stretch (meregang secara berlebihan), dan menarik meniscus itu sampai lepas dari lutut kaki. Apabila cedera ini cukup parah maka pemain tersebut terkena cedera ganda yaitu ACL dan meniscus, jika mengalami ini tingkat pemulihannya sangat lama.
Setelah dioperasi total masa rehabilitasinya bisa mencapai 9 bulan dan harus ditaati. Pada bulan ke-6 pemain bisa mulai berlatih ringan dengan bola, setelah 9 bulan baru pemain diijinkan berlatih di atas lapangan, ini tentu saja tergantung dari fisik pemain sendiri serta sesuai dengan statemen dari dokter yang menangani. Sebaliknya jika tidak segera diatasi, maka rasa nyeri yang timbul tidak akan hilang, orang tersebut tidak dapat beraktivitas, dan memicu terjadinya perkapuran dini.
3. Meniscus
Meniscusadalah bantalan sendi lutut berbentuk seperti cincin dan berfungsi sebagai penahan benturan. Cedera pada struktur ini sangat sering terjadi dan sebagian besar karena olah raga. Biasanya berupa cedera saat lutut terpuntir
(39)
(twisted knee) mendadak. Olah raga yang sering menyebabkan cedera menicus, antara lain sepakbola/futsal, tenis, badminton dan bola basket.
Cedera yang lumayan parah. Meniscus adalah semacam tulang putih yang membantu menstabilkan lutut saat menekuk sehjingga tidak ada pergerakan ke arah samping. Seperti yang telah dibahas di atas, cedera ini bisa terjadi bila ACL tertarik sangat keras. Berenang, bersepeda, dan menekuk lutut adalah hal yang sangat tidak disarankan, apabila meniscus dioperasi maka pemulihan bisa mencapai 3-6 bulan. Ada juga kemungkinan komplikasi meniscus, maksudnya yaitu setelah meniscus dibersihkan meniscus tidak akan tumbuh kembali, sehingga jadi gesekan secara langsung antara tulang paha dan tulang kaki bawah. Peredaran darah yang jelek pada meniscus juga menyebabkan proses penyembuhan menjadi lambat.
Gejala yang timbul sering dianggap sebagai “keseleo” biasa karena pasien masih bisa berjalan, namun keadaan akan menjadi buruk karena akan timbul gejala nyeri di sendi yang makin hebat, sehingga jalan menjadi pincang, sendi lutut sulit untuk digerakkan/ tidak dapat diluruskan/tidak dapat dilipat dan terkadang pasien merasa ada yang bergerak-gerak di dalam sendi. Diagnosis yang tepat hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI.Pengobatan dapat mulai dengan yang sederhana seperti istirahat, obat-obatan sampai pada keadaan yang parah diperlukan tindakan operasi Arthroscopy.
Arthroscopy adalah sebuah alat yang digunakan oleh dokter untuk melihat langsung keadaan sendi yang terganggu, karena dengan Arthroscopy dapat terlihat keadaan sendi yang terganggu yang belum pernah terlihat sebelumnya, oleh sebab itu Arthroscopy dikategorikan sebagai salah satu alat diagnostik yang canggih. Pada masa lalu Arthroscopy hanya menguntungkan pada sendi lutut tetapi sekarang ada beberapa jenis sendi lain yang dapat memperolah keuntungan tersebut, denganArthroscopy diagnosis pembedahan menjadi lebih akurat, didapat ketepatan treatment dan dapat melaksanakan prosedur-prosedur pembedahan, karena tindakan yang dilakukan melalui insisi kecil, biasanya dengan prosedur yang sama dan sedikit trauma di jaringan akan membantu proses penyembuhan menjadi lebih baik. Tetapi Arthroscopy bukanlah satu-satunya untuk setiap
(40)
kondisi, contohnya dalam kondisi yang membutuhkan kesembuhan penuh termasuk waktu pengobatan dan rehabilitas. Diagnostik dengan Arthroscopy pada umumnya digunakan bersama dengan tindakan bedah terbuka. Bedah terbuka ini dilakukan pada sendi dengan tujuan menemukan jalan untuk melakukan eksisi (pengambilan jaringan/bagian yang rusak). Alat Arthroscopy dapat menjangkau suatu titik pembedahan dimana ahli bedah dapat melakukan beberapa prosedur yang sama seperti yang telah dilakukan pada pembedahan secara terbuka tetapi hal ini melalui insisi yang lebih kecil. Namun demikian, eksisi tetap dapat mengganggu jaringan dan menyebabkan pendarahan, pembengkakan serta rasa nyeri. Bahkan setelah diagnostic Arthroscopy tersebut masih diperlukan waktu yang agak lama untuk proses rehabilitasinya.
4. Muscle Strain
Muscle strain bukanlah cedera yang parah, tetapi bila tidak ditangani dengan baik, strain akan berlanjut terus menerus dan menjadi kronis, otot yang biasanya terkena terletak di betis dan paha. Overstretching bisa terjadi di otot-otot tersebut. Apabila cedera ini terjadi, stretching atau peregangan otot harus dihindari, bila tetap dilakukan justru cedera akan bertambah parah. Muscle strain termasuk cedera ringan, dalam 7 hari pemain bisa bermain kembali.
5. Pattela Tendonitis
Cedera ini sering terjadi atau dirasakan setelah pemain berlatih atau beranding di lapangan yang keras. Salah dalam memilih jenis, ukuran dan bentuk
sepatu juga menyebabkan rasa sakit ini, contoh: pemakaian sepatu “Pul 6” di
lapangan keras. Rasa sakit biasanya terasa di bagian bawah lutut, cedera ini bisa pulih dalam 5-7 hari. Peregangan otot juga harus dihindari, salah satu faktor yang memprovokasi cedera ini adalah ketidakseimbangan antara otot quadriceps, contoh: vastus medialis lebih lemah dibandingkan vastus lateralis, ini membuat Q-angle dari pattela sehingga terjadi iritasi di lutut, akibatnya pattela tendonitis menjadi cedera yang gampang terjadi di lutut.
4. Pertolongan Pada Penderita Cedera Olahraga
Prinsip pertolongan pertama pada cedera olahraga adalah mecegah cedera agar cedera tidak menjadi lebih parah. Dalam upaya untuk mencegah terjadinya
(41)
cedera yang lebih parah diperlukan suatu program. Program tersebut adalah Rest, Ice, Compression, dan Elevation. Program ini lebih dikenal dengan sebutan RICE. Matjan (2010:101) mengatakan bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan segera setelah terjadi cedera adalah sebagai berikut:
a)Rest = istirahat. Hentikan aktifitas atau istirahatkan bagian tubuh yang mengalami cedera. Menghentikan aktivitas atau mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami cedera memang harus dilakukan, karena hal ini penting untuk pencegahan perluasaan cedera dan percepatan penyembuhan. Bila rest tidak dilakukan dan bagian tubuh yang cedera tetap aktif, maka cedera akan menjadi lebih parah dan kesembuhan akan menjadi lebih lama. b) Ice = es. Artinya dinginkan bagian yang cedera dengan kompres es. Tujuan pemberian es segera setelah terjadi cedera adalah agar jaringan disekitar cedera, termasuk pembuluh darah kapiler menyempit. Keadaan tersebut sangat diperlukan untuk mengurangi pendarahan dan edema, karena bila darah dan cairan tubuh banyak masuk dan tertimbun dalam jaringan yang rusak akibat cedera, maka waktu yang diperlukan untuk sembuh menjadi lama. Selain itu kegunaan dan kompres es adalah untuk mengurangi rasa sakit. Perlu diingat bahwa kompres es hanya efektif maksimal 3x24 jam setelah cedera. c) Compression = Penekanan. Artinya tekan bagian yang cedera. Penekanan dapat saja dilakukan dengan tangan atau dengan jari, namun demikian cara ini dianjurkan hanya dalam keadaan terpaksa atau darurat. Jadi sebaiknya penekanan dilakukan dengan pembalut elastis. Tujuan dari penekanan ini adalah untuk menghambat darah dan cairan tubuh masuk ke bagian cedera, karena dengan demikian diharapkan pembengkakan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya dengan demikian kesembuhan menjadi lebih cepat. Karena seperti diketahui bahwa bila terjadi cedera maka jaringan disekitarnya menjadi rusak, mungkin pecah, putus, atau robek. Keadaan demikian memungkinkan darah dan cairan jaringan masuk dan tertimbun di dalam bagian yang cedera makin banyak. Kalau keadaan ini terjadi maka jaringan disekitar yang cedera menjadi terenggang dan waktu yang diperlukan sembuh menjadi lama. Memang dalam kondisi tertentu pembengkakan diperlukan, karena ia membawa anti body untuk membunuh bibit penyakit, tetapi bila tidak terjadi luka terbuka maka antibodi tidak diperlukan. d) Elevation = peninggian. Artinya selama perawatan bagian tubuh yang cedera diletakan pada posisi yang lebih tinggi dari jantung. Tujuannya yang pertama adalah untuk menghambat darah dan cairan tubuh masuk ke bagian cedera. Kemudian yang dua agar pengankutan cairan yang tertimbun dai sel-sel yang sudah rusak dapat diangkut dengan cepat dari dalam jaringan yang cedera.
(42)
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tata cara program rice pada dasarnya bertujuan untukmenghentikan dan mengurangi pendarahan, mengurangi pembengkakan, mengurangi rasa sakit serta mencegah terjadinya cedera yang lebih berat.
5. Hubungan Cedera dengan Kecemasan
Pada waktu berolahraga, terutama olahraga pertandingan, atlet seringkali melakukan gerakan-gerakan fisik yang tidak dapat dihindarkan sehingga dapat menimbulkan cedera. Cedera akibat olahraga kompetisi paling sering dijumpai pada atlet, baik atlet amatir maupun profesional. Cedera tersebut biasanya memerlukan waktu pemulihan yang relatif lama, sehingga banyak sekali permasalahan yang mungkin dialami oleh atlet tersebut, baik secera fisik maupun psikologis. Dampak psikologis atlet yang cedera akan mengalami stres, kecemasan dan ketakutan. Atlet yang mengalami cedera sering mengalami stres, kecemasan dan ketakutan yang tinggi. Harsono (1988:266) mengatakan bahwa ketakutan atlet pada umumnya diklasifikasikan dalam beberapa kategori:
a.Takut kalau gagal dalam pertandingan.
b.Takut akan akibat sosial atas mutu prestasi mereka.
c.Takut cedera atau lain hal yang berhubungan dengan kelainan-kelainan kondisi fisiolosinya yang mungkin menimpa tubuh mereka.
d.Takut akan akibat agresi fisik, baik yang dilakukan oleh lawan maupun oleh diri sendiri.
e.Takut bahwa fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau pertandingan dengan baik.
Dari penjelasan diatas mengatakan bahwa atlet yang takut akibat sosial biasanya takut akan gagal memenuhi harapan yang diinginkan dari teamnya, pelatihnya, teman-teman satu regu, keluarganya. Sedangkan takut akibat hal yang berhubungan dengan kelainan-kelainan kondisi fisiologisnya biasanya takut akan cedera atau luka yang dapat mengakibatkan atlet tidak dapat bertanding dengan baik. Atlet yang mengalami keadaan fisik yang tidak baik karena mengalami cedera dapat mempengaruhi kejiwaan atlet tersebut.
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Mengenai pengertian dari metode penelitian Arikunto (2006:160) menjelaskan bahwa : ’’Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Metode penelitian juga cara untuk menempuh data, menganalisis dan menyimpan hasil penelitian. Oleh karena itu, penggunaan metode dalam pelaksanaan penelitian merupakan hal yang sangat penting, karena dalam menggunakan metode penelitian yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Jenis metode yang dipilih dan digunakan dalam pengumpulan data, tentu saja harus sesuai dengan sifat, karakteristik dan permasalahan penelitian yang dilakukan. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pengumpulan dan analisis data.
Terdapat beberapa jenis metode penelitian yang sering digunakan peneliti untuk memecahkan suatu permasalahan antara lain metode deskriptif, historis, dan eksperimen. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sudjana dan Ibrahim (1989:64) mengatakan bahwa: ’’Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sekarang’’. Dengan perkataan lain, penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah actual sebagimana adanya saat penelitian dilaksanakan.
Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan data saja,tetapi meliputi analisa dan tafsiran mengenai arti dari data itu sendiri. Ciri khusus dari metode deskriptif antara lain tertuju pada pemecahan masalah yang pada masa sekarang dan masalah-masalah tertentu yang dianggap populer.
(44)
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Adapun prosedur penelitiannya seperti berikut ini :
Gambar 3.1.
Desain Penelitian Paradigma Sederhana (Sumber :Sugiyono, 2013: 42)
Keterangan : X = Treatment
Y = Kecemasan Atlet yang pernah mengalami cedera
Menurut Kerlinger, 1973 (Sugiyono, 2013: 38) variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (Arikunto, 2010:159) variabel adalah sebagai gejala yang bervariasi. Berdasarkan permasalahan yang ada, variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel Bebas / Independen ( X )
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan atlet.
2. Variabel Terikat / Dependen ( Y )
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Khusus pada penelitian ini tidak terdapat variabel terikat-nya.
Dari uraian diatas, maka penulis berpendapat bahwa penelitian ini penelitiannya adalah berupa kueisioner (angket). Hal ini merupakan cara yang akan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas sehingga tujuan penelitian tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka penulis menggunakan metode deskriptif dalam pelaksanaan penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini mengungkap masalah yang terjadi pada masa sekarang. Secara spesifik dapat
(45)
dikemukakan bahwa penelitian ini ingin meneliti “ Tingkat Kecemasan Atlet Sepakbola Persib U-21 Yang Pernah Mengalami Cedera Pada Saat Menghadapi Kompetisi ISL U-21”.
B.Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah seluruh karakteristik yang ada dalam suatu kelompok yang menjadi objek penelitian. Sugiyono (2011:80) menjelaskan bahwa: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Maka oleh karena itu penelitian menyimpulkan bahwa populasi merupakan suatu keseluruhan objek penelitian,baik benda hidup, manusia, benda mati, atau berupa gejala maupun peristiwa-peristiwa yang dijadikan sebagai sumber data yang memiliki berbagai karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah atlet sepakbola Persib Bandung U-21 sebanyak 24 pemain.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sugiyono (2011:81) menjelaskan bahwa ’’Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut’’. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul mewakili (representatif). Pengambilan sampel harus sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh, oleh karena itu teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan purposive sampling. Sugiyono (2012:300) menjelaskan bahwa: ’’Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu’’.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet sepakbola Persib Bandung U-21 sebanyak 10 pemain. Atlet tersebut adalah pemain yang pernah mengalami cedera.
(46)
C.Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian diperlukan alat yang disebut instrumen. Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket sebagai alat pengumpul data. Angket (Questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respons sesuai dengan permintaan penggunaan. Tujuan penyebaran angket ialah untuk mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Angket tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya.
Angket dalam penelitian ini terdiri dari komponen atau variabel yang dijabarkan melalui sub komponen, indikator-indikator dan pertanyaan-pertanyaan. Butir-butir pertanyaan itu merupakan gambaran tentang tingkat kecemasan atlet yang pernah mengalami cedera pada saat menghadapi kompetisi ISL U-21.
D.Variabel dan Definisi Operasional
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan yang lain. Sugiyono (2011:38) mengatakan bahwa: ’’Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,kemudian ditarik kesimpulannya.’’
Dinamakan variabel karena adanya variasi. Penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu tingkat kecemasan atlet, definisi variabel dan operational diungkap agar tidak terjadi salah tafsir terhadap istilah yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan indikator yang dikutip dari buku Hawari (2006:80) alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Variabel penelitian tersebut dijabarkan kedalam konsep-konsep variabel, indikator dan skala ukur pada Tabel 3.1.
(47)
Tabel 3.1Kisi-kisi Angket
Variabel Dimensi Indikator No
Anxiety
Perasaan cemas (ansietas)
Cemas 1
Firasat Buruk 2
Takut akan pikiran sendiri 3 Mudah tersinggung 4
Ketegangan
Merasa Tegang 5
Lesu 6
Tidak bisa istirahat dengan tenang 7
Mudah menangis 8
Gemetar 9
Gelisah 10
Ketakutan Pada kerumunan orang banyak 11
Gangguan tidur
Sukar tidur 12
Terbangun malam hari 13 Tidur tidak nyenyak 14 Bangun dengan lesu 15
Mimpi buruk 16
Gangguan Kecerdasan
Sukar konsentrasi 17 Daya ingat menurun 18 Daya ingat buruk 19
Perasaan Depresi (murung)
Hilangnya minat 20
Berkurangnya kesenangan pada hobi
21
Sedih 22
Bangun dini hari 23 Perasaam berubah sepanjang hari 24 Gejala somatik/fisik
(otot)
Sakit dan nyeri di otot-otot 25
Kaku 26
Kedutan otot 27
Gigi gemerutuk 28
Gejajala somatik/fisik (sensorik)
Penglihatan kabur 29 Muka merah atau pucat 30
Merasa lemas 31
Perasaan ditusuk-tusuk 32 Gejala Kardiovaskular
(jantung dan pembuluh darah)
Takirada (denyut jantung cepat) 33
Berdebar-debar 34
Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
35 Detak jantung (berhenti sejenak) 36 Gejala Respiratori
(Pernafasan)
Rasa tertekan atau sempit di dada 37 Nafas pendek/sesak 38 Gejala Gastrointensial
(pencernaan)
Sukar buang air besar 39 Kehilangan berat badan 40
(48)
Tabel 3.1Kisi-kisi Angket (Lanjutan)
Gejala Urogenital (perkemihan dan
kelamin)
Sering buang air kecil 41 Tidak dapat menahan air seni 42 Menjadi dingin (frigid) 43
Gejala autonom Mulut kering 44
Muka merah 45
Mudah berkeringat 46
Kepala pusing 47
Kepala terasa berat 48 Kepala terasa sakit 49 Tingkah Laku (sikap)
pada wawancara
Gelisah 50
Tidak tenang 51
Jari gemetar 52
Otot tegang/mengeras 53
E.Langkah – Langkah Penelitian
Dalam penelitian ini langkah-langkah penelitian diperlukan untuk menjadi pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian agar proses penelitian berjalan sesuai dengan prosedur yang benar, seperti yang dituangkan pada gambar berikut:
(49)
Gambar 3.2. Prosedur Penelitian
(Arikunto, 2011:212)
Dari Gambar 3.2 dijelaskan bahwa peneliti pada langkah pertama adalah pemilihan masalah, setelah itu peneliti menentukan sampel yang akan diteliti
Prosedur dan Desain Penelitian Penentuan Sampel
Menentukan Instrumen Penelitian
kesimpulan Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data Uji Coba Angket Pemilihan Masalah
(50)
sesuai prosedur dan membuat desain penelitian, setalah itu peneliti mengujicobakan angket, dan pengumpulan data dan menentukan instrument penelitian. Selanjutnya peneliti mengolah dan menganalisis data dari hasil penelitian, dan membuat kesimpulan.
F.Teknik dan Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian
Dalam pengambilan data variabel penelitian maka diperlukan sebuah instrumen penelitian. Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang dinilai akurat untuk memperoleh data variabel penelitian dari sejumlah populasi dan sampel yang telah ditentukan.Arikunto (2010:203) mengemukakan bahwa instrumen penelitian adalah:
Alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah: angket, ceklis (check-list) atau daftar centang, pedoman wawancara. Ceklis sendiri memiliki wujud yang bermacam-macam.
Dalam penelitian ini instrumen penelitian ini adalah kuisioner (angket). Indikator-indikator yang dirumuskan ke dalam bentuk kisi-kisi tersebut selanjutnya dijadikan sebagai bahan penyusunan butir-butir pertanyaan dalam angket. Butir-butir pertanyaan tersebut dibuat dalam bentuk pertanyaan dengan kemungkinan jawaban yang tersedia. Peneliti menetapkan alternatif jawaban dalam angket sebagai berikut :
(51)
Tabel 3.2.
Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban (Sumber Surakhmad)
Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban
Sangat Setuju Setuju
Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
4 3 2 1 0
Peneliti jelaskan bahwa dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan supaya responden dapat menjawab salah satu alternatif jawaban tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan itu disusun dengan berpedoman pada penjelasan Surakhmad (1990: 184) sebagai berikut :
a. Rumuskan setiap pertanyaan sejelas-jelasnya dan seringkas-ringkasnya. b. Mengajukan pernyataan-pernyataan yang memang dapat dijawab oleh
responden, pernyataan mana yang tidak menimbulkan kesan negatif. c. Sifat pernyataan harus netral dan obyektif.
d. Mengajukan hanya pernyataan yang jawabannya tidak dapat diperoleh dari sumber lain.
e. Keseluruhan pernyataan dalam angket harus sanggup mengumpulkan kebulatan jawaban untuk masalah yang kita hadapi. Dari uraian tersebut, maka dalam menyusun pernyataan dalam angket ini harus bersifat jelas, ringkas, dan tegas.
Butir-butir soal atau pernyataan yang diberikan penulis kepada responden untuk di uji cobakan berjumlah 65 butir soal. Butir soal atau pernyataan-pernyataan tersebut tidak terlepas dari ini permasalahan yang ingin dipecahkan oleh penulis, yaitu: Tingkat kecemasan atlet sepakbola Persib U-21 yang pernah mengalami cedera pada saat menghadapi kompetisi ISL U-21.
No Pernyataan-pernyataan Alternatif Jawaban
SS S R TS STS 1 Saya merasa cemas ketika mengalami
(1)
(2)
LAMPIRAN 13
Surat Izin Penelitian
(3)
Lampiran 14
SuratTembusan
(4)
LAMPIRAN 15
(5)
(6)