Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam Penyuluhan Sosial

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEGAWAI DINAS SOSIAL
DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN KEBUTUHAN LATIHAN
DALAM PENYULUHAN SOSIAL

MOKHAMAD O. ROYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Hubungan Karakteristik
Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam
Penyuluhan Sosial, adalah karya saya dengan arahan Komisi Pembimbing, dan
belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun, kecuali
bahan rujukan yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2009


Mokhamad O. Royani
NIM P061050121

ABSTRACT
MOKHAMAD O. ROYANI. Relationship between the Characteristics of the Civil
Servants at the Social Affair in South Kalimantan and the Training Needs in
Social Extension. Under the Supervision of AMRI JAHI, DARWIS S. GANI,
DJOKO SUSANTO, and I GUSTI PUTU PURNABA.
Social extension training to improve the competence of civil servants at
the social affair must be designed according to the training needs and characteristics of the related employees. The research objectives were first to present
the distribution of civil servants at the social affair in terms of their characteristics
under observation; second, formulate in ranks the needs of civil servants for
training on social extension; then determine the degree of agreement among the
civil servants on a number of characteristics in the social extension training; and
finally set up a valid and reliable instrument to determine the needs of social
extension training. This study was a descriptive research to describe the characteristic variable and training variable and examine the relationship between
both variables. The smallest unit of observation was the Civil Servants at the
Social Affair in South Kalimantan, with the population of 502 people. A simple
random sampling was applied to obtain 228 people as the samples. Frequency
distribution was used to analyze the data, ranking of scores and Kendall W’s concordance to rank the training needs, Kendall W’s concordance and Kendall’s

correlation rank t to determine the degree of agreement among the civil servants
on some characteristics of training needs, Cronbach’s Alpha and variant analysis
to measure the reliability of the instrument in determining the training needs. The
research obtained the following results. First, the female civil servants at the Social Affair in South Kalimantan were fewer in number and had more limited
positions and roles than male employees in the organizational structure. Nearly
half of the employees were of inadequate education for extension activities.
There was a lack of employees with formal education on social welfare and extension. Slightly over one third had a low working motivation. One third had low
income. A little over half of the civil servants were in the middle-to-lower social
status. Second, the training needs from the first to the third ranks were the understanding of cultural differences, leadership, and extension principles. Next, based
on the level and fields of formal education, there was a potential difference in the
training needs. Finally, the four types of instruments used in the research were
valid and reliable for the measurement of the needs in social extension training.
The research gives the following recommendations. First, civil servants development should be conducted by improving the appreciation and recognition system.
It is also urgently necessary to recruit functional officials for social extension.
Second, the role of training should be improved to create polyvalent social extension. Further, it is essential to design a social extension training to accommodate
the differences in training needs by separating extension materials into basic and
optional categories. Finally, in choosing one of the four instruments which are
relatively equal in validity and reliability in the need analysis of social extension
training, it is important to consider the characteristics of intended training needs.
Key Words:


Characteristics, training needs, social extension, instruments for
training needs assessment

RINGKASAN
MOKHAMAD O. ROYANI. ”Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di
Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam Penyuluhan Sosial.”
Dibimbing oleh AMRI JAHI, DARWIS S. GANI, DJOKO SUSANTO, dan I GUSTI
PUTU PURNABA.
Posisi penyuluhan dan penyuluh sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah penting. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa penyuluh sosial bersama dengan pekerja
sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, dan relawan sosial adalah
sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Peran penyuluh sosial dalam posisi tersebut adalah menyelenggarakan
pendidikan non formal untuk mengubah perilaku penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) agar tahu, mau, dan mampu melakukan proses pemecahan
masalah, menggali dan memanfaatkan kesempatan, peluang, serta sumber daya
diri dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan. Sasaran perubahan juga meliputi unsur pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat agar tahu, mau, dan mampu
melakukan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan
jaminan sosial.
Berdasarkan pada posisi dan peran tersebut, penyuluhan sosial harus diartikan dan dilakukan sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan non
formal untuk mewujudkan kondisi warga negara yang terpenuhi kebutuhan material, spiritual, dan sosial yang layak sesuai harkat dan martabat manusia.

Tantangan yang dihadapi penyuluhan dan penyuluh sosial adalah jumlah
PMKS yang besar, kerumitan dalam penanganan, munculnya masalah baru,
serta terbatasnya jumlah dan sebaran Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial.
Keterbatasan tersebut secara langsung menyebabkan penyuluhan sosial di daerah dilakukan oleh pegawai Dinas Sosial non Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial. Pengamatan pada praktik penyuluhan yang dilakukan pegawai tersebut menunjukkan terdapat persepsi yang kurang tepat pada penyuluhan dan kompetensi menyuluh yang lemah, sehingga penyuluhan cenderung dilakukan sebagai
proses informatif semata yang sulit untuk mengubah perilaku sasaran penyuluhan.
Tiada jalan lain untuk meningkatkan kompetensi menyuluh kecuali proses
belajar, antara lain melalui latihan. Latihan penyuluhan sosial yang diikuti pegawai Dinas Sosial telah dan sedang dilakukan, tetapi kurang efektif. Kondisi itu
terjadi karena latihan dirancang tidak menggunakan informasi karakteristik dan
kebutuhan latihan aktual yang dirasakan pegawai Dinas Sosial. Hal itu karena
kedua jenis informasi tersebut tidak tersedia. Salah satu penyebabnya adalah
belum ada instrumen untuk menentukan kebutuhan latihan penyuluhan sosial.
Beranjak dari masalah tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian (1) bagaimana distribusi pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik yang diamati? (2) Bagaimana peringkat kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial? (3) Bagaimana derajat kesepakatan pegawai Dinas Sosial pada
sejumlah karakteristik yang diamati pada kebutuhan latihan penyuluhan sosial?
(4) Apa instrumen yang sahih dan andal untuk mengukur kebutuhan latihan penyuluhan sosial?

Tujuan penelitian adalah (1) menjelaskan distribusi pegawai Dinas Sosial
pada sejumlah karakteristik yang diamati. (2) Menyusun peringkat kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial. (3) Menentukan derajat kesepakatan pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik yang diamati pada
kebutuhan latihan penyuluhan sosial. (4) menetapkan instrumen yang sahih dan
andal untuk mengukur kebutuhan latihan penyuluhan sosial.
Unit analisis adalah pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan. Ukuran

populasi 502 orang. Sampel diambil secara acak sederhana (simple random
sampling) dari populasi, ukurannya ditentukan dengan rumus Slovin pada α=
0.05, berjumlah 228 orang.
Penelitian dirancang secara deskriptif untuk menjelaskan peubah X yaitu
karakteristik pegawai Dinas Sosial, menjelaskan peubah Y yaitu kebutuhan latihan penyuluhan sosial, dan menjajagi hubungan antara peubah X dengan peubah
Y. Rancangan tersebut diterapkan dalam bentuk survei pada pegawai Dinas
Sosial selaku pelaksana penyuluhan sosial, dan sekaligus calon potensial peserta latihan penyuluhan sosial.
Data dikumpulkan dengan menggunakan empat macam instrumen. Untuk
keperluan tersebut, total anggota sampel berukuran 228 orang ditempatkan secara acak ke dalam empat kelompok, tiap kelompok berjumlah 57 orang. Selanjutnya, secara acak pula ditetapkan penggunaan instrumen untuk setiap kelompok sampel, sehingga setiap kelompok mengisi instrumen yang berbeda. Kelompok I mengisi instrumen dua sisi yang mengukur kemampuan aktual menyuluh,
dan pentingnya kemampuan menyuluh. Kelompok II, instrumen satu sisi yang
mengukur pentingnya kemampuan menyuluh. Kelompok III, instrumen satu sisi
yang mengukur kemampuan aktual menyuluh. Kelompok IV, instrumen satu sisi
yang mengukur kuantitas kebutuhan latihan menyuluh.
Data dikumpulkan pada tanggal 13 Oktober–14 Nopember 2008 di 11 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu Kota Banjarmasin dan
Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala, Tanah Laut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai
Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong.
Data yang dikumpulkan adalah karakteristik pegawai Dinas Sosial yang
meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan formal, kejuruan pendidikan formal,
status sekolah, motivasi kerja, curahan waktu untuk mencari informasi, gaji,
status sosial, dan pengalaman kerja. Data lainnya adalah kebutuhan latihan penyuluhan sosial yang meliputi aksi sosial, keragaman budaya, program penyuluhan, sumber daya dan kebutuhan PMKS, mengelola informasi, relasi interpersonal, landasan penyuluhan, kepemimpinan, organisasi kerja, dan profesionalisme.

Analisis data yang digunakan adalah distribusi frekuensi untuk menghitung
kasus dan persentase karakteristik pegawai Dinas Sosial. Skor tertimbang dan
konkordansi Kendall W untuk memeringkatkan kebutuhan latihan, dan menentukan derajat kesepakatan pemeringkatan kebutuhan latihan. Konkordansi Kendall
W dan korelasi rank Kendall τ untuk menentukan derajat kesepakatan pegawai
pada karakteristik yang diamati pada kebutuhan latihan. Cronbach’s Alpha dan
analisis varian untuk menentukan koefisien keandalan, dan galat ukur.
Hasil penelitian adalah (1) pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan
yang berjenis kelamin perempuan lebih sedikit jumlahnya, serta menempati posisi dan peran yang lebih terbatas dari laki-laki dalam struktur organisasi. Hampir
setengahnya berpendidikan kurang memadai untuk melakukan penyuluhan. Terjadi kekurangan pegawai yang berlatar belakang kejuruan pendidikan formal
kesejahteraan sosial dan penyuluhan. Sedikit di atas dua pertiga menamatkan
sekolah di lembaga pendidikan negeri. Sedikit di atas sepertiga memiliki motivasi
kerja rendah. Sepertiga berpenghasilan rendah. Sedikit di atas setengah

termasuk dalam status sosial menengah bawah. Hampir seluruhnya termasuk
dalam kategori kosmopolit. Sebaran umur dan pengalaman kerja relatif baik
untuk regenerasi. (2) Kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial di Kalimantan
Selatan dalam penyuluhan sosial yang menempati peringkat pertama sampai
ketiga adalah pemahaman keragaman budaya, kepemimpinan, dan landasan
penyuluhan. (3) Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan berdasarkan tingkat
pendidikan formal, dan kejuruan pendidikan formal menunjukkan adanya potensi

perbedaan kebutuhan latihan. (4) Keempat jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sahih dan andal untuk mengukur kebutuhan latihan dalam penyuluhan sosial.
Saran yang diajukan adalah (1) pengembangan pegawai Dinas Sosial di
Kalimantan Selatan perlu dilakukan melalui perbaikan sistem pengakuan dan
penghargaan (recognition system) yang meliputi penyusunan uraian pekerjaan,
peningkatan kompetensi, perumusan indikator penilaian prestasi kerja yang jelas
dan terukur, pengembangan karir berdasarkan prestasi, penyediaan fasilitas
kerja yang lengkap dan berkualitas, serta insentif yang memadai. Selain itu,
Dinas Sosial perlu segera melakukan rekruitmen untuk mengisi kekosongan formasi jabatan fungsional penyuluh sosial. (2) Dinas Sosial di Kalimantan Selatan
serta Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Banjarmasin
perlu bekerjasama lebih baik, untuk meningkatkan peran latihan dalam mewujudkan pegawai Dinas Sosial yang memiliki kompetensi penyuluh sosial polivalen.
(3) Latihan penyuluhan sosial perlu dirancang untuk mengakomodasi perbedaan
latihan menurut tingkat dan kejuruan pendidikan formal, dengan cara memilah
materi latihan ke dalam kelompok materi dasar (mayor) dan minor. Rekruitmen
peserta latihan penyuluhan sosial perlu didasarkan pada paduan karakteristik
tingkat dan kejuruan pendidikan formal. Widyaiswara yang akan menjadi instruktur latihan, perlu mengikuti Training of Trainers Penyuluhan Sosial yang sebaiknya diselenggarakan oleh Pusdiklat Kesejahteraan Sosial bekerjasama dengan
perguruan tinggi terkemuka dalam penyuluhan pembangunan. Widyaiswara pada
saat melakukan tugas selaku instruktur latihan, perlu mendapat supervisi dari
pakar penyuluhan pembangunan dan pakar pekerjaan sosial. (4) Keputusan untuk memilih satu dari empat macam instrumen yang relatif sama sahih dan andal
dalam menentukan kebutuhan latihan penyuluhan sosial, perlu didasarkan pada
pertimbangan sifat kebutuhan latihan yang ingin diketahui.

Kata kunci: karakteristik, kebutuhan latihan, penyuluhan sosial, instrumen
penentuan kebutuhan latihan.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh
karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan karya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak
sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian
Bogor.


HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEGAWAI DINAS SOSIAL
DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN KEBUTUHAN LATIHAN
DALAM PENYULUHAN SOSIAL

MOKHAMAD O. ROYANI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji pada Ujian Tertutup

: Dr. Joyakin Tampubolon, M.Si.


Penguji pada Ujian Terbuka

: Dr. Marjuki, M.Sc.
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S. M.Ec.

Judul Disertasi

:

Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial
di Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan
dalam Penyuluhan Sosial

Nama

:

Mokhamad O. Royani


NIM

:

P061050121

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, M.A.
Anggota

Prof. (R.) Dr. Djoko Susanto, S.K.M.
Anggota

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, D.E.A.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 9 Juli 2009

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur ke Hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
disertasi yang berjudul Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di
Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam Penyuluhan Sosial dapat
penulis selesaikan.
Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima kasih mendalam kepada Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. (R.)
Dr. Djoko Susanto, S.K.M., Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, M.A., Dr. Ir. I Gusti Putu
Purnaba, D.E.A. selaku Anggota Komisi Pembimbing. Keempatnya adalah guru
yang mumpuni dalam ilmunya, serta arif dalam membimbing dan menguji.
Terima kasih kepada Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan
dan Penelitian Departemen Sosial atas tugas belajar dan beasiswa yang diberikan kepada penulis, juga selaku Penguji Luar Komisi bersama Dr. Ir. Ma’mun
Sarma, M.S. M.Ec. pada Ujian Terbuka tanggal 9 Juli 2009. Terima kasih kepada
Dr. Joyakin Tampubolon, M.Si. selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup
tanggal 27 Mei 2009 dan juga selaku Juri bersama Dr. Sri Tjahyorini, M.Si. dan
Edi Suharto, Ph.D. yang menilai dan membantu mewujudkan kesahihan instrumen penelitian.
Terima kasih kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas
Ekologi Manusia, Dekan Sekolah Pascarsarjana, dan Ketua Program Studi
Penyuluhan Pembangunan beserta Dosen dan Staf atas pelayanan dalam proses belajar. Juga kepada Kepala dan Staf BBPPKS Banjarmasin, Kepala dan
Staf Pusdiklat Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial atas dukungannya selama melaksanakan tugas belajar, serta Kepala dan Staf Dinas Sosial/nomenklatur
sejenis di Kalimantan Selatan yang memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan disertasi ini.
Terima kasih kepada Drs. Chusnan Yusuf, Drs. Agus Supardjo, M.Pd. dan
Drs. Hasbullah M.Si. yang memotivasi dan memfasilitasi penulis untuk terus
belajar, serta Dra. Hj. Badriyah, M.A.P. yang memberi semangat, dukungan dan
bantuan tidak ternilai dari awal sampai akhir studi. Terima kasih juga kepada Dr.
Ir. Teddy Rachmat Muliady, M.M., Dr. Lukman Effendy, M.Si., Dra. Diah Retna
Puspita, M.Hum. yang berbagi suka dan duka dalam belajar. Juga kepada Dr. Ir.
Sumaryo, M.Si., Dr. Sapja Anantanyu, S.Pd. M.Si. dan rekan-rekan mahasiswa
Program Studi Penyuluhan Pembangunan, dan Bara III/31 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas berbagai pengalaman akademis dan persahabatan
yang menyenangkan.
Kepada kedua orang tua penulis –Endan Sulaeman dan Waway Kusdiarni–
atas kasih sayang dan doanya yang tiada henti; kakak dan adik-adik atas senasib dan sepenanggungannya; Riva Liskurniati, S.E. istri yang sabar dan sukses
menjadi orang tua tunggal sementara untuk kedua putri terkasih –Nadia
Nimaskusuma Royani dan Najwa Adzanikusuma Royani– penulis ucapkan terima
kasih tak terkira.
Semoga Alloh Yang Maha Pengasih dan Penyayang memberi pahala sebesar-besarnya kepada berbagai pihak tersebut, atas segala kebaikannya kepada
penulis.
Akhirnya, semoga Alloh Yang Maha Kuasa menjadikan penulis sebagai
hamba-Nya yang sholeh dan bermanfaat bagi orang banyak, antara lain melalui
ilmu yang diperoleh dari proses belajar di Almamater Institut Pertanian Bogor.

x

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung pada tanggal 15 April 1967, sebagai anak kedua
dari pasangan Bapak Endan Sulaeman dan Ibu Waway Kusdiarni. Pendidikan
sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial,
lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi
Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB dan mendapat gelar
Magister Sains pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program
doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun
2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Sosial.
Penulis bekerja sebagai staf Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial Banjarmasin dari tahun 2001 sampai sekarang. Sebelumnya, sejak tahun 1992 sampai dengan 2001 bekerja di Kantor Wilayah
Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Selatan, pada Seksi Rehabilitasi Anak
Nakal dan Korban Narkotika, dan Seksi Rehabilitasi Penyandang Cacat.

xi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

xvii

PENDAHULUAN ...................................................................................

1

Latar Belakang Penelitian.............................................................

1

Masalah Penelitian .......................................................................

7

Tujuan Penelitian..........................................................................

9

Manfaat Penelitian........................................................................

10

Definisi Istilah ...............................................................................

11

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

12

Karakteristik Pegawai Dinas Sosial ..............................................

12

Jenis Kelamin ......................................................................

13

Umur ....................................................................................

14

Pendidikan Formal...............................................................

16

Kejuruan Pendidikan Formal ...............................................

17

Status Sekolah.....................................................................

18

Motivasi Kerja ......................................................................

18

Curahan Waktu Mencari Informasi ......................................

20

Gaji ......................................................................................

21

Status Sosial........................................................................

22

Pengalaman Kerja ...............................................................

23

Instrumen Penentuan Kebutuhan Latihan ...................................

24

Lingkup Kebutuhan Latihan Penyuluhan Sosial ...........................

32

Aksi Sosial ...........................................................................

35

Keragaman Budaya .............................................................

40

Program Penyuluhan ...........................................................

41

Sumber Daya dan Kebutuhan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial.......................................................

49

Mengelola Informasi ............................................................

51

Relasi Interpersonal.............................................................

54

Landasan Penyuluhan .........................................................

57

Kepemimpinan.....................................................................

63

Organisasi Kerja ..................................................................

73

xii

Profesionalisme ...................................................................

73

Kompetensi Teknis ..............................................................

78

KERANGKA PEMIKIRAN......................................................................

93

METODE PENELITIAN .........................................................................

96

Populasi dan Sampel....................................................................

96

Disain Penelitian...........................................................................

97

Data dan Instrumentasi ................................................................

98

Kesahihan dan Keandalan Instrumen ..........................................

102

Pengumpulan Data .......................................................................

105

Analisis Data.................................................................................

105

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

110

Hasil..............................................................................................

110

Distribusi Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan
pada Sejumlah Karakteristik yang Diamati ......................

110

Kebutuhan Latihan Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan
Selatan dalam Penyuluhan Sosial ...................................

117

Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di
Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam
Penyuluhan Sosial ...........................................................

119

Instrumen Penentuan Kebutuhan Latihan Penyuluhan
Sosial ...............................................................................

120

Pembahasan ................................................................................

124

Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan .

124

Kebutuhan Latihan Pegawai Dinas Sosial di Kalimantan
Selatan dalam Penyuluhan Sosial ...................................

130

Hubungan Karakteristik Pegawai Dinas Sosial di
Kalimantan Selatan dengan Kebutuhan Latihan dalam
Penyuluhan Sosial ...........................................................

141

Instrumen Penentuan Kebutuhan Latihan Penyuluhan
Sosial ...............................................................................

144

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

153

Kesimpulan...................................................................................

153

Saran ............................................................................................

154

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

156

LAMPIRAN ............................................................................................

163

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Strategi dan metode untuk mencapai tujuan belajar ....................

54

2.

Kesiapan pengikut – perilaku pemimpin .......................................

66

3.

Strategi pelayanan anak terlantar berdasarkan tahap
perkembangan.........................................................................

90

4.

Ukuran dan sebaran populasi.......................................................

96

5.

Ukuran dan sebaran sampel ........................................................

97

6.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan jenis kelamin.........

110

7.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan umur .....................

111

8.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan pendidikan formal .

111

9.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan kejuruan
pendidikan formal ....................................................................

112

10.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan status sekolah.......

113

11.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan motivasi kerja........

114

12.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan curahan waktu
mencari informasi ....................................................................

114

13.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan gaji ........................

115

14.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan status sosial..........

116

15.

Distribusi pegawai Dinas Sosial berdasarkan pengalaman kerja .

116

16.

Kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan
sosial........................................................................................

118

Hubungan karakteristik pegawai Dinas Sosial dengan kebutuhan
latihan dalam penyuluhan sosial..............................................

119

18.

Hasil analisis Cronbach’s Alpha ...................................................

120

19.

Hasil analisis varian data Instrumen IA ........................................

121

20.

Hasil analisis varian data Instrumen IB ........................................

121

21.

Hasil analisis varian data Instrumen II ..........................................

122

22.

Hasil analisis varian data Instrumen III .........................................

122

23.

Hasil analisis varian data Instrumen IV ........................................

123

24.

Kebutuhan latihan memahami keragaman budaya ......................

130

25.

Kebutuhan latihan kepemimpinan ................................................

131

26.

Kebutuhan latihan landasan penyuluhan .....................................

133

27.

Kebutuhan latihan memahami organisasi kerja............................

134

28.

Kebutuhan latihan aksi sosial .......................................................

135

29.

Kebutuhan latihan program penyuluhan.......................................

136

17.

xiv

30.

Kebutuhan latihan profesionalisme ..............................................

137

31.

Kebutuhan latihan relasi interpersonal .........................................

138

32.

Kebutuhan latihan kompetensi teknis...........................................

139

33.

Kebutuhan latihan mengelola informasi .......................................

140

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Lima peringkat teratas PMKS di Indonesia ..................................

5

2.

Lima peringkat teratas PMKS di Kalsel ........................................

6

3.

Hubungan umur dengan kemampuan belajar ..............................

16

4.

Contoh instrumen untuk mengukur kemampuan aktual
menyuluh dan pentingnya kemampuan menyuluh ..................

30

Contoh instrumen untuk mengukur pentingnya kemampuan
menyuluh .................................................................................

31

Contoh instrumen untuk mengukur kemampuan aktual
menyuluh .................................................................................

31

Contoh instrumen mengukur kuantitas kebutuhan latihan
menyuluh .................................................................................

32

8.

Kompetensi sebagai hubungan kausal.........................................

33

9.

Diagram aksi sosial ......................................................................

35

10.

Logic model ..................................................................................

36

11.

Empat jenis perilaku pemimpin dalam gaya situasional ...............

65

12.

Lingkaran kemiskinan...................................................................

80

13.

Lingkaran setan kemiskinan .........................................................

80

14.

Peran kredit mikro dalam pengentasan kemiskinan .....................

83

15.

Kerangka pemikiran......................................................................

93

16.

Model statistik peubah penelitian .................................................

98

17.

Proporsi varian error dan varian sebenarnya pada varian
diperoleh pada Instrumen IA....................................................

147

Proporsi varian error dan varian sebenarnya pada varian
diperoleh pada Instrumen I sisi B ............................................

147

Proporsi varian error dan varian sebenarnya pada varian
diperoleh pada Instrumen II .....................................................

148

Proporsi varian error dan varian sebenarnya pada varian
diperoleh pada Instrumen III ....................................................

148

Proporsi varian error dan varian sebenarnya pada varian
diperoleh pada Instrumen IV....................................................

149

5.
6.
7.

18.
19.
20.
21.

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.

Instrumen I (Dua Sisi) Penentuan Kebutuhan Latihan Pegawai
Dinas Sosial dalam Penyuluhan Sosial ...................................

163

Instrumen II (Satu Sisi) Penentuan Kebutuhan Latihan Pegawai
Dinas Sosial dalam Penyuluhan Sosial ...................................

177

Instrumen III (Satu Sisi) Penentuan Kebutuhan Latihan Pegawai
Dinas Sosial dalam Penyuluhan Sosial ...................................

188

Instrumen IV (Satu Sisi) Penentuan Kebutuhan Latihan Pegawai
Dinas Sosial dalam Penyuluhan Sosial ...................................

199

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Posisi penyuluhan dan penyuluh sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah penting. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa penyuluh sosial bersama dengan pekerja
sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, dan relawan sosial adalah sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Keempat unsur
tersebut harus bekerjasama dalam melakukan upaya terarah, terpadu dan
berkelanjutan dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara.
Peran penyuluh sosial dalam posisi tersebut adalah menyelenggarakan
pendidikan non formal untuk mengubah perilaku penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) agar tahu, mau, dan mampu melakukan proses pemecahan masalah, menggali dan memanfaatkan kesempatan, peluang, serta sumber
daya diri dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan. Sasaran perubahan juga
meliputi unsur pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang terdiri atas individu, kelompok, dan lembaga kesejahteraan sosial agar tahu, mau, dan mampu
melakukan: Pertama, rehabilitasi sosial yaitu proses perwujudan dan pengembangan kemampuan yang memungkinkan seseorang melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Kedua, perlindungan sosial yaitu
semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Kemudian, pemberdayaan sosial yaitu semua
upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial mempunyai daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan.
Terakhir, jaminan sosial yaitu skema yang melembaga untuk menjamin seluruh
rakyat dapat memenuhi kebutuhan secara layak.
Berdasarkan pada posisi dan peran tersebut, penyuluhan sosial harus
diartikan dan dilakukan sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan
non formal untuk mewujudkan kondisi warga negara yang terpenuhi kebutuhan
material, spiritual, dan sosial yang layak sesuai harkat dan martabat manusia.
Sasaran perubahannya adalah perilaku PMKS agar memiliki pengetahuan, sikap
dan keterampilan memecahkan masalah dalam memenuhi kebutuhan, serta perilaku pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat agar mempunyai pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

2

Posisi, peran, dan proses penyuluhan sosial tersebut, menuntut adanya
penyuluh kompeten yang dicirikan oleh pemilikan motif, karakter, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan dalam process area berupa metodologi penyuluhan, dan content area berupa keterampilan teknis penanganan masalah kesejahteraan sosial.
Penyuluhan sosial saat ini menghadapi dua tantangan besar. Pertama,
karakteristik PMKS yang harus dilayani. Jumlah PMKS sekitar 27,9 juta jiwa
(Pusdatin, 2008:5). Terdapat kerumitan pelaksanaan pelayanan sosial karena
ramifikasi atau keterkaitan yang erat antar masalah kesejahteraan sosial. Saat ini
kerap dijumpai seseorang atau sekelompok orang yang tidak hanya mengalami
satu jenis masalah kesejahteraan sosial, tetapi sekaligus dua atau lebih. Selain
itu muncul masalah kesejahteraan sosial baru yang terjadi karena proses
perubahan di dalam masyarakat, misalnya masalah yang dialami pekerja migran,
HIV/AIDS, dan korban bencana sosial. Berbagai hal tersebut memerlukan
sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang besar, tetapi ketersediaannya saat ini dapat dikatakan relatif terbatas.
Tantangan kedua adalah terbatasnya jumlah dan sebaran Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial (PFPS). Menurut Pusat Penyuluhan Sosial, jumlahnya
pada bulan Juni 2009 baru mencapai 24 orang, ditambah 13 calon pejabat yang
sedang dalam proses pengangkatan. Semuanya baru terdapat di lingkup unit
kerja Departemen Sosial, sedangkan pada lingkup Dinas Sosial belum terdapat
PFPS. Padahal menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, perkiraan kebutuhan di Departemen Sosial dan Dinas Sosial Provinsi sebanyak 698
orang. Jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan pada tingkat kabupaten/kota
yang jauh lebih banyak. Kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan
PFPS, dapat dipahami karena Penyuluh Sosial baru ditetapkan satu tahun lalu
sebagai Jabatan Fungsional. Diatur oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/06/M.PAN/4/2008 Tanggal 9 April 2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya, serta Peraturan
Bersama Menteri Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 41/
HUK-PPS/2008 dan Nomor 13 Tahun 2008 Tanggal 17 Juni 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya.
Terkait dengan hal tersebut, saat ini sedang gencar dilakukan sosialisasi tentang
Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial yang tujuan akhirnya merekrut Pegawai

3

Negeri Sipil yang ada di Departemen Sosial dan Dinas Sosial untuk menjadi
PFPS.
Keterbatasan jumlah dan sebaran PFPS, secara langsung menyebabkan
penyuluhan sosial di tingkat provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan oleh pegawai
Dinas Sosial non PFPS. Untuk sementara, kondisi ini dapat diterima, akan tetapi
terdapat suatu masalah yang dialami pegawai Dinas Sosial dalam melakukan
penyuluhan sosial, yaitu persepsi kurang tepat pada penyuluhan sosial, dan
kompetensi menyuluh yang lemah.
Pengamatan pada praktik penyuluhan yang dilakukan oleh pegawai Dinas
Sosial non PFPS memperlihatkan dua hal. Pertama, masih terdapat anggapan
bahwa penyuluhan adalah gerak dasar yang bermakna merintis, membuka, dan
melandasi pelayanan sosial. Hal tersebut tidak tepat, karena penyuluhan tidak
hanya dilakukan pada tahap awal suatu program, tetapi suatu program berkelanjutan yang berisi rencana, pelaksanaan dan penilaian proses perubahan
perilaku. Anggapan yang tidak tepat tersebut menyebabkan penyuluhan sosial
cenderung dilakukan sebagai proses penyampaian informasi semata. Tujuannya
agar sasaran penyuluhan tahu dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam hal ini tidak disadari bahwa peningkatan pengetahuan
saja belum cukup bagi terjadinya perubahan perilaku, karena masih diperlukan
perubahan sikap dan keterampilan yang sulit dicapai oleh proses informatif semata, karena hanya mungkin dicapai melalui proses pendidikan. Anggapan lain
yang kurang tepat adalah penyuluhan dapat dilakukan siapa saja, asalkan pelakunya menguasai informasi tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Hal
tersebut juga tidak tepat, karena Penyuluh Sosial harus mempunyai kemampuan
dalam metodologi penyuluhan dan kemampuan teknis penanganan masalah
kesejahteraan sosial. Dua jenis kemampuan inilah yang perlu dimiliki dan ditingkatkan pada pegawai Dinas Sosial agar mampu melakukan penyuluhan sosial
sebagai proses perubahan perilaku.
Tidak ada jalan lain untuk meningkatkan kompetensi, kecuali proses belajar, antara lain melalui latihan. Di Kalimantan Selatan, latihan penyuluhan sosial
yang diikuti pegawai Dinas Sosial telah dan sedang dilakukan, tetapi kurang
efektif karena belum membawa perubahan dalam pelaksanaan penyuluhan.
Salah satu indikatornya adalah setelah mengikuti latihan, pegawai Dinas Sosial
masih tetap melakukan penyuluhan dengan penekanan pada strategi informatif
yang hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi belum membangun sikap dan

4

keterampilan, sehingga sasaran perubahan perilaku ke arah yang lebih baik pada
PMKS, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat belum tercapai secara optimal.
Pernyataan Suharto (2006:2) tentang situasi latihan dalam lingkup kesejahteraan sosial kiranya memberikan gambaran mengapa latihan tersebut kurang
efektif:
(1)
(2)

(3)

(4)

Kurikulum latihan terlalu teoritis dan umum.
Model latihan cenderung bersifat “all size”, kurang berstruktur
dan berjenjang sesuai dengan tingkat kecakapan dan kompetensi peserta.
Para pengajar memiliki pengetahuan yang memadai tentang
materi, namun tidak pernah mempraktekkan materinya dalam
dunia nyata, sehingga apa yang diajarkan cenderung normatif
dan kurang menyentuh persoalan kontemporer.
Peserta latihan memiliki karakteristik pendidikan dan pengalaman yang sangat beragam sehingga kurikulum dan materi
jarang bisa memenuhi kebutuhan spesifik peserta.

Untuk menghindari kondisi latihan demikian, cara yang dapat dilakukan
adalah menempuh prosedur latihan yang dimulai dengan kegiatan penentuan kebutuhan latihan. Kegiatan tersebut hasilnya adalah identifikasi karakteristik calon
peserta, dan identifikasi materi-materi yang perlu dilatihkan. Kedua hal tersebut
merupakan bahan bagi perancang program latihan untuk membuat disain latihan
yang terdiri atas tujuan latihan, pengalaman belajar, struktur dan sekuen pencapaian tujuan dan pengalaman belajar, media, materi, dan alat belajar yang tepat.
Rancangan latihan demikian, membuat peserta termotivasi untuk melakukan proses belajar, mempelajari materi yang sesuai dengan kebutuhannya, dan akhirnya
menggunakan hasil latihan dalam penyuluhan.
Penentuan kebutuhan latihan penyuluhan sosial tersebut harus meliputi
dua bidang yaitu process area berupa metodologi penyuluhan dan content area
yaitu kompetensi teknis penanganan masalah kesejahteraan sosial. Metode penyuluhan antara lain berisi landasan penyuluhan, perencanaan program penyuluhan, dan aksi sosial. Kompetensi teknis yang harus dipelajari adalah penanganan seluruh masalah kesejahteraan sosial misalnya kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku,
korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

5

Penentuan kebutuhan latihan yang meliputi seluruh area kebutuhan, memerlukan sumber daya yang relatif besar. Kendala yang dihadapi saat ini adalah
keterbatasan dalam penyediaan sumber daya tersebut, terutama biaya. Solusi
yang dapat ditempuh untuk melakukan penentuan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi sumber daya saat ini, adalah melakukan pengukuran sesuai dengan kaidah kesahihan, keandalan, dan kondisi spesifik lokal.
Kaidah kesahihan menentukan kecukupan isi alat pengukur dalam mengukur petunjuk sifat obyek. Kecukupan tersebut mengandung arti bahwa alat
pengukur dapat dipandang sebagai sampel yang mewakili populasi area kebutuhan yang ingin diukur, sehingga tidak semua area tersebut harus diukur.
Kaidah keandalan menentukan kemantapan dan kejituan suatu alat dalam mengukur. Sedangkan kondisi spesifik lokal merujuk pada kondisi aktual kebutuhan
latihan yang dirasakan pegawai Dinas Sosial yang dikaitkan dengan masalah kesejahteraan sosial yang ada pada suatu lokasi, dan memerlukan perhatian lebih
karena alasan tertentu, misal jumlah penyandang suatu masalah.
Penyandang masalah kesejahteraan sosial di Indonesia sebanyak 27,9 juta
(Pusdatin, 2008:8). Berdasarkan jumlahnya, PMKS dapat diurutkan pada peringkat satu sampai dengan lima seperti terlihat pada Gambar 1.

7,092,089

3,940,624
2,888,141

Keluarga
rentan

Fakir miskin

Korban
bencana alam

2,461,948

2,368,540

Masy tinggal Anak terlantar
di daerah
rawan bencana

Gambar 1 Lima peringkat teratas PMKS di Indonesia
Sumber: Pusdatin, 2008:8

6

Urutan PMKS berdasarkan jumlahnya pada tingkat nasional, mempunyai
kemiripan dengan urutan PMKS berdasarkan jumlahnya di Kalimantan Selatan.
Di provinsi tersebut, terdapat 578,2 ribu PMKS (Pusdatin, 2008:8). Jumlah PMKS
terbanyak dalam urutan satu sampai dengan lima dapat dilihat pada Gambar 2.

106,891
76,446

73,963
57,758

Keluarga
rentan

Fakir miskin

korban
Anak terlantar
bencana alam

57,079

Masy tinggal
di daerah
rawan bencana

Gambar 2 Lima peringkat teratas PMKS di Kalsel
Sumber: Pusdatin, 2008:8
Urutan PMKS berdasarkan jumlahnya di Kalimantan Selatan seperti terlihat
pada Gambar 2 yaitu keluarga rentan, fakir miskin, korban bencana alam, anak
terlantar, dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.
Penentuan kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial di Kalimantan Selatan
pada bidang kompetensi teknis dapat dicukupkan pada tiga jenis masalah kesejahteraan sosial yaitu fakir miskin, korban bencana alam, dan anak terlantar.
Pemilihan tersebut berdasarkan bahwa di Kalimantan Selatan, masalah fakir miskin, korban bencana alam, dan anak terlantar jumlahnya relatif besar, dan menempati peringkat dua sampai empat. Selain itu diharapkan bahwa dengan
memilih ketiga masalah itu untuk diukur sebagai area kebutuhan latihan, sekaligus juga dapat meliputi masalah keluarga rentan yang mempunyai kemiripan
dengan fakir miskin, dan meliputi penanganan masalah masyarakat yang tinggal
di daerah rawan bencana karena mekanisme penanganannya merupakan bagian
dari bantuan sosial korban bencana, yaitu pencegahan.

7

Masalah Penelitian
Informasi tentang karakteristik berupa ciri-ciri pribadi yang melekat pada
seseorang karena kelahirannya dan interaksi dengan lingkungan, serta kebutuhan latihan yang merupakan kesenjangan antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan saat ini dengan yang diharapkan ada pada seseorang untuk melakukan
sesuatu, ditambah dengan informasi tentang hubungan antara karakteristik dengan kebutuhan latihan adalah bahan utama merancang suatu latihan.
Sayangnya, informasi tentang karakteristik, kebutuhan latihan, dan hubungan antar karakteristik dengan kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial tidak tersedia, karena penentuan kebutuhan latihan tidak
dilakukan secara memadai, baik intensitas maupun kualitasnya. Padahal, jika penentuan kebutuhan latihan tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka
latihan kemungkinan besar tidak akan konsisten dengan kebutuhan aktual.
Dalam latihan penyuluhan sosial, ketidaksesuaian tersebut menyebabkan
kesulitan dalam rekruitmen peserta, motivasi belajar rendah, dan pasif dalam aktivitas belajar. Hal itu karena peserta merasa tujuan, pengalaman belajar, struktur
dan sekuen pencapaian tujuan dan pengalaman belajar, materi, media, bahan,
dan alat latihan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi tersebut bertambah
sulit, karena pelatih lebih banyak mengandalkan metode belajar searah yang
bertumpu pada teknik ceramah, lebih banyak membahas hal-hal konseptual daripada praktik, seringkali mengulang materi latihan yang sama, atau tidak menyajikan materi yang dibutuhkan. Berbagai masalah yang menurunkan efektivitas latihan tersebut, pada gilirannya tidak mendukung terjadinya efisiensi penggunaan
sumber daya terutama biaya yang saat ini sulit diperoleh.
Proses latihan demikian menyebabkan tidak terjadi peningkatan kemampuan pegawai Dinas Sosial dalam menyuluh. Akibat selanjutnya, praktik penyuluhan sosial tidak membaik, tetap saja hanya berupa penyampaian informasi tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Bukan berupa proses pendidikan
non formal untuk mengubah perilaku.
Tidak meningkatnya kemampuan pegawai Dinas Sosial dalam menyuluh
dan tidak berubahnya praktik penyuluhan sosial, bertolakbelakang dengan penambahan jumlah PMKS, munculnya masalah sosial baru, dan semakin rumitnya
penanganan masalah.
Beranjak dari kondisi latihan, penyuluhan dan penanganan masalah kesejahteraan sosial saat ini, diperlukan adanya rancangan latihan yang dapat meme-

8

nuhi seluruh kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial yang diduga selain mempunyai persamaan juga memiliki perbedaan karakteristik.
Kebutuhan latihan, selain diidentifikasi juga perlu diketahui prioritasnya
yang tercermin dalam peringkat kebutuhan latihan aktual yang dirasakan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan. Penentuan prioritas bukan dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan peringkat atas, dan tidak memenuhi peringkat
bawah, tetapi untuk mengelompokkan berbagai kebutuhan latihan tersebut dalam kategori kebutuhan latihan dasar yang harus diikuti seluruh peserta, dan
kategori kebutuhan latihan pilihan yang sesuai dengan minat peserta. Di samping
itu perlu diketahui hubungan antara karakteristik dengan kebutuhan latihan.
Gunanya untuk mengetahui apakah ada perbedaan latihan menurut sejumlah
karakteristik yang diamati.
Berbagai informasi tersebut, memerlukan data yang hanya dapat dikumpulkan oleh instrumen yang benar-benar mengukur kebutuhan latihan, mantap
dan akurat dalam mengukur. Untuk itu perlu dilakukan usaha mengetahui instrumen macam apa yang sahih dan andal dalam mengukur kebutuhan latihan penyuluhan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan-pertanyaan penelitian (research
questions) dirumuskan berikut ini:
1)

Bagaimana distribusi pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik
yang diamati?

2)

Bagaimana peringkat kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial?

3)

Bagaimana derajat kesepakatan pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik yang diamati pada kebutuhan latihan penyuluhan sosial?

4)

Apa instrumen yang sahih dan andal untuk mengukur kebutuhan latihan penyuluhan sosial?

9

Tujuan Penelitian
Salah satu prinsip pendidikan orang dewasa (POD) adalah memperhatikan
minat dan kebutuhan peserta belajar. Prinsip tersebut harus diterapkan dalam latihan sebagai salah satu teknik POD. Jika tidak, maka latihan tidak akan efektif
dalam mengubah perilaku, bahkan dapat terjadi pemborosan sumber daya yang
saat ini dapat dikatakan langka. Mengingat efektivitas dan efisiensi adalah hal
penting dalam latihan, maka minat dan kebutuhan tersebut harus ditemukan.
Salah satu tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial.
Selain sifatnya yang sama dengan manusia lain karena faktor lingkungan
sosial, manusia juga mempunyai sifat unik yang membedakan dengan yang lain,
hal itu karena faktor-faktor internal yang dibawanya. Sejalan dengan itu, pemahaman tentang karakter calon peserta latihan menjadi penting, karena berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi latihan. Hal inilah yang mendasari tujuan
berikutnya dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan karakteristik pegawai
Dinas Sosial sebagai calon peserta latihan penyuluhan sosial.
Karakteristik pegawai Dinas Sosial dan kebutuhan latihan penyuluhan sosial diduga mempunyai keragaman, untuk itu diperlukan informasi tentang kesepakatan pegawai Dinas Sosial berdasarkan karakteristik yang diamati pada kebutuhan latihan penyuluhan sosial.
Informasi tentang karakteristik dan kebutuhan latihan, memerlukan data
yang akurat. Untuk itu diperlukan suatu instrumen yang benar-benar mampu
mengukur kebutuhan latihan, mantap dan akurat untuk mengidentifikasi kebutuhan latihan. Dengan demikian, secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
1)

Menjelaskan distribusi pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik
yang diamati.

2)

Menyusun peringkat kebutuhan latihan pegawai Dinas Sosial dalam penyuluhan sosial.

3)

Menentukan derajat kesepakatan pegawai Dinas Sosial pada sejumlah karakteristik yang diamati pada kebutuhan latihan penyuluhan sosial.

4)

Menetapkan instrumen yang sahih dan andal untuk me