PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI PT SEKAR BENGAWAN KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

commit to user

i

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP

AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA

DI PT SEKAR BENGAWAN KABUPATEN

KARANGANYAR

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

Andrias Wahyu Listyaningrum

R.0207061

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.

Surakarta, ………

Andrias Wahyu Listyaningrum NIM. R0207061


(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Andrias Wahyu Listyaningrum. 2011. PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI PT

SEKAR BENGAWAN KABUPATEN KARANGANYAR. Skripsi, Program

Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar, dengan melakukan pengukuran intensitas kebisingan dan ambang dengar tenaga kerja kemudian menganalisisnya.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non eksperimental dengan metode observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian diambil dari populasi dengan teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Subjek yang memenuhi kriteria adalah 30 orang. Rancangan dari penelitian ini adalah dari populasi yang ada subjek diambil dengan purposive sampling, subjek mendapatkan paparan bising yang berbeda yaitu dibawah NAB (Nilai Ambang Batas) dan diatas NAB, sehingga akan didapatkan ambang dengar tenaga kerja normal dan menurun. Dari data yang telah diperoleh kemudian diuji statistik dengan chi square menggunakan SPSS versi 16.

Hasil uji statistik pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanaganyar diperoleh nilai P untuk telinga kanan P = 0,019 (p ≤ 0,05) serta nilai P untuk telinga kiri P = 0,02 (p ≤ 0,05) yang menunjukkan hasil uji signifikan, jadi semakin tinggi intensitas kebisingan semakin naik nilai ambang dengar yang artinya ambang dengar menurun dari normal.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan kabupaten Karanganyar, berdasarkan pengukuran kebisingan lingkungan kerja dan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan.

Kata Kunci : Intensitas Kebisingan, Ambang Dengar Kepustakaan : 20, 1978 - 2010


(5)

commit to user

v ABSTRACT

Andrias Wahyu Listyaningrum. 2011. THE EFFECT OF NOISE INTENSITY

ON WORKFORCE HEARING THRESHOLD IN PT SEKAR

BENGAWAN, KARANGANYAR. Thesis, Study Program of D.IV

Occupational Health Faculty of Medicine, Sebelas Maret University. Surakarta.

This study aims to determine the effect of noise on the hearing threshold in the workforce in PT Sekar Bengawan Karanganyar, by measuring the intensity of noise and hearing threshold labor then analyze it. This research uses non-experimental research with analytic observational method using cross sectional approach. Research subjects drawn from the population with purposive sampling. Subjects who meet the criteria is 30 people. The design of this study is the population that is the subject taken by purposive sampling, the subjects have different noise exposure is below the TLV (Threshold Limit Value) and above the TLV, so it will get normal hearing threshold and decreased labor. From the data obtained are then tested by chi square statistics

Using SPSS version 16.

The result of statistical test influence of noise intensity on the hearing threshold in the workforce in PT Sekar Bengawan Karanganyar obtained P values for the right ear P = 0.019 (P ≤ 0.05) and for left ear P = 0.02 (P ≤ 0, 05) prove that the test results are significant, so higher the noise intensity then further increased the value hearing threshold, it's mean hearing threshold decreased from normal.

From this research can be concluded that there is influence intensity of noise on the workforce hearing threshold in PT Sekar Bengawan Karanganyar, based on the measurement of environmental noise and the hearing threshold of labor in PT Sekar Bengawan.

Keywords : Noise Intensity, Hearing Threshold Bibliography : 20, 1978 - 2010


(6)

commit to user

vi PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan nikmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI PT SEKAR BENGAWAN KABUPATEN KARANGANYAR Laporan penelitian ini disusun untuk tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program D.IV Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta serta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sain terapan.

Penyusunan laporan ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak, baik bersifat material maupun spiritual. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. H. A.A. Subiyanto, dr., MS, Selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret periode 2007-2011.

2. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., S.PD-KR-FINASIM, Selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret periode 2011 sampai sekarang 3. Putu Suriyasa, dr., MS, PKK. Sp. Ok, selaku ketua program D.IV Kesehatan

Kerja Universitas Sebelas Maret.

4. Hari Wujoso, dr, MM, Sp.F, selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam rangka penyusunan laporan ini. 5. Live Setyaningsih, SKM, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan dalam rangka penyusunan laporan ini. 6. Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku penguji yang telah memberikan banyak

masukan dalam pelaksanaan penelitian ini.

7. Lusi Ismayenti, ST, M.Kes, selaku tim skripsi yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

8. Martono, yang telah memberi izin peneliti untuk melakukan penelitian di PT Sekar Bengawan Karanganyar.

9. Seluruh karyawan PT Sekar Bengawan yang telah membantu penelitian sehingga berjalan lancar.

10.Bapak, Ibu, adik-adikku, sahabat-sahabatku dan orang yang selalu mendukungku, terima kasih atas ketulusan doa serta dukungan baik material maupun spiritual.

11.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun mahasiswa yang membutuhkan.

Surakarta, Juni 2011 Penulis,


(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PERNYATAAN. ... iii

ABSTRAK. ... v

ABSTRACT. ... vi

PRAKATA. ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL. ... xi

DAFTAR GAMBAR. ... xii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 31


(8)

commit to user

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

C. Populasi Penelitian ... 33

D. Teknik Sampling ... 34

E. Sampel Penelitian ... 34

F. Desain Penelitian... ... 35

G. Identifikasi Variabel Penelitian... ... 35

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian. ... 36

I. Alat dan Bahan Penelitian ... 37

J. Cara Kerja Penelitian... ... 39

K. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN... 41

A. Gambaran Umum Perusahaan... 41

B. Karakteristik Subjek Penelitian. ... 42

C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja. ... 43

D. Hasil Pengukuran Ambang Dengar Tenaga Kerja. ... 44

E. Uji Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang Dengar. 45 BAB V PEMBAHASAN. ... 50

A. Analisa Univariat. ... 50

B. Analisa Bivariat... 53

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ... 55


(9)

commit to user

ix

B. Saran. ... 55 DAFTAR PUSTAKA. ... 56 LAMPIRAN


(10)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Ambang Batas intensitas kebisingan ... 13 Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan umur ... 42 Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan masa kerja. 43 Tabel 4. Hasil pengukuran intensitas kebisingan. ... 43 Tabel 5. Hasil pengukuran ambang dengar tenaga kerja terpapar bising

>NAB.... ... 44 Tabel 6. Hasil pengukuran ambang dengar tenaga kerja terpapar bising

≤NAB.... ... 45


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fisiologi Telinga ... 20 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 31 Gambar 3. Desain Penelitian. ... 35


(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Data Diri Tenaga Kerja Lampiran 2. Audiogram

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Audiometri Tenaga Kerja Lampiran 4. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Lampiran 5. Surat Keterangan Survey awal dan Penelitian Lampiran 6. Hasil Uji Statistik SPSS 16


(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan pertumbuhan industri sekarang ini jelas memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan di tempat kerja, guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Akibat yang ditimbulkan oleh teknologi modern karena peningkatan industri adalah timbulnya masalah kebisingan yang mempunyai pengaruh luas mulai dari gangguan konsentrasi, komunikasi, dan kenikmatan kerja sampai pada cacat karena kehilangan daya dengar yang menetap. Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja tetapi juga berpengaruh terhadap tenaga kerja (Budiono, 2003).

Pengaruh utama kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera pendengar, yang menyebabkan tuli progresif, dan akibat demikian telah diketahui dan diterima umum untuk berabad-abad lamanya. Dengan kemampuan upaya hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), akibat buruk kebisingan kepada alat pendengaran boleh dikatakan dapat dicegah asalkan program konservasi pendengaran (hearing conservation program) dilaksanakan sebaik-baiknya (Suma’mur, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Rochmah (2006) tentang Perbedaan Ketajaman pendengaran tenaga di PT. APAC INTI


(14)

CORPORA BAWEN tahun 2006 dengan hasil sebagai berikut : ada perbedaan rata-rata ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri di PT. APAC INTI CORPORA BAWEN. 70% pekerja mengalami gangguan komunikasi, 43% pekerja mengalami gangguan kosentrasi, 50% pekerja mengalami gangguan tidur, dan 66% pekerja mengalami keluhan pusing kepala.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di PT Sekar Bengawan Karanganyar yaitu sebuah industri di bidang tekstil yang mempunyai jumlah tenaga kerja sebesar 700 pekerja. Pada survei awal ini penulis mengukur intensitas kebisingan tempat kerja tersebut, yaitu untuk bagian flat print rata-rata 90,8 dB, bagian colour mixer 92,3 dB, bagian tracer 80,9 dB. Pada beberapa tempat produksi ini intensitas kebisingan dipengaruhi oleh mesin yang dipakai karena pada setiap bagian memiliki mesin yang berbeda-beda jenis dan kegunaannya. Sedangkan untuk gangguan pendengaran didalam pembicaraan biasa terdapat kesukaran mendengar suara perlahan. Selain itu penulis menjumpai semua karyawan yang bekerja tidak memakai ear plug saat bekerja di tempat yang bising tersebut. Padahal mesin-mesin tersebut mengeluarkan bising melebihi NAB (Nilai Ambang Batas).

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85 dBA selama 8 jam kerja dalam sehari.

Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh penulis, dan hasil dari penelitian terdahulu, maka penulis ingin mengadakan penelitian


(15)

commit to user

mengenai pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

B. Perumusan Masalah

Adakah pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui intensitas kebisingan di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

b. Untuk mengetahui ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

c. Untuk menganalisis pengaruh kebisingan terhadap ambang dengar di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.


(16)

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Memberikan bukti empiris bahwa kebisingan dapat mempengaruhi ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Perusahaan

Sebagai masukan atau saran mengenai pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar tenaga kerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja.

b. Bagi Program Diploma IV Kesehatan Kerja

Dapat menambah referensi untuk mengembangkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Bagi Peneliti

Dapat mengetahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.


(17)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

E.Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara disekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar (Sasongko dkk, 2000).

Dari sudut pandang lingkungan, kebisingan adalah masuk atau dimasukkannya energi (suara) ke dalam lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mengganggu peruntukannya. Dari sudut pandang lingkungan maka kebisingan lingkungan termasuk dalam kategori pencemaran karena dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko dkk, 2000).

Kebisingan didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala suara tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan.

Jenis-jenis kebisingan adalah sebagai berikut :

a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (Steady state, Wide band noise)


(18)

Misalnya : bising mesin, kipas angin, dapur pijar

b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (Steady state, narrow band noise).

Misalnya: bising gergaji sirkuler, katup gas. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent).

Misal: bising lalu lintas suara kapal terbang di bandara. d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise).

Misalnya: bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

e. Kebisingan impulsive berulang.

Misalnya: bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan (Suma’mur, 2009)

Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu:

a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik.9

b. Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dengan sumber kebisingan sebagai sumbunya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik, sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi (Sasongko dkk, 2000).


(19)

commit to user

Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi yang ada. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (Suma’mur, 2009).

Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 - 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat pada rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah bunyi yang paling berbahaya.

Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut:

a. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi <16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadang-kadang perubahan penglihatan.

b. Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz, merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia.

c. Ultra sonic, bila gelombang >20.000 Hz. Frekuensi di atas 20.000 Hz sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus jaringan cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia (Suyono, 1995).


(20)

Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian (Suma’mur, 2009).

Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Pendengaran

Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima.

b. Gangguan Percakapan

Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telepon).


(21)

commit to user

c. Gangguan Psikologis

Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama kejadian, kompleksitas spektrum/kegaduhan dan ketidakteraturan kebisingan.

d. Gangguan Produktivitas kerja

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. e. Gangguan Kesehatan

Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam suatu periode yang lama dan terus-menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah (Sosongko dkk, 2000)

Dampak Kebisingan terhadap kesehatan tenaga kerja adalah sebagai berikut:

a. Pada indera pendengaran (Auditory Effect)

Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan terhadap tingkat suara/bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan yang berulang-ulang lama-kelamaan daya


(22)

akomodasinya akan menjadi lelah dan gagal dalam memberikan reaksi. Dalam keadaan ini pendengaran timbul akibat pekerjaan (occupational deafness), tidak hanya terdapat pada pekerja pabrik saja tetapi juga pada pekerjaan-pekerjaan luar, seperti sopir taksi/alat transportasi, polisi lalulintas, dan sebagainya.

Efek kebisingan pada indera pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Trauma akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Sebagai contoh ketulian yang disebabkan oleh suara ledakan bom.

2) Ketulian sementara (Temporary Threshold Shift/TTS), gangguan pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya sementara. Daya dengarnya sedikit demi sedikit pulih kembali, waktu untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai babarapa hari (3-7 hari), namun yang paling lama tidak lebih dari sepuluh hari.

3) Ketulian permanen (Permanent Threshold Shift /PTS), bilamana seseorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka akan terjadi ”akumulasi” sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan menjadi berubah menetap (permanen). PTS sering juga disebut


(23)

commit to user

NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan NIHL terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih.

b. Gangguan komunikasi

Kebisingan dapat menganggu percakapan sehingga dapat menimbulkan salah pengertian dari penerimaan pembicaraan

c. Gangguan tidur

Menurut EPA (1974), manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan ini akan semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas suara di ruang tidur mencapai 48 dBA.

d. Gangguan pelaksanaan tugas

Terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi.

e. Perasaan tidak senang/mudah marah

f. Stress, pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan beberapa tahapan akibat stress kebisingan, yaitu: menurunnya daya konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/penurunan daya dengar menetap (Subaris dan Haryono, 2007).

Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas seseorang yang bekerja di tempat kerja yang bising dan faktor-faktor tersebut adalah:


(24)

a. Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih menggangu daripada nada rendah.

b. Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus (intermitten noise) adalah lebih menganggu daripada kebisingan kontinu.

c. Sifat pekerjaan, pekerjaan yang rumit atau kompleks lebih banyak terganggu daripada pekerjaan yang sederhana (simple work).

d. Variasi kebisingan, makin sedikit variasinya makin sedikit juga gangguannya.

e. Sikap individu (Budiono, 2003).

Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik Di Tempat Kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di Indonesia adalah 85 dB (A) (Suma’mur, 2009). Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Budiono, 2003).


(25)

commit to user

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Intensitas Kebisingan

Waktu pemajanan perhari Intensitas kebisingan dalam dB (A)

(1) (2)

8 jam 85

4 jam 88

2 jam 91

1 jam 94

30 menit 97

15 menit 100

7.5 menit 103

3.75 menit 106

1.88 menit 109

0,94 menit 112

28.12 detik 115

14,06 detik 118

7.03 detik 121

3.52 detik 124

1.76 detik 127

0.88 detik 130

0.44 detik 133

0.22 detik 136

0.11 detik 139

Tidak boleh 140

Sumber: Budiono, 2003.

Kebisingan dapat dikendalikan dengan:

a. Menggunakan mesin-mesin yang kurang bising (Pusat K3, 2009). b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau

mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan baik dalam upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang dan material yang dipakai untuk isolasi harus mempunyai bobot yang cukup berat, menutup pas betul lobang yang ditutupnya dan lapisan dalamnya terbuat dari bahan yang menyerap suara agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat sehingga merupakan sumber kebisingan (Suma’mur, 2009).


(26)

c. Dengan memakai tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif dari pada sumbat telinga (ear plug) dan dapat menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar. Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-25 dB (Suma’mur, 2009). d. Pelaksanaan waktu paparan bagi intensitas di atas NAB (Suma’mur,

2009).

2. Ambang Dengar

Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar telinga (Buchari, 2007).

Tingkat intensitas suara minimum yang dapat didengar oleh telinga orang muda sehat adalah 20 mikropaskal, hal ini dikenal sebagai tingkat akustik 0 dB, pada audiometri digunakan tingkat referensi lain yang dikenal sebagai tingkat ambang dengar 0 dB, pada frekwensi ± 3000 Hz, tingkat ambang dengar lebih tinggi 10 dB diatas tingkat akustik. Hasil pemeriksaan normal berada dalam kisaran ≤ 25 dB pada seluruh frekwensi. Bila terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan melebihi 25 dB terutama pada frekwensi 500 atau 1000 Hz, kemungkinan terdapat latar belakang kebisingan ruang pemeriksaan yang terlalu bising. Bila terdapat perbedaan > 40 dB antara telinga kanan dan kiri, maka dilakukan prosedur masking untuk menentukan tingkat ambang sebenarnya. (Bashiruddin dkk, 2007).


(27)

commit to user

Tingkat cacat ditentukan dengan mengukur nilai ambang dengar (Hearing Threshold Level = HTL), yaitu angka rata-rata penurunan ambang dengar dengan dB pada frekwensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua telinga :

a. Telinga normal : pada pemeriksaan audiometri ambang dengar rata-rata tidak melebihi 25 dB dan di dalam pembicaraan tidak ada kesukaran mendengar suara perlahan.

b. Tuli ringan : pada pemeriksaan audiometri ambang dengar rata-rata antara 25-40 dB dan terdapat sedikit kesukaran mendengar.

c. Tuli sedang : pada pemeriksaan audiometri terdapat ambang dengar rata-rata antara 40-55 dB. Seringkali terdapat kesukaran untuk mendengar pembicaraan biasa.

d. Tuli sedang berat : pada pemeriksaan audiometri terdapat ambang dengar rata-rata antara 55-70 dB. Biasanya terdapat kesukaran mendengar suara pembicaraan kalau tidak dengan suara keras.

e. Tuli berat : Ambang dengar rata-rata antara 70-90 dB. Hanya dapat mendengar suara yang sangat keras.

f. Tuli sangat berat : Ambang dengar 90 dB atau lebih. Sulit sekali mendengar pembicaraan (Bashiruddin dkk, 2007).

Tingkat cacat menurut American Medical Association (AMA) Committee on Medical Rating of Physical Imparment, menyatakan bahwa cacat total pendengaran, apabila ambang dengar diatas 92 dB. Jadi ambang


(28)

tertinggi ialah 93 dB dan batas terendah untuk gangguan pendengaran ialah 25 dB (Bashiruddin dkk, 2007).

Pengukuran ambang dengar dengan menggunakan audiometri adalah suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari (American Speech Language Hearing Association, 1978).

Faktor yang mempengaruhi fungsi pendengaran antara lain: a. Penggunaan Obat-Obatan

Penggunaan obat-obatan selama 14 hari baik diminum maupun melalui suntikan, menyebabakan terjadinya gangguan pendengaran.


(29)

commit to user

Obat-obatan yang mempengaruhi pendengaran pada umumnya adalah jenis antibiotik aminoglikosid yang mempunyai efek ototoksik (Gan, 1999).

Penggunaan Obat-obatan yang bersifat ototoksik akan dapat menimbulkan terjadinya gangguan fungsional pada telinga dalam yang disebabkan telah terjadi perubahan struktur anatomi pada organ telinga dalam (Soetirto dkk, 2007).

b. Umur

Pada usia lanjut, sedang sakit atau anak berumur antara 4 sampai 6 tahun, dipandang lebih sensitif terhadap gangguan kebisingan dibanding kelompok usia lain (Sasongko dkk, 2000). Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat bising (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990).

Pada orang lanjut usia, gangguan pendengaran biasanya disebabkan oleh fungsi organ pendengaran yang menurun atau disebut presbiakusis (sekitar 1,8 –5%) (Yusuf, 2000).

c. Riwayat Penyakit Telinga (Otitis Media)

Yaitu suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Djaafar, 2007).

d. Hipertensi

Para penderita penyakit darah tinggi, dimana sel-sel pembuluh darah sekitar telinga ikut tegang dan mengeras, juga harus selalu


(30)

memperhatikan kesehatan telinganya. Sebab, berkurangnya oksigen yang masuk lebih memudahkan sel-sel pendengaran mati (Yusuf, 2000).

e. Jenis kebisingan

Kebisingan yang bernada tinggi sangat mengganggu lebih-lebih jika kebisingan tersebut adalah jenis yang terputus-putus atau yang datang hilangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga. Pengaruh kebisingan sangat terasa, apabila tidak diketahui apa dan dimana tempat tempat sumbernya. Fakta menunjukkan bahwa kebisingan dapat pula memberikan efek buruk kepada penderita penyakit kardiovaskuler dan juga orang sakit saraf (Suma’mur, 2009).

f. Alat Pelindung Telinga

Pengendalian kebisingan terutama ditujukan bagi mereka yang dalam kesehariannya menerima kebisingan. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), maka metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah sebelum masuk ke telinga bagian dalam (Sasongko dkk, 2000).

g. Riwayat pekerjaan

Apakah pernah atau sedang bekerja di tempat yang bising (Bashiruddin dkk, 2007).


(31)

commit to user

h. Masa Kerja

Timbulnya risiko kerusakan pendengaran pada tingkat kebisingan < 80 dB (A) untuk paparan harian selama 8 jam dapat diabaikan dan tidak ada peningkatan persentase subjek dengan gangguan pendengaran. Paparan kebisingan >85 dB (A) ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun kerja, 1% pekerja akan memperlihatkan sedikit gangguan pendengaran (Suyono, 1995).

3. Fisiologi Telinga

Telinga dibagi dalam tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan kanal telinga, batas telinga luar yaitu dari daun telinga sampai dengan membrana tympani. Telinga tengah, batas telinga tengah mulai dari membrana tympani sampai dengan tuba eustachii. Terdiri dari 3 buah tulang kecil yaitu os malleulus, os incus, dan os stapes. Telinga dalam, berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari kokhlea dan oval window. (Gabriel, 1995).


(32)

Gambar 1. Fisiologi Telinga Bagian-bagian telinga antara lain :

a. Telinga bagian luar

Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna dan meatus auditorius externa yang menjorok ke dalam menjauhi pinna. Liang telinga berukuran panjang sekitar 2,5 cm. Sepertiga luarnya adalah tulang rawan sementara, dua pertiga dalamnya adalah berupa tulang. Bagian tulang rawan tidak lurus serta bergerak ke arah atas dan belakang. Liang ini dapat diluruskan dengan cara mengangkat daun telinga ke atas dan ke belakang. Aurikel berbentuk tidak teratur serta terdiri dari tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali pada ujung paling bawah, yaitu cuping telinga yang terutama terdiri dari lemak (Pearce, 2002).10

Daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi bunyi dan dikonsentrasikan pada membrana tympani, dan hanya menangkap 6-8 dB. Pada kanalis telinga terdapat malam (wax) yang berfungsi sebagai


(33)

commit to user

peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3.000-4.000 Hz. Membrana tympani tebalnya 0,1 mm, luas 65 mm², mengalami vibrasi dan diteruskan ke telinga bagian tengah yaitu pada tulang telinga (incus, malleulus, dan stapes). Nilai ambang pendengar terendah yang dapat didengar ~ 20 Hz dan pada 160 dB membrana tympani mengalami ruptur/pecah (Gabriel, 1995).

b. Telinga bagian tengah

Telinga bagian tengah terdiri dari 3 tulang yaitu malleulus, incus dan stapes. Suara yang masuk itu 99,9 % mengalami refleksi dan hanya 0,1 % saja yang ditransmisi/diteruskan. Pada frekuensi <400 Hz membran tympani bersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4000 Hz membran tympani akan menegang. Telinga bagian tengah ini memegang peranan proteksi. Hal ini dimungkinkan oleh karena adanya tuba eustachii yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah, dimana tuba eustachii mempunyai hubungan langsung dengan mulut (Gabriel, 1995).

Tuba eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju naso farinx, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius externa serta melalui tuba eustakhius (faringo timpanik). Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan


(34)

tekanan udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofarinx ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah (Gabriel, 1995).

Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membrana tympani sampai rongga telinga bagian dalam. Tulang sebelah luar adalah malleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terikat pada membrana tympani, sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang tympani. Tulang yang berada di tengah adalah incus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan malleus sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes. Stapes atau tulang sanggurdi yang dikaitkan pada inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat panjang terikat pada membran yang menutup fenestra vestibuli, atau tingkap jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam, menghubungkan gendang telinga dengan tingkap jorong (Pearce, 2002).


(35)

commit to user

c. Telinga Bagian Dalam

Rongga telinga dalam terdiri dari berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut labirin tulang, dan dilapisi membran sehingga membentuk labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung cairan dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan. Vestibula yang merupakan bagian tengah dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang lain. Saluran setengah lingkaran bersambung dengan vestibula. Ada 3 jenis saluran-saluran itu, yaitu saluran superior, posterior, dan lateral. Saluran lateral letaknya horizontal, sementara ketiganya saling membuat sudut tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan yang disebut ampula (gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung akhir saraf khusus dan ampula yang menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita). Bagian telinga dalam ini berfungsi untuk membantu serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran akan kedudukan kita. Kokhlea adalah sebuah tabung bentuk spiral yang membelit dirinya laksana sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang disebut modiulus. Dalam setiap belitan ini terdapat saluran membranosa yang mengandung ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Cairan dalam labirin membranosa disebut endolimfe, cairan di luar labirin membranosa dan di dalam labirin tulang disebut perilimfe.


(36)

Ada 2 tingkap dalam ruang melingkar ini:

1) Tingkap jorong (fenestra vestibuli/fenestra ovalis) ditutup oleh tulang stapes.

2) Tingkap bundar (fenestra kokhlea/fenestra rotunda) ditutup oleh membran.

Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam, adanya tingkap-tingkap ini dalam labirin tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfe. Getaran dalam perilimfe dialihkan menuju endolimfe, dengan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran (Pearce, 2002).

Nervus auditorius (saraf pendengaran) terdiri dari 2 bagian salah satu dari padanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai bagian dengan keseimbangan. Serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nucleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medulla oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju serebelum. Bagian kokhlearis pada nervus auditorius adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan pada sebuah nukleus khusus yang berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis (Pearce, 2002).


(37)

commit to user

4. Pengaruh Kebisingan Terhadap Ambang Dengar

Bising dengan intensitas tinggi dapat merusak kokhlea telinga dalam sehingga menganggu fungsi pendengaran pekerja, sedang kerusakan yang ditimbulkan pada saraf vestibuler di telinga dalam dapat menyebabkan gangguan keseimbangan terhadap pekerja. Gangguan pendengaran dan keseimbangan akibat kerja belum mendapat perhatian penuh, padahal gangguan ini menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Di berbagai industri di Indonesia, angka ini berkisar antara 30-50% (Bashirudin, 2003)

Mekanisme dari pendengaran adalah suara ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membrana tympani bergetar. Getaran tersebut selanjutnya diteruskan menuju inkus dan stapes, melalui malleus yang terikat pada membrana itu. Karena gerakan-gerakan yang timbul pada setiap tulang ini sendiri, maka tulang-tulang itu memperbesar getaran. Yang kemudian disalurkan melalui fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan rangsangan mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti, untuk kemudian diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius (Pearce, 2002).

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara


(38)

(temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift).

a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari.

c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat explosive atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ corti, sel-sel rambut, stria vaskularis (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Proses pendengaran sangatlah menakjubkan. Getaran sumber bunyi dihantarkan melalui media udara menggetarkan gendang dan tulang-tulang kecil yang terletak dalam rongga telinga bagian tengah, yang kemudian menghantarkan getaran ke dalam suatu sistem cairan yang terletak dalam putaran rongga bangunan menyerupai rumah siput atau lebih dikenal sebagai kokhlea, yang terletak bersebelahan dengan alat keseimbangan di dalam tulang temporalis (Djelantik dan Soejoto, 2004).


(39)

commit to user

Di dalam telinga bagian tengah juga terdapat sebuah otot terkecil dalam tubuh manusia, yaitu tensor timpani, yang bertugas membuat tegang rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai sistem pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk meredam getaran yang mencapai sel-sel rambut reseptor pendengaran manusia. Namun, otot ini yang bekerja terus menerus juga tak mampu bertahan pada keadaan bising yang terlalu kuat dan kontinu, dan terjadilah stimulasi berlebih yang merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan sel rambut dapat bersifat sementara saja pada awalnya sehingga dapat terjadi ketulian sementara. Ketulian akan terjadi pada kedua telinga secara simetris dengan mengenai nada tinggi terlebih dahulu, terutama dalam frekuensi 3000 sampai 6000 Hz. Sering kali juga terjadi penurunan tajam (dip) hanya pada frekuensi 4000 Hz, yang sangat khas untuk gangguan pendengaran akibat bising. Karena yang terkena adalah nada yang lebih tinggi dari nada percakapan manusia, sering kali pada awalnya sama sekali tidak dirasakan oleh penderitanya karena belum begitu jelas gangguan pada saat berkomunikasi dengan sesama (Djelantik dan Soejoto, 2004).

Dalam proses terjadinya ketulian/kurang pendengaran yang menetap (permanen), beberapa tahap akan dialami oleh penderita. Merluzzi (1983), membedakannya dalam 4 tahap, yakni tahap pertama, yang terjadi pada 10-20 hari pertama terpapar bising. Sesudah bekerja telinga penderita terasa penuh, berdenging, sakit kepala ringan, pusing dan terasa capek. Pada tahap selanjutnya, yakni bila pemaparan terjadi selama


(40)

beberapa bulan sampai beberapa tahun, semua gejala subyektif akan menghilang kecuali telinga yang berdenging secara intermitten. Pada tahap ketiga penderita merasa bahwa pendengarannya tidak normal lagi, ditandai dengan ketidakmampuan mendengar suara detik jarum jam, tidak dapat menangkap komponen pembicaraan, lebih-lebih jika terdapat bising latar belakang. Pada tahap terakhir, komunikasi melalui pendengaran penderita menjadi sangat sukar atau bahkan tidak mungkin sama sekali. Pada tahap ini sering pula disertai tinnitus yang terus menerus, sebagai petunjuk akan terjadinya kerusakan saraf pada koklea (Budiono, 2003).

Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian.

Ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus manerus tersebut dapat dibagi menjadi dua:

a. Temporary deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara

b. Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf, yang harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atas rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan (Salim, 2002).

Kelainan pendengaran berupa tuli dibagi menjadi dua tipe yaitu: a. Tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus

auditorius, dimana orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara seperti pada pengujian konduksi udara dan konduksi tulang.


(41)

commit to user

b. Tuli konduksi yang disebabkan oleh kerusakan mekanisme untuk menjalarkan suara ke dalam koklea. Tipe tuli yang sering ditemukan adalah tuli yang disebabkan oleh fibrosis telinga tengah setelah infeksi berulang pada telinga tengah atau fibrosis yang terjadi pada penyakit herediter, yang disebut otoklerosis. Dalam kasus ini gelombang suara tidak dapat dijalarkan secara mudah melalui osikel dari membran timpani ke fenestra ovalis (Ganong, 1995).

Tuli konduksi disebabkan karena vibrasi suara tidak dapat mencapai telinga bagian tengah. Tuli ini sifatnya sementara oleh karena adanya malam/wax/serumen atau adanya cairan di dalam telinga tengah. Apabila tuli konduksi tidak pulih kembali dapat menggunakan hearing aid (alat pembantu pendengaran) (Gabriel, 1995).

Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dB tanpa menimbulkan rasa sakit. Frekuensi yang dapat direspons oleh telinga manusia antara 20-20000 Hz dan sangat sensitif pada frekuensi antara 1000-4000 Hz .

Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitifitas yang berlangsung secara terus menerus (Sasongko dkk, 2000).

Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat


(42)

bising tersebut. Tetapi kerja terus menerus di tempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak bisa pulih kembali. Biasanya di mulai pada frekuensi-frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian menghebat dan meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi frekuensi yang digunakan untuk percakapan (Suma’mur, 2009).

Ciri-ciri kehilangan pendengaran yang ditimbulkan paparan bising akibat kerja adalah sebagai berikut:

a. Gangguan pendengaran telinga dalam, dengan superposisi konduksi dan rekruitmen udara dan tulang.

b. Kehilangan pendengaran bilateral dan sedikit banyak simetris

c. Kehilangannya mulai pada frekuensi 4000 Hz. Stadium ini ada takik bentuk V yang khas pada audiogram. Kondisi ini bersifat laten, identifikasi memerlukan prosedur deteksi yang sistematik. Setelah periode paparan lebih lanjut kehilangan pendengaran memburuk dan meluas ke rentang = frekuensi yang lebih besar, dan gangguannya menjadi nyata. Bila paparan tidak dihentikan kehilangan pendengaran memburuk dan dapat mendekati tuli.

d. Ketulian terjadi, Akan permanen dan stabil meskipun bahaya akustik sudah dijauhkan (Suyono, 1995).


(43)

commit to user

Terpapar Kebisingan

Faktor Pengganggu Terkendali

- Usia - Lama kerja - Riwayat Penyakit

Otitis media dan hipertensi - Masa kerja - Tidak sedang

sakit telinga - Pemakaian APD Penurunan Ambang

Dengar yang Menetap Faktor Pengganggu

Tidak Terkendali - Penggunaan

obat-obatan

Proses Adaptasi

Pergeseran Ambang Dengar Sementara

B. Kerangka Pemikiran

Indera Pendengaran

Melebihi NAB ( Nilai Ambang Batas) Tidak Melebihi NAB

Saraf Telinga Terpapar Bising

Indera Pendengaran

Saraf Telinga Terpapar Bising

Ambang Dengar Normal

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Ket:


(44)

B. Hipotesis

Ha adalah ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

Ho adalah tidak ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.


(45)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah non eksperimental, dengan metode observasional analitik. Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional karena penelitian ini digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmojo, 2005).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Nama Perusahaan : PT. Sekar Bengawan

Alamat : Jl. Raya Solo-Sragen km 8,1 Karanganyar. Waktu penelitian : Desember – April 2011

C. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja di PT. Sekar Bengawan yang berjumlah 700 orang. Untuk mengambil populasi target dari populasi yang ada yaitu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi adalah alasan mengapa peneliti memilih subjek tersebut, kriteria inklusi dalam penelitian adalah :

a. Bersedia menjadi sampel penelitian.

b. Bekerja dibagian flat print, colour mixer, dan tracer


(46)

c. Bekerja pada shift I

2. Kriteria eksklusi adalah alasan mengapa peneliti tidak memilih subjek tersebut, dalam penelitian : tenaga kerja sakit, tenaga kerja tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

Dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan populasi target sebanyak 103 orang.

D. Teknik Sampling

Teknik Sampling yang digunakan adalah Non Probability Sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, dengan jenis Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sumardiyono, 2010). Dengan ciri-ciri :

1. Usia : 20 – 55 tahun 2. Tidak sedang sakit telinga 3. Lama kerja 8 jam sehari 4. Masa kerja lebih dari 5 tahun

5. Tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan Otitis media.

E. Sampel Penelitian

Subjek penelitian yang didapat untuk dijadikan sampel berdasarkan teknik sampling purposive sampling adalah 30 orang.


(47)

commit to user

F. Desain Penelitian

Gambar 3. Desain Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian adalah kebisingan

2. Variabel terikat dalam penelitian adalah ambang dengar tenaga kerja 3. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel pengganggu terkendali : usia, riwayat penyakit hipertensi dan otitis media, tidak sedang sakit telinga, lama kerja, masa kerja, pemakaian APD.

b. Variabel pengganggu tidak terkendali : Penggunaan obat-obatan. Subjek

Terpapar kebisingan

≤ NAB

Chi square Populasi

Ambang Dengar Normal

Ambang Dengar Menurun Terpapar kebisingan

>NAB

Ambang Dengar Normal

Ambang Dengar Menurun Purposive sampling


(48)

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk lebih memudahkan pengertian dalam penelitian, maka penulis memberikan batasan sebagai berikut :

1. Kebisingan

Kebisingan adalah suara-suara yang dihasilkan oleh mesin-mesin bagian produksi di pabrik tekstil. Dalam hal ini yang di ukur adalah kebisingan lingkungan kerja tersebut.

Alat ukur : Sound Level Meter Nilai Ambang batas (NAB) : 85 dB selama 8 jam sehari

Satuan : dB

Hasil : > NAB = > 85 dB ≤ NAB = ≤ 85 dB

Skala : Nominal

2. Ambang pendengaran

Ambang pendengaran adalah kemampuan telinga untuk mendengarkan suara yang paling lemah yang masih dapat di dengar telinga

Alat ukur : Audiometer Satuan : Hz

Hasil : ≤ 25 dB = Normal > 25 dB = Menurun Skala : Nominal


(49)

commit to user

I. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah:

1. Nama alat : Sound level meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan

Type : NA-20

Merek : RION

Satuan : dBA Cara Kerja :

a. Menyiapkan alat ukur Sound Level Meter b. Pasang baterai

c. Pek voltase

1) Putar switch ke “BATT”

2) Jika jarum tidak menunjuk pada pointer “BATT”, maka voltase baterai telah habis.

d. Kalibrasi

1) Putar switch/in the level indicating window at centre pada 70 dB 2) Pada FILTER-CAL-INT switch ke “CAL”

3) Jarum akan menunjuk pada pointer CAL mark, jika tidak maka putar sensitivity adjustment.

e. Pengukuran


(50)

2) Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT

3) Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur 4) Gunakan Meter Dynamic Charactetistic Selector Switch “SLOW”

untuk bising yang impulsive, “FAST” untuk bising yang continue

2. Nama Alat : Audiometer, yaitu alat untuk mengukur nilai ambang dengar

Type : 128

Merek : Rexton

Satuan : Hz

Cara kerja :

a. Sebelum dilakukan pemeriksaan siapkan tempat untuk pengukuran tenaga kerja/pasien/probandus Selain itu dilakukan penulisan status pasien/tenaga kerja/probandus yang meliputi :

Nama, umur, masa kerja, bagian, jenis kelamin, riwayat penyakit telinga dan keluhan yang dialami saat sekarang, pekerjaan sebelumnya, pekerjaan sekarang, hoby dan lain-lain.

b. Tempatkan kartu audiogram dan selipkan pena pada posisi ujung kiri dengan menekan tombol ”RETURN”.

c. Jelaskan pada tenaga kerja/pasien/probandus sebagai berikut 1) Anda akan diperiksa telinganya baik kiri maupun kanan

2) Begitu dengar suara/nada tekan tombol handswitch dan lepaskan dengan segera bila sudah tidak dengar lagi. Jangan dibiarkan nada/suara tersebut terdengar semakin keras dan jangan biarkan nada/suara tersebut hilang terlalu lama.


(51)

commit to user

d. Pasang earphone yang tepat dan posisi yang nyaman. Untuk itu perlu : 1) Singkirkan semua gangguan antara earphone dengan telinga

seperti : rambut, kaca mata, alat bantu dengan anting-anting dan lain-lain.

2) Atur pembalut kepala sehingga terletak pada bagian atas dari kepala pasien/probandus.

3) Pastikan bahwa aerphone dengan label merah berada di telinga kanan dan yang berlabel biru di telinga kiri

Perhatian :

Penanganan aerphone harus hati-hati. Goncangan mekanik akan dapat mengubah karakteristik dan mengharuskan untuk diganti. e. Test dimulai dengan nada ”PULSE” dari frekuensi 500 Hz sampai

dengan frekuensi 4000 Hz untuk kedua telinga dan kemudian nada ”CONT” untuk kedua telinga.

Setelah semua test dilakukan maka matikan alat, ambil fiber pena dengan hati-hati dan ambil kartu audiogramnya

J. Cara Kerja Penelitian 1. Persiapan

Persiapan penelitian ini terdiri dari ijin penelitian, survei awal, penyusunan proposal, dan ujian proposal. Survei awal dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja dan kondisi tenaga kerja pada saat bekerja, yaitu dengan melakukan beberapa wawancara pada saat bekerja,


(52)

yaitu dengan melakukan pengukuran intensitas kebisingan di lingkungan kerja dengan menggunakan alat ukur Sound Level Meter.

2. Pelaksanaan

a. Pengukuran ambang dengar tenaga kerja di sebuah ruangan, pengukuran dilakukan mulai pukul 11.00 WIB, pada tenaga kerja bagian flat print, colour mixer dan tracer.

b. Pengukuran intensitas kebisingan di masing-masing ruangan yaitu flat print, colour mixer dan tracer

3. Pengolahan dan penyusunan skripsi

Pengumpulan data yang diperoleh dari kuesioner, wawancara, serta pengukuran langsung, kemudian data tersebut diolah dan di uji dengan SPSS 16.

K. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini merupakan analisis data statistik yang dilakukan dengan uji Chi square test dengan taraf signifikasi 5 % (0,05) (Handoko R, 2008). Dengan alat bantu penguji SPSS versi 16. Dan dengan interpretasi hasil sebagai berikut :

1. Jika P value ≤ 0,01 maka hasil diyatakan sangat signifikan.

2. Jika P value > 0,01 tetapi ≤ 0,05 maka hasil dinyatakan signifikan.


(53)

commit to user

BAB IV

HASIL

A. Gambaran Umum Perusahaan

PT Sekar Bengawan berdiri pada tahun 1998 di bawah kepemilikan Bp Paulus. Perusahaan ini terletak di kawasan industri jalan Solo-Sragen tepatnya di jalan Solo-Sragen Km 8,1 Kabupaten Karanganyar. PT Sekar Bengawan bergerak di bidang tekstil, mulai dari pemberian warna kain hingga sebagian kain dibuat celana di bagian konveksi.

PT Sekar Bengawan dalam proses produksinya mempunyai beberapa bagian diantaranya Flat print, Colour mixer, Steme, Tracer, Washing, Konveksi, Gudang, Boiler dan bagian lain yang menunjang proses produksi. Luas PT Sekar Bengawan sekitar 2,5 Hektar. PT Sekar Bengawan mempunyai karyawan sebanyak ± 700 orang tenaga kerja yang terbagi menjadi 3 shift di beberapa bagian unit kerja.

Kapasitas tegangan listrik yang dipakai di Perusahaan ini adalah ± 1000 KVA. Untuk proses pendistribusian barang dan pengambilan bahan baku PT Sekar Bengawan memiliki beberapa armada yang digunakan seperti Truk besar sebanyak 6 buah, Truk box untuk mengangkut seberat 5 ton sebanyak 6 buah, truk box untuk mengangkut seberat 2 ton sebanyak 2 buah, dan beberapa armada penunjang lainnya.

B. Karakteristik Subjek Penelitian


(54)

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan umur No Kelas Interval

(Tahun) Frekuensi

1. 29 - 35 8

2. 36 - 42 19

3. 43 - 49 1

4. 49 - 55 2

Jumlah 30

(Sumber: Data primer)

Umur subjek penelitian tertinggi adalah 51 tahun, sedangkan yang terendah adalah 29 tahun, data umur subjek lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran 3

2. Riwayat Penyakit Telinga (Otitis Media)

Melalui Quesioners dengan pemantauan dan pemeriksaan dari tenaga kesehatan yang bekerjasama dengan perusahaan diketahui semua subjek tidak mempunyai riwayat penyakit telinga sebelumnya.

3. Hipertensi

Melalui kuesioner diketahui sampel tidak mengalami hipertensi. 4. Jenis Kebisingan

Diketahui Jenis kebisingan yang ada di perusahaan tidak terputus-putus dan tidak hilang dan datang secara tiba-tiba, karena kebisingan berasal dari mesin-mesin yang merupakan kebisingan yang kontinu.

5. Pemakaian Alat Pelindung Telinga

Melalui kuesioner diketahui semua subjek yang bekerja bagian flat print dan colour mixer dengan waktu pemaparan terhadap kebisingan selama 8 jam/hari dan waktu istirahat 1 jam/hari tidak menggunakan APD (Alat


(55)

commit to user

Pelindung Diri) yang berupa ear plug ataupun ear muff. Rata-rata intensitas kebisingan yang diterima adalah 90,8 dB dan 92,3 dB.

6. Masa Kerja

Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan masa kerja No Masa Kerja

(Tahun) Frekuensi

1. 7 – 12 21

2. 13 – 18 6

3. 19 - 24 2

4. 25 - 30 1

Jumlah 30

(Sumber : Data primer)

Masa kerja tertinggi subjek penelitian adalah 30 tahun dan masa kerja terendah adalah 7 tahun, masa kerja dari tenaga kerja lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran 3.

C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja

Diketahui hasil pengukuran kebisingan di tempat kerja yaitu bagian flat print, colour mixer dan tracer adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil pengukuran intensitas kebisingan No Bagian Titik 1

(dB) Titik 2 (dB) Titik 3 (dB) Titik 4 (dB) Titik 5 (dB) Leq (dB)

1. Flat Print 95 91 86 92 91 91,8

2. Colour Mixer 90 95 91 92 90 92

3. Tracer 80 75 81 82 81 80,6

(Sumber : Data primer)


(56)

1. Data hasil pengukuran ambang dengar di tempat yang terpapar bising melebihi NAB (85 dB) adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil pengukuran ambang dengar tenaga kerja terpapar bising >NAB

No Umur

(th)

Masa Kerja (th)

Jenis

Kelamin Bagian

Ambang Pendengaran (dBA)

Kanan Kiri

1 40 11 Laki-laki Flat Print 22,5 28,75 2 49 20 Laki-laki Flat Print 26,25 26,25 3 31 14 Laki-laki Flat Print 22,5 20 4 38 20 Laki-laki Flat Print 26,25 26,25 5 33 12 Laki-laki Flat Print 27,5 25 6 39 10 Laki-laki Flat Print 26,25 27,5 7 38 12 Laki-laki Flat Print 26,25 25 8 32 11 Laki-laki Flat Print 17,5 27,5 9 29 10 Laki-laki Flat Print 16,25 20 10 38 7 Laki-laki Flat Print 21,25 16,25 11 34 11 Laki-laki Colour Mixer 26,25 33,75 12 37 15 Laki-laki Colour Mixer 26,25 26,25 13 32 12 Laki-laki Colour Mixer 35 30 14 31 11 Laki-laki Colour Mixer 21,25 23,75 15 36 7 Laki-laki Colour Mixer 26,25 28,75 16 32 10 Laki-laki Colour Mixer 26,25 27,5 17 41 12 Laki-laki Colour Mixer 35 35 18 37 9 Laki-laki Colour Mixer 26,25 28,75 19 36 18 Laki-laki Colour Mixer 52,5 46,5 20 40 12 Laki-laki Colour Mixer 28,75 23,75 (Sumber : Data primer)

Dari hasil pengukuran ambang dengar di tempat kerja yang terpapar bising melebihi NAB, nilai ambang dengar tertinggi pada telinga kanan adalah 52,5 dBA dan terendah adalah 16,25 dBA, sedangkan untuk telinga kiri ambang dengar tertinggi adalah 46,5 dBA dan terendah adalah 16,25 dBA.


(57)

commit to user

2. Data hasil Pengukuran ambang dengar di tempat yang terpapar bising tidak melebihi NAB (85 dB) adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil pengukuran ambang dengar tenaga kerja terpapar bising ≤ NAB

No Umur

(th)

Masa Kerja (th)

Jenis

Kelamin Bagian

Ambang Pendengaran (dBA)

Kanan Kiri

1 42 16 Laki-laki Tracer 23,75 17,5 2 37 15 Laki-laki Tracer 26,25 33,75 3 40 11 Laki-laki Tracer 21,25 22,5 4 40 11 Laki-laki Tracer 25 22,5 5 51 11 Laki-laki Tracer 22,5 26,25 6 40 10 Laki-laki Tracer 10 13,75 7 40 15 Laki-laki Tracer 17,5 22,5 8 41 10 Laki-laki Tracer 10 11,5 9 50 30 Laki-laki Tracer 26,25 20 10 36 10 Laki-laki Tracer 10 10 (Sumber : Data Primer)

Data hasil pengukuran lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran 3.

E. Uji Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Ambang Dengar

Hasil uji statistik chi square yang telah dilakukan berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan dan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Karanganyar.

Pada hasil pemeriksaan audiometri, daya dengar berkaitan dengan kemampuan mendengar yang ditujukan oleh rerata nilai ambang dengar subjek penelitian pada frekwensi pembicaraan 500Hz, 1000Hz, 2000Hz, 4000Hz. Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan


(58)

terhadap ambang dengar tenaga kerja dilakukan uji statistik dengan chi square pada telinga kanan dan telinga kiri dengan hasil sebagai berikut : 1. Uji intensitas kebisingan terhadap ambang dengar telinga kanan dengan

chi square.

intensitas kebisingan * ambang dengar telinga kanan Crosstabulation

ambang dengar telinga kanan

Total NORMAL MENURUN

intensitas kebisingan <sama dengan NAB Count 8 2 10

Expected Count 4.7 5.3 10.0

% within intensitas kebisingan

80.0% 20.0% 100.0%

% of Total 26.7% 6.7% 33.3%

>NAB Count 6 14 20

Expected Count 9.3 10.7 20.0

% within intensitas kebisingan

30.0% 70.0% 100.0%

% of Total 20.0% 46.7% 66.7%

Total Count 14 16 30

Expected Count 14.0 16.0 30.0

% within intensitas kebisingan

46.7% 53.3% 100.0%


(59)

commit to user

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.696a 1 .010

Continuity Correctionb 4.838 1 .028

Likelihood Ratio 7.013 1 .008

Fisher's Exact Test .019 .013

Linear-by-Linear Association 6.473 1 .011

N of Valid Casesb 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67.

b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16, pada telinga kanan diperoleh nilai Fisher Exact Test 0,019 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Jadi Ha diterima dan Ho ditolak.

2. Uji intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada telinga kiri dengan chi square


(60)

intensitas kebisingan * ambang dengar telinga kiri

Crosstabulation

Total NORMAL MENURUN

intensitas kebisingan

<sama dengan NAB Count 8 2 10

Expected Count 5.0 5.0 10.0

% within intensitas

kebisingan 80.0% 20.0% 100.0%

% of Total 26.7% 6.7% 33.3%

>NAB Count 7 13 20

Expected Count 10.0 10.0 20.0

% within intensitas

kebisingan 35.0% 65.0% 100.0%

% of Total 23.3% 43.3% 66.7%

Total Count 15 15 30

Expected Count 15.0 15.0 30.0

% within intensitas

kebisingan 50.0% 50.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.400a 1 .020

Continuity Correctionb 3.750 1 .053

Likelihood Ratio 5.683 1 .017

Fisher's Exact Test .050 .025

Linear-by-Linear Association 5.220 1 .022 N of Valid Casesb 30

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16 pada telinga kiri diperoleh nilai Asymp Sig. yaitu 0,02 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh


(61)

commit to user

yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Jadi Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil uji SPSS lebih lengkapnya dapat dilihat di lampiran 6.


(62)

BAB V PEMBAHASAN A. Analisa Univariat

1. Umur

Melalui kuesioner diketahui umur subjek tertinggi adalah 51 tahun, sedangkan yang terendah adalah 31 tahun. Menurut Commite On Conservation Of Hearing Of American Academy Of Ortolarynlog menyatakan bahwa seseorang dalam usia produktif yaitu 15-55 tahun dapat terhindar dari presbiacussis jika tidak ada riwayat penyakit telinga (Ballenger, 1997). Secara umum presbiacussis (fungsi pendengaran menurun) terjadi pada orang lebih dari 60 tahun (Iskandar, 1997).

Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian yang berumur 20-55 tahun, karena rata-rata yang bekerja di perusahaan tersebut berumur 20-55 tahun, selain usia produktif yaitu 15-55 tahun dan dapat terhindar dari presbiacussis.

2. Riwayat penyakit telinga (otitis media)

Dengan kuesioner dan pemantauan dari tenaga kesehatan yang bekerjasama dengan perusahaan yang dilakukan sebelum tenaga kerja diterima bekerja di perusahaan, diketahui bahwa semua subjek tidak mempunyai riwayat penyakit telinga sebelumnya

Riwayat penyakit telinga dalam hal ini otitis media yaitu terjadinya suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid dapat menyebabkan gangguan pada daya dengar (Djaafar, 2007). Untuk menghindari


(63)

commit to user

pengaruh penyakit telinga tersebut (Otitis media), maka peneliti menentukan subjek yang tidak memiliki penyakit telinga,

3. Masa Kerja

Masa kerja subjek penelitian yang tertinggi adalah 30 tahun dan masa kerja subjek penelitian yang terendah adalah 7 tahun.

Paparan kebisingan >85 dB (A) ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun kerja, 1% pekerja akan memperlihatkan sedikit gangguan pendengaran (Suyono, 1995). Maka peneliti mengambil subjek penelitian yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun.

4. Lama kerja

Lama tenaga kerja terpapar kebisingan pada bagian flat print dan colour mixer rata-rata 8 jam sehari. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi daya dengar yang paling menonjol adalah faktor lama pemajanan (Tarwaka, 2004). Maka peneliti mengambil subjek penelitian yang bekerja selama 8 jam perhari.

5. Pengukuran intensitas kebisingan

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan diketahui bahwa bagian flat print dan colour mixer mempunyai intensitas kebisingan masing-masing unit flat print 91,8 dB dan unit colour mixer 92 dB. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan pada bagian flat print dan colour mixer melebihi NAB yang telah ditentukan yaitu 85 dB. Sedangkan pada unit Tracer diketahui intensitas kebisingannya adalah 80,6 dB. Berdasarkan hasil ini intensitas


(64)

kebisingan yang ada di unit tracer kurang dari NAB yang telah ditentukan yaitu 85 dB.

6. Ambang pendengaran

Kemampuan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri setelah terpapar kebisingan pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz. Diketahui tingkat gangguan ambang pendengaran telinga yang terpapar kebisingan melebihi NAB (85dB) pada telinga kanan adalah sebanyak 6 orang tenaga kerja (30%) dalam kondisi normal dan sebanyak 13 orang tanaga kerja (65%) mengalami gangguan ringan serta 1 orang tenaga kerja (5%) mengalami gangguan sedang, sedangkan ambang pendengaran telinga kiri adalah sebanyak 7 orang tenaga kerja (35%) dalam kondisi normal dan sebanyak 13 orang tenaga kerja (65%) mengalami gangguan ringan.

Tingkat gangguan ambang pendengaran yang terpapar kebisingan kurang dari NAB (85dB) pada telinga kanan adalah sebanyak 8 orang tenaga kerja (80%) dalam kondisi normal dan sebanyak 2 orang tenaga kerja (20%) mengalami gangguan ringan. Sedangkan untuk telinga kiri adalah sebanyak 8 orang tenaga kerja (80%) dalam kondisi normal dan 2 orang tenaga kerja (20%) mengalami gangguan ringan.


(65)

commit to user

Dari pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan untuk mengetahui ambang dengar tenaga kerja dengan menggunakan audiometer, setelah didapatkan hasil pengukuran kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test.

Hasil analisis dari pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar dapat dilihat dari hasil uji statistik chi square tests sebagai berikut :

1. Hasil uji statistik chi square intensitas kebisingan dengan ambang dengar telinga kanan.

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.696a 1 .010

Continuity Correctionb 4.838 1 .028

Likelihood Ratio 7.013 1 .008

Fisher's Exact Test .019 .013

Linear-by-Linear Association 6.473 1 .011

N of Valid Casesb 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67. b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16, pada telinga kanan diperoleh nilai Fisher Exact Test 0,019 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang


(66)

dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.

Hasil uji statistik chi square intensitas kebisingan dengan ambang dengar telinga kiri.

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.400a 1 .020

Continuity Correctionb 3.750 1 .053

Likelihood Ratio 5.683 1 .017

Fisher's Exact Test .050 .025

Linear-by-Linear

Association 5.220 1 .022

N of Valid Casesb 30

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16 pada telinga kiri diperoleh nilai Asymp Sig. yaitu 0,02 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.


(67)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan kabupaten Karanganyar.

2. Pada tenaga kerja yang terpapar bising melebihi NAB pada telinga kanan 30% dalam kondisi normal sedangkan 65% mengalami gangguan ringan dan 5% mengalami gangguan ringan. Pada telinga kiri 35% dalam kondisi normal dan 65% mengalami gangguan ringan. 3. Pada tenaga kerja yang terpapar bising kurang dari NAB pada telinga

kanan 80% dalam kondisi normal dan 20% mengalami gangguan ringan sedangkan telinga kiri 80% dalam kondisi normal dan 20% mengalami gangguan ringan.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan perbaikan jika terjadi kerusakan pada mesin-mesin yang menimbulkan bising secara rutin.

2. Sebaiknya pada mesin-mesin yang menimbulkan bising diberi peredam bising.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian kelanjutan terhadap faktor-faktor lain yang berhubungan dengan daya dengar.


(1)

BAB V PEMBAHASAN A. Analisa Univariat

1. Umur

Melalui kuesioner diketahui umur subjek tertinggi adalah 51 tahun, sedangkan yang terendah adalah 31 tahun. Menurut Commite On Conservation Of Hearing Of American Academy Of Ortolarynlog

menyatakan bahwa seseorang dalam usia produktif yaitu 15-55 tahun dapat terhindar dari presbiacussis jika tidak ada riwayat penyakit telinga (Ballenger, 1997). Secara umum presbiacussis (fungsi pendengaran menurun) terjadi pada orang lebih dari 60 tahun (Iskandar, 1997).

Dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian yang berumur 20-55 tahun, karena rata-rata yang bekerja di perusahaan tersebut berumur 20-55 tahun, selain usia produktif yaitu 15-55 tahun dan dapat terhindar dari presbiacussis.

2. Riwayat penyakit telinga (otitis media)

Dengan kuesioner dan pemantauan dari tenaga kesehatan yang bekerjasama dengan perusahaan yang dilakukan sebelum tenaga kerja diterima bekerja di perusahaan, diketahui bahwa semua subjek tidak mempunyai riwayat penyakit telinga sebelumnya

Riwayat penyakit telinga dalam hal ini otitis media yaitu terjadinya suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid dapat menyebabkan


(2)

commit to user

pengaruh penyakit telinga tersebut (Otitis media), maka peneliti menentukan subjek yang tidak memiliki penyakit telinga,

3. Masa Kerja

Masa kerja subjek penelitian yang tertinggi adalah 30 tahun dan masa kerja subjek penelitian yang terendah adalah 7 tahun.

Paparan kebisingan >85 dB (A) ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun kerja, 1% pekerja akan memperlihatkan sedikit gangguan pendengaran (Suyono, 1995). Maka peneliti mengambil subjek penelitian yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun.

4. Lama kerja

Lama tenaga kerja terpapar kebisingan pada bagian flat print dan

colour mixer rata-rata 8 jam sehari. Dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya dengar yang paling menonjol adalah faktor lama pemajanan (Tarwaka, 2004). Maka peneliti mengambil subjek penelitian yang bekerja selama 8 jam perhari.

5. Pengukuran intensitas kebisingan

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan diketahui bahwa bagian flat print dan colour mixer mempunyai intensitas kebisingan masing-masing unit flat print 91,8 dB dan unit colour mixer

92 dB. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan pada bagian flat print dan colour mixer melebihi NAB yang telah ditentukan yaitu 85 dB. Sedangkan pada unit Tracer diketahui intensitas kebisingannya adalah 80,6 dB. Berdasarkan hasil ini intensitas


(3)

kebisingan yang ada di unit tracer kurang dari NAB yang telah ditentukan yaitu 85 dB.

6. Ambang pendengaran

Kemampuan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri setelah terpapar kebisingan pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz. Diketahui tingkat gangguan ambang pendengaran telinga yang terpapar kebisingan melebihi NAB (85dB) pada telinga kanan adalah sebanyak 6 orang tenaga kerja (30%) dalam kondisi normal dan sebanyak 13 orang tanaga kerja (65%) mengalami gangguan ringan serta 1 orang tenaga kerja (5%) mengalami gangguan sedang, sedangkan ambang pendengaran telinga kiri adalah sebanyak 7 orang tenaga kerja (35%) dalam kondisi normal dan sebanyak 13 orang tenaga kerja (65%) mengalami gangguan ringan.

Tingkat gangguan ambang pendengaran yang terpapar kebisingan kurang dari NAB (85dB) pada telinga kanan adalah sebanyak 8 orang tenaga kerja (80%) dalam kondisi normal dan sebanyak 2 orang tenaga kerja (20%) mengalami gangguan ringan. Sedangkan untuk telinga kiri adalah sebanyak 8 orang tenaga kerja (80%) dalam kondisi normal dan 2 orang tenaga kerja (20%) mengalami gangguan ringan.


(4)

commit to user

Dari pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan untuk mengetahui ambang dengar tenaga kerja dengan menggunakan audiometer, setelah didapatkan hasil pengukuran kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test.

Hasil analisis dari pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar dapat dilihat dari hasil uji statistik chi square tests sebagai berikut :

1. Hasil uji statistik chi square intensitas kebisingan dengan ambang dengar telinga kanan.

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.696a 1 .010

Continuity Correctionb 4.838 1 .028

Likelihood Ratio 7.013 1 .008

Fisher's Exact Test .019 .013

Linear-by-Linear Association 6.473 1 .011

N of Valid Casesb 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67. b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16, pada telinga kanan diperoleh nilai Fisher Exact Test 0,019 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang


(5)

dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.

Hasil uji statistik chi square intensitas kebisingan dengan ambang dengar telinga kiri.

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.400a 1 .020

Continuity Correctionb 3.750 1 .053

Likelihood Ratio 5.683 1 .017

Fisher's Exact Test .050 .025

Linear-by-Linear

Association 5.220 1 .022

N of Valid Casesb 30

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00. b. Computed only for a 2x2 table

Dari hasil uji statistik chi square dengan SPSS 16 pada telinga kiri diperoleh nilai Asymp Sig. yaitu 0,02 yang berarti P<0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar tenaga kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.


(6)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap ambang dengar pada tenaga kerja di PT Sekar Bengawan kabupaten Karanganyar.

2. Pada tenaga kerja yang terpapar bising melebihi NAB pada telinga kanan 30% dalam kondisi normal sedangkan 65% mengalami gangguan ringan dan 5% mengalami gangguan ringan. Pada telinga kiri 35% dalam kondisi normal dan 65% mengalami gangguan ringan. 3. Pada tenaga kerja yang terpapar bising kurang dari NAB pada telinga

kanan 80% dalam kondisi normal dan 20% mengalami gangguan ringan sedangkan telinga kiri 80% dalam kondisi normal dan 20% mengalami gangguan ringan.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan perbaikan jika terjadi kerusakan pada mesin-mesin yang menimbulkan bising secara rutin.

2. Sebaiknya pada mesin-mesin yang menimbulkan bising diberi peredam bising.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian kelanjutan terhadap faktor-faktor lain yang berhubungan dengan daya dengar.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN PENURUNAN DAYA DENGAR TENAGA KERJA Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Penurunan Daya Dengar Tenaga Kerja Bagian Produksi Di Pt Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalengka.

0 5 17

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN PENURUNAN DAYA DENGAR TENAGA KERJA Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Penurunan Daya Dengar Tenaga Kerja Bagian Produksi Di Pt Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalengka.

0 3 16

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Penurunan Daya Dengar Tenaga Kerja Bagian Weaving Di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 2 16

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Penurunan Daya Dengar Tenaga Kerja Bagian Weaving Di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 3 22

HUUBUNGA Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Penurunan Ambang Dengar pada Tenaga Kerja di PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Penurunan Ambang Dengar pada Tenaga Kerja di PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 1 6

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Penurunan Ambang Dengar pada Tenaga Kerja di PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 3 5

HUUBUNGA Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Penurunan Ambang Dengar pada Tenaga Kerja di PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 2 12

Hubungan Intensitas Kebisingan dan Masa Kerja Terhadap Nilai Ambang Dengar pada Pekerja di Bagian Weaving 2 PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar - UNS Institutional Repository

0 0 11

Hubungan Intensitas Kebisingan dan Masa Kerja Terhadap Nilai Ambang Dengar pada Pekerja di Bagian Weaving 2 PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar - UNS Institutional Repository

1 2 71