PEMANFAATAN BIOGRAFI TUAN GURU HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK MENINGKATKAN NASIONALISME DAN PATRIOTISME SISWA DI MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL WATHAN SENYIUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR.

(1)

Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah

Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur

TES I S

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

AH M AD AFAN D I NIM 1202153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur

Kabupaten Lombok Timur

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I

Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D, M.A NIP. 130188282

Pembimbing II

Dr. Agus Mulyana, M. Hum NIP. 196608081991031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Agus Mulyana, M.Hum NIP. 196608081991031002


(3)

Tempat : Ruang Sidang Sekolah Pasca Sarjana UPI Tim Penguji :

Penguji I, Penguji II,

Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D, M.A Dr. Agus Mulyana, M. Hum

NIP. 130188282 NIP. 196608081991031002

Penguji III, Penguji IV,

Dr. Nana Supriatna, M. Ed Didin Saripudin, Ph.D.

NIP.196110141986011 NIP.197005061997021001

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah SPS UPI

Dr. Agus Mulyana, M.Hum NIP. 196608081991031002


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pemanfaatan Biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur ” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat ilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang berlaku apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya tulis ini.

Bandung, Juni 2014

Ahmad Afandi NIM. 1202153


(5)

ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOGRAFI TUAN GURU HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL

MAJID SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK

MENINGKATKAN NASIONALISME DAN PATRIOTISME SISWA DI MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL WATHAN SENYIUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Latar belakang penelitian ini adalah berangkat dari realitas bahwa pembelajaran sejarah selama ini hanya menyentuh dan membahas materi sejarah nasional dan di sisi lain justru sejarah lokal diabaikan. Hal tersebut terlihat dalam proses pembelajaraan di kelas, terutama di Madarasah Aliyah NW Senyiur. Kondisi dan sikap peserta didik maupun guru yang cenderung tidak perduli dengan sejarah yang ada di sekitranya, terutama di Lombok Timur menjadi dasar peniliti untuk melakukan kajian ilmiah mengenai sikap dan penghargaan masyarakat terhadap keberadaan tokoh-tokoh yang memiliki andil besar dalam perjuangan melawan penjajah. Adapun rumusan masalah yang peneliti angkat adalah pertama bagaimana desain pembelajaran, kedua bagaimana implementasi pembelajaran, ketiga bagaimana hasil pembelajaran, dan keempat kendala-kendala yang dihadapi. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah naturalistik inkuiri dengan tehnik pengumpulan data meliputi proses observasi, wawancara dan dokumentasi. Mengingat pentingnya pemahaman tentang sejarah dalam rangka menggali serta mengkritisi nilai-nilai yang berkaitan dengan identitas diri, agama, integrasi sosial budaya, dan juga menyangkut etos kerja dalam kehidupan masyarakat, maka dipandang perlu untuk memulainya dari tingkat lokal demi terwujudnya integrasi bangsa. Hasil-hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa seperti, memiliki rasa bangga terhadap bangsa, peduli terhadap nasib bangsa, mempertahankan identitas atau jati diri sebagai bangsa Timur, menghargai orang lain, dan memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu menjadi modal penting bagi siswa agar mampu mengembangkan sikap kritisnya dalam proses pembelajaran. Berangkat dari hal tersebut maka penulis menganggap perlu untuk dilakukan sebuah kajian ilmiah tentang sejarah lokal di Lombok Timur secara kritis. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran sejarah lokal dengan materi biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, telah memberikan cakrawala baru bagi pengetahuan siswa. Mereka tidak lagi hanya terpaku pada tokoh-tokoh pahlawan yang ada dalam buku teks sejarah. Selain itu, pembelajaran sejarah lokal juga telah membangun sikap dan daya kritis siswa terhadap lingkungan dan kondisi sekitarnya.

Kata Kunci : TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Pembelajaran Sejarah Lokal, Nasionalisme dan Patriotisme.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

MOTTO.. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTRA ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Klarifikasi Konsep... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Lokal... 21

1. Pengertian Sejarah... 21

2. Ruang Lingkup Sejarah Lokal... 22

B. Tujuan Pembelajaran Sejarah... 24

C. Pembelajaran Sejarah dan Tujuan Sejarah Lokal di MA NW Senyiur... 30

1. Tujuan Pembelajaran Sejarah Lokal... 30

2. Esensi Sejarah Nasional... 34

3. Jenis-Jenis Sejarah Lokal... 40

a. Sejarah Lokal Tradisional... 40

b. Sejarah Lokal Dilentatis... 41

c. Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif... 41


(7)

e. Sejarah Lokal Kritis Analitis... 43

D. Biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Materi Pelajaran Lokal... 44

E. Pembelajaran Sejarah Berbasis Biografis... 50

F. Pembelajaran Sejarah Lokal ... 55

G. Kontribusi Sejarah Lokal Dalam Sejarah Nasional... 59

H. Paradigma Penelitian... 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan. Dan Metode Penelitian... 66

B. Teknik Pengumpulan Data... 68

1. Observasi... 69

2. Wawancara... 71

3. Dokumentasi... 72

C. Subjek dan Lokasi Penelitian... 74

1. Lokasi Penelitian... 74

2. Subjek Penelitian... 74

D. Teknik Analisis Data... 76

1. Data Reduction... 77

2. Data Display... 77

3. Conclution Drawing... 78

E. Prosedur dan Tahap Penelitian... 81

1. Tahap Persiapan... 81

2. Tahap Orientasi... 81

3. Tahap Eksplorasi... 81

F. Verifikasi Data... 82

1. Triangulasi... 82

2. Member Check... 83

3. Expert Opinion... 85

BAB VI DESKRIPSI DAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penenlitian... 86

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 86

a. Profil Madrasah Aliyah NW Senyiur... 88

b. Keadaaan Madrasah Aliayh AW Senyiur... 90

c. Keadaan Peserta Didik... 91

2. Data Hasil Observasi... 91

a. Desain Pembelajaran... 94


(8)

c. Hasil Pembelajaran... 109

d. Kendala dan Solusi dalam pembelajaran... 111

3. Data Hasil Wawancara... 114

B. Pembahasan... 117

1. Desain dan Implementasi Pembelajaran... 118

2. Hasil Pembelajaran... 125

3. Kendala dan Solusi Pembelajaran... 131

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 145

B. Rekomendasi... 148

DAFTAR PUSTAKA... 150


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Profil Madrasah ... 81 Tabel 4.2 Keadaan Gedung MA NW Senyiur ... 84 Tabel 4.3 Kondisi Peserta Didik TP 2013/2014 ... 87


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada beberapa permasalahan yang menjadi keresahan-keresahan selama ini diantaranya adalah pembelajaran sejarah hanya menyentuh atau membahas materi sejarah nasional di sisi lain sejarah lokal terabaikan. Hal ini terjadi pada siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur. Guru dalam melaksanakan tugasnya hanya terfokus pada buku paket sejarah nasional, dan metode yang digunakan hanya menggunakan interaksi satu arah. Para siswa diberikan tugas hafalan sehingga efektivitas dan tujuan yang akan dicapai tidak tercapai. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran yang ada siswa kurang memahami sejarah lokal bahkan tidak mengetahui sejarah daerahnya sendiri. Adapun yang menjadi harapan peneliti, adalah guru dapat mengaplikasikan pembelajaran sejarah lokal di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur.

Masalah selanjutnya yang juga menjadi keresahan saat ini ialah kurangnya kesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh para siswa. Nilai-nilai kepahlawanan, nilai nasionalisme, patriotisme juga nilai-nilai kearifan lokal sendiri tidak dipahami. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut, kurangnya siswa yang mengetahui dan memehami tokoh-tokoh pergerakan yang ada di daerahnya. Harapan terbesar saat ini adalah siswa memahami nilai-nilai kejuangan yang di wariskan oleh para pahlawan, dan tak kalah penting nilai-nilai kearifan lokal yang ada di lingkungannya.

Kajian sejarah lokal tidak lagi dapat dipandang tidak menarik, kurang luas dampaknya, atau alasan lain yang tradisional kajian sejarah lokal adalah kajian yang menuntut kesungguhan, dukungan keahlian antara lain dengan pendekatan “total history”, struktural, multidisipliner, baik dalam visi dirinya sendiri, maupun dalam kerangka nasional, (Wiriaatmadja, 2007: 220).


(12)

Pendidikian sejarah lokal dan sejarah nasional merupakan proses enkulturasi dalam rangka nation character building. Melalui proses pelembagaan nilai-nilai yang positif seperti nilai-nilai warisan leluhur, heroisme, dan nilai-nilai ideologi dijadikan alat perekat solidaritas bangsa. (Kartodirjo dalam Supardan, 2004: 29). Jiwa nasionalisme sangat diandalkan untuk menghindari disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut diatas. Untuk itu masih diperlukan peranan pemerintah untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan agar semua mata pelajaran-pelajaran yang membentuk rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan, sehingga sejarah lokal mendapat perhatian yang cukup banyak. Terutama dalam proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas. Maka sudah saatnya kita mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan politik dalam bidang pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah, dalam cakupan yang lebih kecil adalah otonomi sekolah, maka model pembelajaran pun harus bersifat inovatif. Satu diantaranya yang harus dikembangkan adalah penanaman kesadaran kebagsaan terhadap siswa melalui pembelajaran sejarah lokal.

Kajian sejarah akan berkontribusi terhadap pengembangan pribadi siswa agar tumbuh harmonis dan seimbang melalui sajian peristiwa yang naratif (mengandung unsur humaniora), kegunaan praktis sejarah sebagai humaniora dalam pendidikan tidak saja mempunyai arti besar bagi pengembangan identitas pribadi para individu-individu, tetapi juga bagi kesadaran identitas suatu bangsa secara keseluruhan. Bangsa-bangsa Afrika yang lama dijajah oleh bangsa-bangsa Barat, misalnya, menggunakan sejarah sebagai instrumen untuk membangkitkan identitas nasional dan kebanggaan kepada budaya hitam Afrika (Tosh, 1985: 4 dalam Sjamsuddin, 2012: 224-225). Oleh karena itu, sudah saatnya para pendidik yang masih mengunakan strategi pembelajaran konvensional yang menjemukan para siswa mulai menerapkan pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran yang inovatif dimaksudkan untuk menghasilkan para siswa yang dapat berpikir kritis dan analitis dalam memahami masa lalu bangsanya sehingga bisa diambil pelajaran untuk menghadapi kehidupan saat ini dan mereflesikannya di masa yang


(13)

akan datang. Melalui keterampilan berpikir yang menyejarah, diharapkan para siswa memiliki visi yang jauh melampaui batas geografis lokal dan nasional, dengan pemahamannya terhadap tiga dimensi waktu serta unsur spatial sebagai

“panggung peristiwanya”.

Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan pardigma konvensional, yaiu paradigma guru menjelaskan-murid mendengarkan‟. Metode pembelajaran sejarah semacam ini telah menjadikan pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif didalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma

„siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu” merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigmaini dianggap sulit diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami

“amnesia (lupa atau melupakan sejarah” bangsa sendiri.

Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang dipergunakan harus

bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya

sebagai fakta-fakta hapalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi. Ingatan historis semata tidak akan bertahan lama. Supaya ingatan historis semata tidak akan bertahan

lama, perlu disertai “ingatan emosional”.

Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses

pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan bertahan lama, maka paradigma pembelajaran sejarah harus diubah.


(14)

Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma konvensional ke paradigma konstruktif, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma konvensional, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.

Schiffer dan Fosnot (1993) menguraikan proses jatuh bangun dari beberapa guru yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggunakan paradigma konstruktivis, sekalipun mereka sendiri sebelumnya sudah sangat terbiasa dengan paradigma konvensional. Dengan usaha yang keras, usaha para guru tersebut akhirnya berhasil mengubah paradigma yang mereka gunakan, dan perubahan paradigma tersebut memberikan manfaat yang positif bagi para siswa mereka, karena dengan penggunaan paradigma yang kedua tersebut, para siswa menjadi terbiasa mengeksplorasi secara aktif dan konstruktif konsep-konsep, prinsip-prinsip, prosedur-prosedur, dan soal-soal sejarah (termasuk soal-soal yang non

rutin), sehingga mereka merasa bahwa sejarah adalah „milik‟ mereka, karena liku -likunya telah biasa mereka telusuri. Lebih jauh, hal tersebut menambah rasa percaya diri mereka dalam menghadapi materi-materi sejarah yang baru dan soal-soal yang sebelumnya belum pernah mereka jumpai. Hal ini juga sangat membantu mereka pada waktu mereka menjumpai masalah-masalah dalam kehidupan mereka sehari-sehari; sehingga secara umum, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah kesejarahan meningkat. Kemampuan memecahkan masalah ini akan sangat berguna pula dalam bidang-bidang di mana mereka nanti akan berkarya.

Dalam beberapa dekade pasca kemerdekaan, pembelajaran sejarah di Indonesia, dituntun oleh dokumen kurikulum yang terpusat (lihat dokumen kurikulum 1975, 1984, 1994) dengan bercirikan pengembangan disiplin ilmu yang menekankan pada materi (bahan ajar) sehingga berkesan mementingkan sisi esensialisme, yang fokus pada kebesaran masa lalu bangsa (positivisme), dan sistem evaluasi pada penekanan ranah kognitif (positivisme). Baru pada dokumen kurikulum 2004 yang kemudian diperbaiki menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat


(15)

Satuan Pendidikan), paradigma tersebut mulai bergeser paling tidak by desaign, dengan otonomi yang diberikan kepada pihak sekolah dan guru untuk mengaplikasikan kurikulum yang berorientasi kepada siswa dan masyarakat lingkungannya.

Mencermati kondisi-kondisi di atas, maka pembelajaran Sejarah akan memerlukan strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi perubahan kurikulum tersebut, sehingga para siswa dapat memiliki peran di dalam kelas dan lingkungan sosialnya di mana mereka tinggal. Misalnya, bagaimana nilai-nilai sejarah dapat menginspirasi pemecahan permasalahan sosial kontemporer yang diidentifikasi Supriatna (2007:1), diantaranya berkenaan dengan etos kerja dan entrepreneurship (jiwa kewirausahaan). Dengan kata lain, diperlukan model pembelajaran secara kritis dapat menganalisis permasalahan sosial kontemporer, tetapi tetap merupakan bagian dari mainstream dokumen kurikulum.

Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa melakukan konstruksi kondisi masa sekarang dengan mengkaitkan atau melihat masa masa lalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah. Kemampuan melakukan konstruksiini harus dikemukakan secara kuat agar pembelajaran tidak terjerumus dalam pembelajaran yang bersifat konservatif. Kontekstualitas sejarah harus kuat mengemuka dan berbasis pada pengalaman pribadi para siswa. Apalagi sejarah tidak akan terlepas dari konsep waktu, kontinuitas dan perubahan.

Pendidikian sejarah lokal dan sejarah nasional merupakan proses enkulturasi dalam rangka nation character building. Melalui proses pelembagaan nilai-nilai yang positif seperti nilai-nilai warisan leluhur, heroisme, dan nilai-nilai ideologi dijadikan alat perekat solidaritas bangsa. (Kartodirjo dalam Supardan, 2004: 29). Jiwa nasionalisme sangat diandalkan untuk menghindari disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut di atas. Untuk itu masih diperlukan peranan pemerintah untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan agar semua mata pelajaran-pelajaran yang membentuk rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan, sehingga sejarah lokal mendapat perhatian yang cukup banyak. Terutama dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Maka sudah saatnya kita


(16)

mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan politik dalam bidang pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah, dalam cakupan yang lebih kecil adalah otonomi sekolah, maka model pembelajaran pun harus bersifat inovatif. Satu diantaranya yang harus dikembangkan adalah penanaman kesadaran kebagsaan terhadap siswa melalui pembelajaran sejarah lokal.

Masalah diatas dan untuk menjawab berbagai perubahan tersebut, maka pemerintah memberikan serta memberlakukan kurikulumyang sifatnya keleluasan pada guru dan sekolah untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah itu sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kehendak masyarakat setempat dengan memperhatikan kekhasan daerah yang disebut dengan muatan lokal. Menurut Desfina dalam Supriatna dan Wiyanarti (2008: 208) mengatakan bahwa :

“Kurikulum memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam mengembangkan silabus pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungannya. Ini menandakan bahwa salah satu upaya pemerintah untuk menggali serta mengembangkan potensi daerah sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan sekolah/masyarakat setempat.”

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa :

“Pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalamrangka mencerdaskan kehidupan bangsanya, kemudian dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa yang Maha kuasa, berahlak mulia, cakap, kreatif inovatif, mandiri lalu menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Uraian di atas jelas, bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusiayang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan nasional, juga merupakan tujuan pendidikan sejarah. Dengan perkembangan ilmu pengertahuan dan tehnologi, yang berdampak pada derasnya arus informasi menembus dan melintas antar negara.


(17)

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan arus globalisasai telah membawa perubahan di semua aspek kehidupan manusia. Dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh proses globalisasi pada satu pihak, dan proses demokratisasi pada pihak lain, sangat membutuhkan sumberdaya manusaia yang lebih berkualitas melalui pembaharuan sistem pendidikan dan penyempurnaan kurikulum, termasuk kurikulum sejarah yang berlandaskan muatan sejarah lokal untuk memasukkan ke dalam sejarah nasional.

Mengutip pendapat Fernand Braudel (Lechte, 2001) memahami sejarah dari sudut waktu. Menurutnya dalam memahami sejarah ada tiga kerangka waktu, event history (short term/jangka pendek), conjecture (mid term/jangka menengah) dan longue durée (long term/jangka panjang). Sejarah pada satu tempat dan komunitas terkait dengan ketiga konsep waktu tersebut. Selain itu dari sudut ruang, Braudel menambahkan satu lagi, yaitu ekonomi dunia di mana ini merupakan unit analisis makro terkait dengan perkembangan pertukaran barang dan jasa. Jika dikaitkan dengan waktu kalender, event history berlangsung antara beberapa minggu, musim sampai beberapa tahun. Conjecture berlangsung sekitar 10–50 tahun sedangkan longue durée berlangsung lebih lama, bisa sampai beberapa abad.

Perubahan yang mempengaruhi sejarah dalam jangka waktu yang lama, dicontohkan oleh Braudel yaitu mengenai perubahan musim atau iklim. Perubahan jangka menengah, misalnya yang terkait bidang ekonomi seperti perubahan-perubahan harga, pertumbuhan populasi dan hasil-hasil produksi. Perubahan-perubahan ini bisa dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sepuluh, duapuluh, lima puluh tahun yang lalu. Event history atau jangka pendek digambarkan oleh Braudel seperti pada awal tulisan ini. Seperti cahaya kunang-kunang, bersinar singkat dan lemah, tetapi cukup melepaskan cahaya untuk menyinari dataran kecil di bawahnya. Pada event history ini Braudel memberi tekanan pada perang, politik dan diplomasi.

Pembedaan ketiga konsep waktu ini, event history, conjecture dan longue durée tidak merupakan pembedaan yang hirarkis, satu lebih penting dari yang lain. Masing-masing berperan dan mempunyai fungsi sendiri-sendiri, dan ketika


(18)

tiga konsep waktu itu ditambah dengan unit analisis makro, ekonomi dunia, menurut Braudel keempatnya tersebut akan memberikan sudut pandang kita mengenai total history. Apabila pemikiran Fernand Braudel tersebut diterapkan dalam pembelajaran sejarah, maka perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran agar aktualitas akibat adanya perubahan dalam konsep waktu dapat dipahami dan disadari oleh para siswa.

Beberapa faktor di atas diangkat dalam penelitian ini, yaitu perubahan pembelajaran sejarah dari pola lama menjadi pembelajaran sejarah dengan paradigma baru. Paradigma ini adalah pendekatan pembelajaran sejarah yang kontekstual berbasis konstruktivisme dengan memperhatikan perkembangan kekinian yang semakin global. Generasi tua dan para pendidik Indonesia patut gelisah terhadap fenomena generasi muda yang mulai meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa baik yang terdapat pada budaya nasional maupun budaya lokal. Kemunduran ini sebagai akibat dari pengaruh globalisasi yang dewasa ini semakin kurang terkendali sehingga perlu untuk digencarkan kembali pendidikan nilai sebagai benteng bagi generasi muda. Pemerintah dalam hal ini presiden Republik Indonesia mencanangkan pendidikan karakter bangsa pada peringatan hari pendidikan nasional pada tanggal 2 mei 2010 dan ditekankan kembali pada tanggal 2 Mei 2011. Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya pendidikan nilai untuk kemajuan suatu bangsa.

Diabaikannya pendidikan nilai selama ini berdampak negatif terhadap berbagai perilaku sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . dampak negatif tersebut seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya. Perilaku-perilaku menyimpang ini mengindikasikan bahwa kebobrokan nilai dan moral dalam masyarakat telah berada diambang batas toleransi dan terjadi secara meluas. Hal ini sesuai dengan pandangan perenialisme yang menganggap situasi dunia ini penuh dengan kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan terutama dalam kehidupan moral. Oleh karena itu penting untuk dicari solusi tentang kebobrokan nilai dan moral yang terjadi pada bangsa indonesia. Salah satu cara yang efektif adalah dengan


(19)

menerapkan pendidikan nilai pada setiap lembaga pendidikan. Karena dengan pendidikan khususnya pendidikan nilai sebaga i alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dan dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.

Pendidikan tidak cukup berhenti pada tujuan untuk mencerdaskan anak sehingga dimasa depan tidak kesulitan mencari kerja. Tetapi pendidikan mesti mampu mewariskan nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dalam membekali anak memiliki keterampilan menjalani hidup. Hal ini selaras dengan pendapat yang mengartiukan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, psikologi, sosial budaya, dan iptek yang bermuara pada pembentukan pribadi manusia bermoral dan berakhlak mulia serta berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan lokal tidak bisa lagi diabaikan dalam pendidikan yang terjadi disekolah-sekolah dan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pembelajaran sejarah berbasis biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, memiliki arti penting bagi para siswa. Dengan menyajikan tokoh lokal sebagai materi pembelajaran, maka nantinya diharapkan siswa mampu meneladani, mencontoh dan menginternalisasi bentuk-bentuk perjuangan tokoh lokal yang ada di wilayahnya terutama dalam hal ini adalah siswa Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur. Sehingga kedudukan sejarah lokal sangat penting apabila dimasukkan kedalam kurikulum muatan lokal.

Berbagai hasil penelitian dan permasalahan di atas berkaitan dengan pembelajaran sejarah lokal dalam rangka meningkatkan kesadaran kebangsaan jika dikaitkan dengan menumbuhkan sikap menghargai sejarah lokal dan pejuang, sikap seseorang dapat terbentuk melalui intensitas pengalaman atau proses belajar, termasuk belajar menghargai sejarah serta pahlawan (pejuang) di lingkungan tempat mereka berada. Menurut Soedijarto (1998 : 11) menumbuhkan kesadaran serta menanamkan nilai-nilai melalui pembelajaran


(20)

sejarah adalah melalui proses pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam membentuk sikap serta perilaku.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini secara umum dapat dirumuskan masalah sehubungan dengen beberapa permasalahan serta gambaran di atas, maka peneliti menetapkan judul Pemanfaatan Biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur

Dari masalah tersebut penulis akan memfokuskan penelitian pada hal-hal sebagai berikut :.

1. Bagaimana desain pembelajaran guru dalam pembelajaran di kelas?

2. Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah berbasis biografi perjuangan TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

3. Bagaimana hasil Pembelajaran sejarah berbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

4. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam proses pembelajran sejarah berbasis biografifi TGH Zainuddin Abdul Majid?

C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan melihat gambaran bagaimana nilai-nilai perjuangan seorang tokoh lokal tertentu dapat terintegrasi dengan sejarah lokal sebagai bagian dari upaya untuk menghargai sejarah dan nilai perjuangan Maulana Seikh di Madrasah Aliyah NW Senyiur kabupaten Lombok Timur. Selain itu juga diharapkan kepada siswa untuk memiliki kemampuan mengkonstruksikan nilai-nilai kearifan loakalnya sendiri. Kemudian memaknai dan meneladani perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang terdahulu dalam melawan penjajahan.


(21)

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana desain pembelajaran guru dalam pembelajaran di kelas?

b. Unruk mengetahu bagaimana implementasi pembelajaran sejarah berbasis biografi perjuangan TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

c. Untuk mengetahui bagaimana hasil Pembelajaran sejarah bebrbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

d. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam proses pembelajran sejarah berbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi bahan pegangan terhadapa dunia pendidikan dalam hal ini khususnya bagi guru sejarah . sehingga dapat mengembangkan strategi belajar yang efisien dan efektif dalam merancang dan mengevaluasinya terhadap nilai-nilai sejarah lokal dalam hal ini bagaimana meneladani sikap dan perjuangan Maulana Seikh, guna menmbuhkan sikap menghargai para pejuang di daerahnya. 2. Manfaat praktis

Secara praktis dari hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi bahan acuan dan masukan bagi guru, terutama sekali bagi guru sejarah di Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat, dalam upaya mengembangkan wawasan tentang sejarah yang berbasis pada muatan lokal. Sementara bagi pemerintah daerah, penelitian ini bisa menjadi rujukan dan bahan referensi serta informasi tambahan dalam menggali fakta-fakta dan sumber-sumber sejarah lokal yang selama ini belum terungkap dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk selanjutnya bisa menambah kekayaan khasanah daerah sehingga nantinya mampu


(22)

dikembangkan lebih jauh program sejarah lokal yang terintegrasi kedalam pembelajaran sejarah yang berbasis pada muatan lokal.

E. Klarifikasi Konsep

Untuk memperjelas pembelajaran sejarah lokal dalam kerangka pendidikan sejarah yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar materi pelajaran sejarah di tingkat SMA. Pembelajaran sejarah dalam kerangka pendidikan sejarah dapat memunculkan masalah yang berkaitan dengan moral masyarakat setempat sebagai salah satu isu sentral. Masalah moral masyarakat setempat berkaitan erat dengan identitas diri, keagamaan, integrasi sosial, solidaritas sosial, etos kerja, dan tipe masyarakat ideal lainnya yang seharusnya dapat terbentuk sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam kaitan ini, moral individu maupun kelompok suatu komunitas masyarakat setempat dapat berhubungan langsung dengan realitas sosial pada zaman (waktu) dan tempat (ruang) dimana siswa itu beradal. Kepekaan moral (moral sensitivity) seseorang dapat pula berdimensi universal yang dapat menembus batas ruang dan waktu. Hal ini berarti, bahwa kepekaan moral dapat melampaui batas-batas wilayah nasional dalam kurun waktu yang berbeda. Sebagai contoh, kepekaan seseorang yang berkaitan dengan arti penting solidaritas antar sesama manusia. Kemudian moral action lebih mengarah pada perilaku yang nyata secara kolektif maupun individu dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu merupakan efek dari instructional dan nurturant pembelajaran ilmu-ilmu sosial yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat menurut Dickinson dalam Sukardi, (2007 : 40). Dengan demikian, titik berat pembelajaran sejarah sebenarnya adalah bagaimana berkembangnya individu agar dapat memahami lingkungan sosialnya dan kegiatan interaksi diantara mereka. Peran peserta didik dapat menjadi anggota masyarakat yang baik serta produktif, kemudian dapat memberikan andil bagi masyarakat dan dapat menanamkan nilai-nilai untuk membangun integrasi bangsa.


(23)

1. Perjuangan Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid

Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan perjuangannya. Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan.

Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal

sebagai ulama‟ besar di Indonesia karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan

mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai sosok figur ulama demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.

Dalam penampilannya sehari-hari, Zainuddin tidak merasakan bahwa dirinya sebagai ulama besar. Apalagi jika dibesar-besarkan oleh murid dan masyarakat, dengan tegas beliau melarangnya. Alasannya bahwa kalau ada ulama besar berarti ada pula ulama kecil. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan antara orang yang dianggap besar dengan orang yang dianggap kecil. Kesenjangan tersebut dapat menghambat komunikasi antara atasan dengan bawahan dan antara kiyai dengan santri. Karena itu, Zainuddin tidak pernah mempersulit semua santri dan masyarakat yang hendak bertemu. Sikap low profile tersebut membuat sang kiyai ini selalu dekat dengan semua sntri, murid dan warga tanpa mengurangi kewibawaan dan kharismanya. Keluhan dan kesulitan santri dan muridnya selalu diperhatikan, didengar, dan dicarikan solusinya (Masnun, 2007 : 29).

Demikian pula tentang pendekatan yang beliau lakukan selalu bernilai paedagogik dalam arti mengandung nilai-nilai pendidikan. Beliau tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai pembesar yang disegani. Beliau selalu


(24)

bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-tengah jama‟ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan mereka. Demikian juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya selalu disesuaikan dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santerinya.

Pembawaan dan sikap hidup beliau selalu menunjukkan kesederhanaan. Inilah yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak.

Selain dikenal sebagai seorang ulama, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid juga tampil sebagai salah seorang pelopor perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan kolonialisme (Masnun, 2007 : 28). Dalam perjuangan membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda dan Jepang, Maulanasysyaikh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadikan Madrasah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) dan NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah) sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Jiwa perjuangan, patriotisme, dan semangat pantang menyereh tetap beliau kobarkan di dada murid-murid, santri dan guru-guru Madrasah NWDI dan NBDI. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kedua bangsa penjajah itu selalu berusaha untuk menutup dan membubarkan Madrasah NWDI dan NBDI.

Di tengah berkecamuknya perang melawan kolonialisme, beliau memanfaatkan dua lembaga tersebut dan mengajak para santrinya agar melakukan perlawanan kepada kaum penjajah yang dikenal sadis dan tidak berprikemanusiaan. Para santri madrasah Nahdlatul Wathan yang tergabung dalam gerakan al-mujahidin yang dikomandoi langsung oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, tak henti-hentinya meneriakkan jihad dan perang terhadap para penjajah.

Wadah perjuangan tersebut kemudian bergabung dengan Banteng Hitam, Gerakan Bambu Runcing, Badan Keamanan Rakyat dan gerakan-gerakan


(25)

perlawanan lainnya yang ada di Pulau Lombok untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan bangsa. Sikap perlawanan terhadap kolonial yang sangat agresif tersebut kemudian menyebabkan lembaga pendidikan yang didirikannya dituduh sebagai markas dalam rangka menentang kaum penjajah. Sebagai dampaknya kemudian adalah, beberapa orang ustadz/guru ngaji atau guru-guru madrasah dijebloskan kedalam penjara.

Tidak cukup hanya sampai di situ, kemarahan pihak kolonial juga diwujudkan dalam bentuk penutupan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Meskipun keputusan penutupan lembaga-lembaga yang beliau dirikan tersebut pada akhirnya mengalami penundaan, akan tetapi tentara kolonial masih terus bersikap represif terhadap pribadi dan santri Tuan Guru haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

Pada zaman penjajahan Jepang, Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkali-kali dipanggil untuk segera menutup dan membubarkan kedua Madrasah tersebut dengan alasan bahwa kedua Madrasah ini digunakan sebagai tempat menyusun taktik dan strategi untuk menghadapi bangsa penjajah tersebut. Disamping dianggap sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing karena diajarkannya Bahasa Arab di kedua Madrasah ini.

2. Sejarah Lokal

Secara umum sejarah lokal mengacu pada pengertian kejadian atau peristiwa sejarah dalam lingkup yang terbatas pada suatu lokal tertentu. Meskipun kajian sejarah lokal dititik beratkan pada aspek wilayah atau spasial tertenrtu, tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa unsur-unsur pranata sosial serta budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

Lebih lanjut Gde Widja mengemukakan bahwa btasan lokasi dalam kajian Sejarah lokal ditentukan oleh perjanjian yang diajukan oleh penulis sejarah, artinya tidak ada ketentuan yang pasti mengenai batasan lokal tetapi semuanya tergantung kepada kebutuhan kajian yang dilakukan oleh sejarawan tersebut.


(26)

Munculnya kajian sejarah lokal bermula dari ketidakpuasan kalangan sejarawan yang melihat kecenderungan pengungkapan sejarah dari sisi yang berkuasa. Goubert mengungkapkan bahwa kajian sejarah yang dilakukan oleh aliran lama lebih tertarik pada mereka yang berkuasa dan bukan pada yang dikuasai. Dengan adanya ketidakpuasan tersebut kemudian muncul minatuntuk mengungkapkan sejarah dari keseluruhan masyarakat, tidak hanya sejarah tentang mereka yang memerintah, menghakimi, atau sejarah kelompok orang-orang yang seringkali disebut kelas-kelas tertentu, tetapi sejarah yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dalam semua kelas.

Kajian sejarah lokal lebih difokuskan pada peristiwa atau kejadian sejarah yang muncul dalam berbagai lapisan masyarakat (Abdullah, 1983:34-35) mengemukakan studi sejarah lokal di Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelompok yakni:

a. Studi yang difokuskan pada suatu peristiwa (studi peristiwa khusus apa yang disebut mental)

b. Studi yang lebih menekankan pada struktur

c. Studi yang mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu.

d. Studi sejarah umum yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (propinsi, kota,kabupaten) dari masa kemasa.

Sejarah lokal akan bermakna jika dibicarakan dalam konteks nasional, artinya posisi sejarah lokal ditujukan dalam rangka integrasi bangsa. Hal ini dapat ditelusuri berdasarkan pandapat Alfian (1983 : 69-71) bahwa peristiwa yang terjadi di suatu lokal tertentu mempunyai aspek yang luas, ataupun pengungkapan yang berasal dari suatu lokaitas tertentu tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor luar yang mempengaruhinya. Dengan demikan jika berbicara tentang sejarah lokal tidak bisa lepas dari konteks nasional dalam rangka integrasi bangsa. Mengkaji dan mengupas sejarah lokal tidak berarti membangun pandangan separatis sebab pengungkapan yang berasal dari suatu lokalitas tertentu erat kaitan dengan pengaruhnya terhadap kesatuan wilayah yang lebih luas, dalam hal ini kesatuan bangsa.


(27)

Bertolak dari beberapa dasar penyusunan tipologi sejarah lokal, terutama dari dasar tujuan penulisannya yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Kiranya di Indonesia bisa dibedakan paling sedikit lima jenis penulisan sejarah lokal, yaitu: sejarah lokal tradisional, sejarah lokal dilentatis, sejarah lokal edukatif inspiratif, sejarah lokal kolonial, dan sejarah lokal kritis analitis.

Sejarah lokal dalam konteks pembelajaran disekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah propinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan, dan sejarah desa (Mulyana & Gunawan, 2007:3). Aspek keruangan dibatasi oleh penulis sejarah .

sejarah lokal dapat didefinisakan sejarah dari suatu “tempat, suatu “locality”, yang

batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah (Taufik Abdullah dalam Mulyana & Gunawan, 2007).

Aspek sosial dalam penulisan sejarah lokal bisa mengarah pada penulisan sejarah yang bersifat struktur. Dalam model penulisan ini, sejarah lokal tidak menampilkan sejarah sebagai peristiwa. Masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu merupakan suatu struktur yang senantiasa mengalami perubahan. Secara teoritis terdapat dua pandangan mengenai masyarakat sebagai realitas struktur. Dalam pandangan pertama dari teori holistik menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan individu yang terintegrasi secara ketat (tightly integrated), sedangkan menurut teori strukturis masyarakat adalah sekumpulan individu yang terintegrasi secara longgar (lostly integrated). Dalam landangan pertama masyarakat itu bukan merupakan struktur berubah, sedangkan dalam pandangan kedua masyarakat itu merupakan struktur yang berubah (Christoper dalam Mulyana & Gunawan, 2007).

3. Pendidikan Nilai

Nilai yang asal katanya value, berasala dari bahasa latin Valere atau bahasa Perancis kuno Valoir (Mulyana, 2004:7). Selanjutnya Schwartz (1991: 21) menyatakan bahwa;

Value as desirable transsituational goal, varying in importance,that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.


(28)

Lebih lanjut Schwartz juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1), suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan tingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian; serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :

1. Kebutuhun individu sebagai organisme biologis.

2. Persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal

3. Tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok.

Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz, 1999). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, confirmity) atau berdasarkan prioritas pribadi/individual (power, achievement, hedonism, stimulation, selfdirection), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orangtua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Staumb & Schwartz, 1994).

Sedangkan Mothohar (2009) menjelaskan, nilai adalah suatu tujuan akhir yang diinginkan, mempengaruhi tingkah laku, yang digunakan sebagai prinsip atau panduan dalam hidup seseorang atau masyarakat. Bisa dikatakan bahwa nilai-nilai pada hakikatnya merupakan sejumlah prinsip yang dianggap berharga dan bernilai sehingga layak diperjuangkan dengan penuh pengorbanan. Jika seseorang hanya memperjuangkan nilai-nilai pribadi sering disebut individualis,


(29)

namun jika seseorang memperjuangkan nilai-nilai sosial sering disebut pejuang atau pahlawan.

Menurut Mulyana (2004 : 119), pendidikan nilai memiliki fungsi sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan tingkah laku yang konsisten. Di dalam penelitian ini, pendidikan nilai yang dimaksudkan adalah nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, perjuangan, dan istiqomah yang diperoleh dari biografi Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid sebagai materi pembelajaran sejarah. Selanjutnya nilai-nilai yang didapatkan dari biografi Maulana Syekh TGKH Muahammad Zainuddin Abdul Majid tersebut akan diintegrasikan dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Sejarah.

4. Nasionalisme

Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakatnya. (Habermas, 1996 dalam Supriatna, 2007). Nasionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nasionalisme dalam arti yang luas, dimana nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain, yang didasarkan pada nilai- nilai Pancasila.

5. Patriotisme

Patriotisme berasal dari kata : “Patriot” dan “isme” (bahas Indonesia) yang

berarti sifat kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan. “Patriotism” (bahasa Inggris), yang berarti sikap gagah berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat kebangsaan atau nasionalisme), sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya. Semangat kebangsaan


(30)

(nasionalisme dan patriotisme) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar dengan cara keteladanan, pewarisan dan kekokohan.

Patriotisme memiliki berbagai dimensi dengan berbagai istilah, namun Staub (1997) membagi patriotisme dalam dua bagian yakni blind patriotism dan construktive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal (1997) menyisipkan conventionla patriotism diantaranya. Staub menyatakan bahwa patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang kepada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik, dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi loyal.


(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian

Istilah pendekatan atau approach menurut Vernon van Dyke dalam bukunya yang berjudul political science (Supardan, 2008:41) dikemukakan bahwa suatu pendekatan atau prinsipnya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang berkaitan satu sama lainnya. Van Dyke (Husensah dalam Supardan 2008:41) mengemukakan:

An approach of criteria of selection criteria employed in selecting the problems or questions to consider and in selecting the data to bring to bear it consists of standards goevrning the inclusion of question and data

Suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan, ukuran yang dipergunakan dalam memilih masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang perlu diadakan, ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data.

Hal ini diperjelas lagi oleh Kerlinger (Supardan, 2008:42), bahwa pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif. Suatu pendekatan dalam menelaah sesuatu, dapat dilakukan berdasarkan sudut pandang ataupun tinjauan dari berbagai suatu kesatuan karakteristik maupun cabang ilmu seperti soiologi, antropologi, sejarah, psikologi, geografi, ekonomi, politik dan sebagainya. Jika diambil pendekatannya secara kuantitatif, maka ukuran-ukuran kuantitatiflah yang dilakukan secara konsisten. Begitupun jika yang digunakan untuk menggunakan masalah, pertanyaan penelitian, maupun data yang akan ditelaah. Begitu pun sebaliknya, jika yang diambil psikologinya, maka psikologilah yang mewarnai pembahasannya itu.


(32)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif naturalistik. Penelitian kualitatif (Qualitative Reaseach) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, pemikiran orang secara individu maupun kelompok (Syaodih, 2005:60). Karena masalah yang diteliti memerlukan pengungkapan secara komprehensif dan mendasar.

Creswell (1998:15) mendefinisikan penilitan kualitatif sebagai berikut : “Qualitative research is an inquiry proces of understanding based on distincet mefhological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conduct the study in a natural setting”.

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian yang menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks yang bersifat holistik, menganalisa kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Selanjutnya pelaksanaan metode kualitatif menempuh beberapa langkah kerja, yaitu pengumpulan data, klarifikasi data, pengolahan atau penganalisisan data, penyusunan laporan, serta pembuatan kesimpulan dengan tujuan utama membuat gambaran hasil penelitian secara objektif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara observasi dan studi pustaka mengenai sejarah lokal Lombok Timur, kemudian dilakukan klarifikasi berupa materi sejarah Kabupaten Lombok Timur yang diperoleh dari bagian sejarah nasional (peranan sejarah Lombok Timur sebagai bagian sejarah nasional). Kemudian diintegrasikan ke dalam pokok dan sub pokok bahasan sejarah nasional. sejarah perjuangan masyarakat Lombok Timur di bawah pimpinan TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid dalam menentang pendudukan Jepang 1942-1945, adalah sejarah lokal yang bersifat daerah.

Kemudian pengolahan atau penganalisisan data yaitu dengan cara membandingkan materi sejarah lokal Lombok Timur dengan sejarah nasional lalu dibuat dalam bentuk laporan. Dari keseluruhan rangkaian penelitian terhadap


(33)

pengintegrasian sejarah lokal ke dalam sejarah nasional, dan ditarik simpulan sebagai gambaran dari proses pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarahnasional untuk membangun Integritas bangsa serta menghargai terhadap pejuang lokal yang juga dapat meningkatkan kesadaran kebangsaan bagi para siswa.

Adapun indikator yang dipakai dalam proses penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1) memiliki rasa bangga terhadap bangsa, 2) peduli terhadap nasib bangsa, 3) mempertahankan identitas atau jati diri sebagai bangsa timur, 4) menerima kemajemukan, 5) memiliki rasa keterpautan dan rasa memiliki (Sense of Belonging), 6) memiliki harga diri, kebersamaan, dan keterkaitan, 7) memiliki kesadaran kebangsaan, 8) menghargai orang lain (terutama para pahlawan), 9) memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, 10) produktif (tidak konsumtif). (Baron&Donn Byrne. 2005, Wiriaatmadja. 2011).

B. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti berada pada posisi pengamat dan pengumpul data. Data dikumpulkan melalui pengamatan dengan menggunakan pedoman lembaran observasi dan wawancara terhadap keadaan sebelumnya, sehingga data yang dimiliki bersifat alami (natural). Karena peneliti bertindak sebagai pengumpulan data, maka data yang dimilikinya bersifat data kulitatif dan kemudian diinterpretasikan. Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data . Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang menenuhi standar data yang di tetapkan.

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Apabila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau tehnikpengumpulan data, maka tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan


(34)

observasi (pengamatan) inteview (wawancara), dokumentasi dan gabungan ketiganya.

1. Observasi

Observasi ini dilakukan melalui dua fase esensial yakni pertemuan perencanaa dan observasi di kelas. Pada pertemuan perencanaan, guru dan observer mendiskusikan model dan bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sementara pada observasi di kelas dilakukan untuk mengumpulkan data objektif dari proses pembelajaran dan selanjutnya dilakukan analisis data-data tersebut. Dalam proses observasi, peneliti atau observer membuat catatan lapangan (fields notes). Catatan-catatan tersebut berfungsi sebagai data tambahan dalam proses penyusunan tulisan.

Pada tahap observasi ini, peneliti berada pada posisi mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Proses ini dimulai dari tahap persiapan dan perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, metode pembelajaran yang digunakan, media pembelajaran yang dipakai serta proses diskusi di kelas pada saat pembelajaran berlangsung dan yang terahir adalah mengamati bentuk evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada ahir proses pembelajaran.

Menurut Lincoln dan Guba dalam Wiriaatmadja (2008: 104) dalam observasi yang dibawa yaitu teori yang tidak dimainkan datu diungkapkan. Artinya observer hanya melakukan tugasnya untuk melakukan observasi proses pembelajaran yang berlangsung tanpa memberikan arahan pada proses pembelajaran.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait dengan proses obeservasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Hopkins (2011 : 133-136) yaitu: a. Joint Planning

Joint Planning adalah suatu kondisi dimana peneliti dan guru mata pelajaran dalam hal ini Bapak Abdul Gofur, S.Pd sebagai guru mata pelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur membuat semacam „konsensus‟ terkait dengan materi pembelajaran sejarah lokal yang hendak


(35)

disampaikan kepada siswa, misalnya berkaitan dengan waktu pelaksanaan pembelajaran dan media-media pendukung proses pembelajaran.

b. Fokus

Peneliti dan guru mata pelajaran sejarah, Bapak Abdul Gofur, S.Pd dalam tahapaan ini membuat sebuah kesepakatan bahwa fokus observasi hanya berlangsung pada saat materi pembelajaran sejarah lokal disampaikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, yang dalam perencanaan guru hendak dilakukan dalam dua kali pertemuan.

c. Merumuskan Kriteria

Perumusan kriteria observasi yang akan dilakukan oleh peneliti menjadi salah satu elemen penting terhadap pengembangan sikap professionalisme. Hasil observasi akan memenuhi kriteria-kriteria yang jelas manakala dilakukan proses review secara kontinyu oleh peneliti.

d. Keterampilan Observasi

Pada tahap inilah seorang peneliti atau observer dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang cermat. Seorang peneliti atau observer sebisa mungkin harus menghindari sikap judgement yang terlalu dini. Pada tahap ini pula seorang observer harus bisa menyusun dan merancang jadwal observasi yang hendak dilakukan sebagai langkah untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tema penelitian.

e. Feedback

Proses feedback yang tepat dilakukan oleh seorang observer adalah tidak melebihi jangka waktu 24 jam setelah selesai melakukan observasi dan harus berdasar pada proses pencatatan hasil observasi yang cermat dan tersistematis serta bersifat faktual. Dalam hal ini, peneliti berada pada posisi sebagai observer, sementara guru sejarah berada pada posisi pengajar di kelas. Dalam observasi ini, peneliti hendak mengetahui dan melihat bagaimana wujud sikap nasionalisme dan patriotisme siswa selama pembelajaran sejarah lokal dengan menggunakan materi biografi TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.


(36)

2. Wawancara

Wawancara mendalam, merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data dari informan yang berupa pemahaman, persaan dan makna sesuatu. Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasan kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan memaknai pedoman wawancara. Nasution, (1999:69) mengemukakan bahwa observasi saja tak memadai dalam penelitian, itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Hubungannya dengan penelitian ini, maka peneliti melakukan wawancara kepada guru sejarah dan siswa dengan dilakukan berulang kali, yang kemudian dapat memperoleh data yang valid tentang sejarah lokal tentang tokoh TGH Zainuddin Abdul Majid (Maulana Syeikh) di Lombok Timur.

Dalam peneletian ini, wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara dalam bentuk terstruktur dan non struktur. Wawancara tersetruktur adalah proses penetapan masalah dan bentuk-bentuk pertanyaan yang hendak diajukan oleh peneliti kepada objek yang hendak diwawancara. Sementara wawancara non struktur ialah proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti tanpa terlebih dahulu mempersiapkan materi-materi yang hendak ditanyakan. Topik yang hendak dibicarakan dalam proses wawancara non struktur ini berada pada stakeholder yang ada di lokasi penelitian seperti kepala sekolah yakni Bapak Irfan, S.Ag, MA dan Bapak Abdul Gofur selaku guru mata pelajaran sejarh di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur.

Adapun hal-hal yang menjadi materi wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah yakni Bapak Abdul Gofur, S.Pd adalah terkait dengan materi yang hendak disampaikan yang dimulai dari metode pembelajaran, proses perencanaan pembelajaran, media-media pendukung pembelajaran, hasil pembelajaran serta kendala dan solusi pembelajaran.

Proses wawancara yang peneliti lakukan tidak hanya kepada guru dan kepala sekolah saja, melainkan juga kepada para siswa. Dalam hal ini peneliti memilih secara acak 10 orang siswa sebagai sampel untuk diwawancarai.


(37)

Kesepuluh siswa tersebut adalah Irfan, Zainul, Ahpi, Azmi, Abdi, Halizatul, Nabila, Wahida, Sarwaini dan Wahida. Pemilihan wawancara dengan sepuluh siswa tersebut merujuk pada kemampuan mereka yang lebih menonjol dibandingkan dengan siswa-siswa lainnya.

3. Dokumentasi

Lincon dan Guba, (1985: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:

1. Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relative lebih murah.

2. Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulangtanpa melalui perubahan didalamnya.

3. Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yangkaya.

4. Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan kenyataan formal.

5. tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non kreatif, tidak memberikan reaksi dan respon atau pelakuan peneliti.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kemampuan guru dalam melakukan pengintegarsian sejarah lokal kedalam sejarah nasional, dan informasi-informasi yang berguna terhadap implementasinya pembelajaran sejarah lokal di sekolah. Adapun dokumen yang peneliti maksudkan yakni arsip daerah, perpustakaan daerah, serta catatan-catatan yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat, yang dapat memberikan gambaran tentang inti dari penelitian ini. Hal ini dimaksudkan demi menjaga validitas data serta kredibilitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh penelitian.

Kemudian, Creswell (1998:15) mendefinisikan Penelitian Kualitatif : Qualitatif reasearch is an inquiry process of understanding based on distinct methodological tradition of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes word, reports detailed views of informats, and conduct the study in a natural setting.


(38)

Creswell ( 1998 : 201-203) membagi prosedur verifikasi penelitian kualitatif sebagai berikut :

1. Perpanjang waktu kerja dan observasi yang gigih (prolonged engagement dan persistent observation) dilapangan termasuk membangun kepercayaan dengan para partisipan, mempelajari budaya, dan mencek informasi yang saling berasal dari distorsi yang dibuat oleh peneliti atau informan. Di lapangan si peneliti membuat keputusan-keputusan apa yang penting / menonjol untuk dikaji, relevan dengan maksud kajian, dan perhatian untuk difokuskan.

2. Triangulasi (triangulation), menggunakan seluas-luasnya sumber-sumber yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti, dan teori-teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar (corroborative evidence ).

3. Review sejawat (peer review) atau dibreifing menyiapkan suatu cek eksternal dari proses penelitian; teman sejawat itumenanyakan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang metode, makna dan interpretasi penelitian dari peneliti.

4. Klarifikasi bias peneliti (clarifing reasearcher bias)sejak awal dari penelitian adalah penting sehingga pembaca memahamiposisi peneliti dan setiap bias atau asumsi-asumsi yang berdampak pada penelitian. Dan klarifikasi ini, peneliti mengomentari pengalaman-pengalaman sebelumnya, bias-bias, prasangka-prasangka dan orientasi-orientasi yang mungkin membentuk interpretasi-interpretasi dan pendekatan pada kajian.

5. Cek anggota (member checks) peneliti mengumpulkan

/mencari/memohon (solicit) pandangan-pandangan para informan tentang kredibilitas dari temuan dan interpretasi-interpretasi. Teknik ini menurut Lincon dan Guba adalah teknik yang paling kritis untuk menegakkan kreadibilitas. Pendekatan ini sangat umum dalam kajian kualitatif, termasuk pengambilan data, analisis, interpretasi, dan kesimpulan-kesimpulan yang kembali kepada partisipan sehingga


(39)

mereka dapat mempertimbangkan akurasi dan kredibilitas dari cerita/narasi.

Proses dokumentasi yang peneliti lakukan dalam hal ini adalah mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen dari Madarsah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur. Selain itu, selama proses penelitian berlangsung, peneliti juga mendokumentasikan kegiatan pembelajaran yang berlangsung baik di dalam maupun di luar kelas.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Adapun yang dijadikan sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah MA NW Senyiur, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan aspek pelakunya adalah guru pendidikan Sejarah dan siswa MA NW Senyiur yang terlibat langsung dalam interaksi belajar mengajar dan dari aspek kegiatan adalah proses pembelajaran sejarah. Dasar pertimbangan utama memilih MA NW Senyiur sebagai objek penelitian adalah dikarenakan sekolah ini sudah menerapkan pembelajaran sejarah lokal yang berbasis pada biografis.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dapat berupa hal, peristiwa, manusia dan situasi yang diobservasi atau responden yang dapat diwawancarai. Sumber penelitian ini merupakan sumber informasi atau data yang di tarik dan dikembangkan secara purposif (Lincoln dan Guba, 1985:201), bergulir hingga mencapai titik jenuh dimana informasi telah dikumpulkan secara tuntas (Nastution, 1988:32). Berdasarkan pendapat tersebut yang menjadi subjek penelitian yakni siswa kelas XI yang terdiri dari dua kelas yakni kelas A dan kelas B, Guru, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan yang peneliti anggap memiliki pengetahuan tentang kondisi siswa karna beliau yang langsung bersentuhan dan memeiliki wewenang serta kebijakan dalam masalah-masalah yang bersangkutan dengan siswa, dan sumber bahan cetak (kepustakaan) yang meliputi: jurnal, hasil penelitian terdahulu, buku teks, disertasi, tesis, yang berkaitan dengan masalah pembelajaran sejarah berbasis biografi TGH. Zainuddin Abdul Majid dalam rangka meningkatkan semangat Nasionalisme dan patriotisme.


(40)

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yakni : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah tempat (place) yaitu sekolah, aktivitas (activity) yaitu proses belajar mengajar, pelaku (actors) yaitu guru dan murid. Sampel dalam penelitian ini adalah nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. (Lincoln dan Guba, 1985) mengatakan bahwa:

“naturalistic sampling is, than, very different from conventional sampling, it

is based on informational, not statistical, conciderations its purpose is

maximize information, not facilitate generalization”.

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam peneltian konvensional (kualitatif). Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi maksimum, bukan untuk di generalisasikan. Lincoln dan Guba (1985), dalam penelitian kualitatif spesifikasi sampel purposive, yaitu: 1) Emergent sampling design/sementara, 2) Serial selection of sampel units/menggelinding seperti bola salju (snow ball), 3)

Continuous adjustment or „focusing‟ of the sampel/disesuaikan dengan kebutuhan,

4) Selection to the point of redudancy/dipilih sampai jenuh.

Salah satu alasan penulis mengangkat biografi tokoh TGH. Zainuddin Abdul Majid sebagai objek penelitian adalah karna beliau merupakan salah satu tokoh pejuang kemerdekaan dan salah satu tokoh perintis utama dalam bidang pendidikan agama dan umum di pulau Lombok khususnya dan Nusa Tenggara Barat pada umumnya. Lembaga-lembaga pendidikan yang telah beliau rintis sampai saat ini berjumlah ratusan unit dan tersebar di beberapa daerah diluar pulau Lombok.


(41)

D. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dengan proses pelaksanaan pembelajaran melalui diskusi kelas, dalam hal ini peneliti berada pada posisi mengamati saja terhadap bagaimana aktivitas siswa dalam mencari dan memberi informasi (atau tidak mengetahui sama sekali) tentang sejarah lokal Lombok Timur, lalu memperhatikan tentang kemampuan siswa dalam mengintegrasikan antara sejarah Lombok Timur sebagai bagian sejarah nasional. Selanjutnya pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan secara terus menerus dimulai dengan tahap pengumpulan data sampai dengan penelitian ini berakhir.

Analisis tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari langkah pengumpulan data, dalam hal ini peneliti mencoba memberikan penafsiran terhadap keseluruhan temuan hasil penelitian yang di dasarkan pada kerangka tioritik yang menyangkut dengan pembelajaran sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah nasional. Penafsiran yang dilakukan tujuannya untuk mendapatkan sebuah gambaran permasalahan dalam penelitian kemudian mempunyai pemahaman dari hasil analisis dengan berbagai penjelasan, perbandingan/komparatif, sebab akibat serta deskriptif.

Menurut Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction,data display dan conclutin: drawing/verification.

Langkah-langkah ini ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut

Data Collection

Data Reduction

Conclution : Drawing /

Verifying Data Display


(42)

1. Data Reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itulah maka perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, maka data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan selanjutnya, mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan berbagai peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.

Dalam mereduksi data, setiap peniliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama pada penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, jika peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, maka justru hal tersebutlah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melaukan reduksi data.

Reduksi data merupakan suatu proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui reduksi data, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori.

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini, Miles dan Huberman menyatakan “the most frequent from of display data for qualitatif research data in the has been narrative text”, yang paling sering dilakukan atau dugunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami


(1)

dengan karakteristik masyarakt propinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun implementasi dari program tersebut adalah dengan menyusun buku mengenai sejarah perjuangan lokal yang ada di propinsi Nusa

Tenggara Barat dalam bentuk buku yang tidak tidak terlalu “berat”

khususnya untuk bacaan pelajar. Buku-buku tersebut kemudian di distribusikan ke perpustakaan-perpustakaan sekolah dengan jumlah yang memadai untuk dibaca oleh para peserta didik.

4. Kepada para peserta didik di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur, sebagai generasi penerus bangsa, penulis menyarankan agar terus meningkatkan kerukunan dengan memberdayakan segenap kemampuan dan kreatifitas yang dimilikinya, melalui proses pembelajaran sejarah lokal dengan cara mengikuti kegiatan sekolah. Selain itu diharapkan para peserta didik untuk lebih toleran dan mau untuk peduli terhadap kondisi masyarakat saat ini melalui aktifitas yang mencerminkan nasionalisme serta memiliki rasa bangga sebagai warga negara Indonesia.

5. Kepada peneliti selanjutnya yang mungkin saja tertarik dengan permasalahan tersebut direkomendasikan untuk secara spesifik mengkaji dan menelaah masalah pembelajaran sejarah lokal oleh guru ang kualifikasinya sebagai guru sejarah, hal ini dimaksudkan untuk memberikan ransangan atau stimulus kepada guru-guru dalam mencoba mengimplementasikan pembelajaran sejarah lokal dalam mengembangkan dan menggali nilai-nilia nasionalisme para peserta didik untuk menjawab tantangan pendidikan sekarang ini dengan melihat pada kondisi bangsa kita. Hasil temuan penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian yang lebih baik lagi dari sisi metodologi maupun teori.


(2)

Daftar Pustaka

Abdullah, M. Natsir. (1992). Teologi Nahdlatul Wathan suatu Perbandingan antara Teologi Al Asy’ari dan Al-Maturidi. Jakarta. Tesis Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah.

Abdullah, Taufik. (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Abdullah, Taufik. (1974). “Masalah Sejarah Daerah dan Kesadaran Sejarah”, BulletinYaperna No. 2 tahun I, Jakarta.

Ahonen. (2008). Model Pembelajaran Terpadu.depdiknas.

Alfian, Ibrahim. (1983). Sebuah cacatan Bagaimana Lokalnya sejarah lokal. Dalam Panel Sejarah Lokal. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,depdikbud.

Bal-Tar. (1997). The Monopolization of Patriotism. Chicago. Nelson-Hall Publisher.

Budiyono, Kabul .(2007). Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia. Bandung : Alfabeta.

Burhanuddin. (2007). Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta. Genta Press.

Creswell, W. John, (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Cataloging Among Five Tradition. London: Sage Publication Inc

Creswell, W. John, (1998). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage Publication Inc.

Dahar, RW. (1996). Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Hamalik, O. (1983). Metode Belajar dan Kesulitan kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Johnson. B. E. (2008). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan belajar mengajar Mengasikkan dan Bermakna. Bandung: MLC

Kartodidjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : PT. Gramedia.


(3)

Kartodidjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : PT. Gramedia.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual : Konsep dan Aplikasi. Bandung. Refika Aditama.

Kuntowijoyo. (2008). Penjelasan Sejarah. (Historical Explanation). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Lapian, AB. (1987). “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888), dalam Alfian, Teuku Ibrahim dkk (ed). Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Lechte, J. 2001. 50 Filusuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Lloyed, Christopher. (1986). Explanation in Social History, New York : Basil Blackwell.

Lincoln & Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California. Beverly Hills.

Maarif, Syafii .(1989). “Menggugat Toynbee”, dalam Eksponen, edisi 5 Maret 1989. Juga lihat Ahmad Syafii Maarif (1985), Al Qur’an : Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (Sebuah Refleksi), Bandung: Pustaka.

Martanto, S.D, dkk. (2009). Pembelajaran Sejarah Berbasis Realitas Sosial Kontemporer Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa‟. Semarang: Tidak Dipublikasikan.

Masnun. (2007). Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam Di Nusa Tenggara Barat. Jakarta. Pustaka Al-Miqdad.

Mulyana, A. (2009). Mengembangkan Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Sejarah, Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Mengem-bangkan Social Skills Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah, Kerjasama Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan Universiti Kebangsaan Malaysia, Bandung, 29 Januari. Tidak diterbitkan.

Mulyana, A & Restu Gunawan. (2007). Sejarah Lokal : Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah. Bandung : Salamina Press.

Mulyana, A & Darmiasti. (2009). Historiografi di Indonesia : dari Magis-religius Hingga Strukturis. Bandung : Refika Aditama.


(4)

Muthohar, Sofa. (2009). “Upaya menanamkan nilai-nilai perjuangan pahlawan”. Makalah pada sarasehan pemerintah Blora, 25 Mei 2009.

Nasution, S. (1998). Metologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Noor, Mohammad (2004). Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.

Nu'man, Abdul Hayyi (1999). Maulana Syeikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Riwayat Hidup dan Perjuangannya: Lombok Timur. PBNW.

Rahmat, M, (2012). Pembelajaran Sejarah Lokal Berbasis Multikultural dalam Pengembangan Karakter Bangsa. Tesis Prodi Pendidikan Sejarah UPI, Tidak di terbitkan.

Rahmawati, Tien. (2006). “Integrasi Pembelajaran Sejarah Lokal ke dalam Sejarah Nasional Untuk Menumbuhkan Sikap Menghargai Sejarah dan Pejuang Indra Giri Hilir Riau”. Tesis Pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rohani, A. (2004). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Saodah, Tati. (2008). ”Internalisasi Konsep Nilai-nilai Hukum dalam Pendidikan Umum melalui Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan. Tesis pada

Sps.UPI Bandung: Tidak di terbitkan”

Sardiman AM. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta.

Schwartz, R.T; Staub, E.; Lavine, H. (1999) “On the Varieties of national attachment: constructive patriotism”. Journal of Political Psychology.

Schifter, D. and Fosnot, CT. (1993). Reconstruction Mathematics Education.

Teacher’s College, Columbia University.

Sjamsudin, Helius. (2005). dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/


(5)

Sjamsuddin, Helius. (2012). Metologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Sjamsuddin, Helius. (2008). Sejarah dalam Keberagaman. Bandung: Jurusan

Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Soedijarto. (1998 ). Pengajaran Sejarah Sebagai Wahana Pendidikan Nilai dan Sikap. Simposium Pengajaran Sejarah (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Depdikbud.

Soedjatmoko (1986). Dimensi Manusia dalam Pembangunan, Jakarta: LP3ES

Sukardi, Tanto. (2008). Sejarah Sebuah Penilaian. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS. UPI Bandung.

Staub, E & Schwartz, R.T (1994). Manifestations of Blind and constructive patriotism: personality correlates and individual-group relations. Chicago: Nelson – Hall Publisher.

Supardan, Dadang. (2000). ”Kreativitas Guru Sejarah dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Deskriptif-Analitis terhadap guru dan Implementasinya untuk pogram pengembangan kreativitas guru sejarah Sekolah Menengah Umum di Kabupaten Bandung)”. Tesis pada Sps. UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Supardan, Dadang. 2009. Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikulturalisme dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional dan Global dalam Integrasi Bangsa (online). Tersedia Http;//.upi.edu/direktan. (diunduh 18 Desember 2013).

Supriatna, Nana. 2007. Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung : Historia Utama Press.

Supriatna dan Wiyanarti, (2008). Sejarah dalam keberagaman. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Suryo, Djoko .(1996). “Pengembangan Kajian Sejarah dalam Kurikulum SLTA” Makalah,disampaikan pada acara seminar dalam rangka Dies Natalis IKIP Semarang, 13 Maret 1991.

Suwirta, Andi dan Helius Sjamsuddin. 2003. Historia Magistra Vitae. Bandung : Historia Utama Press.

Syaodih S. Nana (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.


(6)

Tilaar, H.A.R (2007). Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS). Bandung : Alfabeta.

Walsh, W.H. (1967). Philosophy of History : An Introduction. New York: Harper and Row Publisher.

Widja, I Gede. (1991). Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Penelitian Tenaga Kependidikan.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia. Bandung : Historia Utama Press.

Zainul, Asmawi. (2004). Penerapan Assesmen Alternatif dalam Pembejaran Sejarah Lokal. Dalam Historia: Jurnal Pendidikan Serjarah, no. 5, vol. V. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

Sumber Internet

Raz, Subki. 2012. Zainuddin Abdul Majid Ulama Kharismatis dari Pulau Lombok. {online} http://sosok.kompasiana.com/2012/11/04/syaikh- zainuddin-abdul-madjid-ulama-kharismatik-dan-jenius-dari-pulau-lombok-kandidat-pahlawan-nasional-500629.html.

http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zainuddin_Abdul_Madjid http://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2013/01/21/sejarah-pendiri-nahdlatul-wathan-tgkh- m-zainuddin-abd-majid/


Dokumen yang terkait

Peranan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Di Nahdlatul Wathan Jakarta

0 10 165

STRATEGI PENGEMBANGAN DAKWAH KH. AHMAD DAHLAN DI YOGYAKARTA DAN Strategi Pengembangan Dakwah Kh. Ahmad Dahlan Di Yogyakarta Dan Tgh. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Di Lombok (Studi Komparasi).

0 0 15

PENDAHULUAN Strategi Pengembangan Dakwah Kh. Ahmad Dahlan Di Yogyakarta Dan Tgh. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Di Lombok (Studi Komparasi).

0 2 32

DAFTAR PUSTAKA Strategi Pengembangan Dakwah Kh. Ahmad Dahlan Di Yogyakarta Dan Tgh. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Di Lombok (Studi Komparasi).

0 2 8

STRATEGI PENGEMBANGAN DAKWAH KH. AHMAD DAHLAN DI YOGYAKARTA DAN Strategi Pengembangan Dakwah Kh. Ahmad Dahlan Di Yogyakarta Dan Tgh. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Di Lombok (Studi Komparasi).

0 1 32

PEMANFAATAN MUSEUM KERATON KASEPUHAN DAN KANOMAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA :Penelitian Naturalistik Inkuiri di Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon.

1 2 52

Muhammad Abdul Majid

0 1 5

View of Pengaruh Penggunaan Metode Pantun (Wasiat Renungan Masa Karya TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid) dalam Pembelajaran Ke-NW-an di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan

0 0 18

Pemikiran dan Gerakan Dakwah Tuan Guru M. Zainuddin Abdul Madjid di Lombok NTB - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 262

Integrasi Budaya, Pendidikan, dan Politik dalam Dakwah Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok: Kajian Biografi TGH. Zainuddin Abdul Madjid

0 0 18