PEMANFAATAN MUSEUM KERATON KASEPUHAN DAN KANOMAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA :Penelitian Naturalistik Inkuiri di Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon.

(1)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat penelitian ... 13

E. Klarifikasi Konsep ... 13

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 16

A. Landasan Teori ... 16

B. Penelitian Terdahulu ... 65

C. Kerangka Pemikiran ... 66

BAB III METODE PENELITIAN ... 69

A. Metode Penelitian... 69

1. Pendekatan Penelitian ... 69

2. Sumber Data ... 71

3. Teknik Pengumpulan Data ... 71

4. Teknik Analisis Data ... 77

5. Validitas Data ... 82

6. Tahapan Penelitian ... 85

B. Lokasi & Waktu Penelitian ... 90

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 91

1. MA Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon ... 91

2. Keraton Kasepuhan ... 94

3. Keraton Kanoman ... 103

4. Relevansi Koleksi Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman Dalam Pembelajaran Sejarah ... 106

5. Pemanfaatan Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah... 108

6. Pengembangan Berfikir Kreatif Dalam Pembelajaran Sejarah ... 114

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

1. Relevansi Koleksi Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman Dalam Pembelajaran Sejarah ... 118

2. Pemanfaatan Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah... 120


(2)

vii

BAB V KESIMPULAN ... 131

A. Kesimpulan ... 131

B. Rekomendasi ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... . 141


(3)

viii DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1.2. Kerangka Pemikiran ... 68

1.3. Komponen Analisis Data Model Air... 79

2.3. Kompenen Analisis Data Model Interaksi ... 80

3.3. Triangulasi Teknik ... 83

4.3. Triangulasi Sumber ... 84

5.3. Tahapan Penelitian ... 87

1.4. Lokasi Keraton Kasepuhan... 94

2.4. Denah Kasepuhan... 102

3.4. Denah Kanoman... ... 105


(4)

ix DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Museum memiliki fungsi dan peranan untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Menurut Douglas (1967:145) fungsi museum mampu memberi semangat untuk mengembangkan gagasan. Di samping fungsinya mengumpulkan, mengidentifikasi, merekam dan selanjutnya memamerkan. Fungsi tersebut menjelasan kedudukan museum bukan sekadar pameran benda-benda mati, tetapi juga mengundang para sejarawan, pakar-pakar sejarah, masyarakat, guru dan siswa untuk menambah ilmu pengetahuan dan mendapatkan informasi nilai dari peninggalan sejarah tersebut.

Museum dalam kaitannya dengan peninggalan sejarah atau sebagai warisan budaya adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan bukti materil hasil budaya serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (Pasal 1. (1). PP. No. 19 Tahun 1995). Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, pada umumnya museum mempunyai arti yang sangat luas. Koleksi museum merupakan bahan atau objek penelitian ilmiah. Museum bertugas mengadakan, melengkapi dan mengembangkan tersedianya objek dan sarana penelitian ilmiah itu bagi siapapun yang membutuhkan. Dan museum bertugas melaksanakan kegiatan penelitian itu sendiri serta menyebarluaskan hasil


(6)

penelitian tersebut untuk pengembangan ilmu pengetahuan umumnya (Direktorat Museum, 2007:1).

Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang sangat penting, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya, seperti untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif siswa salah satunya adalah dengan menggunakan museum sebagai sumber pembelajaran Sejarah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di museum merupakan sarana bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kreatif secara optimal.

Upaya untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif siswa terutama dalam pembelajaran sejarah di sekolah harus terus dilakukan, karena pembelajaran sejarah yang diterapkan di sekolah sering kali berkesan kurang menarik bahkan membosankan. Guru sejarah sering kali hanya membeberkan urutan waktu, tokoh dan peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan siswa hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah. Model serta teknik pengajarannya juga kurang menarik. Apa yang terjadi di kelas, biasanya guru memulai pelajaran bercerita, atau bahkan membacakan apa yang tertulis dalam buku ajar dan akhirnya langsung menutup pelajaran begitu bel akhir pelajaran berbunyi. Tidak mengherankan di pihak guru sering timbul kesan bahwa mengajar sejarah itu mudah. Akibatnya nilai-nilai yang


(7)

terkandung dalam sejarah tidak dapat dipahami dan diamalkan peserta didik (Soewarso, 2000:1-2).

Dalam menyampaikan materi pelajaran sejarah, guru hanya berpegangan pada buku sejarah yang berlaku di sekolah-sekolah. Guru sejarah kebanyakan ada yang hanya mempelajari materi yang ada dalam buku-buku tersebut. Bahkan ada yang juga guru sejarah hanya mendekte siswa untuk mencatat materi tanpa ada penjelasan lebih lanjut ataupun membacakan materi sejarah yang ada di buku tanpa ada penambahan materi lain. Guru yang demikian dianggap bersifat text book thinking, istilah Harries dalam Widja (1989:16). Guru dalam menyampaikan materi hanya berpedoman pada satu buku bacaan. Teknik demikian semakin menjadikan mata pelajaran sejarah tidak diminati oleh siswa, dan siswa menjadi malas mempelajari materi pelajaran sejarah karena sudah lelah mencatat terus menerus.

Pembelajaran sejarah yang berlangsung di sekolah menunjukkan menurunnya gairah para siswa untuk mengikuti proses pembelajaran sejarah dengan penuh kesungguhan. Ini terbukti dalam kegiatan dan perilaku sehari-hari mereka. Munculnya gejala disintegrasi dan mudah tersulutnya para siswa dalam aneka perselisihan antar mereka dapat dikatakan sebagai tanda menipisnya semangat moral kesejarahan di kalangan siswa. Dalam kaitan ini guru sejarah menjadi sasaran tembak pertama, karena guru berada di garis depan proses pembelajaran sejarah di sekolah.

Tidak sedikit guru yang masih mempertahankan metode ceramah atau ceramah bervariasi, katakanlah pola pembelajaran talk and chalk sehingga


(8)

mempertebal kesan apabila materi pembelajaran sejarah sebagai materi hapalan yang sangat membosankan.

Kenyataan ini sejalan dengan pengakuan siswa. Mereka mengeluhkan peranan guru yang dominan, kurangnya kemampuan guru untuk merangsang kegiatan dan kreativitas berpikir siswa, serta guru yang tidak banyak membahas aneka ide, konsep, dan logika secara bermakna. Umumnya guru sejarah hanya sekedar menyampaikan beragam uraian fakta yang kering. Keadaan ini diperburuk dengan tampilnya guru yang mengajarkan sejarah tetapi tidak berlatar belakang pendidikan sejarah. Ini dapat terjadi karena adanya anggapan mengajar sejarah itu mudah karena hanya menyampaikan cerita yang ada di dalam buku teks. Hal lain yang patut diperhatikan pula adalah model evaluasi yang tampak lebih banyak memberikan tes objektif. Persoalan ini menegaskan bahwa sampai saat ini pendekatan behavioristik dalam pembelajaran sejarah belum mampu bergeser ke arah semangat yang membangun secara bermakna sebagaimana tuntutan kurikulum yang ada. Banyak kendala diungkapkan para guru dalam proses pembelajaran dan persepsi siswa tentang konsep sejarah itu sendiri. Sejalan dengan kenyataan ini perlu dibahas masa depan pendidikan sejarah. Seiring pergeseran tuntutan ke arah kebutuhan yang bersifat bendawi dan diikuti dengan adanya pergeseran budaya insani, mata pelajaran sejarah menjadi kurang popular di masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Sikap demikian paling tidak akan menyebabkan pemahaman keliru sebagian guru sejarah ataupun siswa tentang makna pengajaran sejarah di sekolah. Lebih – lebih apabila kenyataan ini dikaitkan dengan dinamika ilmu eksakta. Materi sejarah hanya dilihat sebagai


(9)

materi hapalan karena berisi muatan materi yang membahas masalah bunuh membunuh, berebut kekuasaan antar penguasa, ganti bergantinya raja (Kumala, 2007:3). Hapalan peristiwa dari tahun ke tahun, dan anggapan miring atau stigma negative lainnya tentang pembelajaran sejarah di sekolah. Akibatnya, konsep moral yang sebenarnya terkandung dalam materi sejarah belum dapat disajikan secara bermakna seirama dengan kepentingan pendidikan moral siswa. Tampilan mengajar guru sejarah menjadi lebih mengedepankan transfer of knowledge daripada transfer of values. Hal ini dapat dicermati mulai dari persiapan mengajar guru sampai dengan tahap evaluasi. Jelaslah kenyataan ini belum sejalan dengan apa yang disampaikan Maarif (2006:3), “... mempelajari sejarah hendaknya dibaca dengan kaca mata moral, agar dapat menjadi manusia yang bijaksana”.

Sehubungan dengan hal tersebut, akhir – akhir ini muncul wacana yang sangat mengejutkan pelajaran sejarah dihapus saja? Pertanyaan ini muncul karena dalam beberapa tahun terakhir ini pelajaran sejarah dinilai siswa penuh kebohongan (Atmadi, 2000:47) sejalan dengan suasana politik yang sulit ditebak. Kontroversi tentang Surat Perintah Sebelas Maret, Peristiwa G 30 S/PKI dan beberapa peristiwa sejarah lainnya menambah panjang daftar pertanyaan siswa tentang sejarah yang objektif.

Pengajaran sejarah tetap diperlukan demi masa depan. Hal ini diperkuat dengan anggapan bahwa masa lampau tetap merupakan guru yang paling baik dalam memperoleh kesuksesan di masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, Moh. Iqbal, (Widja, 2002:21) mengatakan bahwa sejarah cukup mampu membangkitkan keinsafan wujud manusia melalui gerakan bermakna berupa


(10)

peralihan dari masa lalu ke masa depan. Pengajaran sejarah mampu menyambung serba keunggulan di masa lampau dengan serba keunggulan yang lebih bermakna di masa depan yang semakin menantang. Dengan wawasan kesejarahan seperti ini, manusia bisa menerima aneka perubahan dan perkembangan di bidang apapun termasuk ilmu dan teknologi sebagai keharusan, sekaligus kewajaran, dalam perjuangan menuju peningkatan kualitas hidupnya.

Seirama dengan hal ini, Toffler (Widja, 2000:17) mengatakan bahwa pengajaran sejarah masih tetap bermakna di masa depan, dengan tekanan bermakna pada masa depan dengan segala keruwetannya. Bagaimanapun juga kehidupan masyarakat modern tetap memerlukan belajar sejarah, khususnya makna kesadaran sejarah seperti terwujud dalam perilaku bermakna dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan ini, penekanan pengajaran sejarah sebaiknya pada konsep makna sejarah yang berorientasi pada penanaman nilai yang dinamis, progresif, serta merangsang siswa untuk mengamalkan nilai-nilai masa lampau hingga menjadi kekuatan dan motivasi dalam menghadapi tantangan masa depan. Pendidikan sejarah ini bukan menjejali siswa pada serba kegemilangan dan kebanggaan masa lampau yang dikhawatirkan melahirkan sikap chauvinis, sifat yang mengagungkan kebangsaannya tanpa mau melihat bangsa lain sebagai bagian dari kehidupan pada saat ini.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, perlu dilakukan upaya pembaharuan pembelajaran sejarah. Sehubungan dengan adanya perubahan kurikulum, dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan penyempurnaan KBK.


(11)

Karakter KTSP mendorong bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian yang mengeluarkan produk-produk pendidikan yang kompeten.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP adalah paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Salah satu ciri dari KTSP adalah penggunaan sumber pembelajaran tidak hanya terfokus pada guru, tetapi menggunakan sumber-sumber lain yang mengandung unsur edukatif dan berada di lingkungan setempat. Makin banyak sumber atau media yang dimanfaatkan secara tepat dalam proses pembelajaran, makin besar daya serap siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Implikasinya bahwa dalam proses pembelajaran guru wajib menggunakan berbagai media/sumber pembelajaran yang dapat dimanfaatkan secara tepat (Depdikbud, 2003:35).

Memanfaatkan media/sumber pembelajaran secara tepat artinya dapat memilih alat yang sesuai dengan materi yang dibahas pada saat yang tepat sehingga dapat berfungsi memperjelas informasi/konsep yang disampaikan.


(12)

Media atau sumber pembelajaran yang dapat digunakan dalam mata pelajaran sejarah adalah peta, gambar, globe (bola dunia), benda-benda material seperti OHP, film strip, audio tape, video tape dan sebagainya. Sumber pembelajaran tersebut merupakan sumber pembelajaran yang telah didesain untuk pembelajaran tertentu karena sumber pembelajaran tersebut dapat dihadirkan di dalam kelas, mengingat benda-benda tersebut memang telah didesain untuk para guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Ada juga sumber pembelajaran yang terdapat di luar kelas atau di luar lingkungan kelas sekolah seperti bangunan-bangunan kuno, misalnya keraton, museum, candi dan sebagainya. Untuk memanfaatkan sumber-sumber tersebut dapat dilaksanakan dengan metode karya wisata/study tour ke objek sumber secara langsung, yang bisa dilakukan dalam jam sekolah maupun di luar jam sekolah.

Terkait dengan diberlakukannya KTSP atau otonomi luas dalam pengelolaan pendidikan yang tadinya bersifat sentralistik berubah menjadi desentralisasi, maka daerah atau sekolah memiliki peluang yang seluas-luasnya untuk mengelola, memodifikasi dan mengembangkan variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi sekolah di daerahnya masing-masing, termasuk dalam memilih sumber-sumber pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum sekolah. Salah satu contoh sumber pembelajaran sejarah yang dapat dimanfaatkan oleh guru sejarah di Cirebon dalam kaitannya dengan kurikulum sejarah SMA /MA adalah bangunan-bangunan bersejarah kuno yang dekat dengan wilayah sekitarnya, yaitu Museum keraton Kasepuhan dan Kanoman. Keberadaan Museum keraton Kasepuhan dan Kanoman beserta


(13)

peninggalan-peninggalannya merupakan warisan sejarah yang mempunyai nilai historis tinggi. Pemanfaatan Museum keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah diharapkan dapat memperkaya pengetahuan sejarah, dan dapat menumbuhkan minat yang besar pada siswa untuk mempelajari sejarah secara lebih serius, menarik dan kreatif. Misalnya, siswa dapat mengembangkan ide nya mengembangkan alat transportasi yang sesuai dengan kondisi saat ini, setelah siswa melihat koleksi kereta singa barong dan kereta jempana di Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik dari kreativitas yang dijelaskan oleh Guilford (Supriadi, 1985:28) yakni elaboration, yaitu kemampuan mengembangkan gagasan dan menguraikannya secara rinci atau mendetail.

Menurut Guilford (Supriadi, 1985:40) Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Guilford menyebut adanya kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru dan berbeda dari biasanya, karena itu, ia menyebut juga kreativitas ini dengan divergent thinking.

Sementara Supriadi (1985:36) menjelaskan bahwa kemampuan manusia memunculkan sesuatu yang baru baik berupa ide atau karya nyata yang disebut kreativitas itu berbeda dengan kreativitas Tuhan yang lahir secara ex nihilo.

Kunjungan ke Museum keraton Kasepuhan dan Kanoman merupakan suatu hal yang layak untuk diperhatikan sebagai sumber pembelajaran visual bagi siswa. Pengamatan dan penganalisaan dalam pendalaman materi sejarah ini merupakan suatu tuntutan bagi siswa dalam mempelajari sejarah, karena anak dituntut tidak hanya memiliki kompetensi kognitif, tetapi juga afektif dan


(14)

psikomotorik. Melalui kunjungan ke objek sejarah secara langsung, diharapkan dapat mengubah anggapan bahwa siswa yang mempelajari sejarah bukan sesuatu yang membosankan dan menjenuhkan tetapi merupakan sesuatu yang menarik dan menyenangkan.

Strategi guru untuk mengatasi masalah pembelajaran sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa, salah satunya adalah dengan memanfaatkan secara maksimal sumber belajar yang ada di sekitar siswa, seperti museum. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, seperti yang tertulis dalam Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 3, yaitu:

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggungjawab.

Pentingnya keberadaan museum keraton Kasepuhan dan Kanoman bagi dunia pendidikan, termasuk kalangan pendidikan di Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon, menjadi landasan bagi Guru Sejarah dan Siswa Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon untuk menjadikan museum keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai salah satu sumber pembelajaran sejarah yang sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.


(15)

Atas dasar hal tersebut diatas, maka penulis menetapkan judul penelitian ini sebagai berikut “PEMANFAATAN MUSEUM KERATON KASEPUHAN DAN KANOMAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA” ( Penelitian Naturalistik Inkuiri di Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon).

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran Sejarah untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif Siswa Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon ” ?

Adapun masalah di atas dirinci ke dalam pertanyaan penelitian berikut ini: 1. Bagaimana relevansi koleksi museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman

Cirebon sebagai sumber pembelajaran sejarah dengan pembelajaran di kelas? 2. Bagaimana cara guru sejarah Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten

Cirebon merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman ?

3. Bagaimana kemampuan berfikir kreatif siswa Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon dikembangkan dalam pembelajaran sejarah?


(16)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum :

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran Sejarah untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif Siswa Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui relevansi koleksi museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman Cirebon sebagai sumber pembelajaran sejarah dengan pembelajaran di kelas.

b. Untuk mengetahui cara guru sejarah Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan museum keraton Kasepuhan dan Kanoman

c. Untuk mengetahui kemampuan berfikir kreatif siswa Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon dikembangkan dalam pembelajaran sejarah.


(17)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dan guru sejarah dalam memperoleh gambaran upaya mengembangkan kemampuan berfikir kreatif pada diri siswa melalui pemanfaatan museum sebagai sumber pembelajaran sejarah.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai masukan bagi guru sejarah di Kabupaten/Kota Cirebon dan sekitarnya bahwa betapa bermanfaatnya museum sebagai sumber pembelajaran sejarah b. Untuk mendorong pemerintah kabupaten/kota Cirebon betapa pentingnya

museum sebagai sumber pembelajaran sejarah, sehingga dapat dibuat suatu kebijakan yang mendukung pemanfaatan museum sebagai sumber pembelajaran sejarah di Kabupaten /Kota Cirebon

E. Klarifikasi Konsep

Untuk memperjelas permasalahan dan pencapaian hasil sesuai yang diinginkan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan penjelasan tentang arti atau makna dari beberapa kata atau istilah yang tercantum dalam penelitian ini yang bertujuan untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran atas istilah-istilah yang dipakai dalam proposal penelitian ini.


(18)

Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan antara lain:

1. Museum Keraton kasepuhan dan Kanoman adalah bangunan yang dahulu digunakan sebagai pusat pemerintahan awal kerajaan cirebon, yang secara administratif saat ini berada di wilayah Kota Cirebon.

2. Sumber belajar sejarah dapat dikategorikan menurut berbagai cara, antara lain menurut sifatnya, dan bentuknya. Dilihat menurut sifatnya di kenal sumber primer dan sumber sekunder. Sementara itu dilihat dari bentuknya di kenal sumber kebendaan, sumber tertulis, dan sumber lisan (Mudhofir, 1992:102) . Menurut Mudhofir (1992:102) sumber sekunder adalah sumber yang berasal dari bukan saksi sejarah atau saksi pandangan mata, sumber tersebut berupa buku-buku sejarah, artikel sejarah, filu sejarah. Sedangkan sumber primer adalah sumber dari saksi sejarah atau saksi pandangan mata (eyewitness). Sumber primer dapat berupa dokumen, artefak, maupun lisan. Penentuan sumber belajar dalam penelitian ini didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/belajar, kegiatan belajar, dan indikator pencapaian kompetensi pada mata pelajaran Sejarah kelas XI di Madrasah Aliyah

3. Menurut Guilford (Supriadi, 1985:40) Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Guilford menyebut adanya kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru dan berbeda dari biasanya, karena itu, ia menyebut juga kreativitas ini dengan divergent thinking.


(19)

Dalam penelitian ini karakteristik berfikir kreatif meliputi :

a. Fluency (kelancaran berpikir), yaitu banyaknya ide yang disampaikan oleh siswa

b. Flexibility (keluwesan), yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan untuk mengatasi persoalan.

c. Elaboration, kemampuan mengembangkan gagasan dan menguraikannya secara rinci atau mendetail.

d. Originality atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Redefinition, yaitu kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berlainan dengan yang sudah lazim.


(20)

69 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Menurut Sugiyono (2006:15) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Pengambilan sampel sumber data dilakukan secara Purposive dan Snowball, teknik pengumpulan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Lincoln dan Guba (1985:39) menggunakan istilah Naturalistik Inquiry oleh karena ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur). Inkuiri Naturalistik digolongkan ke dalam pendekatan/ penelitian kualitatif untuk membedakannya dari penelitian kuantitatif. Perbedaan lainnya terletak pada paradigma yang dipergunakan dalam melihat realita atau sesuatu yang menjadi objek studi. Paragidma itu sendiri tidak lain adalah representasi konseptualisasi tentang sesuatu, atau pandangan terhdap sesuatu. Dengan kata lain paradigma merupakan suatu cara memahami realita. Dalam penelitian, hal ini mencakup keyakinan terhadap sifat dasar dari realitas (yang diamati), hubungan antara orang


(21)

70 yang mencoba mengetahui sesuatu (peneliti) dan hal yang mereka coba ketahui (yang diteliti), peranan/ pengaruh dari nilai-nilai (yang dianut peneliti) dan variabel-variabel lainnya yang serupa itu.

Metode penelitian tersebut diatas digunakan dalam penelitian ini karena mempunyai beberapa pertimbangan-pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong 2006:10).

Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga dengan menggunakan pendekatan inil diharapkan bahwa pemanfaatan museum keraton kasepuhan dan kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreatif siswa dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam.


(22)

71 2. Sumber Data

Sumber data penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lainnya (Nasution, 2003:9), seperti arsip, wawancara, dan observasi langsung. Adapun data yang akan diperoleh dalam dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data sebagai berikut:

a. Informan atau nara sumber terdiri dari, Kepala MA, guru sejarah MA dan peserta didik MA serta pengelola museum

b. Tempat peninggalan sejarah yang berhubungan dengan museum dan terfokus pada penelitian kepurbakalaan benda cagar budaya.

c. Peristiwa pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan museum.

d. Arsip dan dokumen, berupa hasil rumusan penyuluhan kepurbakalaan, dokumen/inventarisasi seksi sejarah museum dan purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Cirebon. Dokumen perangkat pembelajaran yang berupa kurikulum, yang di dalamnya tertuang standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK/KD), silabus, dan RPP.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Dalam melakukan observasi, Peneliti menggunakan observasi berperan aktif dan observasi berperan pasif . Dalam teknik ini yang paling menarik adalah


(23)

72 terbukanya kesempatan bagi peneliti untuk mengambil bagian nyata dalam kegiatan kelompok, atau bahkan mengikuti peristiwa yang tak dapat dilakukan bagi proses penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya, misalnya pada proses upacara ritual, kegiatan eksavasi benda purbakala serta kegiatan lainnya dalam kelompok masyakarat yang diobsevasi. (Sutopo, 2006:77). Cara yang pertama merupakan cara khusus dimana peneliti tidak bersikap pasif hanya sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam situasi yang berkaitan dengan penelitiannya dengan mempertimbangkan posisi yang bisa memberikan akses yang bisa diperolehnya untuk bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data yang lengkap dan mendalam. Peran aktif peneliti adalah mencari informasi tentang jenis-jenis koleksi benda di museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Dalam hal ini, peneliti mendapatkan informasi tentang klasifikasi jenis koleksi museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman., sumber dan kegunaan benda tersebut pada masanya. Sedangkan peran pasif peneliti adalah mengamati pelaksanaan pembelajaran sejarah di MA Ash Shiddiqiyah Cirebon dan juga mengamati pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan studi lapangan di museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman, dengan memanfaatkanya sebagai sumber pembelajaran. Dalam observasi ini, peneliti mendapatkan keadaan siswa dalam pembelajaran sejarah dari mulai sikap siswa yang cenderung tidak menyukai pelajaran sejarah, sampai munculnya karakteristik kreativitas pada diri siswa. b. Wawancara Mendalam (in depth interviewing)

Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur tetapi tetap dengan pertanyaan pertanyaan yang semakin terfokus dan mengarah pada ke


(24)

73 dalaman informasi (Sutopo, 2006:137). Wawancara mendalam ini dapat dilakukan pada waktu dan kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data yang rinci, jujur dan mendalam (Sutopo, 2006: 69). Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memberi keleluasaan pada informan dan memberikan keterangan secara aman, tidak merasa tertekan. Karena itu, dalam teknik wawancara ini dikondisikan juga suatu sikap kekeluargaan, sehingga memberikan kesempatan peneliti untuk mengetahui segala sesuatu di balik tingkah laku seseorang. Juga dalam wawancara tersebut tidak menutup kemungkinan peneliti berusaha mengetahui motif, respon emosional dan proses–proses sosial, yang terdapat di sekitarnya. Wawancara ini diharapkan dapat mengingatkan seseorang akan hal–hal yang lampau dan rencana rencananya untuk masa depan. Dikondisikannya suasana kekeluargaan dalam wawancara, akan mendukung kadar representatif data yang diperoleh. Sebab itu, dalam wawancara tersebut perlu diperhatikan waktu yang tepat. Mungkin pada saat informan dimintai keterangan, pendapat atau pandangan pada saat situasi yang sedang tidak sibuk atau tidak banyak kegiatan. Juga pada saat wawancara berlangsung selalu diusahakan tidak ada campur tangan dari pihak ke tiga, dengan demikian informan di dalam memberikan keterangan, pendapat atau gagasan merasa aman dan tidak terganggu, kejujuran informasi juga merupakan hal penting pada saat memberi data dari informan.

Berkaitan teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara yang selalu berhubungan dengan sumber data atau informasi, maka perlu diterangkan teknik sampling atau teknik cuplikan. Teknik sampling adalah suatu teknik yang


(25)

74 digunakan untuk memilih orang yang akan dijadikan informan. Maksud lain dari sampling adalah menggali segala informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Menurut Sutopo (2006:55), “Teknik sampling adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum dalam memfokuskan atau pemilihan dalam riset yang mengarah pada seleksi”. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini bersifat purposif sampling atau sampling bertujuan. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang memiliki kebenaran dan pengetahuan yang dalam. Namun demikian informan yang dipilih, dapat menunjukkan informan lain yang dipandang lebih tahu. Maka pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Sutopo, 2006:56).

Menurut Moleong (2006:165), sampel bertujuan dapat ditandai dengan ciri-cirinya sebagai berikut:

(a) rancangan sampel yang muncul tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu,

(b) pemilihan sampel secara berurutan, artinya tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya akan dapat dicapai apabila pemilihan suatu sampel dilakukan jika sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis,

(c) penyesuaian berkelanjutan dari sampel, maksudnya sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian,

(d) pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, maksudnya pada sampel bertujuan, sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang diperlukan.

Selain bersifat purposif sampling, peneliti juga menggunakan teknik snowball sampling. Yin dalam Sutopo (2006:57), menyatakan “ Snowball sampling digunakan bilamana ingin mengumpulkan data yang berupa informasi


(26)

75 dari informan dalam salah satu lokasi, tetapi tidak mengetahui kondisi dan struktur lembaga dalam lokasi tersebut, sehingga peneliti tidak dapat merencanakan pengumpulan data secara pasti. Peneliti dapat secara langsung datang memasuki lokasi, dan bertanya mengenai informasi yang diperlukannya kepada siapapun yang dijumpai. Dalam teknik snowball sampling diperlukan informan kunci (keys informan) yang menjadi kunci awal penelitian yang mengarahkan pada sumber informan yang lainnya, informan-informan kunci tersebut antara lain :

a. Pengelola Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman. b. Guru sejarah MA Ash Shiddiqiyah.

c. Siswa MA Ash Shiddiqiyah.

d. Kabid Kebudayaan Disporbudpar kota Cirebon

Karena itu, penentuan informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pemanfaatan Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai pembelajaran sejarah.

Dalam penelitian ini, wawancara untuk memperoleh informasi dilakukan kepada guru sejarah MA Ash Shiddiqiyah, siswa MA Ash Shiddiqiyah petugas museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman dan Kabid Kebudayaan Disporbudpar kota Cirebon untuk mengetahui secara mendalam mengenai proses belajar mengajar dan peranan museum. Wawancara dengan guru untuk memperoleh data mengenai pembelajaran sejarah dan kendala yang dihadapi oleh guru dalam menggunakan museum sebagai sumber belajar. Wawancara dengan siswa untuk memperoleh data tentang apa yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran di


(27)

76 museum dan apresiasi siswa setelah melakukan kunjungan ke museum serta kendala yang dihadapi dalam menggunakan museum sebagai sumber belajar. Sedangkan Wawancara dengan petugas museum dan Kabid Kebudayaan Disporbudpar kota Cirebon untuk memperoleh data tentang museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman.

c. Dokumentasi

Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan komplek, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula halnya arsip yang pada umumnya berupa catatan–catatan yang lebih formal bila dibandingkan dokumen. Sumber data berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok peneliti kesejarahan terutama untuk mendukung proses interprestasi dari setiap peristiwa yang dimiliki. Teknik mencatat dokumen menurut Yin (Dikutip Sutopo, 2006: 81) yaitu yang sering disebut sebagai content analysis, memberikan saran bahwa untuk melakukan teknik ini peneliti harus sadar bahwa bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip saja tetapi juga tentang maknanya yang tersirat. Oleh karena itu dalam menghadapi beragam arsip dan dokumen tertulis sebagai sumber data, peneliti harus bisa bersikap kreatif dan teliti. Dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini tentang inventarisasi benda –benda koleksi museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman, kurikulum dan silabus, serta RPP


(28)

77 dalam kegiatan pembelajaran sejarah di MA Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon.

4. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Taylor, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Nasution 2003:126).

Sedangkan menurut Sugiyono (2006:335) menyatakan bahwa analisis data kualitatif ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai penelitian di lapangan. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded. Namun dalam kenyataannya analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data daripada setelah selesai pengumpulan data (Sugiyono 2006:336).


(29)

78 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban informan yang diwawancarai. Apabila jawaban informan, setelah dianalisis dianggap belum lengkap, maka peneliti akan melanjutkan memberikan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai tahap tertentu diperoleh data yang lebih kredibel (Sugiyono 2006:337).

Menurut Miles dan Huberman (1992:20) menyatakan bahwa ada dua jenis metode analisis data kualitatif yaitu :

1. Model analisis mengalir (Flow Analysis Models)

Dimana dalam model analisis mengalir tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan saling mengalir dengan proses pengumpulan data dan mengalir bersamaan. Langkah-langkah dalam analisis mengalir dapat dilihat pada gambar berikut :


(30)

79 Masa Pengumpulan Data

Reduksi Data

Antisipasi Selama Pasca

Penyajian Data

Selama Pasca

Verifikasi

Selama Pasca

Gambar 1.3. Komponen-komponen analisis data model alir. (Sumber : Miles dan Huberman, 1992:18).

2. Model Analisis Interaksi (interactive analysis models ).

Dimana komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) saling berinteraksi. Langkah-langkah dalam analisis interaksi dapat dilihat pada gambar berikut :


(31)

80

Gambar 2.3. Komponen-komponen analisis data model interaksi. (Sumber : Miles dan Huberman 1992:20).

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis yang kedua yaitu model analisis interaksi atau interactive analysis models dengan langkah-langkah yang ditempuh yaitu sebagai berikut :

a. Pengumpulan data (Data Collection)

Dilaksanakan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan, kemudian melaksanakan pencatatan data di lapangan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pencarian berbagai tempat yaitu MA Ashiddiqiyah, Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman serta Kantor DisPorBudPar Kota Cirebon.

b. Reduksi data (Data reduction)

Apabila data sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah mereduksi data. Menurut Sugiyono (2006:338) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

Pengumpulan data

Reduksi Data

Penyajian Data

Kesimpulan/ Verifikasi


(32)

81 peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan.

Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut : pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian berlangsung baik di MA Ashiddiqiyah, Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman serta Kantor DisPorBudPar Kota Cirebon yang masih bersifat kasar atau acak ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami, seperti mentranskrip hasil wawancara peneliti dengan informan dari alat perekam ke komputer.

Peneliti juga mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi berupa foto-foto proses pembelajaran sejarah dalam bentuk kata-kata sesuai apa adanya di lapangan, seperti memberi keterangan pada setiap foto yang dicetak dengan kalimat pendek.

Selanjutnya peneliti membuat kalimat dalam dalam paragraf-paragraf penuh, setelah peneliti menganggap semua data telah terkumpul dan data yang tidak perlu sudah dibuang,.

c. Penyajian data (Data display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Selain itu, dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dalam penelitian ini peneliti paparkan dengan teks yang bersifat naratif. Peneliti juga menyajikan data


(33)

82 dalam gambar-gambar proses pembelajaran Sejarah di MA Ash Shiddiqiyah dan Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman untuk memperjelas dan melengkapi sajian data.

d. Penarikan kesimpulan atau Verification

Setelah dilakukan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan atau Verification ini didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

5. Validitas Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang sangat penting di dalam penelitian kualitatif yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi. Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Nasution (2003:10) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan


(34)

83 Sumber data sama data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sedangkan menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Dalam bukunya Sugiyono (2006:330) triangulasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua macam triangulasi tersebut.

Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun trianggulasi teknik ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, Serta dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.3. Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam- macam cara pada sumber yang sama). (Sumber : Sugiyono 2006:331).

Observasi

Dokumentasi Wawancara mendalam


(35)

84 Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.3. Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data A, B, C). (Sumber : Sugiyono

2006:331).

Wawancara

mendalam

A

B


(36)

85 6. Tahapan Penelitian

Untuk memberikan gambaran mengenai prosedur dari penelitian ini, berikut akan diuraikan setiap tahapan-tahapannya :

a. Tahap Orientasi (persiapan penelitian)

Tahap ini dilakukan sebelum merumuskan masalah secara umum. Masalah yang dimiliki oleh peneliti masih belum jelas, kompleks dan dinamis. Peneliti hanya berbekal dari pemikiran tentang kemungkinan adanya masalah yang layak diungkapkan dalam penelitian ini. Perkiraan muncul dari hasil membaca berbagai sumber tertulis dan juga hasil konsultasi dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini yaitu dosen pembimbing tesis.

b. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data, tahap ini merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (In dept interview), dan dokumentasi (Sugiyono 2006:309).

Tahap eksplorasi langsung peneliti dimulai sejak tanggal 1 Apirl 2011 sampai tanggal 10 Mei 2011. Atas persetujuan Kepala Madrasah serta guru mata pelajaran Sejarah kelas XI, peneliti melakukan pengamatan, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Peneliti juga telah melakukan analisis data selama pelaksanaan tahap eksplorasi. Peneliti juga melakukan pengamatan,


(37)

86 wawancara mendalam dan studi dokumentasi di Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2006:337) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh..

c. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian

Tahap penyusunan laporan hasil penelitian ini dilakukan setelah proses analisis data selesai. Pada tahap ini peneliti juga melakukan pengecekan terhadap hasil penelitian agar laporan hasil penelitian tersebut kredibel. Hasil penelitian yang sudah tersusun maupun yang belum tersusun sebagai laporan dan bahkan penafsiran data, perlu dicek kebenarannya sehingga ketika didistribusikan tidak terdapat keragu-raguan. Untuk menguji kredibilitas data tersebut yaitu dengan menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan prosedur penelitian yang dapat digambarkan sebagai berikut :


(38)

87 Gambar 5.3. Tahapan Penelitian

Proposal

Analisis Ahir

Perizinan

Pengumpulan data

Analisis Awal Penulisan Laporan


(39)

88 Keterangan:

1. Penulisan proposal dan persiapan pelaksanaan penelitian

Prosedur penelitian yang paling awal dilakukan adalah penulisan proposal. Pada tahap ini berisi garis-garis besar penelitian yang akan dilaksanakan yang meliputi perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, dan pemilihan lokasi penelitian. Langkah selanjutnya mengadakan persiapan pelaksanaan, yaitu mengurus perizinan. Perizinan yang dimaksud adalah perizinan mengadakan penelitian ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.

2. Pengumpulan data dan analisis data awal

Pengumpulan data dilakukan di penelitian lapangan termasuk di dalamnya mengadakan wawancara dengan informan dan mengadakan pengamatan terhadap objek penelitian. Selain itu juga diadakan studi pustaka terhadap sumber-sumber tertulis yang ada kaitannya dengan topik dalam penelitian sebagai data. Data yang terkumpul kemudian di klasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan serta menjawab perumusan masalah data yang sudah terjaring diadakan analisis akhir. 3. Analisis akhir dan penarikan kesimpulan

Pada tahap ini, peneliti menganalisis ulang data yang telah didapat dengan teliti, jika kurang sesuai perlu diadakan perbaikan, kemudian data tersebut dikelompokkan sesuai dengan masalah penelitian. Data yang sudah disusun rapi merupakan bagian dari analisis akhir dengan mengorganisasikan dan menyurutkan data dalam pola dan uraian dasar, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.


(40)

89 4. Penulisan laporan dan memperbanyak laporan

Data-data yang dikumpulkan disusun dengan rapi berdasarkan pada pedoman penelitian kualitatif, kemudian dibuat laporan penelitian sebagai bentuk laporan karya ilmiah. Agar dapat dibaca oleh masyarakat umum yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan dan para siswa, guru, maka diperbanyaklah hasil laporan ini.


(41)

90 B. Lokasi & Waktu Penelitian

Penelitan ini dilakukan di Madrasah Aliyah Ash Shiddiqiyah Kab. Cirebon dan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman yang terletak di kota Cirebon.

Waktu penelitian ini dimulai pada bulan September 2010 sampai Mei 2011 dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 1.3. Agenda Penelitian

TAHAP PENELITIAN WAKTU Sep 10 Okt 10 Nop 10 Des 10 Jan 11 Peb 11 Mar 11 Apr 11 Mei 11 Jun 11 Penyusunan proposal Ujian proposal Revisi ujian proposal Tahap persiapan ke lapangan Penelitian ke lapangan Analisis data Penyusunan laporan Bimbingan dan konsultasi Ujian tesis


(42)

(43)

131

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah sangat relevan dengan pembelajaran sejarah, terutama di MA Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon. Hal ini dihubungkan dengan proses perkembangan masuknya agama Islam di Cirebon. Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Islam di Cirebon, hal ini sesuai dengan materi sejarah kelas XI/I program IPS.

Perwujudan dari pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan kunjungan atau karya wisata. Sebelum melakukan kunjungan, guru memberikan pengarahan dan memberikan tema pada siswa sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas XI nomor 1.4 yaitu Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, dengan materi pokok kerajaan Cirebon., yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

Melalui pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah, pembelajaran berlangsung lebih bermakna, karena dapat dilakukan dengan lebih bervariatif dan tidak menjenuhkan peserta didik sehingga upaya pengembangan berfikir kreatif siswa MA Ash Shiddiqiyah Kabupaten Cirebon dapat terwujudkan.


(44)

132

B. Rekomendasi

Dalam upaya untuk lebih memanfaatkan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah, berikut ini diajukan beberapa saran. Berkembangnya permuseuman menyaratkan perkembangan suatu pendidikan kemuseuman. Dimana museum-museum diharapkan senantiasa meningkatkan diri baik di bidang perolehan koleksi benda-benda museum maupun di bidang pelayanan. Semuanya tidak terlepas dari dana yang tersedia. Ada baiknya diciptakan sponsor untuk ikut mendanai museum-museum yang kekurangan dana di samping yang bersangkutan perlu berswasembada dengan menciptakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah.

Dalam pembelajaran sejarah, guru hendaknya tidak hanya terpancang pada buku-buku sejarah dan LKS saja. Peserta didik perlu diajak dalam studi lapangan di situs sejarah. Untuk kelancaran kegiatan tersebut pihak sekolah dapat berkordinasi dengan pihak Dinas/Instansi lain, misalnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, agar dapat keterangan lebih jelas mengenai informasi yang berkaitan dengan situs yang dikunjungi, dan menugaskan peserta didik untuk membuat laporan dari hasil kunjungan tersebut. Guru harus membuat rencana program pembelajaran yang mengacu kurikulum KTSP yang di dalamnya memuat silabus dan SKKD, serta menjadwalkan kegiatan kunjungan ke Museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah.

Agar pemanfaatan museum Keraton Kasepuhan dan Kanoman sebagai sumber pembelajaran sejarah bisa maksimal dibutuhkan kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas Pemuda Olahraga


(45)

133

Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon secara sinergis untuk menghimbau agar sekolah-sekolah memanfaatkan museum sebagai sumber pembelajaran sejarah.


(46)

134 DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, D. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Arthanegara. 1983. Pendayagunaan Koleksi Museum Bali dalam Pengajaran

Sejarah di SMA Denpasar di Dalam Menyongsong 50 Tahun Museum Bali. Denpasar: Proyek Pembangunan Permuseuman.

Association for educational and technology (AETC). 1997. The Definition of Educational Technology. Washington D.C.: AETC.

Atmadi, A. 2000. Transformasi Pendidikan Memasuki Millineum Ketiga. Yogyakarta: Kanisius.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Penyusunan KTSP Kabupaten/Kota; Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Boyer, C.L. (1996). Using Museum Resources in the K-12 Social Studies Curriculum.

Bruce, J & Weil, M. 1996. Models of Teaching. New Jersey: Prenties Hall Inc: Englewood

Chandra, J. 1994. Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius

Daljoeni. 1992. Dasar – Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Penerbit Alumni.

Darsono, M.2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press. Depdikbud. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta : Ditjen Dikti, Proyek

Pengembangan Institusi Perguruan Tinggi

---. 1992. Kecil Tapi Indah. Pedoman Pendirian Museum. Jakarta: Depdikbud

---1994. Kumpulan Buklet Hari Bersejarah II. Jakarta: Depdikbud ---. 2003. Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah. Jakarta: Depdikbud Depdiknas, 2004. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Depdiknas


(47)

135 ---, 2006. Pengembangan Silabus Pembelajaran Sejarah. Jakarta :

Dirjen Dikdasmen.

---, 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA/MA. Jakarta: Depdiknas

Direktorat Museum.2007.Pengelolaan Koleksi Museum.Jakarta:Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.

Donald, A. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Penterjemah Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.

Douglas, A. 1967. The museum and its function, the organization of museum: practical advice. Paris The United Nation Edukational, Scientific and Cultural Organization.

Eddy Sutadji. 2000. “Pengembangan Modul Pembelajaran Individu Untuk Meningkatkan Kualitas dan Hasil Pembelajaran dalam Mata Kuliah Pengetahuan Bahan”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Malang: IKIP. Encyclopedia Americana (1970). New York : Americana Corporation

Ensiklopedia Indonesia.1984. Ichtiar Van Houve

Ensikopedi nasional. 1990. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka

Farisi, Mohammad Imam. 2003. “Pendidikan Sejarah sebagai Pendidikan Kebangsaan yang Emansipatoris dan Membebaskan”. Dalam Historia Magistra Vitae: Menyambut 70 Tahun Prof. Dr.Rochiati Wiriatmadja. Bandung: Historia Utama Press.

Haikal, H. 1981. ”Siglo de Oro Spanyol pada Masa Amir Abdurrahman al Ausat”. Informasi, No. 2, Th XI

---. ” Historiografi Yunani dan Romawi”, Informasi, No. 1, Th XII. ________. 1983. ”Al Hakam II Khalifah Sarjana”, al Jamiah, No. 29.

Fred, P & Henry Ellington. 1988. Teknologi Pendidikan (terjemahan Soejarwo S.). Jakarta: Erlangga.

Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamid-Hasan, S. 1998. Kebijakan dan Pelaksanaan Sejarah di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Depdikbud.


(48)

136 Hurlock E. B. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Hans-Daeng, J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Suartu Tinjauan Antropologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hawadi, Akbar R. 2001. Kreativitas. Jakarta : Grasindo

Hermawan, I. 2002. Museum sebagai sumber pembelajaran IPS di SMU (studi deskriftif pemanfaatan museum sebagai sumber pembelajaran IPS SMU di kota Bandung). Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan

Jarolimek, J. and Parker, W.C.1993. Social Studies in Elementary Education. New York : MacMillan Publishing Company.

Kartodirdjo, S. 1989. Fungsi Pengajaran Sejarah Dalam Pembangunan Nasional. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, Historika No. 1.

---1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Kenworthy, Leonard, S. (1981), Social Studies For The Eighties, Canada : John Wiley & Sons.

Koentjaraningrat. 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka

Kumalasari, D. 2007. ”Radikalisasi Masyarakat Surakarta”. Dimensia, Vol I, No. 2

Latuheru, John D. 1988.Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud.

Lincoln, Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hill. Sage Publication

Maarif-Syafii. A. 1987. “Filsafat Sejarah”. Makalah Seminar. Yogyakarta: FKIS IKIP.

________. 2006. “Pendidikan: Proses Pembentukan Manusia Merdeka, Kreatif dan Santun dalam Reorientasi Ilmu Pengetahuan SosialDi Era Indonesia Baru”. Yogyakarta: FISE.

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta : UI Press.

Moelong , J Lexy.2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, ed. Bandung: Remaja Rosdakarya.

---. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Rosdakarya Offest


(49)

137 Mudhofir.1992.Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2010. Menjadi Guru Profesional ( Menciptakan Pembelajaran kreatif dan menyenangkan). Bandung :PT. Remaja Rosdakarya

Munandar, U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia

---1988. Kreativitas dan makna hidup. Dalam: Utami Munandar, S.C (ed.), Kreativitas sepanjang masa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

--- 1992 Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta :Gramedia

……….1999. Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

---2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito National Park Service (NPS).2003.NPS Museum Handbook Part I. Preservation

and Protection Team, Museum Management Program. Meletitiki.A.N.Tombazia and Association Artichitec Ltd.2004.MuseumsHandbook:Energy Efficiency and Sustainability in Retrofitted and New Museum Building.Jerman:European Comission Directorate-General Energy and Transport.

Nawawi, H. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Notosusanto, N. 1981. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pusat Kurikulum. 2006. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS). Jakarta : Balitbang Depdiknas. Rohani, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta


(50)

138 Sadiman, Arief W.,dkk. 1996. Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan,

dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.

Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta : Kanisius.

Sanjaya, W. 2008.Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.

Setijadi. 1986.Definisi Teknologi Pendidikan:Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sevilla Consuelo. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penterjemah Alimudin Tuwu. Jakarta: UI Press.

Soewarso. 2000. Cara-Cara Penyampaian Pendidikan Sejarah untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Sejarah Bangsanya. Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah: Jakarta

Solihat, E. 2010. Optimalisasi Pengelolaan Koleksi Museum Benda Kuno di Keraton Kasepuhan Cirebon. Tesis Magister Unpad Bandung..

Sudjana, N dan Rivai, A. 1989. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Sudjana, N. 2001. Teknologi Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Soedjatmoko. 1984. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta : LP3ES ---. 1976. Kesadaran Sejarah dan Pembangunan. dalam majalah

Prisma (Penerbitan Khusus) Khusus). No. 7, tahun V. Jakarta: . LP3ES. --- 1996 Etika Pembebasan : etika karangan tentang agama,

kebudayaan, sejarah dan ilmu pengetahuan. Jakarta : Pustaka LP3ES Sugandi, A. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK Unnes Press Sugiyono, 2006. Metode Pendidikan Kualitatif, Kualitatif R & D. Bandung:

Alfabeta

Suharso, R. 2002. Persepsi Siswa terhadap pengajaran sejarah. Paramita, no. 3. Sumantri, N, 2001.Pembaharuan Pendidikan IPS, Rosda Karya : Bandung

Supardan, D. 2000. Kreativitas Guru Sejarah Dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Deskriptif-Analitik terhadap Guru dan Implikasinya untuk Program Pengembangan Kreativitas Guru Sejarah Sekolah Menengah Umum di Kotamadya Bandung). Tesis PPS UPI Bandung

Supeno. 2004. Bahan Ajar Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Supriadi. D. 1985.Kontribusi Kualitas interaksi Anak-Orang Tua Dalam Keluarga Dan Siswa-Guru Di Sekolah Terhadap Kepribadian Kreatif


(51)

139 (Studi Deskriptif-Analitik terhadap Para Siswa SMA Negeri di Tasikmalaya pada Tahun 1985). Tesis FPS IKIP Bandung

---1994. Kreativitas, kebudayaan dan perkembangan Iptek. Bandung : Alfabeta

Suryo, D. 1989. Serba-serbi Pengajaran Sejarah pada Masa Kini (Historika). Surakarta: UNS

Sutardhi,SD.1981. ”Pemanfaatan Alam Sekitar Sebagai Sumber Belajar Anak”. Analisis Pendidikan. Depdikbud.Jakarta.Tahun II.

Sutarga, A. 1981. Capita selekta Museugrafia dan meseologi. Jakarta : Depdikbud

---.1990.Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Musem. Jakarta:Depdikbud.

Sutopo H.B. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Syukur, F. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : Rasail Media Group. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wasino. 2005. Sejarah Lokal dan Pengajaran Sejarah di Sekolah dalam

Paramita. Semarang: Jurusan Sejarah FIS UNNES

Wawan,Yoga.2007.Pedoman Pendirian Museum.Jakarta:Direktorat Museum. Widja, Gde, I. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah

Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

---. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Wijaya, C, dkk. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: C.V. Remaja Karya.

Wiriaatmadja, R. 1992. “Peranan Pengajaran Sejarah Nasional Indonesiadalam Pembentukan Identitas Nasional: Upaya Peralihan nilai-Nilai Integ-ralistik dalam Proses Sosialisasi dan Enkulturasi Berbangsa di Kalangan Siswa SMAK I BPK Penabur Bandung“. Disertasi. Pascasarjana PIPS IKIP Bandung.

---. 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal,Nasional dan Global. Bandung: Historia Utama Press.


(52)

140 On Line :

Hunter, K.1988. Heritage Education in the Social Studies. ERIC

Digest.[Online].Tersedia :

http://www.ed.gov/databases/ERICDigest/Index/ED30036. [23 Maret 2011].

Michel Allard, Suzzane Boucher&Lina Forest.1994.The Museum and The

Scool.McGill Journal of Education, tersedia di

http://www.unites.uqam.co/grem/pdf/the-museum-and-the-school.pdf (23 Maret

2011).

Sonia Kerrigan.2009. Creating a Community School Museum: Theory into Practice.http://www.centres.exeter.ac.uk/historyresource/journal3/kerrigan.doc (1 April 2011).

Takai, R.T. and Connor, J.D. (1998). Museum + Learning : A Guide for Family Visits.. Tersedia : http://www.ed.gov/pubs/museum.html [27 Maret 2011].


(1)

---, 2006. Pengembangan Silabus Pembelajaran Sejarah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

---, 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA/MA. Jakarta: Depdiknas

Direktorat Museum.2007.Pengelolaan Koleksi Museum.Jakarta:Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.

Donald, A. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Penterjemah Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.

Douglas, A. 1967. The museum and its function, the organization of museum: practical advice. Paris The United Nation Edukational, Scientific and Cultural Organization.

Eddy Sutadji. 2000. “Pengembangan Modul Pembelajaran Individu Untuk Meningkatkan Kualitas dan Hasil Pembelajaran dalam Mata Kuliah Pengetahuan Bahan”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Malang: IKIP. Encyclopedia Americana (1970). New York : Americana Corporation

Ensiklopedia Indonesia.1984. Ichtiar Van Houve

Ensikopedi nasional. 1990. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka

Farisi, Mohammad Imam. 2003. “Pendidikan Sejarah sebagai Pendidikan Kebangsaan yang Emansipatoris dan Membebaskan”. Dalam Historia Magistra Vitae: Menyambut 70 Tahun Prof. Dr.Rochiati Wiriatmadja. Bandung: Historia Utama Press.

Haikal, H. 1981. ”Siglo de Oro Spanyol pada Masa Amir Abdurrahman al Ausat”. Informasi, No. 2, Th XI

---. ” Historiografi Yunani dan Romawi”, Informasi, No. 1, Th XII. ________. 1983. ”Al Hakam II Khalifah Sarjana”, al Jamiah, No. 29.

Fred, P & Henry Ellington. 1988. Teknologi Pendidikan (terjemahan Soejarwo S.). Jakarta: Erlangga.

Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamid-Hasan, S. 1998. Kebijakan dan Pelaksanaan Sejarah di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Depdikbud.


(2)

Hurlock E. B. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Hans-Daeng, J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Suartu Tinjauan Antropologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hawadi, Akbar R. 2001. Kreativitas. Jakarta : Grasindo

Hermawan, I. 2002. Museum sebagai sumber pembelajaran IPS di SMU (studi deskriftif pemanfaatan museum sebagai sumber pembelajaran IPS SMU di kota Bandung). Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan

Jarolimek, J. and Parker, W.C.1993. Social Studies in Elementary Education. New York : MacMillan Publishing Company.

Kartodirdjo, S. 1989. Fungsi Pengajaran Sejarah Dalam Pembangunan Nasional. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, Historika No. 1.

---1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Kenworthy, Leonard, S. (1981), Social Studies For The Eighties, Canada : John Wiley & Sons.

Koentjaraningrat. 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka

Kumalasari, D. 2007. ”Radikalisasi Masyarakat Surakarta”. Dimensia, Vol I, No. 2

Latuheru, John D. 1988.Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud.

Lincoln, Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hill. Sage Publication

Maarif-Syafii. A. 1987. “Filsafat Sejarah”. Makalah Seminar. Yogyakarta: FKIS IKIP.

________. 2006. “Pendidikan: Proses Pembentukan Manusia Merdeka, Kreatif dan Santun dalam Reorientasi Ilmu Pengetahuan SosialDi Era Indonesia Baru”. Yogyakarta: FISE.

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta : UI Press.

Moelong , J Lexy.2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, ed. Bandung: Remaja Rosdakarya.

---. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Rosdakarya Offest


(3)

Mudhofir.1992.Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2010. Menjadi Guru Profesional ( Menciptakan Pembelajaran kreatif dan menyenangkan). Bandung :PT. Remaja Rosdakarya

Munandar, U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia

---1988. Kreativitas dan makna hidup. Dalam: Utami Munandar, S.C (ed.), Kreativitas sepanjang masa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

--- 1992 Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta :Gramedia

……….1999. Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

---2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito National Park Service (NPS).2003.NPS Museum Handbook Part I. Preservation

and Protection Team, Museum Management Program. Meletitiki.A.N.Tombazia and Association Artichitec Ltd.2004.MuseumsHandbook:Energy Efficiency and Sustainability in Retrofitted and New Museum Building.Jerman:European Comission Directorate-General Energy and Transport.

Nawawi, H. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Notosusanto, N. 1981. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pusat Kurikulum. 2006. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS). Jakarta : Balitbang Depdiknas. Rohani, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta


(4)

Sadiman, Arief W.,dkk. 1996. Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.

Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta : Kanisius.

Sanjaya, W. 2008.Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.

Setijadi. 1986.Definisi Teknologi Pendidikan:Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sevilla Consuelo. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penterjemah Alimudin Tuwu. Jakarta: UI Press.

Soewarso. 2000. Cara-Cara Penyampaian Pendidikan Sejarah untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Sejarah Bangsanya. Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah: Jakarta

Solihat, E. 2010. Optimalisasi Pengelolaan Koleksi Museum Benda Kuno di Keraton Kasepuhan Cirebon. Tesis Magister Unpad Bandung..

Sudjana, N dan Rivai, A. 1989. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Sudjana, N. 2001. Teknologi Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Soedjatmoko. 1984. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta : LP3ES ---. 1976. Kesadaran Sejarah dan Pembangunan. dalam majalah

Prisma (Penerbitan Khusus) Khusus). No. 7, tahun V. Jakarta: . LP3ES. --- 1996 Etika Pembebasan : etika karangan tentang agama,

kebudayaan, sejarah dan ilmu pengetahuan. Jakarta : Pustaka LP3ES Sugandi, A. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK Unnes Press Sugiyono, 2006. Metode Pendidikan Kualitatif, Kualitatif R & D. Bandung:

Alfabeta

Suharso, R. 2002. Persepsi Siswa terhadap pengajaran sejarah. Paramita, no. 3. Sumantri, N, 2001.Pembaharuan Pendidikan IPS, Rosda Karya : Bandung

Supardan, D. 2000. Kreativitas Guru Sejarah Dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Deskriptif-Analitik terhadap Guru dan Implikasinya untuk Program Pengembangan Kreativitas Guru Sejarah Sekolah Menengah Umum di Kotamadya Bandung). Tesis PPS UPI Bandung

Supeno. 2004. Bahan Ajar Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Supriadi. D. 1985.Kontribusi Kualitas interaksi Anak-Orang Tua Dalam Keluarga Dan Siswa-Guru Di Sekolah Terhadap Kepribadian Kreatif


(5)

(Studi Deskriptif-Analitik terhadap Para Siswa SMA Negeri di Tasikmalaya pada Tahun 1985). Tesis FPS IKIP Bandung

---1994. Kreativitas, kebudayaan dan perkembangan Iptek. Bandung : Alfabeta

Suryo, D. 1989. Serba-serbi Pengajaran Sejarah pada Masa Kini (Historika). Surakarta: UNS

Sutardhi,SD.1981. ”Pemanfaatan Alam Sekitar Sebagai Sumber Belajar Anak”. Analisis Pendidikan. Depdikbud.Jakarta.Tahun II.

Sutarga, A. 1981. Capita selekta Museugrafia dan meseologi. Jakarta : Depdikbud

---.1990.Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Musem. Jakarta:Depdikbud.

Sutopo H.B. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Syukur, F. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : Rasail Media Group. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wasino. 2005. Sejarah Lokal dan Pengajaran Sejarah di Sekolah dalam

Paramita. Semarang: Jurusan Sejarah FIS UNNES

Wawan,Yoga.2007.Pedoman Pendirian Museum.Jakarta:Direktorat Museum. Widja, Gde, I. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah

Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

---. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Wijaya, C, dkk. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: C.V. Remaja Karya.

Wiriaatmadja, R. 1992. “Peranan Pengajaran Sejarah Nasional Indonesiadalam Pembentukan Identitas Nasional: Upaya Peralihan nilai-Nilai Integ-ralistik dalam Proses Sosialisasi dan Enkulturasi Berbangsa di Kalangan Siswa SMAK I BPK Penabur Bandung“. Disertasi. Pascasarjana PIPS IKIP Bandung.

---. 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal,Nasional dan Global. Bandung: Historia Utama Press.


(6)

On Line :

Hunter, K.1988. Heritage Education in the Social Studies. ERIC

Digest.[Online].Tersedia :

http://www.ed.gov/databases/ERICDigest/Index/ED30036. [23 Maret 2011]. Michel Allard, Suzzane Boucher&Lina Forest.1994.The Museum and The Scool.McGill Journal of Education, tersedia di http://www.unites.uqam.co/grem/pdf/the-museum-and-the-school.pdf (23 Maret 2011).

Sonia Kerrigan.2009. Creating a Community School Museum: Theory into Practice.http://www.centres.exeter.ac.uk/historyresource/journal3/kerrigan.doc (1 April 2011).

Takai, R.T. and Connor, J.D. (1998). Museum + Learning : A Guide for Family Visits.. Tersedia : http://www.ed.gov/pubs/museum.html [27 Maret 2011].