IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL.

(1)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

Dicky Firmansyah 1002318

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI

MENGGUNAKAN METODE

MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR

DAERAH TEGAL

Oleh Dicky Firmansyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

© Dicky Firmansyah Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

DICKY FIRMANSYAH

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

disetujui dan disahkan oleh : Pembimbing I

Mimin Iryanti, M.Si NIP. 197712082001122001

Pembimbing II

Dadan Dani Wardhana, S.T NIP. 197706222005021005

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP.196807031992032001


(4)

(5)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Potensi panas bumi di Indonesia hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tetapi belum seluruhnya dilakukan penelitian secara rinci. Penelitian pada tahap awal memerlukan survei pendahuluan, salah satunya yaitu survei Geofisika. Survei Geofisika digunakan untuk mengetahui struktur bawah permukaan daerah potensi panas bumi. Metode Geofisika yang digunakan untuk mengetahui struktur panas bumi yaitu metode Magnetotellurik (MT). Metode MT memanfaatkan variasi medan magnetik dan medan listrik yang berasal dari alam. Keunggulan metode MT yaitu mampu menjangkau hingga beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan sistem panas bumi berdasarkan nilai resistivitas batuan. Penelitian yang dilakukan menghasilkan model dua dimensi resistivitas terhadap kedalaman. Nilai resistivitas pada batuan yang sangat rendah yaitu bernilai 4 – 32 sebagai batuan penutup (cap rock) sistem panas bumi, sedangkan batuan yang memiliki nilai resistivitas

128 – 512 sebagai batuan yang menampung fluida panas bumi (reservoir). Batuan

yang memiliki nilai resistivitas diatas 1024 merupakan batuan sebagai sumber panas

(heat source) pada sistem panas bumi dan terlihat bagian seperti sesar pada daerah

penelitian.


(6)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Geothermal potential has almost spread widely in Indonesia, but none of them are verified yet in detail. Geophysics Survey is needed as a preface research on the first stage. Geophysics Survey is used to discover the subsurface structure of the geothermal area. Geophysics method that is used to discover geothermal structure is Magnetotellurics (MT) method. MT method uses variations of the magnetic field and electric field derived from nature. The advantage of this method is being able to reach up to some kilometers beneath the Earth’s surface. This research aims to discover the existence of geothermal system based on resistivity value of the rock. The result shows that there is two dimension model of resistivity concerning the deepness. Resistivity value of the low rock is 4 – 32 and considered as cap rock, whereas rock which has resistivity value between 128 – 512 is considered as reservoir rock. Rock which has resistivity value above 1024 is considered as heat source and there is a part of fault that is seen from the research area.


(7)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI LEMBAR HAK CIPTA

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Sistematika Penulisan ... Error! Bookmark not defined. 1.6 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Gelombang Elektromagnetik... Error! Bookmark not defined. 2.1.1 Persamaan Maxwell ... Error! Bookmark not defined. 2.1.2 Impedansi ... Error! Bookmark not defined. 2.1.2.1 Asumsi Satu Dimensi ... Error! Bookmark not defined. 2.1.2.2 Asumsi Dua Dimensi ... Error! Bookmark not defined. 2.1.3 Metode Magnetotellurik ... Error! Bookmark not defined.


(8)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.1.3.1 Sumber Sinyal MT ... Error! Bookmark not defined. 2.1.3.2 Sumber Noise pada MT ... Error! Bookmark not defined. 2.2 Panas Bumi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Sistem Panas Bumi ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Geologi Daerah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Waktu dan Tempat Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4 Peralatan Lapangan ... Error! Bookmark not defined. 3.5 Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.5.1 Transformasi Fourier ... Error! Bookmark not defined. 3.5.2 Robust Processing ... Error! Bookmark not defined. 3.5.3 Seleksi Cross Power ... Error! Bookmark not defined. 3.5.4 Penghalusan Kurva ... Error! Bookmark not defined. 3.5.5 Pemodelan Inversi ... Error! Bookmark not defined. 3.6 Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Resistivitas Batuan Panas Bumi ... Error! Bookmark not defined. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Kesimpulan... Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(9)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Data Hasil Pengolahan WinGlink ... Error! Bookmark not defined. Curriculum Vitae ... Error! Bookmark not defined.


(10)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis energi listrik beberapa tahun terakhir menjadi salah satu masalah yang belum menemukan titik terang. Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku satu-satunya perusahaan milik negara yang menyediakan layanan listrik belum mampu melayani permintaan listrik untuk seluruh wilayah indonesia. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa kebutuhan listrik meningkat rata-rata 7 – 9 % per tahun sedangkan PLN hanya mampu memenuhi sekitar 3,5 – 4 % per tahun maka ada sekitar 3,5 – 5 % permintaan listrik yang tidak dapat terpenuhi setiap tahunnya.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh (PT PLN (Persero), 2012) kapasitas total pembangkit listrik nasional tahun 2006 sekitar 22.000 MW. Pada tahun 2012 kapasitas pembangkit listrik menjadi sekitar 33.000 MW. Setiap tahun hanya terjadi penambahan kapasitas sekitar 5%. Permintaan listrik setiap tahun sekitar 3000 MW maka dalam beberapa tahun kedepan Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik nasional. Dari seluruh jenis pembangkit listrik yang telah terpasang, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) masih berada dikategori rendah yaitu sekitar 548 MW atau sekitar 1,67%.

Berdasarkan (Wahyuningsih, 2005) potensi panas bumi di Indonesia sebesar 27.557 MW terdiri dari sumber daya (spekulatif dan hipotesis) sebesar 14.007 MW dan cadangan (terduga, mungkin dan terbukti) sebesar 13.350 MW. Pemanfaatannya masih sangat kecil yaitu hanya sekitar 3% dari total potensi. Dari 252 lokasi panas bumi yang ada hanya 31% yang telah disurvei secara rinci.

Pasal 3 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2014 menyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan kegiatan panas bumi yaitu pemanfaatan energi terbarukan berupa panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Hal ini menyatakan bahwa pemanfaatan panas bumi lebih diutamakan untuk pemanfaatan secara tidak langsung yaitu pembuatan PLTP. Dalam rangka pemanfaatan panas bumi, diperlukan suatu tahapan penelitian, untuk tahap awal penelitian yaitu


(11)

2

dengan melakukan kegiatan survei pendahuluan yang lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM).


(12)

3

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 11 Tahun 2008 diperlukan data geosains untuk mengetahui karakteristik sistem panas bumi yang terdiri dari survei Geologi, survei Geofisika, survei Geokimia dan survei landaian suhu. Sebelum memasuki tahap eksplorasi, diperlukan survei pendahuluan terlebih dahulu. Pada penelitian ini digunakan survei Geofisika. Survei pendahuluan Geofisika adalah penyelidikan geofisika pendahuluan dengan skala peta minimal 1 : 100.000 dengan cara pemetaan (mapping) dan pendugaan (sounding) dengan metode gaya berat, metode geomagnetik dan metode magnetotellurik. Pada penelitian ini hanya menggunakan magnetotellurik. Hasil dari survei pendahuluan ini yaitu penampang geofisika yang dapat menampilkan lapisan konduktif atau puncak reservoir panas bumi tersebut. Pada sistem panas bumi, dengan mengetahui batuan pada sistem panas bumi diharapkan dapat menjadi acuan awal untuk melakukan eksplorasi panas bumi selanjutnya sehingga potensi panas bumi di indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik dan dapat membantu mengurangi masalah energi yang terjadi khususnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah sistem panas bumi di daerah sekitar Tegal berdasarkan nilai resistivitas batuannya?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu menggunakan data yang diolah yaitu merupakan data sekunder yang diperoleh dari Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung pada daerah Tegal. Data tersebut kemudian di proses menggunakan aplikasi SSMT2000, MT Editor dan WinGlink yang menghasilkan model inversi dua dimensi yang menampilkan distribusi nilai resistivitas batuan. Nilai resistivitas batuan tersebut dapat diidentifikasi unsur – unsur panas bumi seperti cap rock, reservoir dan heat source.

1.4 Tujuan Penelitian

Menganalisis sistem panas bumi di daerah Tegal berdasarkan nilai resistivitas batuannya.


(13)

4

1.5 Sistematika Penulisan BAB 1 Pendahuluan

Bab 1 menjelaskan mengenai latar belakang melakukan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, sistematika penulisan dan manfaat penelitian yang dilakukan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab II menjelaskan mengenai konsep dasar dari metode yang digunakan yaitu Metode Magnetotellurik dan konsep dasar sistem panas bumi.

BAB III Metode Penelitian

BAB III menjelaskan mengenai waktu, tempat dan proses penelitian dilakukan dari tahap awal hingga tahap akhir.

BAB IV Temuan dan Pembahasan

Bab IV menjelaskan tentang proses pengolahan data secara rinci dan interpretasi dari model penampang bawah permukaan dua dimensi yang didapatkan berdasarkan pengolahan data yang dilakukan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

BAB V Menjelaskan kesimpulan yang didapatkan dari proses penelitian dan saran yang diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan selanjutnya. 1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat mengenai unsur – unsur suatu sistem panas bumi pada daerah penelitian dan sebagai bahan studi pendahuluan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi panas bumi pada daerah tersebut.


(14)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang penulis dapatkan dari Puslit Geoteknologi LIPI Bandung.

3.2 Waktu dan Tempat Pengolahan Data

Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Mei – Juli di Laboratory For Earth Hazards Pusat Penelitian Geoteknologi Gedung 70 LIPI Bandung.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian yang dilakukan di sekitar daerah Tegal terdiri dari 11 titik pengukuran dalam satu lintasan. Titik tertinggi berada pada ketinggian sekitar 1528 m diatas permukaan laut sedangkan titik terendah pada ketinggian sekitar 1115 m. Gambar 3.1 merupakan lintasan pengukuran di sekitar daerah Tegal.


(15)

21

3.4 Peralatan Lapangan

Perlengkapan yang digunakan saat melakukan survei magnetotellurik yaitu : 1. Alat Magnetotellurik type MTU 5A

2. Tiga koil magnetik (induction coil) komponen Hx, Hy dan Hz 3. Lima buah electrode porous pot

4. Kabel penghubung 5. Air Garam

6. Accu

7. Conventer DC – AC 8. GPS Portable

9. Kompas Geologi 10. Multimeter 11. Kamera

12. Kompas Geologi 13. Alat Tulis 14. Laptop

15. Alat – alat yang mendukung yaitu tenda, cangkul, bor tanah, cutter, meteran. Gambar 3.2 menunjukkan peralatan akuisisi data terdiri dari MTU, elektroda, koil magnetik, kabel penghubung dan antena GPS.


(16)

22

Gambar 3.2 Peralatan Akuisisi Data Magnetotellurik (Phoenix Geophysics)

Magnetotelluric unit (MTU) digunakan untuk merekam variasi medan listrik dan medan magnet terhadap waktu. Induction coil merupakan sensor medan magnetik (Hx, Hy dan Hz). Dua buah koil diletakkan secara horizontal saling tegak lurus dan satu buah dipasang secara vertikal. Sensor medan listrik (Ex dan Ey) digunakan electrode non polarizable agar tidak menimbulkan gangguan medan listrik yang dimiliki oleh electrode itu sendiri. Electrode ini menggunakan empat buah porous pot yang ditanam saling tegak lurus sebagai dua buah sensor (Ex dan Ey) seperti yang ditunjukkan gambar 3.3. Satu buah porous pot yang tersisa ditanam sebagai ground. Kabel konektor yang digunakan untuk menghubungkan induction coil dan porous pot ke MTU. Laptop digunakan untuk mengoperasikan MTU dan mengecek data mentah (raw data) hasil rekaman. Sinyal GPS digunakan untuk menyinkronkan waktu dan mengetahui posisi titik pengukuran MT. Accu digunakan sebagai sumber energi listrik untuk mengaktifkan MTU. DC – AC converter digunakan untuk mengubah tegangan DC menjadi AC pada accu untuk mengaktifkan laptop.

Bagian dasar lubang untuk tempat porous pot harus dilengkapi larutan bentonit yang terbuat dari bentonit, garam dan air agar electrode yang berada di sekitar lokasi bersifat elekrolit sehingga dapat merekam arus telurik dengan


(17)

23

optimal. Waterpass digunakan untuk mengatur coil agar berada tepat horizontal ketika ditanam. Kompas digunakan sebagai penunjuk arah mata angin. Multimeter digunakan untuk mengukur tahanan dari kabel elektroda, mengukur arus dan tegangan listrik dari accu.

Tenda digunakan untuk melindungi alat MTU dari air hujan dan diletakkan di posisi tengah. Meteran digunakan untuk mengukur jarak lokasi antara koil dan elektroda. Cangkul dan bor tanah digunakan untuk menggali tanah sampai menemukan kedalaman yang tepat untuk meletakkan koil dan elektroda. Cutter digunakan untuk mengupas dan memotong kabel. Kabel sebaiknya diamplas terlebih dahulu agar bersih dari kotoran yang menempel dan dapat kontak dengan optimal.

Gambar 3.3 Layout Pengukuran Magnetotellurik 3.5 Pengolahan Data

Data yang terukur dalam survei MT ini yaitu variasi nilai medan listrik dan medan magnet terhadap waktu atau berupa time series. Gambar 4.2 menampilkan data pada titik MT5 komponen Ex, Ey, Hx, Hy dan Hz yang berisi informasi amplitudo terhadap waktu. Data yang baik yaitu amplitudo gelombangnya cenderung kecil dan terlihat seperti garis lurus horizontal. Beberapa komponen menunjukkan data yang cukup baik hanya saja pada nilai Hz terlihat


(18)

24

amplitudonya cukup besar dan terlihat seperti garis zig zag yang artinya data yang terekam tidak cukup baik. Data yang ditamplikan belum dapat memberikan informasi mengenai resistivitas batuan ditempat dilakukannya pengukuran. Untuk itu, maka dilakukan proses pengolahan data selanjutnya yaitu memasuki tahap mengubah informasi domain waktu menjadi domain frekuensi menggunakan Transformasi Fourier.

Gambar 3.4 Data Time Series 3.5.1 Transformasi Fourier

Salah satu jenis Transformasi Fourier yang digunakan yaitu Transformasi Fourier Diskret atau Discrete Fourier Trasnform (DFT) merupakan suatu fungsi matematis yang digunakan untuk mengubah suatu sinyal yang masih dalam domain waktu menjadi domain frekuensi dengan durasi berhingga. Berikut adalah persamaan DFT

X( ) = ∑ [ ] ⁄ (3.1) Gambar 3.5 menunjukkan proses Transformasi Fourier pada software SSMT2000.


(19)

25

Gambar 3.5 Transformasi Fourier 3.5.2 Robust Processing

Melakukan Robust Processing untuk menambahkan parameter – parameter yang sesuai. Kedua proses ini menggunakan software SSMT2000. Informasi yang dihasilkan dari robust processing adalah berupa file MTH dan MTL yang didalamnya berisi informasi mengenai impedansi yang berisi informasi mengenai resistivitas semu dan fase. Informasi ini dapat ditampilkan menggunakan software MT Editor.

Menurut Simpson dan Bahr (2005) mengatakan bahwa robust processing adalah teknik pemrosesan statistical untuk mengidentifikasi dan menghapus data yang menyimpang oleh noise. Robust processing digunakan untuk merendahkan nilai outliers pada proses iterasi. Outliers adalah data dengan nilai yang menyimpang jauh dari nilai rata-rata, umumnya data tersebut dapat dianggap sebagai noise sehingga robust processing dapat berperan sebagai filter noise awal bagi data MT. Gambar 3.6 menunjukkan robust processing saat sedang berjalan menggunakan software SSMT2000.


(20)

26

Gambar 3.6 Robust Processing 3.5.3 Seleksi Cross Power

Setiap titik yang berada pada kurva resistivitas maupun fasa dapat diwakilkan oleh titik-titik lainnya yang biasa disebut dengan cross power. Cross power ini dapat ditentukan pada saat robust processing dengan mengatur parameter tertentu tetapi secara umum biasanya setiap titik diwakilkan oleh dua puluh titik. Nilai cross power dapat disesuaikan agar bentuk kurva resistivitas dan kurva fasa dapat menjadi lebih halus. Pada saat proses inversi, apabila bentuk kurva baik model yang dihasilkan akan mempunyai nilai eror yang kecil dan dapat menggambarkan struktur bawah permukaan yang mendekati keadaan sesungguhnya.

Pada gambar 3.7 terdapat dua kurva resistivitas terhadap frekuensi dan dua kurva fase terhadap frekuensi pada titik MT5. Kondisi idealnya adalah kurva TE dan kurva TM berhimpitan tetapi kenyataannya terjadi efek pergeseran ke atas maupun ke bawah dengan jarak tertentu dari yang seharusnya. Nilai restivitas akan berubah karena pergeseran ini, dan menyebabkan hasil interprestasi menjadi tidak tepat. Melakukan koreksi sangatlah diperlukan agar kurva menjadi benar dan hasil interpretasinya pun benar. Pada hasil yang didapat, kurva tersebut terlihat tidak rapi dan tidak halus diakibatkan oleh beberapa kondisi saat proses pengukuran berlangsung yaitu heterogenitas permukaan. Ketidakhomogenan akan mengganggu penjalaran arus dan menumpuk di daerah batas hetergoneitas tersebut. Akibatnya adalah kurva hasil pengukuran MT akan bergeser ke atas jika


(21)

27

melewati daerah yang resistif dan akan bergeser ke bawah jika melewati daerah yang konduktif. Proses seleksi cross power dilakukan untuk menaikkan atau menurunkan titik pada kurva. Cross power merupakan kumpulan data parsial yang jumlahnya dapat ditentukan pada saat melakukan robust processing. Jumlah robust processing paling sedikit adalah satu dan paling banyak berjumlah seratus. Pada penelitian ini dipilih jumlah cross power yang maksimal yaitu seratus agar dapat meminimalkan noise yang terukur dan agar lebih tepat dalam memodelkan citra bawah permukaan. Apabila memilih cross power yang maksimal maka kurva hasil smoothing nya akan lebih baik bila dibandingkan dengan memilih yang minimal. Terdapat keadaan dimana suatu titik pada kurva resistivitas yang memang nilainya sudah tepat tidak dapat dinaikkan atau diturunkan melalui seleksi cross power ataupun jika dapat tidak signifikan. Jumlah cross power dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh dan keadaan kurva yang didapat sudah baik.

Gambar 3.7 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Sebelum Dilakukan Proses Filtering pada MT Editor Gambar 3.8 menunjukkan kurva setelah dilakukan proses filtering yang hasilnya kurva menjadi jauh lebih baik dan halus .Kurva yang sudah baik ini di simpan ke dalam bentuk format .edi atau EDI file. File ini kemudian dapat dibuka menggunakan software WinGlink. Terdapat beberapa menu yang dapat digunakan yaitu Maps, Soundings, Pseudo Section, X Section, 2D Inversion , 3D Modeling dan Interpreted Views. Menu Maps digunakan untuk menampilkan lintasan pengukuran saat proses akuisisi data yang berisi informasi ketinggian titik


(22)

28

pengukuran, lintasan titik pengukuran dan koordinat tempat melakukan pengukuran.

Gambar 3.8 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Setelah Dilakukan Proses Filtering pada MT Editor 3.5.4 Penghalusan Kurva

Menu Soundings digunakan untuk membentuk kembali kurva agar terlihat lebih halus. Melalui menu smoothing kurva dibentuk kembali berdasarkan garis tegas yang terbentuk setelah memasukkan nilai kesalahan yang diinginkan. Pada kasus ini semua nilai simpangan dimasukkan angka sebesar 0,1%. Angka ini dimasukkan untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi. Memasukkan angka lebih kecil dari nilai 0,1% tidak dapat dilakukan, karena nilai tersebut merupakan nilai terkecil yang dapat dimasukkan. Nilai simpangan sebesar 0,1% merupakan nilai terkecil yang mungkin dijadikan bahan acuan untuk seluruh data yang dipakai.

Gambar 3.9 menunjukkan kurva sebelum dilakukan proses smoothing pada software WinGlink. Sub menu Shift digunakan untuk menaikkan atau menurunkan satu per satu titik yang tidak tepat berada sedekat mungkin dengan kurva garis tegas. Gambar 3.10 menunjukkan kurva yang baik setelah dilakukan proses smoothing.


(23)

29

Gambar 3.9 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Sebelum Proses Smoothing pada WinGlink

Gambar 3.10 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Setelah Dilakukan Proses Smoothing pada WinGlink


(24)

30

3.5.5 Pemodelan Inversi

Hasil pengukuran dari setiap survei Geofisika disajikan dalam bentuk angka – angka pengukuran. Hasil pengukuran tersebut bergantung pada kondisi dan sifat fisis material di bawah permukaan. Tabel angka – angka pengukuran selanjutnya disebut data observasi atau biasa disebut data lapangan. Penghubung dari sifat fisis dan data observasi hampir selalu berupa persamaan matematika atau model matematika. Berdasarkan model matematika parameter fisis batuan dapat diesktrak dari data observasi. Proses ini disebut proses inversi atau inverse modeling.

Pemodelan inversi pada dasarnya merupakan kebalikan dari pemodelan kedepan (forward modeling). Proses inversi bertujuan untuk memperoleh suatu model bawah permukaan dari data yang sudah ada atau dari hasil pengukuran sedangkan Forward modeling merupakan suatu metode untuk mendapatkan suatu data dari model yang sudah diketahui. Perbedaan kedua metode pemodelan tersebut ditunjukkan pada gambar 3.11.

Inversi merupakan suatu proses untuk memperkirakan atau mencari model yang menghasilkan data teoritik yang paling cocok dengan data pengamatan. Data teoritik adalah respon model yang diperoleh dari proses pemodelan ke depan (Forward Modeling). Apabila m sebagai model, dan F sebagai fungsi keadaan, serta d adalah data yang diperoleh sesuai dengan model yang dibuat, maka dapat ditulis

d= F(m) (3.1a)

Persamaan 3.1a digunakan untuk mencari data jika model telah diketahui, atau bisa disebut forward modeling. Apabila ingin mendapatkan suatu model m dari data yang dimiliki d maka diperlukan proses inversi


(25)

31

Gambar 3.11 Perbedaan Forward Modeling dan Inverse Modeling (Grandis, 2011)

Menu X Section digunakan untuk melihat penampang semu berdasarkan data sounding yang telah dilakukan proses smoothing. Pada menu ini dapat dihasilkan penampang satu dimensi. Pada gambar 3.12 menunjukkan kurva sounding yang telah dilakukan proses smoothing pada bagian kiri gambar terhadap model satu dimensi Occam, Bostick dan model berdasarkan data yang didapatkan pada bagian kanan gambar. Model Occam dan Bostick merupakan model satu dimensi yang menggunakan metode Least Square Method untuk medapatkan solusi yang paling sederhana. Kurva menunjukkan kedalaman terhadap nilai resistivitas. Terlihat kurva ketiga model tersebut saling memotong satu sama lain. Ini menandakan bahwa model yang akan dihasilkan tidak berbeda jauh dengan model yang dijadikan acuan dengan nilai eror sebesar 0,1457.

Nilai simpangan yang kecil merupakan model yang akan dihasilkan dan mendekati model yang sesungguhnya terhadap model acuan. Kurva MT 5 menunjukkan hingga kedalaman 4000 m dihasilkan tiga lapisan yang berbeda dengan nilai resistivitas yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan gambar 3.13 mengenai inversi model satu dimensi.


(26)

32

Gambar 3.12 Kurva Sounding WinGlink terhadap model satu dimensi

Gambar 3.13 Model Inversi Satu Dimensi Jarak (Kilometer)

Ke

da

lama

n

(Me

ter

)


(27)

33

Menu 2D Inversion digunakan untuk melakukan proses inversi dua dimensi yang akan menghasilkan gambar seperti ditunjukkan pada gambar 4.1. Menu 3D Modeling dan Interpreted Views tidak dapat digunakan dikarenakan membutuhkan lisensi yang terpisah untuk dapat mengaksesnya. Gambar 3.14 menunjukkan keseluruhan proses pengolahan data dalam bentuk diagram alir.


(28)

34

3.6 Analisis Data

Hasil akhir dari pengolahan data berupa model inversi dua dimensi struktur bawah permukaan yang berisi informasi resistivitas terhadap kedalaman. Sebaran resistivitas direpresentasikan oleh warna tertentu. Resistivitas warna merah menunjukkan nilai resistivitas yang terendah sedangkan resistivas warna biru menunjukkan resistivitas yang tertinggi dan resistivitas warna hijau menunjukkan nilai resistivitas sedang.

Berdasarkan nilai resistivitas tersebut dapat ditentukan batuan penyusun sistem panas bumi. Batuan penyusun panas bumi terdiri dari caprock, reservoir dan heat source. Caprock mempunyai nilai resistivitas rendah. Reservoir mempunyai nilai resisitivitas sedang sedangkan heat source mempunyai nilai resistivitas yang besar.


(29)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi sistem panas bumi menggunakan metode Magnetotellurik di daerah penelitian telah terpenuhi unsur suatu sistem panas bumi yang dapat diidentifikasikan berdasarkan nilai resistivitas batuan yaitu terdapat batuan yang mempunyai nilai resistivitas paling kecil yaitu 4 – 32 pada kedalaman 300 – 1750 m di bawah titik pengukuran yang merupakan batuan penutup atau cap rock pada sistem panas bumi. Selain itu, terdapat pula batuan yang mempunyai nilai resistivitas sedang yang bernilai 128 – 512 pada kedalaman 2000 – 2250 m di bawah permukaan laut dan merupakan reservoir yang menampung fluida panas bumi juga menjadi sumber panas atau heat source merupakan batuan yang memiliki nilai resistivitas diatas 1024 pada kedalaman lebih dari 2500 m. Terdapat sesar yang memotong lapisan batuan disekitarnya dengan nilai resistivitas kontras yang membentuk lurusan dan struktur geometri seperti huruf V.

5.2 Saran

Diperlukan data survei Geofisika lebih lanjut yaitu data survei geomagnetik dan gaya berat. Selain data Geofisika, diperlukan data Geokimia, data Geologi dan data landaian suhu untuk menghasilkan model komprehensif sistem panas bumi.


(1)

3.5.5 Pemodelan Inversi

Hasil pengukuran dari setiap survei Geofisika disajikan dalam bentuk angka – angka pengukuran. Hasil pengukuran tersebut bergantung pada kondisi dan sifat fisis material di bawah permukaan. Tabel angka – angka pengukuran selanjutnya disebut data observasi atau biasa disebut data lapangan. Penghubung dari sifat fisis dan data observasi hampir selalu berupa persamaan matematika atau model matematika. Berdasarkan model matematika parameter fisis batuan dapat diesktrak dari data observasi. Proses ini disebut proses inversi atau inverse modeling.

Pemodelan inversi pada dasarnya merupakan kebalikan dari pemodelan kedepan (forward modeling). Proses inversi bertujuan untuk memperoleh suatu model bawah permukaan dari data yang sudah ada atau dari hasil pengukuran sedangkan Forward modeling merupakan suatu metode untuk mendapatkan suatu data dari model yang sudah diketahui. Perbedaan kedua metode pemodelan tersebut ditunjukkan pada gambar 3.11.

Inversi merupakan suatu proses untuk memperkirakan atau mencari model yang menghasilkan data teoritik yang paling cocok dengan data pengamatan. Data teoritik adalah respon model yang diperoleh dari proses pemodelan ke depan (Forward Modeling). Apabila m sebagai model, dan F sebagai fungsi keadaan, serta d adalah data yang diperoleh sesuai dengan model yang dibuat, maka dapat ditulis

d= F(m) (3.1a)

Persamaan 3.1a digunakan untuk mencari data jika model telah diketahui, atau bisa disebut forward modeling. Apabila ingin mendapatkan suatu model m dari data yang dimiliki d maka diperlukan proses inversi


(2)

Gambar 3.11 Perbedaan Forward Modeling dan Inverse Modeling (Grandis, 2011)

Menu X Section digunakan untuk melihat penampang semu berdasarkan data sounding yang telah dilakukan proses smoothing. Pada menu ini dapat dihasilkan penampang satu dimensi. Pada gambar 3.12 menunjukkan kurva sounding yang telah dilakukan proses smoothing pada bagian kiri gambar terhadap model satu dimensi Occam, Bostick dan model berdasarkan data yang didapatkan pada bagian kanan gambar. Model Occam dan Bostick merupakan model satu dimensi yang menggunakan metode Least Square Method untuk medapatkan solusi yang paling sederhana. Kurva menunjukkan kedalaman terhadap nilai resistivitas. Terlihat kurva ketiga model tersebut saling memotong satu sama lain. Ini menandakan bahwa model yang akan dihasilkan tidak berbeda jauh dengan model yang dijadikan acuan dengan nilai eror sebesar 0,1457.

Nilai simpangan yang kecil merupakan model yang akan dihasilkan dan mendekati model yang sesungguhnya terhadap model acuan. Kurva MT 5 menunjukkan hingga kedalaman 4000 m dihasilkan tiga lapisan yang berbeda dengan nilai resistivitas yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan gambar 3.13 mengenai inversi model satu dimensi.


(3)

Gambar 3.12 Kurva Sounding WinGlink terhadap model satu dimensi

Gambar 3.13 Model Inversi Satu Dimensi Jarak (Kilometer)

Ke

da

lama

n

(Me

ter

)


(4)

Menu 2D Inversion digunakan untuk melakukan proses inversi dua dimensi yang akan menghasilkan gambar seperti ditunjukkan pada gambar 4.1. Menu 3D Modeling dan Interpreted Views tidak dapat digunakan dikarenakan membutuhkan lisensi yang terpisah untuk dapat mengaksesnya. Gambar 3.14 menunjukkan keseluruhan proses pengolahan data dalam bentuk diagram alir.


(5)

3.6 Analisis Data

Hasil akhir dari pengolahan data berupa model inversi dua dimensi struktur bawah permukaan yang berisi informasi resistivitas terhadap kedalaman. Sebaran resistivitas direpresentasikan oleh warna tertentu. Resistivitas warna merah menunjukkan nilai resistivitas yang terendah sedangkan resistivas warna biru menunjukkan resistivitas yang tertinggi dan resistivitas warna hijau menunjukkan nilai resistivitas sedang.

Berdasarkan nilai resistivitas tersebut dapat ditentukan batuan penyusun sistem panas bumi. Batuan penyusun panas bumi terdiri dari caprock, reservoir dan heat source. Caprock mempunyai nilai resistivitas rendah. Reservoir mempunyai nilai resisitivitas sedang sedangkan heat source mempunyai nilai resistivitas yang besar.


(6)

Firmansyah, Dicky. 2014

IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi sistem panas bumi menggunakan metode Magnetotellurik di daerah penelitian telah terpenuhi unsur suatu sistem panas bumi yang dapat diidentifikasikan berdasarkan nilai resistivitas batuan yaitu terdapat batuan yang mempunyai nilai resistivitas paling kecil yaitu 4 – 32 pada kedalaman 300 – 1750 m di bawah titik pengukuran yang merupakan batuan penutup atau cap rock pada sistem panas bumi. Selain itu, terdapat pula batuan yang mempunyai nilai resistivitas sedang yang bernilai 128 – 512 pada kedalaman 2000 – 2250 m di bawah permukaan laut dan merupakan reservoir yang menampung fluida panas bumi juga menjadi sumber panas atau heat source merupakan batuan yang memiliki nilai resistivitas diatas 1024 pada kedalaman lebih dari 2500 m. Terdapat sesar yang memotong lapisan batuan disekitarnya dengan nilai resistivitas kontras yang membentuk lurusan dan struktur geometri seperti huruf V.

5.2 Saran

Diperlukan data survei Geofisika lebih lanjut yaitu data survei geomagnetik dan gaya berat. Selain data Geofisika, diperlukan data Geokimia, data Geologi dan data landaian suhu untuk menghasilkan model komprehensif sistem panas bumi.