KATA PENGANTAR - PENGELOLAAN ZAKAT BERBASIS MASJID SEBAGAI PILAR ECONOMIC DEVELOPMENT MASYARAKAT (Studi Pengelolaan Zakat di Masjid Jogokaryan Yogyakarta) - Test Repository

  

LAPORAN PENELITIAN

PENGELOLAAN ZAKAT BERBASIS MASJID SEBAGAI PILAR ECONOMIC DEVELOPMENT MASYARAKAT ( Studi Pengelolaan Zakat di Masjid Jogokaryan Yogyakarta)

  

Peneliti:

Mochlasin, M.Ag

NIP. 19710923 200604 1 002

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LP2M)

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

S A L A T I G A

PERNYATAAN KEASLIAN

  Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Mochlasin, M.Ag.

  NIP : 19710923 200604 1 002 Pang./Gol. : Pembina/IV/a

menyatakan bahwa penelitian dengan judul: PENGELOLAAN ZAKAT

BERBASIS MASJID SEBAGAI PILAR ECONOMIC DEVELOPMENT

MASYARAKAT ( Studi Pengelolaan Zakat di Masjid Jogokaryan

Yogyakarta), adalah benar-benar hasil karya sendiri dan telah saya susun sesuai

dengan kaidah dan etika penelitian.

  Salatiga, 20 November 2015 Yang menyatakan, Mochlasin, M.Ag. NIP.19710923200604 1 002

DEPARTEMEN AGAMA

  Jl. Tentara Pelajar No. 02 Telp. (0298) 323706 Fax. (0298) 323433

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGELOLAAN ZAKAT BERBASIS MASJID SEBAGAI

  PILAR ECONOMIC DEVELOPMENT MASYARAKAT ( Studi Pengelolaan Zakat di Masjid Jogokaryan Yogyakarta)) Peneliti : Mochlasin, M. Ag NIP : 19710923 200604 1 002 Jenis Pen. : Penelitian Pemula Tema : Ekonomi Islam

  

Salatiga, 20 November 2015

Konsultan, Kepala P3M, Dr. A. Mifdlol Muthohar, Lc.,M.S.I Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.

  NIP. 19720531 199803 1 002 NIP. 198004092008011015

KATA PENGANTAR

  Syukur dan keagungan hanya milik Allah semata, Zat Penggerak dan

Inspirator untuk merangkai setiap tetesan cahaya ilmu-ilmu-Nya yang luas lagi tak

terbatas. Kepada-Nya segala kehidupan bermula dan berakhir. Dan karena qudrah-

Nya, cahaya pengetahuan insani dapat bersinar maupun menjadi padam. Dengan

segala keterbatasan al-hamdulillah penelitian yang berjudul TEORI CONSUMER

BEHAVIOR PERSPEKTIF ISLAM (Rekonstuksi Teoritik dengan Pendekatan

Interkoneksi) dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

  Terselesainya penelitian ini tentunya bukan karena hasil jerih payah peneliti

seorang, tetapi banyak pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung maupun

tidak. Oleh karena itu, seyogyanya peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor beserta pimpinan di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian ini sebagai salah satu tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi.

  2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yang selalu mendorong dan mengarahkan dalam melaksanakan penelitian ini.

  3. Ketua Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. dan seluruh staf yang telah memberikan kesempatan dan segala arahannya untuk melakukan penelitian unggulan tahun 2014.

  4. Dr. H. Agus Waluyo, M.Ag. selaku konsultan dalam penelitian ini yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi masukan dengan tulus dan sungguh-sungguh sehingga penelitian ini dapat selesai sesuai waktu yang ditentukan.

  5. Kepala UPT perpustakaan beserta karyawan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang telah membantu peneliti dalam peminjaman buku-buku yang diperlukan, terutama dalam menyelesaikan kerangka teori.

  The last but not the least, kepada semua pihak tersebut di atas dan rentetan

nama lainnya yang tidak disebutkan di sini, sekali lagi peneliti hanya mampu

mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga segala kebaikannya dibalas oleh

Allah SWT dengan sebaik-baik balasan.

  Salatiga, 20 November 2016 Peneliti, Mochlasin, M.Ag NIP. 19710923 200604 1 002

  Abstrak Sejak tahun 2005 pengelola masjid melakukan tiga hal fundamental, yaitu

pemetaan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Pemetaan yang utama

dilakukan oleh Masjid Jogokaryan, adalah pemetaan dakwah dan finansial. Dari

hasil analisis penelitian sebagaimana telah terpapar, maka dengan berbagai

keterbatasan masjid ini telah menjadi inisiator bagi economic development

(pengembangan ekonomi) untuk masyarakat sekitar. Dana yang telah terhimpun

dengan cara persuasif dalam bentuk zakat, infaq dan sadaqah dikelola secara

produktif dan dikembalikan kepada jamaah dalam bentuk layanan dan

pemberdayaan ekonomi.

  Keywords: economic development, civil society, jamaah masjid

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan masyarakat (community development )merupakan strategi

  pembangunan dalam melakukan manajemen negara modern. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial. sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya (Payne, 1997: 266).

  Sementara itu Ife (1995: 182) dalam “Community Development: Creating

  

Community Alternatives-Vision, Analysis and Practice”, memberikan batasan

  pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka. Sementara itu, sutrisno (2000:185) menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain. Di samping itu, mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

  Perbedaannya dengan pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.

  Cara pandang yang integral antara zakat sebagai domain keagamaan dan pembangunan sebagai domain kenegaraan di sisi lain, telah melahirkan cara pandang baru zakat sebagai community development. Dengan demikian, zakat yang selama ini dipahahami pemanfaatannya hanya sebatas keperluan konsumtif telah dimaknai untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan hidup yang lebih luas. Era baru pemaknaan masyarakat sebagai civil society, telah melahirkan partisipasi dari negara kepada masyarakat, masyarakat kepada negara dan dari masyarakat kepada masyarakat. Dalam situasi demikian, zakat mendapatkan momentum tafsir baru, meskipun dalam sejarah peradaban Islam zakat telah berfungsi untuk peningkatan kehidupan masyarakat.

  Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, memiliki kekayaan peradaban yang tiada ternilai harganya salah satuanya adalah tempat ibadah atau masjid.

  Hampir setiap dusun di desa-desa khususnya Jawa, Madura, Sumatera dan Aceh dengan mudah dijumpai tempat ibadah dalam bentuk masjid, musola, langgar maupun surau.

  Dengan demikian dapat diperkirakan, Indonesia memiliki tempat ibadah lebih 1 juta, tetapi banyak yang hanya memberikan beban dibanding memberdayakan masyarakat sekitar. Aset ratusan bahkan mungkin ribuah tidak memberikan nilai pemberdayaan baik dari segi spiritual, sosial maupun ekonomi.

  Padahal secara historis dan filosofis, masjid merupakan idiologi dan substansi dari peradaban Islam. Selama ini peran-peran pemberdayaan masjid dalam bidang pengelolaan zakat justru telah diambil oleh negara yang dikuatkan dengan UU zakat. Maka berdirilah Badan Amil Zakat (BAZ) secara serentak dari tingkat pusat sampai kecamatan. Secara swadaya masyarakat juga beramami-ramai mendirikan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dengan kondisi demikian, masjid semakin terkikis eksistensinya utamanya dalam hal pemberdayaaan ekonomi masyarakat.

  Pemberdayaan ini menjadi penting di saat kemiskinan masih menjadi problematika dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di kota maupun di desa.

  Pemerintah dengan segala perhatiannya, baik berupa peningkatan anggaran maupun program-program pengentasan seperti bantuan langsung tunai, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan belum mampu menekan angka kemiskinan secara maksimal. Menurut data BPS, Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada Maret 2016) (https://www.bps.go.id/brs/view/id/1229). Jika menggunakan standar Bank Dunia (kemiskinan moderat), yaitu berpenghasilan kurang dari 2 dolar (Rp 400.000,-), maka kemungkinan jumlah penduduk miskin akan sangat fantastis yaitu menembus angka 100 juta dari 254 juta penduduk Indonesia.

  Realitas tersebut menyadarkan umat Islam untuk melakukan revitalisasi filantropi Islam dalam hal ini zakat. Zakat diharapkan mampu menjadi instrumen penting untuk menekan angka kemiskinan yang masih tinggi dan untuk mensejahterakan umat. Bentuk kesadaran itu ditunjukkan oleh umat Islam Indonesia dengan semakin meningkatnya perolehan zakat, baik berupa zakat fitrah, zakat harta benda (mal) maupun zakat profesi (zakah al-kasb). Hasil penelitian PPM UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation (2003), menunjukkan bahwa potensi dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) umat Islam Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat mencapai Rp 19,3. DI sisi lain, terdapat kesadaran umat Islam perkotaan utamanya, untuk memfungsikan Masjid tidak hanya sebagai pusat spiritualitas tetapi juga spsial- ekonomi. Masjid Jogokaryan di Kota Yogyakarta, dapat dijadikan model tentang maksimalisasi penghimpunan dan pengelolaan zakat untuk kesejahteraan masyarakat berbasis masjid.

  .

B. Rumusan Masalah

  Dari paparan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan di fokuskan pada empat permasalahan sebagai berikut:

  

1. Apa latar belakang dan filosofi pendirian Masjid Jogokaryan Kota Yogyakarta

  sebagai econimic development ?

  

2. Bagaimana mekanisme pengumpulan zakat di Masjid Kota Jogokaryan Yogyakarta ?

  

3. Bagaimana mekanisme pentasarufan zakat di Masjid Kota Jogokaryan Yogyakarta?

  

4. Sejauhmana relevansinya pemanfaatan zakat berbasis masjid sebagai instrumen

econimic development bagi masyarakat sekitar Masjid Jogokaryan Kota

  Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

  

1. Untuk mengetahui latar belakang dan filosofi pendirian Masjid Jogokaryan Kota

Yogyakarta sebagai econimic development.

  

2. Untuk mengetahui mekanisme pengumpulan zakat di Masjid Jogokaryan Kota

Yogyakarta.

  

3. Untuk mengetahui mekanisme pentasarufan zakat di Masjid Kota Jogokaryan Kota

Yogyakarta.

  

4. Untuk mengetahui relevansinya pemanfaatan zakat berbasis Masjid sebagai

  instrumen econimic development bagi masyarakat sekitar masjid Jogokaryan Kota Yogyakarta.

D. Manfaat dan Signifikansi Penelitian

  Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kontributif-konstruktif terhadap pengembangan studi ilmu ekonomi Islam di Indonesia.

  Secara khusus, penelitian ini akan memberikan manfaat dalam bidang studi keuangan publik Islam tentang penghimpunan dan pemanfaatan zakat berbasis masjid. Secara praktis studi ini dapat dijadikan pijakan dan pertimbangan bagi para takmir atau pengelola masjid, musola, surau maupun langgar untuk meningkatkan perannya. Studi kasus ini akan memberikan gambaran empiris bagaimana zakat yang dikelola masjid dapat dimanfaatkan untuk program community development, sehingga terjadi integrasi visi negara dan visi agama untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK A. Penelitian Terdahulu Barangkali terlalu banyak untuk disebutkan literatur yang membahas tentang

  zakat secara teoritik. Agar alur pemikiran ini fokus, maka peneliti akan menampilkan tulisan dan penelitian terpublikasi terutama berkaitan dengan pengelolaan zakat. Penelitian yang memfokuskan pada masalah penghimpunan dan pengelolaan zakat yang dipublikasikan ditulis oleh Nukhthoh Arfawie Kurdie dalam Memungut Zakat dan Infaq Profesi (2005). Obyek penelitian ini adalah Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Rumusan masalah dalam penelitian iani adalah (1) apakah profesi pegawai negeri dan pegawai perusahaan daerah dapat digolongkan sebagai profesi potensi zakat?; (2) siapakah atau badan apakah yang wajib memungut dan mengelolanya?. Temuan penelitian ini adalah di antaranya adalah: (1) pemerintah wajib memungut dan mengelola zakat, infaq sedekah umat secara profesional, jujur amanah dan transparan. Penelitian lain dilakukan oleh Supardi Productive Zakat dan Poverty Alleviation (Zakat Produktif dan Pengentasan Kemiskinan). Obyek penelitian ini adalah Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah. Temuan pene;itian ini adalah: (1) PKPU Jawa Tengan melsksanakan zakat produktif denagn berbagai program pemberdayaan kepada mustahiq, dengan target para mustahiq dapat berubah

  

status menjadi muzakk;.(2) kendala utama yang dihadapi oleh PKPU Jawa

Tengah adalah terbatasnya dana zakat dikarenakan rendahnya kesadarah untuk

membayar zakat.

  Penelitian tentang pengelolaan zakat juga dilakukan oleh Asnaini dengan

judul Zakat Produktif dalam Hukum Islam: Studi Terhadap Pemberian Dana

Bergulir dalam Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Republika

Jakarta (2007). Temuan penelitian ini adalah: (1) lembaga zakat Dompet

Dhuafa Repubilka Jakarta adalah lembaga yang melaksanakan zakat produktif,

salah satu bentuknya pemberian dana bergulir kepada kelompok Masyarakat

mandiri (MM); (2) kemandirian ekonomi masyarakat adalah tujuan utama dari

program MM, sehingga progaram ini diarahkan untuk mendidik dan melatih

masyarakat untuk selalu berproduksi. Selanjutnya buku yang membahas

pengelolaan zakat ditulis oleh Djamal Doa, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh

Negara dan Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta.

  Penelitian tentang pengelolaan zakat dalam bentuk skripsi juga banyak

ditemukan, misalnya: Baidlowi (2003), Potensi Bazis untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Sleman Yogyakarta, Hosnu El Wafa

(2003, Konsepsi Zakat Produktif dalam Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari. Alfiya Nur Hasanah, (2005) Hubungan Zakat terhadap Tingkat

Kemiskinan pada BAZ Propinsi DIY Tahun 1999-2003”, Ulin Ulfa (2005),

Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif (Kajian Terhadap Pasal 16 Ayat 2

  

Pengelolaan Zakat pada BAZ DKI Jakarta.dan lain-lain. Nurlaily Fitriati, Kritik

terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,

penelitian lain dilakukan oleh Al Ghaffar, Efektifitas UU No. 38 Tahun 1999

Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten

Malang).

  Dalam bentuk Tesis ditulis oleh Musta’in Ahmad (Program Pasca UNS

Surakarta) dengan judul Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat di Kota Surakarta (Suatu Kajian dari Segi Hukum,

Kebijakan dan Birokrasi). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui

langkah nyata secara yuridis administratif yang diambil pemerintah Kota

Surakarta dalam melaksanakan ketentuan Undang Undang Nomor 38 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pelaksanaan lainnya Di samping

BAZ dan LAZ sebagai obyek penelitian, masih terdapat penelitian tentang

pendistribusian zakat yang dilakukan oleh lembaga keuangan Islam semisal

BMT.

  Penelitian terbaru dilakukan oleh Mochlasin dengan judul ”Dampak

Penerapan Good Corporate Governance terhadap Peningkatan Kinerja Pengelola

Zakat di Badan Amil Zakat Kota Yogyakarta)”. Rumusan masalah dalam

peneltian ini adalah: 1) Bagaimanana merumuskan prinsip Good Corporate

Governance dalam manajemen syariah?; 2) Mengapa penerapan prinsip-prinsip

Good Corporate Governance menjadi penting dalam peningkatan kinerja di

  

Good Corporate Governance di Badan Amil Zakat Kota Yogyakarta setelah

diberlakukan U U Zakat No. 38 tahun 1999 ?. Adapun temuan penelitian ini

bahwa dampak dari penerapan prinsip-prinsip GCG, tentu berdampak pada

kinerja pengelola yang terukur dalam kinerja yang berupa: 1) meningkatnya

kesadaran para pegawai dalam penunaian zakat profesi sehingga jumlah dana

zakat yang terkumpul semakin meningkat; 2) meningkatnya fungsi dan peranan

Badan Amil Zakat dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

keadilan sosial (pemerataan distribusi dana zakat).; 3) meningkatnya hasil guna

dan daya guna zakat yang dalam realitas konkrit dapat terlihat dari jumlah

mustahiq yang berpindah menjadi muzakki.

  Penelitian berikutnya Pentasharufan Zakat Untuk Usaha Produktif Di Dusun

Pulosari, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang (2014). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa maka amil melakukan tiga macam yaitu: (1)

Model in kind, yaitu pengurus BAZIS sebagai amil memberikan zakat sebagai

modal tanpa harus mengembalikan kepada amil serta tanpa ikatan apun. Hal itu

dilakukan oleh pengurus BAZIS dengan memberikan modal kepada pedagang

individual seperti pedagang sayuran (eyek), jamu dan lain-lain (2) Model

mudharabah non finansial, yaitu pengurus BAZIS selaku amil memberikan

indukan kambing etawa kepada muzakki, apabila kambing beranak maka

anakkannya menjadi hak mustahiq sedangkan indukannya dikembalikan kepada

pengurus selaku amil untuk ditasharrufkan kepada mustahiq lainnya. (3) Model zakat dalam bentuk modal kepada mustahiq untuk melakukan suatu usaha dengan ketentuan ahanya mengembalikan modal saja.

  Dari penelitian-penelitian terdahulu, baik yang sudah terpublikasi (buku/ jurnal) maupun tidak terpublikasi dalm bentuk skripsi, disertasi maupun jurnal, belum dijumpai penelitian tentang zakat sebagai instrument economic development berbasis masjid di masjid Jogokaryan Yogyakarta.

B. Kerangka Teoritik

1. Islam dan Perintah Zakat

  Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga dari rukun Islam yang lima, karenanya zakat merupakan ibadah wajib yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim sebagaimana wajibnya melaksanakan shalat. Di dalam kitab Az-Zakah, Muhammad Arsyad Al-Banjari mengemukakan bahwa sebagian ulama sepakat yaitu seseorang menjadi kafir dan diperangi orang yang enggan daripada mengeluarkan zakat. Diperintahkannya ibadah zakat yaitu pada tahun kedua hijrah yaitu zakat fitrah dan zakat diwajibkan atas seseorang yang merdeka dan Islam.

  Secara garis besar zakat itu terbagi kepada dua macam, pertama zakat badan yaitu zakat fitrah dan kedua zakat mal yang biasa disebut dengan zakat harta.

  Pengertian Zakat menurut Bahasa Zakat berasal dari kata zaka yang bermakna al-numuwu (menumbuhkan), al-ziyadah (menambah), al-barakah (memberkatkan), dan at-thahir (menyucikan). (Abdurrahman Qadir, 2001 : 62). Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq : 5).

  Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah mensucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa.

  Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, makna orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti seseorang yang memiliki lebih banyak sifat-sifat orang baik (Yusuf Qardhawi, 1991 : 34), sehingga zakat dilihat dari sudut simantik (satu kata yang mengandung beberapa pengertian), dapat diartikan tumbuh ataupun suci.

  Pengertian Zakat menurut Istilah Syarah hadits pilihan Bukhari Muslim, Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam berpendapat bahwa zakat berarti hak wajib dalam harta yang khusus, yaitu hewan ternak, hasil bumi, uang tunai, barang dagangan, yang diperuntukkan bagi delapan golongan yang disebutkan di dalam surat At-Taubah pada waktu tertentu yaitu genap satu tahun, selain buah-buahan bahwa waktu panennya merupakan waktu yang diwajibkan. Dalam Kifayatul Akhyar juz 1, Muhammad Al-Husaini, Taqiyuddin Abu Bakr berpendapat zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

  Adapun menurut Sayyid Sabiq (Fikih Sunnah juz 3), zakat ialah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta'ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Pengertian lain dari zakat ialah sesuatu yang diberikan orang sebagai hak Allah kepada yang berhak menerima antara lain para fakir miskin, menurut ketentuan-ketentuan dalam agama Islam. (Pedoman Zakat, Seri ke-3 Fikih Zakat, Depag

  1999/2000) Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Sayyid Al-Imam Muhammad ibnu Ismail Al-Kahlany (Subulussalam : 120), berpendapat bahwa zakat adalah sodaqoh wajib, shodaqoh sunat, nafakah, pemberian maaf dan hak.

  Mengutip pendapat Azhari, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa zakat juga menciptakan pertumbuhan buat orang-orang miskin. Zakat adalah cambuk ampuh yang membuat zakat tidak hanya menciptakan pertumbuhan material dan spiritual bagi orang-orang miskin tetapi juga mengembangkan jiwa dan kekayaan orang-orang kaya. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas bahwa pengertian zakat menurut syara ialah memberikan sebagian harta yang telah sampai pada nishabnya kepada fakir miskin.

  Dinamakan zakat karena adanya harapan untuk memperoleh berkah, pengembangan harta dan pensucian harta sekaligus mensucikan diri orang yang berzakat. Zakat bisa disebut juga sebagai ibadah maliyah atau ibadah harta karena zakat merupakan sarana ibadah di bidang harta yang diberikan oleh orang kaya terhadap orang miskin. Tujuannya yaitu selain untuk menjalankan ibadah kepada Allah juga untuk mempunyai sifat solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam. Oleh karena itu, zakat harus dikeluarkan secara ikhlas hanya untuk mengharapkan ridha Allah, karena segala sesuatu termasuk jiwa dan raga manusia itu sendiri adalah milik Allah, manusia tidak memiliki hak milik yang tinggi. Dan bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, makna orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti seseorang yang memiliki lebih banyak sifat-sifat orang baik (Yusuf Qardhawi, 1991 : 34), sehingga zakat dilihat dari sudut simantik (satu kata yang mengandung beberapa pengertian), dapat diartikan tumbuh ataupun suci.

  Pengertian Zakat menurut Istilah Syarah hadits pilihan Bukhari Muslim, Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam : 367 berpendapat bahwa zakat berarti hak wajib dalam harta yang khusus, yaitu hewan ternak, hasil bumi, uang tunai, barang dagangan, yang diperuntukkan bagi delapan golongan yang disebutkan di dalam surat At-Taubah pada waktu tertentu yaitu genap satu tahun, selain buah-buahan bahwa waktu panennya merupakan waktu yang diwajibkan. Dalam Kifayatul Akhyar juz 1, Muhammad Al-Husaini, Taqiyuddin Abu Bakr berpendapat zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

  Adapun menurut Sayyid Sabiq (Fikih Sunnah juz 3), zakat ialah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta'ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin.

  Pengertian lain dari zakat ialah sesuatu yang diberikan orang sebagai hak Allah kepada yang berhak menerima antara lain para fakir miskin, menurut ketentuan- ketentuan dalam agama Islam. (Pedoman Zakat, Seri ke-3 Fikih Zakat, Depag

  1999/2000) Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Sayyid Al-Imam Muhammad ibnu Ismail Al-Kahlany (Subulussalam : 120), berpendapat bahwa zakat adalah sodaqoh wajib, shodaqoh sunat, nafakah, pemberian maaf dan hak.

  Menurut Yusuf Qardhawi, zakat juga menciptakan pertumbuhan buat orang- orang miskin. Zakat adalah cambuk ampuh yang membuat zakat tidak hanya menciptakan pertumbuhan material dan spiritual bagi orang-orang miskin tetapi juga mengembangkan jiwa dan kekayaan orang-orang kaya. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, pengertian zakat menurut fikih ialah memberikan sebagian harta yang telah sampai pada nishabnya kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena adanya harapan untuk memperoleh berkah, pengembangan harta dan pensucian harta sekaligus mensucikan diri orang yang berzakat.

  Zakat bisa disebut juga sebagai ibadah maliyah atau ibadah harta karena zakat merupakan sarana ibadah di bidang harta yang diberikan oleh orang kaya terhadap orang miskin. Tujuannya yaitu selain untuk menjalankan ibadah kepada Allah juga untuk mempunyai sifat solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam. Oleh karena itu, zakat harus dikeluarkan secara ikhlas hanya untuk mengharapkan ridha Allah, karena segala sesuatu termasuk jiwa dan raga manusia itu sendiri adalah milik Allah, manusia tidak memiliki hak milik yang tinggi.

2. Manajemen Masjid

  masjid berasal dari kata sajada bermakna tempat sujud/sholat. Masjid bukan milik pribadi, tapi milik bersama yang harus diurus secara bersama-sama dengan kerjasama yang baik. Sedangkan manajemen, berasal dari kata manage yang berarti mengurus, membimbing, mengawasi, mengelola atau mengatur. Definisi lain disebutkan, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

  Jika dua kata tersebut dipadukan, maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Masjid adalah proses/usaha mencapai kemakmuran masjid yang idea yang dilakukan oleh pemimpin pengurus masjid bersama staf dan jamaahnya melalui berbagai aktivitas yang positif. Manajemen Masjid juga merupakan upaya memanfaatkan faktor-faktor manajemen dalam menciptakan kegiatan masjid yang lebih terarah dan diperlukan pendekatan sistem manajemen, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling.

3. Fungsi Masjid

  Jika diamati masjid mempunyai banyak fungsi/peranan. Selain tempat untuk beribadah, masjid juga memiliki fungsi/peranan sebagai berikut: a) Masjid berfungsi/berperan sebagai tempat berkonsultasi dan berkomunikasi tentang keislaman dan tentang kehidupan sehari-hari.

  b) Masjid sebagai wadah berdakwah atau syiar agama Islam.

  c) Masjid sebagai wadah tranformasi ilmu pengetahuan atau tempat pendidikan. d) Masjid mempunyai fungsi/peranan sebagai wadah berkontak sosial.

  e) Masjid dapat digunakan sebagai tempat latihan militer.

  f) Masjid sebagai sarana perdamaian dan musyawarah.

  g) Masjid sebagai pusat penerangan, peradaban dan kebudayaan Islam.

  h) Masjid berperan dan berfungsi sebagai tempat pengobatan i) Dan lain sebagainya.

  4. Ruang Lingkup Manajemen Masjid Dalam pengapliksiannya, manajemen masjid mempunyai cakupan-cakupan/ruang lingkup sebagai berikut: a. Manajemen Bangunan

  b. Manajemen Kepengurusan

  c. Manajemen Kepemimpinan

  d. Manajemen Kesekretariatan

  e. Manajemen Keuangan

  f. Manajemen Dana dan Usaha

  g. Manajemen Pembinaan Jama’ah

  h. Manajemen Kesejahteraan Umat i. Manajemen Pembinaan Remaja

  5. Manajemen Keuangan Masjid Secara tradisional, aliran dana ke masjid didapatkan dari hasil tromol jumat atau sedekah jamaah. Namun, mengandalkan income dari dua pos itu niscaya jauh dari memadai. Cara mengumpulkan dana : a. Mengadakan Bazaar (pasar amal)

  b. Mengadakan pertunjukan

  c. Menjual kalender Hijriyah

  d. Lelang bahan bangunan masjd Cara-cara tersebut diatas, bila diterapkan dengan system administrasi yang baik, Insya Allah akan dapat membantu pengurus atau panitia merekrut dana pembangunan masjid.

  Hanya saja, semua bentuk kegiatan itu memang memerlukan modal untuk bisa berjalan. Prasyarat modal tersebut bersifat mutlak. Sumber Dana Masjid meliputi: a) Donator Tetap.

  b) Donatur Tidak Tetap.

  c) Donator Bebas.

  6. Memakmurkan (Ta’mir) Masjid Memakmurkan masjid adalah membangun dan mendirikan masjid, mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran dan sampah serta memberinya wangi-wangian.Bentuk-bentuk memakmurkan masjid dan keutamaannya: a. Membangun/mendirikannya.

  b. Membersihkannya dan memberinya wangi-wangian. c. Kegiatan keagamaan.

  d. Kegiatan pendidikan dan Kegiatan–kegiatan lainnya (http:// rindumasjidku.blogspot.co.id/2012/10/manajemen-masjid.html

C. Community Development

  Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat (Increasing peoples ability for self-help). Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya. Mencermati proses-proses pemberdayaan masyarakat di atas, maka dapat ditegaskan bahwa program community development sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat lokal melalui berbagai kegiatan pemberdayaan, termasuk salah satunya pendidikan keterampilan yang diberikan secara terpadu dan berkesinambungan.

  Sehubungan dengan pemberdayaan masyarakat ini, berdasarkan perspektif Twelvetrees (1991: 1) yang membagi perspektif pemberdayaan masyarakat ke dalam dua bingkai, yaitu pendekatan profesional dan pendekatan radikal, maka dapat diklasifikasikan enam model pemberdayaan sesuai dengan gugus profesional dan radikal (Mayo, 1998: 169) :

  1. Perawatan masyarakat merupakan kegiatan volunter yang biasanya dilakukan oleh warga kelas menengah yang tidak dibayar. Tujuan utama adalah mengurangi kesenjangan legalitas pemberian pelayanan.

  2. Pengorganisasian masyarakat memiliki fokus pada perbaikan koordinasi antara berbagai lembaga kesejahteraan sosial.

  3. Pembangunan masyarakat memiliki perhatian pada peningkatan keterampilan dan kemandirian masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

  4. Aksi masyarakat berdasarkan kelas bertujuan untuk membangkitkan kelompok lemah secara bersama-sama meningkatkan kemampuan melalui strategi konflik, tindakan langsung dan konfrontasi.

  5. Aksi masyarakat berdasarkan gender bertujuan untuk mengubah relasi-relasi sosial kapitalis-patrikal antara laki-laki dan perempuan, perempuan dan negara, serta orang dewasa dan anak-anak.

  6. Aksi masyarakat berdasarkan ras (warna kulit) merupakan usaha untuk memperjuangkan kesamaan kesempatan dan menghilangkan diskriminasi rasial.

  Program community development dimaknai sebagai konsep pemberdayaan

masyarakat yang telah ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah untuk

memandirikan masyarakat di tengah kegiatan pembangunan. Ada tiga alasan

mengapa perusahaan dan pemerintah melaksanakan program community

development menurut Rudito dan Budimanta (2003: 30-32), yakni : Konsep

community development merupakan istilah yang dimaksudkan untuk mewakili

pemikiran tentang pengembangan masyarakat dalam konteks pembangunan

  

sumber daya manusia ke arah kemandirian, karena tidak dapat dipungkiri bahwa

kehadiran perusahaan (privat service) di tengah kehidupan masyarakat dengan

berbagai kegiatannya menimbulkan ketidaksetaraan sosial ekonomi anggota

masyarakat lokal dengan perusahaan ataupun pendatang lainnya, sehingga

diperlukan suatu kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian

masyarakat lokal. Hal ini dikemukakan Rudito dan Arif Budimanta (2003:28),

diperlukannya suatu wadah program yang berbasis pada masyarakat yang sering

disebut sebagai community development untuk menciptakan kemandirian

komuniti lokal untuk menata sosial ekonomi mereka sendiri. (http://

kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-community- development/)

  Konsep community development banyak dirumuskan di dalam berbagai

definisi. Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut Einsiedel (dikutip dalam Suharto,

1997: 98) mendefinisikan pembangunan masyarakat merupakan suatu ‘proses

dimana usaha-usaha atau potensi-potensi yang dimiliki masyarakat diintegrasikan

dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi

ekonomi, sosial dan kebudayaan, dan mengintegrasikan masyarakat di dalam

konteks kehidupan berbangsa, serta memberdayakan agar mampu memberikan

kontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional.

  Community development yang dimaknai sebagai pengembangan

masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu ‘pengembangan’ dan ‘masyarakat’.

  

Secara singkat, ‘pengembangan atau pembangunan’ merupakan usaha bersama

dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia pada umumnya.

  

Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi berbagai sektor kehidupan, yaitu

sektor ekonomi, sektor pendidikan, kesehatan dan sosial budaya. Sedangkan

pengertian ‘masyarakat’ menurut pandangan Mayo (1998: 162) dapat diartikan

dalam dua konsep, yaitu :

  1. Masyarakat sebagai sebuah ‘tempat bersama’, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan.

  2. Masyarakat sebagai ‘kepentingan bersama’, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat phisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

  Sehubungan dengan pemberdayaan masyarakat ini, berdasarkan perspektif

Twelvetrees (1991: 1) yang membagi perspektif pemberdayaan masyarakat ke

dalam dua bingkai yaitu pendekatan profesional dan pendekatan radikal, maka

dapat diklasifikasikan enam model pemberdayaan sesuai dengan gugus

profesional dan radikal (Mayo, 1998: 169):

  7. Perawatan masyarakat merupakan kegiatan volunter yang biasanya dilakukan oleh warga kelas menengah yang tidak dibayar. Tujuan utama adalah mengurangi kesenjangan legalitas pemberian pelayanan.

  8. Pengorganisasian masyarakat memiliki fokus pada perbaikan koordinasi antara berbagai lembaga kesejahteraan sosial.

  9. Pembangunan masyarakat memiliki perhatian pada peningkatan keterampilan dan kemandirian masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

  10. Aksi masyarakat berdasarkan kelas bertujuan untuk membangkitkan kelompok lemah secara bersama-sama meningkatkan kemampuan melalui strategi konflik, tindakan langsung dan konfrontasi.

  11. Aksi masyarakat berdasarkan gender bertujuan untuk mengubah relasi-relasi sosial kapitalis-patrikal antara laki-laki dan perempuan, perempuan dan negara, serta orang dewasa dan anak-anak.

  12. Aksi masyarakat berdasarkan ras (warna kulit) merupakan usaha untuk memperjuangkan kesamaan kesempatan dan menghilangkan diskriminasi rasial.

  Program community development dimaknai sebagai konsep pemberdayaan

masyarakat yang telah ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah untuk

memandirikan masyarakat di tengah kegiatan pembangunan. Ada tiga alasan

mengapa perusahaan dan pemerintah melaksanakan program community

development menurut Rudito dan Budimanta (2003: 30-32), yakni : Konsep

community development merupakan istilah yang dimaksudkan untuk mewakili

pemikiran tentang pengembangan masyarakat dalam konteks pembangunan

sumber daya manusia ke arah kemandirian, karena tidak dapat dipungkiri bahwa

  

kehadiran perusahaan (privat service) di tengah kehidupan masyarakat dengan

berbagai kegiatannya menimbulkan ketidaksetaraan sosial ekonomi anggota

masyarakat lokal dengan perusahaan ataupun pendatang lainnya, sehingga

diperlukan suatu kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian

masyarakat lokal. Hal ini dikemukakan Rudito dan Arif Budimanta (2003:28),

diperlukannya suatu wadah program yang berbasis pada masyarakat yang sering

disebut sebagai community development untuk menciptakan kemandirian

komuniti lokal untuk menata sosial ekonomi mereka sendiri, sehingga

ketrgantungan terhadap negara berkurang

.

  Konsep community development banyak dirumuskan di dalam berbagai

definisi. Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut Einsiedel (dikutip dalam Suharto,

1997: 98) mendefinisikan pembangunan masyarakat merupakan suatu ‘proses

dimana usaha-usaha atau potensi-potensi yang dimiliki masyarakat diintegrasikan

dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi

ekonomi, sosial dan kebudayaan, dan mengintegrasikan masyarakat di dalam

konteks kehidupan berbangsa, serta memberdayakan agar mampu memberikan

kontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional.

  Community development yang dimaknai merupakan usaha bersama dan

terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia pada umumnya.

  

Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi berbagai sektor kehidupan, yaitu

sektor ekonomi, sektor pendidikan, kesehatan dan sosial budaya.

  Adapun konsep dan alur zakat sebagai sarana community development dapat disajikan berikut ini:

1. Pengertian Organisasi Pengelola Zakat

  Istilah organisasi pengelola zakat sebenar sebuah tafsir aktual dari ’amilin sebagaimana disebutkan dalam surat at-Taubah [9]: 60. Tafsir itu didasarkan pada terjadinya perubahan sosial dan terbentuknya konsep negara bangsa (nation-state) di dunia. Kata ’amilin berasal dari kata ’amala yang berarti bekerja, ’amilin (bentuk

  majrur/’amilun bentuk marfu’) berarti orang-orang yang bekerja dalam hal ini

  mengelola zakat. Menurut Yusuf Qardawi, pengertian ’amilun adalah orang-orang yang bekerja dalam mengurus perlengkapan administrasi zakat, baik yang berkaitan dengan pengumpulan, pemeliharaan, ketatausahaan, perhitungan, pendayagunan dan lain-lain (Qardawi, 1991: 579). Sedangkan definisi menurut UU Nomor 38 Tahun 1999, pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. Karakteristik Organisasi Pengelola Zakat

  Rifqi Muhammad (2006: 2) dalam buku Akuntansi Lembaga Keuangan

  Publik Islam, memberikan kriteria pengelola zakat sebagai berikut:

  a. Sumber daya organisasi berasal dari penyumbang (donatur) yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.