KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Repository - UNAIR REPOSITORY

  SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Oleh

INTAN AMALIA NIM 121211133057 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Oleh

INTAN AMALIA NIM 121211133057 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  ii

  KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Oleh

INTAN AMALIA NIM 121211133057 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  iii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hi dayah-Nya s ehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang b erjudul “Kesulitan M embaca K ata p ada A nak D isleksia U sia 7 -12 T ahun di S ekolah Inklusif Galuh H andayani S urabaya: Kajian Psikolinguistik”. S holawat s erta salam p eneliti sampaikan k epada N abi M uhammad S AW b eserta k eluarga d an para sahabatnya yang telah memberikan jalan menuju kebenaran.

  Penelitian i ni be rusaha untuk m endeskripsikan kesulitan m embaca ka ta dasar dan k ata be ntukan pa da a nak-anak di sleksia di S ekolah Inklusif G aluh Handayani Surabaya. Penelitian ini akan memaparkan bentuk kesulitan membaca kata p ada s ubjek d engan m enjelaskan l etak k esulitan k etika m embaca s erta perubahan pola kata yang dibaca oleh subjek.

  Penyusunan s kripsi i ni m erupakan s alah s atu s yarat unt uk m emperoleh gelar sarjana p ada P rogam S tudi S astra Indonesia F akultas Ilmu B udaya Universitas A irlangga. P eneliti d apat m enyelesaikan s kripsi i ni t idak l epas da ri bantuan, m otivasi, da n bimbingan da ri be rbagai pi hak. O leh ka rena i tu, pe neliti mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada:

  1. Ibu Diah A riani A rimbi, S .S., M .A., P h.D., s elaku D ekan F akultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga,

  2. Dra. Dwi Handayani, M.Hum., selaku Ketua P rogam S tudi S astra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, sekaligus selaku dosen wali,

  3. Drs. Tubiyono, M.Si., selaku dosen pembimbing, vi

  4. Seluruh dosen pengajar Sastra Indonesia Universitas Airlangga,

  5. Seluruh pihak di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya dan narasumber yang memberikan data dan informasi untuk terseleseinya skripsi ini,

  6. Kedua orang tua yang telah memberikan kasih sayang dan motivasi terbesar dalam penyeleseian skripsi ini,

  7. Seluruh ke luarga pe neliti yang t urut m endukung da n m emberikan s emangat dalam penyeleseian skripsi ini,

  8. Lidia, Yulies, Vitta, dan Hasyim yang selalu menjadi sahabat terbaik selama empat tahun dan berjuang bersama dalam menyelesaikan skripsi,

  9. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia Universitas Airlangga 2012.

  Skripsi i ni m asih ba nyak ke kurangan, s ehingga pe neliti m engharapkan berbagai kr itik da n s aran da ri b erbagai pi hak. Peneliti ju ga berharap s kripsi i ni dapat memberi banyak ilmu dan manfaat bagi pembacanya.

  Surabaya, 22 Juni 2016 Peneliti vii

  ABSTRAK

  Penelitian in i bertujuan unt uk m endeskripsikan ke sulitan m embaca k ata pada anak disleksia baik kata dasar maupun kata bentukan. Kemampuan membaca orang n ormal d engan penderita d isleksia t entu b erbeda. P enelitian i ni ak an mendeskripsikan k esulitan m embaca k ata d asar d an k ata bentukan de ngan menjelaskan bentuk dan letak kesulitan membaca yang dialami anak disleksia usia 7-12 t ahun di S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya. Metode y ang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data d ilakukan d engan observasi at au p engamatan l angsung k epada an ak-anak yang m engalami d isleksia s elama k egiatan b elajar yang t elah d itetapkan p ihak Sekolah I nklusif G aluh Handayani S urabaya. Hasil pe nelitian i ni m enunjukkan kesulitan m embaca k ata d asar d an k ata b entukan b erasal d ari b erbagai m acam kelas ka ta yaitu nom ina, ve rba, a jektiva, a dverbia, da n k ata t ugas. Kesulitan membaca k ata d asar yang d itemukan s ebagian besar adalah n omina, s edangkan kesulitan m embaca b entukan s ebagian b esar t erdiri d ari k ata v erba. K esulitan membaca s etiap s ubjek m emiliki be ntuk yang be rbeda s ehingga t idak bi sa dikategorikan s ama. M ayoritas k esulitan m embaca yang d ialami p ara s ubjek adalah membaca dengan mengganti fonem dengan fonem yang lain, baik fonem vokal m aupun f onem k onsonan. M embaca d engan m engganti l ebih d ari s atu fonem d alam s atu k ata j uga t erjadi k etika s ubjek k esulitan m embaca. Kesulitan membaca l ainnya yang d itemukan p ada s ubjek ad alah m embaca d engan menghilangkan a tau m enambahkan fonem ba ik f onem voka l m aupun f onem konsonan, menukar letak fonem dengan fonem yang lain, mengulangi suku kata didepannya, dan membaca dengan semaunya. Beberapa kesulitan membaca yang temukan menyebabkan perubahan pola suku kata dari suku kata tertutup menjadi suku ka ta t erbuka, da n s uku ka ta t erbuka m enjadi s uku ka ta t ertutup. S elain mengalami perubahan p ola suku kata, beberapa kesulitan m embaca pada subjek juga menyebabkan berubahnya jumlah suku kata.

  Kata Kunci:

  disleksia, kesulitan membaca, psikolinguistik ix

  DAFTAR ISI

  Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi ........................................................................... iv Pengesahan Dewan Penguji Skripsi ........................................................................ v PERNYATAAN ................................................................................................... viii

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   x

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   xi

DAFTAR LAMBANG

  [ ] : Tanda fonetis [a] : Melambangkan bunyi vokal a, misalnya pada kata anting [i] : Melambangkan bunyi vokal i (tinggi), misalnya pada kata ibu [I] :Melambangkan bunyi vokal i (rendah), misalnya pada kata angIn [u] : Melambangkan bunyi vokal u (tinggi), misalnya pada kata tukang [U] : Melambangkan bunyi vokal u (rendah), misalnya pada kata pukUl [ə] : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata səkolah [e] : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata indonesia [ɛ] : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata bɛngkɛl [o] : Melambangkan bunyi vokal o (tinggi), misalnya pada kata komodo [ɔ] : Melambangkan bunyi vokal o (rendah), misalnya pada kata ɔmbak [p] : Melambangkan bunyi konsonan p, misalnya pada kata pintu [b] : Melambangkan bunyi konsonan b, misalnya pada kata bibi [t] : Melambangkan bunyi konsonan t, misalnya pada kata hati [d] : Melambangkan bunyi konsonan d, misalnya pada kata dia [c] : Melambangkan bunyi konsonan c, misalnya pada kata kancil [j] : Melambangkan bunyi konsonan j, misalnya pada kata ajak [k] : Melambangkan bunyi konsonan k, misalnya pada kata komisi [g] : Melambangkan bunyi konsonan g, misalnya pada kata garmen [?] : Melambangkan bunyi konsonan glotal, misalnya pada kata bapa? [m] : Melambangkan bunyi konsonan m, misalnya pada kata madu xii

  [n] : Melambangkan bunyi konsonan n, misalnya pada kata nektar [ñ] : Melambangkan bunyi konsonan ny, misalnya pada kata meñambut [ŋ] : Melambangkan bunyi konsonan ng, misalnya pada kata baŋkai [l] : Melambangkan bunyi konsonan l, misalnya pada kata leher [f] : Melambangkan bunyi konsonan f, misalnya pada kata Irfan [s] : Melambangkan bunyi konsonan s, misalnya pada kata saya [h] : Melambangkan bunyi konsonan h, misalnya pada kata tanah [v] : Melambangkan bunyi konsonan v, misalnya pada kata vas [r] : Melambangkan bunyi konsonan r, misalnya pada kata menara [w] : Melambangkan bunyi konsonan w, misalnya pada kata awan [y] : Melambangkan bunyi konsonan y, misalnya pada kata yakni xiii

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Vokal Bahasa Indonesia ........................................................................... 23 Tabel 2. Konsonan Bahasa Indonesia .................................................................... 24 Tabel 3. Jumlah Murid di SD Galuh Handayani Surabaya .................................... 37 Tabel 4. Jadwal Jam Belajar SD Galuh Handayani Surabaya ............................... 40 Tabel 5. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 1 ...................... 44 Tabel 6. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 2 ...................... 48 Tabel 7. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 3 ...................... 53 Tabel 8. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 4 ...................... 57 Tabel 9. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 5 ...................... 60 Tabel 10. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 1 ........................ 64 Tabel 11. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 2 ........................ 65 Tabel 12. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 3 ........................ 66 Tabel 13. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 4 ........................ 67 Tabel 14. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 1 .................... 68 Tabel 15. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 2 .................... 69 Tabel 16. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 3 .................... 70 Tabel 17. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 4 .................... 71 Tabel 18. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 5 .................... 72 Tabel 19. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 1 .................. 74 Tabel 20. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 2 .................. 74 Tabel 21. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 3 .................. 75 Tabel 22. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 4 .................. 76 Tabel 23. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 5 .................. 76 Tabel 24. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 1 ............... 77 Tabel 25. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 2 ............... 78 Tabel 26. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 3 ............... 78 Tabel 27. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 4 ............... 79 Tabel 28. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 5 ............... 80 Tabel 29. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 1 .............. 82 Tabel 30. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 2 .............. 83 xiv

  Tabel 31. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 3 .............. 84 Tabel 32. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 5 .............. 85 Tabel 33. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 1.................. 88 Tabel 34. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 2.................. 89 Tabel 35. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 3.................. 91 Tabel 36. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 5.................. 94 Tabel 37. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Ajektiva Subjek 5.............. 97 Tabel 38. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek 1 ............ 98 Tabel 39. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek 5 ............ 98 xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Membaca adalah salah satu modalitas berbahasa. Berbahasa sendiri adalah kegiatan m anusia da lam m emproduksi da n m eresepsi ba hasa i tu, yang dimulai dari enkode semantik dalam otak pembicara dan berujung pada dekode semantik dalam o tak pendengar dengan ka ta l ain, pr oses pe nyampaian i nformasi da lam berkomunikasi ( Chaer, 2002:30). Dari s egi lin guistik me mbaca a dalah s uatu proses pe nyandian ke mbali da n pe mbahasan s andi ( a recording and decoding

  process), be rlainan de ngan b erbicara d an m enulis yang ju stru me libatkan

  penyandian ( encoding). S ebuah as pek p embacaan s andi (decoding) ad alah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral

  language meaning) yang m encakup pe ngubahan t ulisan/cetakan m enjadi bun yi

  yang be rmakna (Tarigan, 1984: 8). Dengan d emikian m embaca ad alah s uatu proses yang m elibatkan ke mampuan vi sual da n kog nisi unt uk m emberikan lambang-lambang hur uf a gar da pat di pahami da n m enjadi be rmakna ba gi pembaca.

  Membaca adalah hal yang penting dalam proses belajar. Jika kemampuan membaca t erganggu, m aka proses belajar j uga a kan t erganggu. Oleh ka rena i tu, kemampuan m embaca ha rus di asah s ejak di ni. A kan t etapi t erdapat be berapa orang yang m engalami kesukaran m embaca. K esukaran d alam m embaca yang

  1 dialami oleh orang tersebut dapat disebut sebagai disleksia. Disleksia adalah salah satu gangguan berbahasa berupa kesulitan membaca.

  Weinstein ( 2008) da lam Y udhitia (2015:4) m enjelaskan b ahwa p ada mulanya gangguan di sleksia di masukkan da lam g angguan but a hur uf yang berhasil ditemukan pertama kali pada akhir abad ke-19. Bagi seseorang yang tidak memiliki gangguan disleksia, menganggap bahwa tiap huruf alphabet sebenarnya terdiri d ari e lemen-elemen yang s ederhana, na mun p ada s eseorang yang mengalami gangguan i ni be lum bi sa m embedakan b eberapa hu ruf alphabet, seperti pe rbedaan a ntara f onem [ b] da n [ d] yang ha nya t erletak pa da pos isi setengah lingkarannya, pada [b] posisi setengah lingkarannya ada di kanan garis, sedangkan [d] di kiri garis. Seperti pada kata apel akan dibaca [abəl], kata buku akan d ibaca [ puku] d an sebagainya. Bagi an ak d isleksia, k esederhanaan elemen ini m enjadi s ebuah ke rumitan yang m embingungkan. Namun di sleksia buka n hanya suatu gangguan pada sistem visual dalam menangkap kata-kata atau setiap huruf dalam posisi terbalik.

  Penderita disleksia didominasi oleh anak laki-laki dengan perbandingan 3 banding 1. Banyak s ekali di duni a i ni or ang yang t idak d apat m embaca d an menulis. 1 0% d iantaranya adalah an ak-anak pa da us ia s ekolah. A ngka kejadian disleksia di duni a be rkisar 5 ‐17% pa da a nak usia s ekolah. D isleksia a dalah gangguan yang p aling s ering t erjadi p ada m asalah b elajar. K urang l ebih 8 0% penderita gangguan b elajar me ngalami d isleksia. 5 ‐10% a nak‐anak da n or ang dewasa terkena disleksia (Wolfensberger dan Ruijssenaars:1997).

  Kemampuan m embaca pada o rang n ormal d an penderita d isleksia tentu berbeda. Disleksia membutuhkan cara belajar yang berbeda dengan orang normal.

  Beberapa o rang t ua t idak m enyadari ad anya g angguan b elajar i ni. B ahkan kebanyakan dari orang tua menduga bahwa penderita disleksia adalah anak yang bodoh dan malas. Penderita disleksia bisa saja memiliki IQ dan fisik yang normal, hanya s aja m engalami k esulitan k etika m embaca. Disleksia in i d apat d ikenali ketika anak mulai melakukan proses belajar di sekolah. Dengan tingginya angka kejadian disleksia pada masa usia sekolah, maka pemahaman mengenai disleksia ini sangatlah penting khususnya para orang tua dan guru. Jika pada usia 7 tahun, anak b elum d apat m embaca d engan b enar, maka an ak t ersebut b isa s aja mengalami ke sulitan m embaca a tau di sleksia da n t entu m emerlukan ke butuhan khusus d alam b elajar. D iagnosis at au p enetapan seseorang m engalami d isleksia adalah us ia 7 t ahun ke a tas. H al i ni t elah di tetapkan ol eh U NESCO de ngan pertimbangan bahwa anak-anak pasti membutuhka proses pada pembelajarannya (Hakim:2015).

  Sekolah I nklusif Galuh H andayani adalah s ekolah i nklusif pe rtama d i Surabaya. S ekolah i ni m emiliki f asilitas yang me madai u ntuk me mbantu pembelajaran bagi penderita disleksia. Sekolah ini memiliki dokter, psikolog, dan staf p aramedis. P enelitian me ngenai p enderita d isleksia masih s ulit d ijumpai namun mulai diminati. Dengan munculnya permasalahan ini menarik untuk lebih mendalami dan meneliti Kesulitan Membaca Kata pada Anak Disleksia Usia 7-12 Tahun di S ekolah I nklusif G aluh H andayani S urabaya d alam K ajian Psikolinguistik.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah kesulitan m embaca k ata dasar pada a nak di sleksia us ia 7 -12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya? b. Bagaimanakah kesulitan membaca kata bentukan pada anak disleksia usia 7- 12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan l atar b elakang d an r umusan m asalah yang d ijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan kesulitan membaca kata dasar pada anak disleksia usia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya.

  b. Mendeskripsikan kesulitan m embaca k ata bentukan pada an ak d isleksia u sia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca atau pihak- pihak la in yang b erkepentingan. D itinjau d ari ma nfaat te oritisnya, p enelitian ini diharapkan da pat menambah pe ngetahuan da n m enjadi da ya t arik ba gi m inat kajian d alam b idang lin guistik terutama p ada k ajian p sikolinguistik me ngenai kesulitan membaca kata pada anak yang mengalami gangguan disleksia.

  Ditinjau d ari ma nfaat p raktisnya, p enelitian in i d iharapkan dapat membantu m endeteksi da n pe nanganan pa da pe nderita disleksia. Penanganan terhadap p enderita d isleksia berbeda de ngan or ang bi asa, s ehingga or ang t ua ataupun g uru-guru yang m enemui pe nderita disleksia akan l ebih t ahu car a menghadapi penderita disleksia.

  1.5 Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian in i bertujuan untuk m engetahui kesulitan m embaca kata p ada anak penderita di sleksia. Oleh karena i tu penelitian i ni berfokus pada gangguan membaca kata dasar dan kata bentukan pada anak-anak disleksia usia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya.

  1.6 Tinjauan Pustaka

  Penelitian yang s ehubungan de ngan di sleksia di tulis ol eh N awangsari (2008) dalam bukunya dengan judul “Identifikasi dan Model Intervensi Kesulitan Belajar p ada S iswa S ekolah D asar d i S urabaya”. P enelitian t ersebut b erisikan penelitian pa da a nak d isleksia, di sgrafia, da n di skalkulia. D alam p enelitian tersebut j uga m engatakan b ahwa d isleksia at au k esulitan m embaca ad alah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. D isleksia yang t eridentifikasi di perlihatkan da lam be ntuk pe rilaku membaca: secara terbata-bata, penghilangan kata atau suku kata, penggantian kata atau suku kata, penambahan kata atau suku kata, pembetulan sendiri, ragu-ragu, membaca dalam cara yang tidak lazim, pertukaran huruf, penghilangan kata/huruf, penyelipan k ata, p enambahan hur uf, m enunjuk setiap ka ta yang he ndak di baca, membaca t anpa ek spresi, m elompati k ata, k alimat at au b aris, k urang memperhatikan t anda baca, s alah m emenggal s uku k ata, k esalahan d alam mengeja, na da s uara yang a neh t ampak t egang, pe ngucapan s alah da n tid ak bermakna pengucapan k ata de ngan ba ntuan guru, pe ngulangan, m enggerakkan kepala bukan matanya yang bergerak.

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Elliott, dkk. (2000) dalam bukunya yang berjudul “ Educational Psychology: E ffective Teaching, E ffective Learning” mengemukakan b ahwa sebagian b esar p enundaan ke mampuan m embaca da pat dikarenakan k esulitan-kesulitan da lam pe mrosesan f onologis. P emrosesan fonologis ( phonological pr ocessing) merujuk pa da pe nggunaan informasi fonologis, yaitu bun yi d ari bahasa seseorang. Berkaitan dengan hal i ni, t erdapat tiga h al p enting d alam membaca a wal, me liputi phonological aw areness, yaitu kesadaran t entang s uara-suara d alam s uatu b ahasa d an c ara s uara m embentuk kata; alphabetic understanding, yaitu menerjemahkan huruf-huruf menjadi suara dan memadukannya untuk membentuk kata-kata; dan automaticity with the code, yaitu pengenalan kata dengan cepat.

  Penelitian yang m embahas tentang kesulitan belajar yang d ialami penderita di sleksia dilakukan oleh Larasati ( 2010) dalam s kripsi yang b erjudul “Studi T entang P enggunaan M etode B ermain ‘ Alphapoly’ unt uk M embantu Meningkatkan K emampuan M embaca p ada A nak yang M engalami Kecenderungan Kesulitan B elajar M embaca ( Disleksia) ( Sebuah S tudi K asus)” mengatakan b ahwa anak-anak b erkesulitan b elajar m embaca p ada awalnya mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut:

  1. Penghilangan kata atau huruf

  2. Penyelipan kata

  3. Penggantian kata

  4. Pengucapan kata salah

  5. Pengucapan kata dengan bantuan guru

  6. Pengulangan

  7. Pembalikan kata dan huruf

  8. Kurang memperhatikan tanda baca

  9. Pembetulan sendiri

  10. Ragu-ragu atau tersendat Penelitian yang m embahas an ak d isleksia pada masa S D dilakukan ol eh

  Noviriani ( 2008) da lam s kripsinya dengan j udul “P enyesuaian D iri Anak-anak Disleksia (masa A nak S ekolah D asar)”. N oviriani m engatakan an ak-anak disleksia cenderung tidak peduli dengan gangguan belajar membaca dan menulis yang mereka alami, seakan tidak menyadari bahwa kesulitan itu ada.

  Penelitian yang m endeskripsikan k emampuan m embaca an ak disleksia dilakukan ol eh Y uzi ( 2015) dalam s kripsinya dengan j udul “ Kemampuan Membaca p ada A nak Disleksia U sia 1 3-18 T ahun di S ekolah Inklusif G aluh Handayani S urabaya: Kajian P sikolinguistik”. Ia m engatakan ke mampuan membaca yang dilakukan s ubjek t idak d apat d ikategorikan s ama k arena ketidakmampuan s ubjek s atu de ngan yang l ainnya b erbeda. S atu-satunya ya ng sama pada mereka adalah kemampuan membacanya yang sangat rendah ditinjau dari us ia d an i ntelegensinya. M ayoritas ke tidakmampuan yang di lakukan a nak- anak disleksia adalah pada saat subjek menjumpai kata yang mengandung deretan konsonan baik konsonan rangkap, konsonan berdampingan.

1.7 Landasan Teori

1.7.1 Psikolinguistik

  Istilah psikolinguistik muncul tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E. Osgood yang berjudul Psycholinguistic: A Survey of Theory and

  Research Problems. Akan tetapi pengkajian bahasa dan berbahasa telah dilakukan

  sejak z aman P anini, ah li t ata bahasa da ri India, da n S okrates a hli f ilsafat d ari Yunani. Psikolinguistik adalah studi bahasa yang mempelajari penggunaan bahasa dan pe rolehan ba hasa o leh m anusia. K ata ps ikolinguistik t erbentuk da ri ka ta psikologi da n l inguistik. S ecara t eoritis t ujuan u tama p sikolinguistik a dalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa serta pemerolehannya. Psikolinguistik menurut Levelt (1975) dalam Mar’at (2005:1) dibagi menjadi 3 yaitu:

  a. Psikolinguistik umum Psikolinguistik um um adalah s uatu s tudi mengenai pengamatan at au persepsi orang dewasa tentang bahasa dan cara ia memproduksi bahasa. Studi ini juga m empelajari m engenai p roses k ognitif y ang m endasarinya p ada s aat seseorang menggunakan bahasa. b. Psikolinguistik perkembangan Psikolinguistik pe rkembangan adalah s tudi ps ikologi t entang pe rolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa ibu atau bahasa pertama maupun bahasa kedua.

  c. Psikolinguistik terapan Psikolinguistik terapan ad alah aplikasi d ari t eori-teori p sikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang t erapan i ni m asih di bedakan m enjadi applied ge neral ps ycholinguistics dan applied de velopmental ps ycholinguistics. Untuk k esulitan m embaca at au disleksia ini masuk dalam applied developmental psycholinguistics atau abnormal

  applied developmental psycholinguistics yang membahas mengenai hal-hal yang

  dapat di lakukan unt uk membantu a nak-anak yang m engalami k eterlambatan dalam p erkembangan b ahasanya yang d isebabkan o leh ad anya k elainan yang bersifat b awaan p ada al at ar tikulasinya at au yang d isebabkan o leh f aktor em osi dan sebab lainnya.

1.7.1.1 Perkembangan Bahasa pada Anak

  Piaget (1973) dalam Sumantri, dkk (2007:1-15) mengemukakan ba hwa proses pe rkembangan a nak da ri ke cil hi ngga de wasa m elalui empat t ahap perkembangan, yaitu:

a. Tahap Sensori Motor (0–2 Tahun)

  Pada t ahap i ni, ke giatan i ntelektual a nak ha mpir s eluruhnya m erupakan gejala yang d iterima s ecara l angsung m elalui indra. P ada s aat an ak m encapai kematangan d an s ecara p erlahan m ulai m emperoleh k eterampilan b erbahasa, mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut.

  b. Tahap Praoperasional (2–7 Tahun)

  Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda- benda. K eputusan yang di ambil ha nya be rdasarkan i ntuisi, buka n a tas da sar analisis rasional. Simpulan yang diambil merupakan simpulan dari sebagian kecil yang di ketahuinya, d ari s uatu ke seluruhan yang be sar. A nak a kan be rpendapat bahwa pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit ketika ada pesawat terbang yang lewat.

  c. Tahap Operasional Konkret (7–11 Tahun)

  Pada ta hap in i a nak mu lai b erpikir lo gis d an s istematis u ntuk me ncapai pemecahan m asalah. M asalah yang d ihadapi d alam t ahap i ni b ersifat konkret.

  Anak akan merasa kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya.

  d. Tahap Operasional Formal (11–15 Tahun)

  Anak m encapai t ahap pe rkembangan i ni di tandai de ngan pol a pi kirnya yang seperti orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan yang konkr et m aupun a bstrak. P ada t ahap i ni a nak s udah da pat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa depan secara realistis.

  Sedangkan M. S chaerlaekens ( 1977) dalam M ar’at ( 2005:61) membagi fase-fase p erkembangan b ahasa an ak d alam em pat periode. P erbedaan f ase-fase ini berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang khas pada setiap periode yaitu, periode prelingual ( usia 0 -1 t ahun), p eriode lingual dini ( usia 1-2,5 t ahun), p eriode diferensiasi (usia 2 ,5-5 t ahun), dan perkembangan bahasa sesudah usia 5 tahun.

  Pada umur 5 t ahun anak-anak sudah mulai sekolah. Pada usia ini anak dianggap sudah bi sa menguasai s truktur s intaksis d alam b ahasa p ertamanya, s ehingga i a dapat m embuat ka limat l engkap. A kan t etapi pa da us ia i ni buka n be rarti kemampuan b ahasa berhenti. K emampuan be rbahasa a kan t erus m eningkat menuju kategori linguistik yang lebih kompleks hingga dewasa.

  Terdapat b eberapa p enelitian m engenai pe rkembangan ba hasa s etelah umur 5 t ahun s eperti pe nelitian yang t elah di lakukan ol eh A . K armiloff S mith (1979) dalam Mar’at (2005:67) yang menyelidiki bahasa anak-anak sekolah yang mengatakan b ahwa an tara u sia 5 -8 t ahun m uncul c iri-ciri ba ru yang kha s pa da bahasa a nak, yaitu ke mampuan unt uk m engerti ha l-hal yang ab strak p ada t araf yang lebih tinggi. Baru kemudian sesudah anak usia 8 tahun bahasa menjadi alat yang betul-betul pe nting ba ginya unt uk m elukiskan da n m enyampaikan pikiran. Usia ini juga terlihat kemajuan yang besar dalam bidang semantik. Hal ini terlihat dari p enambahan k osakata, p enggunaan k ata s ambung, k ata d epan yang l ebih tepat dan penggunaan secara tepat kata-kata yang mempunyai dua makna, yakni makna f isik da n ps ikis ( setelah us ia 12 t ahun). Pada us ia 5 -6 t ahun a nak a kan mulai m emahami kont eks f isik s aja. S edangkan pa da us ia 7 -8 t ahun anak ak an mulai m elihat kont eks p sikis t etapi be lum s empurna. U ntuk pe mahaman a turan sintaksis khusus untuk pembuatan kalimat konteks akan dikuasai secara bertahap antara us ia 5 hi ngga 10 t ahun. Pada us ia 5 t ahun a nak m asih t erlihat kecenderungan generalisasi. K emudian pada us ia 7 t ahun a nak da pat menggunakan k alimat p asif at au t elah m engerti at uran-aturan t ata b ahasa mengenai prinsip-prinsip umum dengan keterbukaan untuk prinsip-prinsip khusus, bertindak ekonomis dalam mengungkapkan sesuatu dan menghindari hal-hal yang berlebihan. K etika an ak b eranjak d ewasa, k eterampilan b icara l ebih m eningkat, sintaksis lebih lengkap dengan variasi-variasi struktur dan kata, baik kekomplekan kalimat tulis maupun lisan.

  Menurut Tiel ( 2007) d alam Y udhitia ( 2015:15), p roses b elajar adalah suatu pr oses m ultifaktorial yang be rarti be rbagai f aktor d apat s ekaligus berpengaruh da lam pr oses be lajar. Huruf-huruf dan ka ta-kata ad alah f igur-figur yang m empunyai bun yi-bunyi t ertentu, s erta d engan b erbagai bun yian s ecara bersama ak an m embentuk arti. D alam p elajaran m embaca f aktor b erikut t urut bermain:

  1. Objektif, kesadaran akan adanya bunyian dalam bicara, dan perwujudan dari bunyian bicara dari berbagai tanda-tanda atau simbol-simbol.

  2. Mampu mendengarkan dengan baik adanya proses sebuah kata berbunyi, serta mampu mengenal berbagai perbedaannya sekecil apapun yang terjadi di antara bunyian bi cara, b agaimana ur utannya (ordering) da ri bun yian i tu, s ehingga kita bisa mengubah-ubah huruf dalam sebuah kata yang akhirnya bisa menjadi arti yang berbeda (doos-boos, doos-dood).

  3. Dapat melihat de ngan baik pe rbedaan b entuk huruf-huruf da n k edudukan huruf-huruf i tu. B anyak hur uf yang m empunyai be ntuk yang m irip s atu dengan yang lainnya, misalnya: p, b, d; v, w; w, m; c, o; h, b. Terutama pada waktu a kan m enulis ha rus a da c ontoh, m isalnya s ebuah de monstrasi cara sebuah huruf ditulis dengan cara gerakan-gerakan yang bisa dilihat.

1.7.1.2 Gangguan Belajar Disleksia

  Mercer ( 1987) da lam Abdurrahman (2003:204) mendefinisikan di sleksia sebagai s uatu s indrom ke sulitan da lam m empelajari kom ponen-komponen ka ta dan kalimat, dan dalam mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan waktu, arah, d an m asa. Menurut M ar’at ( 2005:82) d isleksia adalah k esukaran d alam membaca yang tidak didasari oleh gangguan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya k erusakan o tak at au g angguan o rganis l ainnya. P enderita disleksia mengalami gangguan atau kesukaran dalam hal belajar membaca. Penderita tidak mampu m engelompokkan a tau m enggabungkan f onem-fonem tu lisan (the

  phonemic of w riting), s ehingga m engalami k eterlambatan d alam m embaca.

  Carlson ( 1994) da lam Margaretha ( 2003:33) m enyebutkan ada 5 m acam disleksia, yaitu:

  a. Surface Dyslexia Surface dyslexia adalah gangguan dalam proses membaca metode whole- word r eading (Marshall da n N ewcombe, 1 973 da n W arrington, 1990) .

  Terminologi surface (permukaan) be rkaitan de ngan ke tidakmampuan i ndividu dengan surface dyslexia mengenali bentuk visual kata dan cara mengucapkannya, bukan pada makna katanya.

  b. Phonological Dyslexia Phonological dy slexia adalah gangguan p ada phonetic r eading yang

  merupakan i ndividu d apat m embaca k ata yang f amiliar t api k esulitan m embaca yang tidak familiar.

  c. Spelling Dyslexia Spelling D yslexia adalah i ndividu t idak d apat m embaca d engan m etode whole-word reading dan phonological dyslexia. Namun mereka dapat membaca

  jika m ereka m embaca satu p ersatu h uruf d alam k ata d an ak an m engenali maknanya.

  d. Direct Dyslexia Direct d yslexia adalah individu da pat m embaca de ngan ke ras na mun

  mereka tidak dapat memahami satu kata pun yang mereka bacakan.

  e. Comprehension Without Reading Comprehension without reading adalah individu dapat memahami makna

  kata t api t idak da pat m engenali hur uf m aupun f onologi hur uf da lam ka ta. Terdapat d ua p enemuan d ari S perry d an G azzaniga dalam M ar’at (2005:84) mengenai etiologi atau penyebab disleksia yaitu:

  1. Adanya k esukaran da lam m engamati da n m engingat ur utan w aktu (temporal

  orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca. Oleh karena itu,

  apabila ad a k esukaran d alam h al i ni, m aka ak an t erjadilah k esukaran d alam membaca. Contohnya d alam s uatu percobaan ke pada a nak-anak y ang mengalami disleksia diberikan c ahaya l ampu m erah da n hi jau yang m enyala secara b ergantian d engan u rutan t ertentu. T ernyata m ereka ak an m engalami kesukaran d alam m enemukan l ampu m erah da n hi jau yang di berikan t es tersebut.

  2. Dominasi d ari hemisphere kiri ot ak kur ang a tau ba hkan t idak c ukup. H al i ni mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa hemisphere kiri ini pada anak-anak yang mengalami disleksia matangnya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga a da hubun gannya de ngan temporal or der dan p ersoalan m embaca tersebut. Contohnya dua d eretan d igit s pan d iberikan k epada k edua an ak telinga s eorang p enderita disleksia pada s aat b ersamaan. D eretan an gka yang didengar da ri t elinga ka nan a kan di ingat ol ehnya de ngan l ebih b aik da ripada deret angka yang didengar melalui telinga kiri.

  Menurut M ulyadi ( 2010:156) perilaku b erbahasa an ak d isleksia adalah sebagai berikut.

  1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan.

  2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf.

  3. Memiliki kekurangan dalam memori visual.

  4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris.

  5. Tidak mampu memahani simbol bunyi.

  6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran.

  7. Kesulitan d alam me mpelajari a sosiasi s imbol-simbol i reguler ( khusus d alam berbahasa Inggris).

  8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf.

  9. Membaca kata demi kata.

  Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

1.7.2 Teori Morfologi

  Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk ka ta s erta f ungsi pe rubahan-perubahan be ntuk ka ta i tu, ba ik f ungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 2001:21). Leksikologi dan morfologi memiliki p ersaman yaitu me ngkaji k ata, a kan tetapi ju ga me miliki p erbedaan yaitu mo rfologi me mpelajari a rti yang timb ul s ebagai a kibat p eristiwa gramatik (grammatical m eaning), s edangkan le ksikologi me mperalajari a rti yang le bih kurang t etap yang t erkandung d alam k ata (lexical m eaning). S ebagai c ontoh terdapat k ata rumah berarti ‘bangunan untuk tempat tinggal’, dan kata berumah berarti ‘mempunyai rumah’. Arti leksikal dan pemakaian kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan perubahan bentuknya, dari rumah menjadi berumah, perubahan golongannya, dari kata nominal menjadi verbal, serta perubahan arti yang timbul sebagai akibat melekatnya afiks ber- pada rumah, ialah timbulnya makna ‘mempunyai’ atau ‘memakai, mempergunakan’.

  Seperti yang di contohkan di a tas, pe rubahan-perubahan be ntuk ka ta menyebabkan ad anya p erubahan golongan atau k elas d an a rti k ata. A lwi, dkk (1998:87) membagi kelas kata bahasa Indonesia ke dalam lima kelas.

  a. Nomina (Kata Benda) Nomina atau kata benda terdiri atas nama seseorang, tempat, atau benda.

  Nomina t idak da pat di ingkarkan de ngan ka ta tidak. Kata p engingkarnya ad alah

  bukan. Seperti kalimat saya bukan siswa disini. Kata benda mencakup pronomina

  dan num eralia. P ronomina a dalah ka ta yang d ipakai unt uk m engacu ke pada nomina lain. Pronominal ini dibagi menjadi 3 yaitu: (1) pronominal persona yakni pronominal y ang dipakai unt uk m engacu p ada or ang s eperti ka ta saya, ak u,

  engkau, anda, mereka. (2) pronominal penunjuk seperti kata ini, itu, sini, situ. (3)

  pronominal pe nanya yakni pr onominal yang di gunakan s ebagai pe markah pertanyaan seperti kata siapa, apa, mana. Sedangkan numeralia adalah kata yang digunakan unt uk m enghitung ba nyaknya b enda b erwujud ( orang, bi natang, atau barang) dan konsep seperti lima hari, setengah tahun, dan beberapa tugas.

  b. Verba (Kata Kerja) Verba (kata kerja) adalah kata yang menyatakan tindakan. Verba memiliki fungsi u tama s ebagai p redikat a tau in ti p redikat d alam k alimat me skipun d apat juga me mpunyai f ungsi lain s eperti pencuri i tu l ari. Verba m engandung makna inheren pe rbuatan ( aksi), pr oses, at au k eadaan yang b ukan s ifat at au k ualitas.

  Verba, khus usnya yang be rmakna ke adaan t idak da pat di beri pr efik t er- yang berarti paling. Pada umunya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, atau bekerja sekali.

  c. Ajektiva (Kata Sifat) Ajektiva ( kata s ifat) ad alah k ata yang m emberi k eterangan yang l ebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat seperti kata cantik, ke cil, bund ar, d an s ebagainya. A jektiva j uga be rfungsi s ebagai p redikat dan adverbial kalimat seperti kata kakeknya sakit dan adik berhasil dengan baik.

  Ajektiva j uga di cirikan ol eh ke mungkinan m enyatakan ku alitas da n t ingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. d. Adverbia (Kata Keterangan) Menurut Kridalaksana (1994) dalam P utrayasa ( 2008:77) A dverbia (kata keterangan) ad alah k ategori yang d apat m endampingi aj ektiva, n umeralia, at au proposisi da lam kons truksi s intaksis. S edangkan m enurut R amlan ( 1991) d alam Putrasaya ( 2008:77) m engatakan b ahwa k ata k eterangan (adverbia) adalah k ata yang menerangkan (1) k ata kerja d alam segala fungsinya, (2) kata b enda dalam keadaan s egala f ungsinya, ( 3) k ata k eterangan, (4) k ata b ilangan, ( 5) p redikat kalimat, ta k p eduli je nis k ata a pa p redikat te rsebut, da n ( 6) m enegaskan s ubjek dan predikat kalimat. Contoh dari adverbial adalah paling, sangat, cukup, banyak, jarang, diam-diam dan sebagainya.

  e. Kata Tugas Kata tugas hanya memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal.

  Hampir semua kata tugas tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain. Kata t ugas m erupakan k elas k ata t ertutup. D alam p eranannya d alam f rase at au kalimat, kata tugas dibagi menjadi lima kelompok, yaitu (1) preposisi atau kata depan seperti di, ke, dari, kepada, dan sebagainya, (2) konjungtor yang berfungsi untuk m eluaskan s atuan yang l ain da lam ko nstruksi hi potaktis da n s elalu menghubungkan dua satuan atau l ebih dalam konstruksi seperti kata dan, serta,

  atau, s edang, dan s ebagainya ( 3) i nterjeksi yang m erupakan ka tegori ya ng

  bertugas m engungkapkan p erasaan p embicara d an s ecara s intaksis t idak berhubungan d engan ka ta-kata l ain d alam u jaran s epeti k ata idih, s ialan, aduh,

  ayo,dan lainnya, (4) artikula yang merupakan kategori yang mendampingi nomina

  dasar s eperti k ata sang, s ri, s i, par a , dan s ebagainya, da n ( 5) pa rtikel pe negas yang m eliputi ka ta yang t idak t ertakluk p ada pe rubahan be ntuk d an ha nya berfungsi menampilkan unsur yang diiriginya seperti partikel -kah, -lah, -tah, dan pun.

  Dalam mo rfologi ju ga me ngenal p roses afiksasi. A fiksasi a tau pengimbuhan a dalah pr oses pe mbentukan k ata de ngan m embubuhkan a fiks (imbuhan) pa da be ntuk da sar, ba ik be ntuk da sar t unggal m aupun ko mpleks (Putrayasa, 2008: 5). D alam pr oses pe mbubuhan a fiks m engakibatkan be ntuk dasar ( 1) m engalami perubahan be ntuk, ( 2) m enjadi ka tegori t ertentu s ehingga berstatus kata atau bila telah berstatus kata berganti kategori, (3) berubah makna. Misalnya, b entuk makan setelah m endapat afiks –an menjadi makanan. Pada keadaan t ersebut t elah terjadi p erubahan bentuk ( makan m enjadi m akanan), kategori ka ta da ri be ntuk ve rba m enjadi be ntuk nom ina, da n pe rubahan m akna dari m elakukan ke giatan m emasukkan s esuatu ke da lam m ulut, di kunyah, kemudian di telan, m enjadi s esuatu yang da pat dimakan. R obins ( 1992) da lam Putrayasa (2008:7) mengatakan bahwa afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks. Dalam segi penempatannya, afiks- afiks t ersebut da pat di bedakan m enjadi be berapa ke lompok. Jenis-jenis a fiks tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Prefiks (awalan) Prefiks adalah afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.

  Contohnya: meN-, ber-, ter-, pe-, per-, se-

  2. Infiks (sisipan) Infiks adalah afiks yang diletakan di dalam bentuk dasar.

  Contohnya: -el-, -er-, -em-, -in-

  3. Sufiks (akhiran) Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar.

  Contohnya: -an, -kan, -i

  4. Simulfiks Simulfiks ad alah af iks yang d imanifestasikan d engan ciri-ciri segmental yang d ileburkan pa da be ntuk da sar. D i da lam ba hasa Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, d an f ungsinya a dalah unt uk m embentuk ve rba a tau m emverbakan nomina, ajektiva, atau kelas kata lain. Contohnya: kopi menjadi ngopi, sate menjadi nyate, kebut menjadi ngebut

  5. Konfiks Konfiks adalah afiks yang terdiri dari dua unsur yaitu di depan dan di belakang bentuk dasar.

  Contohnya: ke-an, peN-an, per-an, ber-an.

  6. Imbuhan gabung (kombinasi afiks) Imbuhan gabung a dalah kom binasi dua a fiks a tau l ebih yang bergabung dengan bentuk dasar.

  Contohnya: memper-I, memper-kan.

  7. Suprafiks Suprafiks at au s uperfiks ad alah af iks yang d imanifestasikan d engan ciri-ciri s uprasegmental a tau a fiks yang b erhubungan dengan m orfem suprasegmental. Afiks tersebut tidak ada di bahasa Indonesia.

  8. Interfiks Interfiks adalah afiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa Indonesia interfiks ada pada kata-kata bentukan baru.

  Contohnya: -n- dan -o- pada g abungan Indonesia dan logi menjadi Indonesianologi.

  9. Transfiks Transfiks ad alah af iks yang m enyebabkan b entuk d asar m enjadi terbagi. Afiks ini terjadi pada bahasa Arab.

  Dalam b ahasa Indonesia, b erdasarkan asalnya af iks d apat d ibagi m enjadi 2 jenis yaitu:

  1. Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia.

  Contohnya: meN-, ber-, ter-, -el-, -em, -i, -kan

  2. Afiks s erapan, yaitu af iks yang b ersumber d ari b ahasa as ing atau b ahasa daerah.

  Contohnya: -man, -wan, -isme, -isasi Objek da ri i lmu m orfologi a dalah ka ta. Bloomfield ( 1996) da lam

  Putrayasa ( 2008:44) m engatakan b ahwa k ata a dalah minimal fr ee fo rm, yaitu sebagai suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk tersebut t idak d apat di pisahkan a tas ba gian-bagian yang s atu d i antaranya

  (bermakna). Kata ad alah b entuk b ebas t erkecil yang m empunyai kesatuan fonologis dan kesatuan gramatis yang mengandung suatu pengertian (Putrayasa, 2008:44). Sebagai satuan fonologis, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku i tu t erdiri dari satu atau beberapa fonem. S uku kata yang be rakhir dengan vokal di sebut s uku ka ta t erbuka d an s uku ka ta yang be rakhir de ngan k onsonan disebut suku kata tertutup. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be,

  la, dan jar. suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar

  terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, ə, l, a, j.a.r/. Istilah-istilah ini dikaji dalam ilmu bahasa fonologi.

  Fonologi adalah ilmu yang me mpelajari s eluk-beluk bun yi-bunyi ba hasa (Lapoliwa, 1988: 3). P roses f onologis a dalah pr oses t erucapnya s uatu ka ta yang berkaitan de ngan ke mampuan be rbahasa m anusia, de ngan be gitu a kan a da perubahan b unyi yang sistematis yang m empengaruhi pol a da n k elas bun yi. Menurut L adefoged (1973) da lam M arsono ( 2008:4) s yarat t erjadinya bun yi bahasa secara garis besar dapat dibagi menjadi empat, yaitu: proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses artikulasi, proses oro-nasal.