Pradita Juhariyani BAB II

  1. Pengertian Menurut Ritter (Smet, 1994) dukungan sosial mengacu pada bantuan emosional, instrumental, dan financial yang diperoleh dari jaringan sosial seseorang. Dukungan sosial merupakan kenyamanan psikis dan emosional yang diberikan kepada individu oleh keluarga, teman, rekan, dan lainnya. Gottlieb (Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek prilaku bagi pihak penerima.

  Hurlock (2005) menjelaskan adanya dukungan yang berupa penerimaan, perhatian, dan rasa percaya akan menimbulkan kebahagiaan dalam diri anak, seperti yang diungkapkan Sarafino (Smet, 1994) bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan, kepedulian penerima dukungan yang didapat dari orang atau kelompok lain.

  Menurut Weiten (Karanina, 2005) dukungan sosial merupakan suatu bentuk bantuan yang terdiri dari berbagai tipe dan tersedia dari anggota jaringan sosial. Johnson dan Jhonson (Toifur & Johana, 2003) menjelaskan bahwa dukungan sosial adalah pemanfaatan sumber-sumber dilingkungan individu untuk membuat kehidupan agar menjadi lebih baik

  

9 dengan cara meningkatkan kemampuan pada diri seseorang dengan memberikan bantuan berupa dorongan, peralatan dan penerimaan. Kurang atau tidak tersedianya dukungan sosial akan menjadikan individu merasa tidak berharga dan merasa terisolir (Toifur & Johana, 2003).

  Definisi ayah itu sendiri berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah sebutan untuk orang tua laki-laki yang mempunyai anak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial ayah adalah bantuan yang diberikan oleh ayah terhadap anaknya yang terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal seperti bantuan nyata atau tindakan baik bantuan emosional, instrumental maupun finansial dan bermanfaat bagi anak sehingga membuat kehidupan anak menjadi lebih baik.

  2. Jenis-jenis Dukungan sosial House (Smet, 1994) mengemukakan empat jenis dukungan sosial yaitu: a. Dukungan emosional (emotional support)

  Meliputi cinta dan kasih sayang, ekspresi empati, perlindungan, perhatian dan kepercayaan, keterbukaan serta kerelaan dalam memecahkan masalah seseorang. Dukungan ini membuat seseorang merasa nyaman, tentram, dan dicintai.

  b. Dukungan instrumental (instrumental support) Adalah dukungan dalam bentuk penyediaan sarana yang dapat mempermudah tujuan yang ingin dicapai dalam bentuk materi, dapat juga berupa jasa pelayanan, atau pemberian peluang waktu dan kesempatan.

  c. Dukungan informasi (informational support) Adalah bentuk dukungan yang meliputi pemberian nasehat, arahan, pertimbangan tentang bagaimana seseorang harus berbuat.

  Merupakan informasi untuk menambah pengetahuan, nasehat, atau pengarahan untuk tercaoainya pemecahan masalah.

  d. Penilaian Dukungan ini berupa pemberian penghargaan atas usaha yang telah dilakukan, memberikan umpan balik, mengenai hasil atau prestasi dan penguatan tindakan positif yang diambil individu.

  Menurut Wills & Fegan (Sarafino, 2006) bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan ayah dapat berupa.: a. Emotional or esteem support, dimana ayah memiliki rasa empati, perduli terhadap anaknya sehingga dapat memberikan perasaan nyaman, perhatian dan penerimaan positif terhadap anaknya.

  b. Tangible or Instrumental Support, ayah memberikan bantuan yang nyata, seperti bantuan finansial atau kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh anak. d. Companionship Support, ayah bersedia untuk meluangkan waktu dengan anak dengan memberikan perasaan ketertarikan untuk melakukan kegiatan bersama.

  Berdasarkan aspek-aspek diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial orang tua meliputi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, penilaian dan Companionship Support .

  3. Manfaat Dukungan Sosial Sarason (Kuntjoro , 2002) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat diperoleh individu melalui ikatan sosial yang bersifat positif yaitu keberadaan, kesediaan dan kepedulian orang-orang yang dapat diandalkan, percaya, dapat membantu, dapat menghargai serta mencintai seseorang ketika orang tersebut sedang menghadapi masalah. Sarason juga mengatakan bahwa tingkat kepuasan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi. Dukungan sosial bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang lebih penting adalah persepsi sipenerima terhadap makna dari adanya bantuan yang dirasakan. Jadi berfungsinya dukungan sosial dipengaruhi oleh persepsi terhadap dukungan yang diberikan. Jika anak mempersepsikan dukungan sosial ayah dalam batas yang optimal maka keadaan individu akan seimbang, akan tetapi jika persepsi anak terhadap dukungan sosial ayah berada diluar batas optimal atau dibawah maka anak akan mengalami stres.

  Menurut Caplan (Ismudiyati dan Hastjarjo, 2001) dukungan sosial akan membantu individu dalam menggerakan sumber-sumber psikologis untuk melawan stresor, menyediakan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka, menyediakan sumber materi keuangan dan ketrampilan serta menyediakan petunjuk dan saran. Dukungan sosial yang cukup membuat individu optimis menjalani hari-harinya. Manfaat yang besar dari dukungan sosial tidak hanya diperlukan orang dewasa saja namun juga bagi remaja dan anak-anak.

  Dari hasil penelitian Trommsdoff pada tahun 1983 pun telah menunjukan betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi masa depan remaja, terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa depannya. Remaja yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari orang tuanya akan mengembangkan rasa percaya dan sikap positif terhadap masa depan, percaya akan keberhasilah yang akan dicapainya serta lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dimasa depan.

  Sebaliknya remaja yang kurang mendapat dukungan dari orang tua akan tumbuh menjadi individu yang kurang optimis, kurang memiliki harapan tentang masa depan, kurang percaya atas kemampuannyamerencanakan masa depan, dan pemikirannya pun menjadi kurang sistematis dan kurang terarah (Desmita, 2009).

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat dukungan sosial yang diberikan orang tua pada umumnya dan ayah pada khususnya sangat membantu individu atau remaja yang menerimanya untuk menggerakan sumber-sumber psikologis, melawan stresor, menyediakan bantuan untuk memenuhi segala kebutuhan individu atau remaja,menyediakan petunjuk atau saran, mengembangkan rasa percaya dan sikap positif terhadap masa depan remaja, dan percaya akan keberhasilah yang akan dicapainya serta lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dimasa depan.

  B. Putus sekolah

  1. Definisi Putus Sekolah Definisi dari putus sekolah itu sendiri menurut Gunawan

  (Titaley, 2012) putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang berikutnya (Suyanto, 2002).

  Menurut Kaufman dan Whitener, (Titaley, 2012) Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana murid tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Putus sekolah juga bisa diartikan sebagai seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah. Dalam kamus istilah pendidikan (1997), yang dimaksud dengan siswa putus sekolah adalah siswa yang putus sekolah karena satu atau alasan lain meninggalkan sekolah, tidak menyelesaikan jenjang sekolah yang telah ditentukan.

  Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa putus sekolah adalah seseorang yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan atau program belajarnya sebelum waktunya belajar karena suatu alasan.

  2. Akibat putus sekolah Akibat putus sekolah dalam kehidupan sosial ialah semakin banyaknya jumlah kaum pengangguran dan mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Sedangkan masalah pengangguran ini di negara kita merupakan masalah yang sudah sedemikian hebatnya, hingga merupakan suatu hal yang harus ditangani lebih serius. Anak-anak yang putus sekolah dapat pula mengganggu keamanan. Karena tidak ada kegiatan yang menentu, sehingga kadang-kadang dapat menimbulkan kelompok-kelompok pemuda liar. Pemuda nakal dengan kegiatannya yang bersifat negatif, seperti mencuri, memakai narkoba, mabuk- mabukan, menipu, menodong, dan sebagainya.

  Produktifitas anak putus sekolah dalam pembangunan tidak seluruhnya dapat mereka kembangkan, padahal semua anak Indonesia memiliki potensi untuk maju. Akibat yang disebabkan anak putus sekolah sangat banyak, diantaranya adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, minum-minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri, banyak orang yang menganggur. Itu dikarenakan banyak sekali anak yang tidak mempunyai ijasah, maupun tidak adanya pembekalan skiil bagi mereka yang putus sekolah (Candra, 2008).

  C. Remaja

  1. Pengertian Remaja Remaja (adolescence) diartikan sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2007).

  Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (adolescentia yang berarti remaja) yang memiliki arti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1980).

  Di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan social (Desmita, 2009).Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun. Dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1980).

  Dari beberapa pengertian mengenai remaja di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang matang mencakup perkembangan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

  2. Perkembangan Remaja Remaja merasakan bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi belum mampu memegang tanggungjawab seperti orang dewasa. Karena itu, masa remaja ini terdapat kegoncangan pada individu remaja itu, terutama di dalam melepaskan nila-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan (Willis, 2010). Sehubungan dengan perkembangan remaja tersebut, berikut ini beberapa ciri perkembangan pada masa remaja atau pubertas :

  1) Ciri primer : matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi (menarche) pada anak perempuan dan produksi cairan sperma (nocturnal seminal emission) pada anak laki-laki. 2) Ciri sekunder : meliputi perubahan bentuk pada kedua jenis kelamin itu. Anak perempuan mulai tumbuh buah dada, pinggul membesar, paha membesar karena tumpukan lemak, dan bulu-bulu pada kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi perubahan otot, bahu melebar, suara mulai berubah, tumbuh bulu-bulu pada kelamin dan ketiak serta kumis.

  3) Ciri tertier : ciri-ciri yang tampak pada perubahan tingkah laku.

  Perubahan tersebut meliputi perubahan psikis, perubahan emosi, perubahan pandangan hidup, sikap, sosial dan sebagainya.

  Berdasarkan uraian diatas, ciri-ciri perkembangan pada masa remaja meliputi ciri primer, sekunder dan tertier.

  3. Tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan (development tasks) yaitu tugas- tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak di kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai dewasa akhir, setiap individu harus melakukan tugas itu (Dariyo, 2004).

  Menurut Hurlock (1980) tugas perkembangan pada masa remaja adalah sebagai berikut : 1) Berusaha mampu menerima keadaan fisiknya.

  2) Berusaha mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. 3) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

  4) Berusaha mencapai kemandirian emosional. 5) Berusaha mencapai kemandirian ekonomi. 6) Berusaha mengembangkan konsep dan ketrampilan-ketrampilan yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. 7) Berusaha memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

  8) Berusaha mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

  9) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan. 10) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja adalah menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, membina hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dan jenis kelamin lain, berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan hidup berkeluarga, mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.

  4. Pengaruh Ayah pada Perkembangan Remaja Interaksi dengan ayah yang mengasihi, mudah berkomunikasi, dan dapat diandalkan yang dapat memberikan kepercayaan dan keyakinan pada anak sangat mendukung perkembangan sosial pada remaja. Dalam sebuah penyelidikan, Frank Fustanberg & Kathleen Haris tahun 1992 mendokumentasikan anak-anak yang berasal dari Afrika- Amerika yang berpenghasilan rendah, melaporkan bahwa mereka memiliki kelekatan dan pengenalan yang kuat kepada ayahnya ketika remaja, memiliki kecenderungan dua kali lipat untuk memiliki pekerjaan yang stabil dan diterima di kampus. Sementara remaja yang tidak mempunyai relasi semacam itu dengan ayahnya, kurang dari 75 persennya cenderung menjadi orang tua yang tidak menikah, kurang dari 80 persen cenderung dipenjara, kurang dari 50 persen menjadi depresi. Meskpun demikian yang disayangkan adalah bahwa 10 persen dari anak- anak yang secara ekonomi tidak beruntung, yang menjadi subjek penelitian ini, memiliki relasi yang stabil dan dekat dengan ayahnya selama masa kanak-kanak dan remaja. Dalam studi lainnya, ayah yang memiliki prasaan positif cenderung memiliki remaja yang tidak depresi (Hurlock, 2009). menurut Grimm-Wassil (Thomas, 2008) ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa area khusus pada perkembangan anak, yaitu : a. Ayah mengajarkan/mendorong kebebasan, secara umum ayah cenderung kurang protrektif, mendorong eksplorasi dan pengambilan risiko, serta merupakan model perilaku agresif ataupun asertif.

  b. Ayah meluaskan pandangan anak, ayah mengenalkan dunia luar melalui pekerjaan mereka.

  c. Ayah merupakan pendisiplin yang tegas, hanya memberi sedikit permakluman dan cenderung menuntut banyak dari anak-anak mereka untuk tiap tahapnya.

  d. Ayah adalah (model) laki-laki.

  D. Kerangka Berpikir Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana murid tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid tidak tamat dalam menyelesaikan program belajarnya. Putus sekolah juga bisa diartikan sebagai seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah(Titaley, 2012).Akibat yang disebabkan anak putus sekolah sangat banyak, diantaranya adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, minum-minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri, banyak orang yang menganggur. Itu dikarenakan banyak sekali anak yang tidak mempunyai ijasah, maupun tidak adanya pembekalan skiil bagi mereka yang putus sekolah (Candra, 2008).

  Remaja yang putus sekolah tetap harus dibimbing dan didukung agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Dalam hal ini dukungan orang tua yang dibutuhkan oleh remaja yang putus sekolah agar mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dan tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Dukungan orang tua seperti halnya dukungan sosial ayah sangat mempunyai pengaruh untuk perkembangan remaja, karena menurut Grimm-Wassil (Thomas, 2008) ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa area khusus pada perkembangan anak, yaitu : a. Ayah mengajarkan/mendorong kebebasan, secara umum ayah cenderung kurang protektif, mendorong eksplorasi dan pengambilan risiko, serta merupakan model perilaku agresif ataupun asertif.

  b. Ayah meluaskan pandangan anak, ayah mengenalkan dunia luar melalui pekerjaan mereka.

  c. Ayah merupakan pendisiplin yang tegas, hanya memberi sedikit permakluman dan cenderung menuntut banyak dari anak-anak mereka untuk tiap tahapnya.

  d. Ayah adalah (model) laki-laki.

  Menurut Wills & Fegan (Sarafino, 2006) bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan ayah dapat berupa.: Emotional or esteem support,

  Tangible or Instrumental Suppor, Informational Support dan Companionship Suppor.

  Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diatas, penelitian dukungan sosial ayah pada anak putus sekolah penting untuk dilakukan.

  Kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Dukungan sosial ayah yang mempunyai anak putus sekolah

  Jenis dukungan sosial berupa :

  1. Dukungan Emosional

  2. Dukungan Instrumental

  3. Dukungan Informasi

  4. Penilaian Gambar 1.

  Bagan Kerangka Berpikir