MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DENGAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK.

(1)

BERBASIS PROYEK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika

Oleh TAOFIQ NIM : 1004641

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Pembelajaran Proyek

Oleh TAOFIQ S.ST ITB, 2007

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Matematika

© Taofiq 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWASEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK) DENGAN METODE PEMBELAJARAN

BERBASIS PROYEK

Oleh :

Nama : TAOFIQ NIM : 1004641

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. Dr. DadanDasari, M.Si.

Disahkan oleh:

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika


(4)

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMK yang mendapatkan pembelajaran berbasis proyek dan konvensional, interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan siswa dalam hal kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa, serta sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek. Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pretest dan postest. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Negeri di kabupaten Bandungprogram keahlian bisnis manajemen dengan sampel penelitian siswa kelas IX jurusan pemasaran sebanyak dua kelas yang dipilih secara acak. Untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, dan skala sikap siswa. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data tes awal dan gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, serta terhadap data tes kedua kelas dilakukan uji perbedaan rerata antara dua populasi dan Friedmantest. Analisis kualitatif dilakukan untuk menelaah sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, terdapat suatu interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan (tinggi, sedang, dan rendah) siswa dalam hal kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, secara umum siswa bersikap positf terhadap pembelajaran berbasis proyek.

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Proyek, Pemecahan Masalah Matematis, Komunikasi Matematis, Siswa SMK.


(5)

1.1Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang mendasar dari keduanya dapat dilihat dari orientasi lulusan yang dihasilkannya,lulusan SMA lebih dipersiapkan untuk melanjutkan ke universitas sedangkan lulusan SMK lebih dipersiapkan untuk dapat bekerja setelah lulus dari sekolah ini, namun tidak menutup kemungkinan lulusan SMK untuk melanjutkan kejenjang universitas.

Sesuai dengan tujuan pendidikan SMK bahwa “Sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab; mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia; mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumberdaya alam dengan efektif dan efisien”.

Semboyan ”SMK BISA!!”yang pertama kali dikemukakan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo ketika membuka Lomba Keterampilan Siswa SMK Tingkat Nasional ke-17 dan Pameran Kreasi Siswa SMK Tahun 2009 telah menjadikan SMK lebih diperhitungkan di dunia pendidikan Indonesia saat ini dan masa yang akan datang (Dit-PSMK, 2009). Semboyan ini menunjukan karakteristik SMK yang mendidik siswa-siswinya


(6)

menjadi mampu dan siap untuk bekerja mandiri, berkarya, bersaing, berbisnis, dan memajukan Indonesia.Sesuai dengan apa yang harus dihasilkan SMK, yaitu lulusan yang memiliki “Tiga tuntutan dasar persaingan tamatan SMK” yaitu lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, mampu meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, dan memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja dengan berwirausaha.

Salah satu faktor utama dalam menghasilkan lulusan SMK tersebut adalah keberhasilan proses belajar-mengajar khususnya keberhasilan pembelajaran matematika yaitu dalam peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa SMK sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.Sebagai ilmu dasar, matematika dipelajari pada semua jenjang pendidikan sekolah, termasuk di SMK. Matematika mempunyai peranan penting dalam membentuk keterampilan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama.

Kemampuan berpikir matematis telah banyak mendapat perhatian para peneliti maupun pendidik. Perhatian tersebut difokuskan pada pemahaman siswa terhadap konsep dan juga pada keterampilan berpikir, penalaran, dan penyelesaian masalah mereka dengan menggunakan matematika. Henningsen dan Stein (Sumarmo, 2006) menamakan proses matematika itu dengan istilah bernalar dan berpikir matematika tingkat tinggi (high-level mathematical thinking and reasoning). Beberapa aspek berpikir matematika tingkat tinggi adalah pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis (NCTM, 2000). Aspek-aspek ini sama dengan kemampuan-kemampuan yang dikembangkan sebagai hasil belajar dalam kurikulum tingkat satuanpendidikan (KTSP).

Adapun tujuan pendidikan matematika di SMK adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan


(7)

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; (6) Menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide. Di samping itu memberi kemampuan untuk menerapkan matematika pada setiap program keahlian.

Sejalan dengan tujuan pendidikan matematika tersebut, pembelajaran matematika yang diberikan harus dapat mengasah siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar dalam matematika yang dirumuskan NCTM (2000), yaitu: (1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); (5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).

Sesuai dengan KTSP dalam pendahuluan standar isi dikemukakan bahwa

“fokus pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah”. Pemecahan

masalah merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami masalah, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Memahami masalah dapat ditunjukkan oleh siswa dengan pemahaman akanmasalah, mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, dan dapat menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk.Selanjutnya memilih pendekatan dan mengembangkan strategi pemecahan masalah dengan tepat sehingga soal pemecahan masalah matematika yang diselesaikan siswa dapat terjawab dengan benar.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dikemukakan oleh Branca (Krulik dan Rays, 1980: 3), yaitu: (1) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya


(8)

matematika, (2) pemecahan masalah dapat meliputi metode, prosedur, dan strategi atau cara yang digunakan merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang lebih bermakna dalam berpikir, dan dapat membuat strategi-strategi penyelesaian untuk masalah-masalah selanjutnya. Selain hal tersebut, menurut Turmudi (2008), dengan menggunakan pemecahan masalah dalam matematika, siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, dan keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, baik di dalam maupun di luar kelas matematika. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari dan ditempat kerja, kemampuan pemecah masalah yang baik dapat mengarah menjadi hal yang sangat menguntungkan.

Pada kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian OECD PISA (Programme for International Student Assessment) terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 siswa SMP/ SMA/ SMK Indonesia pada tahun 2009 bahwa rata-rata skor kemampuan matematikanya hanya 371 masih jauh dari kemampuan matematika negara lain (OECD, 2010). 70% dari siswa tersebut hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana (tahap-I) namun belum mampu menyelesaikan dua masalah (tahap-I(tahap-I), belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks (tahap-III) dan masalah yang rumit (tahap-IV). Hasil survey TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2007 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-36 dalam bidang matematika dari 48 negara yang disurvey, dengan rata-rata skor siswa Indonesia adalah 397, masih jauh dari rata-rata skor International yaitu 500. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih rendah.

Siswa banyak yang mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan dan menemukan penyelesaiannya.Oleh karena ituperlu adanya strategi pembelajaran yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Khususnya bagi siswa-siswi SMK,kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dalam meningkatkan lulusan SMK yang mampu bersaing di dunia kerja.


(9)

Selain kemampuan pemecahan masalah, yang tidak kalah penting bagi siswa-siswi SMK adalah kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika karena matematika pada dasarnya adalah bahasa yang penuh dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami oleh siswa jika mempunyai kemampuan komunikasi matematis. Matematika bukan hanya sekedar alat bantu berpikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau menggambarkan kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa untuk mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat, dan ringkas.

Namun dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sehari-hari, guru masih jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Hal ini sesuai dengan hasil studi Sumarmo (1994) bahwa pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Hal ini juga didukung oleh Wahyudin (1999) bahwa sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, dan siswa hanya menerima saja yang disampaikan oleh guru. Padahal dari penelitian Turmudi (2009) diperoleh informasi, bahwa dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan, ternyataakan

memunculkan “gagasan-gagasan emas”.

Pada kenyataannya, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2005), ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis masih tergolong kurang. Terdapat lebih dari separuh siswa memperoleh skor kemampuan kurang dari 60% dari skor ideal, hal ini menunjukkan bahwa kualitas kemampuan komunikasi matematis belum dalam kategori baik sehingga perlu adanya strategi pembelajaran yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Khususnya bagi siswa-siswi SMK, kemampuan komunikasi matematis sangatlah penting dalam meningkatkan lulusan SMK yang mampu bersaing di dunia kerja.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi


(10)

positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991) dan merupakan salah satu tujuan pendidikan matematika maupun tujuan yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (2000).

Sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas matematika. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat, sulit untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika.

Pada kenyataannya, berdasarkan temuan Kouba dan McDonald (dalam Darhim, 2004) bahwa banyak siswa menganggap pelajaran matematika tidak mudah dan tidak diminati siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu memilih dan menggunakan strategi, pendekatan maupun metode yang menyenangkan bagi siswa, metode yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial (student-centered), dengan harapan, siswa mampu mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidang keahliannya.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menerapkan matematika di dalam kehidupan nyatanya. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) atau PBP adalah metode yang mendorong siswa untuk aktif dalam kelas dan mampu menerapkan matematika di dalam kehidupan nyata. Metode ini membuat siswa menjadi produktif karena siswa akan bekerja dalam sebuah proyek, dimana proyek yang diberikan adalah proyek yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengasah kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, proyek ini juga akan menumbuhkan motivasi bagi siswa dalam pembelajaran karena lebih menarik dan lebih nyata.

Menurut Thomas, et al. (1999) bahwa PBP merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan siswa dalam suatu kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang komplek berdasarkan kepada pertanyaan dan


(11)

permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri.

PBP sangat cocok sebagai inovasi pendidikan dalam bidang keteknikan (Purnawan, 2007), terutama dalam hal sebagai berikut : (1) siswa memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang berguna untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya, (2) siswa belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi yang terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya (student-centered), (3) siswa mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif. Beberapa penelitian pembelajaran berbasis proyek telah dilakukan dengan sukses pada beberapa perguruan tinggi baik luar maupun dalam negeri (Wena, 2009: 160) seperti pada: (1) Public Elemetary School Cincinnati USA dalam proyek perancangan jembatan di kota tersebut, (2) pembelajaran teknik informatika pada Universitas Seoul Korea Selatan, dan (3) pembelajaran medis pada beberapa Fakultas Kedokteran di USA. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa keunggulan seperti: (1) mampu meningkatkan motivasi mahasiswa, (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, (3) meningkatkan sikap kerja sama, dan (4) meningkatkan keterampilan mengelola sumber.

Berdasarkan uraian, temuan-temuan sejumlah studi, dan analisis diatas memberikan dugaan bahwa dilihat dari kesamaan karakteristiknya metode pembelajaran berbasis proyek dapat digunakan sebagai inovasi dalam pembelajaran matematika, dan sebagai solusi pengintegrasian pembelajaran matematika dengan bidang kejuruan. Pembelajaran berbasis proyek akan lebih baik daripada pembelajaran konvensional khususnya bagi siswa-siswi SMK. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian yang berjudul

“Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan dengan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek”.


(12)

1.2Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada dua aspek kemampuan yaitu pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMK. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran konvensional?

3. Apakah dalam kemampuan pemecahan masalah matematis terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan siswa SMK (tinggi, sedang dan rendah)?

4. Apakah dalam kemampuan komunikasi matematis terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan siswa SMK (tinggi, sedang dan rendah)?

5. Bagaimanakah sikap siswa SMK setelah memperoleh pembelajaran berbasis proyek?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang peningkatan kemampuan siswa SMK dalam pemecahan masalahdan komunikasi matematis dengan metode pembelajaran berbasis proyek dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran konvensional.


(13)

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK dengan metode pembelajaran konvensional.

3. Tentang ada tidaknya interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori siswa (tinggi, sedang dan rendah) dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis.

4. Tentang ada tidaknya interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori siswa (tinggi, sedang dan rendah) dalam hal kemampuan komunikasi matematis.

5. Sikap siswa SMK yang memperoleh pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada sikap siswa SMK yang memperoleh pembelajaran konvensional.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti bagi pihak-pihak tertentu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah menengah kejuruan, diantaranya:

1. Bagi guru

a. Memberikan informasi tentang implementasi metode pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan hasil belajar siswa;

b. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah. 2. Bagi Siswa

a. Melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran;

b. Melatih siswa dalam menemukan konsep matematika dengan cara menemukannya sendiri;

c. Melatih siswa dalam mengimplementasikan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari;


(14)

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam menerapkan inovasi metode pembelajaran berbasis proyek sebagai alternatif pengintegrasian berbagai atau semua mata pelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan.

1.5Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dalam penelitian ini, maka beberapa istilah yang terkait didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan; mampu membuat/ menyusun model matematika; dapat memilih dan mengembangkan strategi pemecahan; mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan yang meliputi: a) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara tertulis, b) menyatakan ide, situasi, relasi dan formula dalam kalimat matematis c) menunjukkan algoritma matematis dalam menyelesaikan masalah.

3. Metode pembelajaran berbasis proyek adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya melalui riset yang dilakukan dalam beraktifitas secara nyata.


(15)

3.1Desain Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Russeffendi

(1998) mengemukakan, “Penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab-akibat. Perlakuan yang kita lakukan terhadap variabel bebas kita lihat hasilnya pada variable terikat”.

Berdasarkan uraian tersebut, dengan menggunakan penelitian eksperimen, diharapkan setelah menganalisis hasilnya kita dapat melihat sejauh mana suatu perlakuan pada siswa berdampak pada peningkatan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design yang melibatkan dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen yang akan memperoleh perlakuan pembelajaran berbasis proyek dan kelompok kontrol yang mendapat pembelajaran secara konvensional. Pada desain ini terjadi pengambilan kelas subjek secara acak, dan adanya pretest dan postest. Diagram dari desain penelitian yang digambarkan sebagai berikut

Kelompok eksperimen O X O

Kelompok kontrol O O

Keterangan :

O :Pretest dan postest berupa teskemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis


(16)

3.2Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2008) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek atausubjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Negeriyang berada di Kabupaten Bandung Program Keahlian Pemasaran.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008). Daritiga kelas XI jurusan Pemasaran di sekolah tersebut,yang setiap kelompok kelasnya memiliki karakteristik yang sama, dipilih dua kelas secara acak dengan cara mengundi untuk dijadikan sampel penelitian. Kemudian, dari dua kelas tersebut dipilih secara acak, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen (kelas XI Pm 3) dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol (kelas XI Pm 1).

3.3Pengembangan Instrumen Penelitian

Untuk mengukur kemampuan yang dimaksud diperlukan instrumen yang baik dan sesuai, untuk itu diperlukan analisis terhadap instrumen sebelum benar-benar digunakan dalam mengumpulkan data (menjaring informasi yang diharapkan) dalam penelitian yang sebenarnya.

3.3.1 Bentuk Tes

Instrumen yang akan dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari tes tulis dalam bentuk uraian. Dalam hal ini, tes tulis yang diberikan akan digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam aspek-aspek pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Tes tulis ini sebanyak 5 butir soal yang mengukur aspek pemecahan masalah dan komunikasi matematis.


(17)

Sebelum tes dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk tiap butir soal. Selanjutnya soal diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap butir soal tes yang akan digunakan dalam penelitian. Sebelum soal-soal tes diujicobakan, terlebih dahulu peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, teman-teman peneliti di SPS Pendidikan Matematika UPI dan guru bidang studi matematika di sekolah tempat penelitian.

3.3.1.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Soal untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK berbentuk soal uraian. Pedoman penskoran kemampuan pemecahan masalahmatematis menggunakan pedoman penskoran yang dikemukakan oleh Schoendan Ochmke (Sumarmo, 1993: 16). Pemberian skor didasarkan pada proses pemecahan masalah yang dilakukan siswa yaitu mulai dari memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali terhadap semua langkah-langkah pemecahan masalah yang telah dilakukannya.Disamping itu, peneliti juga memberikan skor dengan sangat hati-hati karena pada soal pemecahan masalah matematis ini siswa dapat menjawab dengan berbagai cara atau alternatif penyelesaian.

Berikut ini tabel penskoran butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis yang dikemukakan oleh Schoendan Ochmke(Sumarmo, 1993 : 16).

Tabel 3.1

Tabel Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Memahami Masalah Membuat Rencana Pemecahan Masalah Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Sk

or

Salah

menginterpretasi kan atau salah sama sekali Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan Tidak melakukan perhitungan Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan


(18)

lain Salah menginterpretasi kan sebagian soal, mengabaikan kondisi soal Membuat rencana yang tidak dapat

dilaksanakan

Melaksanakan prosedur yang benar dan mungkin

menghasilkan jawaban yang benar tetapi salah

perhitungan Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas 1 Memahami soal selengkapnya Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasil atau tidak ada

hasil

Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses 2 Membuat rencana yang benar tetapi

belum lengkap 3 Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar

4

3.3.1.2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Soal untuk menguji kemampuan komunikasi matematis siswa SMK berbentuk soal uraian. Pemberian skor didasarkan pada proses menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik dalam bentuk aljabar dan proses menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik dalam bentuk gambar.Disamping itu, peneliti juga memberikan skor dengan sangat hati-hati sehubungan pada soal komunikasi matematis ini siswa bisa menjawab dengan berbagai cara atau alternatif penyelesaian.

Tabel 3.2

Tabel Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kemampuan

yang diukur Jawaban Skor

Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik dalam bentuk

Salah menginterpretasikan soal. 0 Salah menginterpretasikan sebagian soal. 4 Memahami soal selengkapnya, namun tidak mampu menjelaskan masalah dalam bentuk 6


(19)

aljabar aljabar sama sekali.

Memahami soal selengkapnya, namun dalam menjelaskan masalah dalam bentuk aljabar masih ada kesalahan.

8

Memahami soal selengkapnya dan mampu menjelaskan masalah dalam bentuk aljabar dengan baik dan benar.

10

Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik dalam bentuk gambar

Tidak mampu menjelaskan masalah dalam bentuk

gambar sama sekali. 0

Mampu menjelaskan masalah dalam bentuk

gambar namun masih salah. 4

Mampu menjelaskan masalah dalam bentuk

gambar namun belum lengkap. 8

Mampu menjelaskan masalah dalam bentuk

gambar dengan baik dan benar. 10

3.3.2 Analisis Validitas

3.3.2.1 Validitas logis (logical validity)

Validitas logis atau validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan ketentuan yang ada. Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain termasuk juga kejelasan gambar atau soal (Suherman, dkk. 2003).

Validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa, dan kesesuaian materi dengan tujuan yang ingin dicapai.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus (Arikunto, 2002).


(20)

Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi Product Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990), yaitu :

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y N= Jumlah peserta tes

X= Skor siswa tiap butir soal Y= Skor tiap responden/ siswa

Intrepretasi mengenai derajat koefisien validitas digunakan kriteria Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990).

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi Besarnya Interpretasi Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah

Sangat Rendah

Kriteria: Bila r hitung>r tabel, maka butir soal dikatakan valid

Hasil uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis diperoleh hasil pada tabel 3.4 dan tabel 3.5.

Tabel 3.4

Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal dan Skor

1 2 5a 5b

10 10 10 10


(21)

St.Deviasi 2,022 1,998 1,996 2,570

Validitas 0,908 0,890 0,843 0,941

Intrepretasi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi

Rxy 0,893 (Sangat Tinggi)

Berdasarkan hasil uji valitidas tes kemampuan pemecahan masalah matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

Tabel 3.5

Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir Soal dan Skor

3 4

a b a b

10 10 10 10

Rerata 7,750 4,444 7,667 3,444

St.Deviasi 2,130 2,990 3,295 1,949

Validitas 0,901 0,925 0,929 0,710

Intrepretasi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Tinggi

Rxy 0,853 (Sangat Tinggi)

Berdasarkan hasil uji valitidas tes kemampuan komunikasi matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil uji validitas tes kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

3.3.3 Analisis Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan untuk menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa uraian dapat diketahui menggunakan rumusAlpha (Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut :

Keterangan :


(22)

n = Banyak butir soal (item) ∑ = Jumlah variansi skor tiap item = Variansi skor total

Derajat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis didasarkan pada klasifikasi menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Derajat Reliabilitas Besarnya Interpretasi

SangatTinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

Dalam menentukan signifikansi koefisien reliabilitas, maka r11 dibandingkan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel maka data reliabel dan sebaliknya.

Hasil uji reliabilitastes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis diperoleh hasil pada Tabel 3.7 dan tabel 3.8.

Tabel 3.7

Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal dan Skor

1 2 5a 5b

10 10 10 10

Rerata 8,410 7,821 4,410 4,154

St.Deviasi 2,022 1,998 1,996 2,570

Validitas 0,908 0,890 0,843 0,941

Intrepretasi Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi


(23)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil uji reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

Tabel 3.8

Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir Soal dan Skor

3 4

a b a b

10 10 10 10

Rerata 7,750 4,444 7,667 3,444

St.Deviasi 2,130 2,990 3,295 1,949

Validitas 0,901 0,925 0,929 0,710

Intrepretasi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Tinggi

r11 0,921 (Sangat Tinggi)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes kemampuan komunikasi matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil uji reliabilitas tes kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

3.3.4 Analisis Daya Pembeda

Salah satu tujuan pengukuran analisis kuantitatif soal adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu.Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah adalah indeks daya pembeda (item discrimination).Indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian kelompok menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah.

Untuk memperoleh kelompok atas dan kelompok bawah maka dari seluruh siswa diambil 27% yang mewakili kelompok atas dan 27% yang mewakili


(24)

kelompok bawah. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah sebagai berikut:

Keterangan :

DP= Daya pembeda

= Jumlah skor siswa kelompok atas = Jumlah skor siswa kelompok bawah I =Jumlah skor ideal

Daya pembeda uji coba soal didasarkan pada klasifikasi berikut ini (Suherman dan Sukjaya, 1990):

Tabel 3.9

Klasifikasi Nilai Daya Pembeda Daya Pembeda Klasifikasi

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat Baik

Hasil analisis daya pembedates kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis diperoleh hasil pada Tabel 3.10 dan tabel 3.11.

Tabel 3.10

Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal dan Skor

1 2 5a 5b

10 10 10 10

DP 0,44 0,46 0,42 0,60

Baik Baik Baik Baik

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda tes kemampuan pemecahan masalah matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan


(25)

demikian berdasarkan hasil analisis daya pembeda tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

Tabel 3.11

Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir Soal dan Skor

3 4

a b a b

10 10 10 10

DP 0,48 0,72 0,64 0,44

Baik Sangat Baik Baik Baik

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda tes kemampuan komunikasi matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis daya pembeda tes kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

3.3.5 Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Kita perlu menganalisis butir soal pada instrumen untuk mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Menurut Russefendi (1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu, dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

IK = Tingkat kesukaran

= Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir yang diolah


(26)

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Suherman (2003) seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.12

Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi

Terlalu sukar

Sukar

Sedang

Mudah

Terlalu mudah

Hasil analisis tingkat kesukaran soaltes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis diperoleh hasil pada Tabel 3.13 dan tabel 3.14.

Tabel 3.13

Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal dan Skor

1 2 5a 5b

10 10 10 10

IK 0,78 0,77 0,41 0,30

Mudah Mudah Sedang Sukar

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

Tabel 3.14

Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir Soal dan Skor


(27)

A b a b

10 10 10 10

IK 0,76 0,44 0,68 0,38

Mudah Sedang Sedang Sedang

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan komunikasi matematis, semua butir soal memenuhi syarat untuk digunakan. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan sebagai alat tes yang baik.

3.3.6 Skala Sikap

Instrumen skala sikap digunakan untuk memperoleh informasi mengenai sikap siswa terhadap pelajaran matematika dan sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek. Skala sikap ini diberikan kepada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir, yaitu setelah dilaksanakannya postes.

Model skala sikap yang digunakan mengacu kepada model Skala Likert yang terdiri dari 20 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Setiap butir pernyataan memiliki lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral atau ragu-ragu (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pertanyaan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS = 5, S = 4, N = 3, TS = 2, dan STS = 1. Sedangkan untuk pertanyaan negatif, pemberian skornya adalah SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, STS = 5.

Langkah pertama dalam menyusun skala sikap adalah membuat kisi-kisi. Kemudian melakukan uji validitas isi butir pertanyaan dengan meminta pertimbangan teman-teman Pascasarjana UPI dan selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing mengenai isi dari skala sikap sehingga skala sikap yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan serta dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.


(28)

3.3.7 Lembar Observasi

Lembar observasi diberikan kepada satu orang guru matematika di tempat penelitian berlangsung. Isian lembar observasi ini bertujuan untuk melihat aktivitas yang dilakukan siswa dan juga guru pada saat pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran berbasis proyek meliputi keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan, mengemukakan dan menanggapi pendapat, mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah, serta membuat kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan.

Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Tujuannya adalah untuk memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran selanjutnya menjadi lebih baik.

3.3.8 Lembar Isian Guru

Lembar isian guru ini dibuat untuk mengetahui pendapatnya mengenai penerapan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, kamera foto, skala sikap siswa, lembar observasi dan lembar isian guru. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretest dan postest). Penggunaan kamera foto bertujuan untuk melihat suasana kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Skala sikap siswa diberikan untuk menentukan sikap atau pandangan siswa terhadap pelajaran matematika. Skala sikap ini diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah seluruh pembelajaran selesai. Observasi dilakukan menggunakan format observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.


(29)

3.5 Teknik Pengolahan Data

Ada dua jenis data yang diolah dalam penelitian ini, yaitu data kuntitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data hasil tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, sedangkan data kualitatif adalah data hasil observasi, angket untuk siswa, dan angket untuk guru.

3.5.1 Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis

Data yang diperoleh dari pretest dan postest selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel skor pretest dan postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Peningkatan kemampuan siswa yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi

(Hake dalam Meltzer, 2002)

d. Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.15 Klasifikasi Gain

Kriteria Gain Interpretasi

Tinggi

Sedang

Rendah

Tahap-tahap analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas


(30)

berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Langkah-langkah pengujian normalitas dengan menggunakan SPSS for windows adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan hipotesis yaitu:

H0: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

2) Menentukan level of significance. Diambil nilai sebesar 0,05

3) Menentukan uji statistic dengan uji non parametrik one-sample kolmogorov-smirnov pada taraf konfidensi 95%.

4) Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah

tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS for windows adalah jika P-Value (Sig)> , maka H0 diterima, dan jika P-Value (Sig) , maka H0

ditolak. b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki variansi homogen (sama) atau tidak. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam uji homogenitas dengan menggunakan SPSS for windows adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan hipotesis

H0: (variansi populasi skor kelas eksperimen dan kontrol

homogen).

H1: (variansi populasi skor kelas eksperimen dan kontrol

tidak homogen).

2) Menentukan level of significance. Diambil nilai sebesar 0,05

3) Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Levene dalam One way Anova atau dalam Independen Sample t-test pada tarf konfidensi 95% 4) Menentukan kriteria pengujian , yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah

tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS for windows adalah jika P-Value (Sig)> , maka H0 diterima, dan jika P-Value (Sig) , maka H0


(31)

ditolak. c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian dengan uji perbedaan dua rerata. Uji perbedaan dua rerata digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan rerata hasil tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan dua rerata dilakukan terhadap data hasil postes kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam uji perbedaan dua rerata tersebut:

1) Merumuskan hipotesis H0:

H1:

2) Menentukan level of significance. Diambil nilai sebesar 0,05 3) Menentukan uji statistik

Jika data normal dan homogen, maka digunakan uji-t dengn uji Independen Sample t-test, tetapi apabila data berdistribusi tidak normal, maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik untuk dua sampel yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney.

4) Menentukan kriteria pengujian , yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah

tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS for windows adalah jika P-Value (Sig 1-tailed)> , maka H0 diterima, dan jika P-Value

(Sig1-tailed) , maka H0 ditolak.

3.5.2 Data Hasil Observasi dan Angket

Data yang diperoleh dari hasil observasi, skala sikap, dan lainnya, di- analisa untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek diterapkan dalam mata pelajaran matematika di SMK dan berapa persen siswa yang berminat terhadap pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran berbasis proyek.


(32)

T

Y

T

Y

Gambar 3.1

Diagram alur pengolahan data statistik DATA KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

Uji

Normalitas UJI

NONPARAMETRIK

UJI-T

UJI-T’

KESIMPULAN

Uji Homogenitas


(33)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK yang belajar dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional.

2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK yang belajar dengan metode pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMK yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional.

3) Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori siswa SMK (tinggi, sedang dan rendah) dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis.

4) Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori siswa SMK (tinggi, sedang dan rendah) dalam hal kemampuan komunikasi matematis.

5) Sikap positif yang ditunjukan oleh siswa SMK setelah memperoleh pembelajaran berbasis proyek.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis data, pembahasan, dan kesimpulan pada penelitian ini, saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:

1) Pembelajaran berbasis proyek perlu menjadi alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. Hal pokok yang harus diperhatikan adalah proyek harus sesuai dengan


(34)

pembelajaran. Sehingga perlu dicoba dengan proyek-proyek yang lain untuk pokok pembahasan matematika yang lainnya.

2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis sudah baik namun pencapaian hasil belajarnya belum terlihat signifikan . Sehingga penelitian berikutnya diharapkan sampai melihat ketercapaian hasil belajar siswa.

3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis proyek lebih terlihat pada kategori kemampuan rendah atau sedang. Aktivitas belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran berbasis proyek siswa katagori tinggi berbagi tugas dengan siswa kategori rendah dan sedang agar semua siswa ikut serta secara aktif melaksanakan proyek, sehingga peningkatan siswa kategori tinggi terlihat lebih kecil dibanding kategori rendah dan sedang. Oleh karena itu, bagi guru yang hendak menggunakan pembelajaran berbasis proyek, perlu menyeimbangkan aktivitas belajar siswa kategori tinggi, rendah, dan sedang.

4) Hasil uji interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan siswa dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan bahwa siswa kategori tinggi peningkatan kemampuannya lebih kecil dari kategori lainnya. Oleh karena itu untuk penelitian berikutnya perlu diperhatikan aktivitas belajar siswa kategori tinggi.

5) Pada penelitian ini hanya dikaji sikap siswa terhadap pembelajaran secara umum, belum terungkap sikap siswa berdasarkan kategori kemampuannya. Oleh karena itu untuk penelitian lanjutan, perlu juga mengkaji sikap siswa berdasarkan kategori kemampuannya.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan. Disertasi pada SPs UPI: Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi). Jakarta: PT. Reneka Putra.

Arikunto, S. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arthur, L. B. (2008). Problem Solving. USA: Wikimedia Foundation, inc. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/problem solving. [7 april 2008] Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah Seminar

Nasional di Universitas Sanata Darma Yogyakarta. 14-15 Nopember 2001.

Baroody, A. J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company.

Begle, E.G. (1979). Critical variables in mathematics education. Washington D.C.: The Mathematical Association of America and NCTM.

Buck Institute for Education. (2010). Introduction to Project-Based Learning. [online]. Diakses di http://bie.org/images/uploads/general/... Januari 2012. Cai, JL dan Jakabesin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and

beyond. Virginia: NCTM.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Sikap Siswa Sekolah Dasar. Jurnal penelitian. Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Lengkap KTSP 2006. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. (2009). Warta : Mendiknas Gelorakan Semboyan ‘SMK Bisa!!’. [online]. www.ditpsmk.net.


(36)

Faizan, F. A. (2010). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think-Talk-Write terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan berbasis masalah. Tesis pada SPs UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Florin, S. (2010). The Success of Project Based Learning. [online]. Diakses di

http://www.brighthub.com/education/k-12/articles/90553.aspx. Januari 2012.

Gagne, et al. (1992). Principles of Intructional Design. Florida: Hotland Winston.

Gani, R. A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Modul ALBERTA Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. Disertasi Doktor Program Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hamzah. (2009). Model Pembelajaran: Menciptakan proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Gorontalo: Bumi Aksara

Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang.

Khamdi, W. (2007). Pembelajaran Berbasis Proyek: Model Potensial untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran. [online]. Diakses di

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/23/pembelajaran-berbasis-proyek-model-potensial-untuk-meningkatkan-mutu-pembelajaran/. Januari 2012.

Kurniawan, L, dkk. (2011). Metode Pembelajaran Matematika Pembelajaran Berbasis Proyek. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Krulik, S, and Rays, R. E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lindawati. (2010).Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. UPI. Tidak diterbitkan.


(37)

Maab, J & Schologlmann, W. (2009). Beliefs and attitudes in mathematics Education (New Research Results). Rotterdam : Sense Publishers.

Nasution, S. (2000). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Virginia.

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Virginia.

OECD. (2010). PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do – Students Performance in Reading, Mathematic and Science (Volume I). Pdf.

Polya, G. (1985). How to Solve it. A New of Mathematical Methods. New Jersey: Princeton University Press.

Purnawan, Y. (2007). Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek). [online]. Diakses di http://yudipurnawan.wordpress.com/2007/11/17/ pengenalan-pbl. Januari 2012.

Purwadarminta, W.J.S. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ruseffendi, H. E. T. (1991). Penilaian Pendididkan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.

Ruseffendi, H. E. T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Ruseffendi, H. E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan

Schneider, D. K. (2005). Project-Based Learning. [online]. Diakses di


(38)

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah P3G Matematika.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa di Kodya Bandung. Laporan Hasil Penelitian IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan. Sumarmo, U. (2006). Berpikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah Seminar Pendidikan Matematika 22 April 2006 di FMIPA Universitas Padjajaran, Bandung.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: tidak diterbitkan

Sungkono. (2010). Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek. PTK Program studi Teknologi Pendidikan FIP UNY. Thomas, J. W., et al. (1999). Project Base Learning: A handbook of Middle and

High School Teacher. Novanto CA: The Buck Institute for Education. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

Berparagdima Eksploratif dan Investigatif. PT. Leuser Cita Pustaka. Turmudi . (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika Referensi untuk

Guru SMK, Mahasiswa, dan Umum. PT. Leuser Cita Pustaka.

Turmudi. (2010). Matematika Eksploratif dan Investigatif Referensi Metodologi Pembelajaran untuk Guru Matematika. PT. Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(39)

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap Untuk Meningkatkan kompetensi Pedagogis Para Guru Dan Calon Guru Provisional. Bandung: UPI Press.

Wahyudin. (2009). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Wardani, S. (2009). Pembelajaran Inkuiry Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPs UPI: Tidak dipublikasikan. Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. PT Bumi Aksara.

Westwood, P. (2008). What Teacher Need to Know about Teaching Methods. Victoria: ACER Press.


(1)

100

pembelajaran. Sehingga perlu dicoba dengan proyek-proyek yang lain untuk pokok pembahasan matematika yang lainnya.

2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis sudah baik namun pencapaian hasil belajarnya belum terlihat signifikan . Sehingga penelitian berikutnya diharapkan sampai melihat ketercapaian hasil belajar siswa.

3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis proyek lebih terlihat pada kategori kemampuan rendah atau sedang. Aktivitas belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran berbasis proyek siswa katagori tinggi berbagi tugas dengan siswa kategori rendah dan sedang agar semua siswa ikut serta secara aktif melaksanakan proyek, sehingga peningkatan siswa kategori tinggi terlihat lebih kecil dibanding kategori rendah dan sedang. Oleh karena itu, bagi guru yang hendak menggunakan pembelajaran berbasis proyek, perlu menyeimbangkan aktivitas belajar siswa kategori tinggi, rendah, dan sedang.

4) Hasil uji interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kategori kemampuan siswa dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan bahwa siswa kategori tinggi peningkatan kemampuannya lebih kecil dari kategori lainnya. Oleh karena itu untuk penelitian berikutnya perlu diperhatikan aktivitas belajar siswa kategori tinggi.

5) Pada penelitian ini hanya dikaji sikap siswa terhadap pembelajaran secara umum, belum terungkap sikap siswa berdasarkan kategori kemampuannya. Oleh karena itu untuk penelitian lanjutan, perlu juga mengkaji sikap siswa berdasarkan kategori kemampuannya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan

Masalah, dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan. Disertasi pada SPs UPI: Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi). Jakarta: PT. Reneka Putra.

Arikunto, S. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arthur, L. B. (2008). Problem Solving. USA: Wikimedia Foundation, inc.

Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/problem solving. [7 april 2008] Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah Seminar

Nasional di Universitas Sanata Darma Yogyakarta. 14-15 Nopember 2001. Baroody, A. J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8.

Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of

Macmillan Publishing, Company.

Begle, E.G. (1979). Critical variables in mathematics education. Washington D.C.: The Mathematical Association of America and NCTM.

Buck Institute for Education. (2010). Introduction to Project-Based Learning. [online]. Diakses di http://bie.org/images/uploads/general/... Januari 2012. Cai, JL dan Jakabesin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and

beyond. Virginia: NCTM.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Sikap

Siswa Sekolah Dasar. Jurnal penelitian. Bandung: FPMIPA Universitas

Pendidikan Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Lengkap KTSP 2006. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. (2009). Warta : Mendiknas Gelorakan Semboyan ‘SMK Bisa!!’. [online]. www.ditpsmk.net.


(3)

102

Faizan, F. A. (2010). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Missouri

Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think-Talk-Write terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA.

Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui

Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan berbasis masalah. Tesis pada SPs

UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Florin, S. (2010). The Success of Project Based Learning. [online]. Diakses di

http://www.brighthub.com/education/k-12/articles/90553.aspx. Januari

2012.

Gagne, et al. (1992). Principles of Intructional Design. Florida: Hotland Winston. Gani, R. A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Modul ALBERTA

Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. Disertasi Doktor Program Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Hamzah. (2009). Model Pembelajaran: Menciptakan proses Belajar Mengajar

yang Kreatif dan Efektif. Gorontalo: Bumi Aksara

Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang.

Khamdi, W. (2007). Pembelajaran Berbasis Proyek: Model Potensial untuk

Meningkatkan Mutu Pembelajaran. [online]. Diakses di http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/23/pembelajaran-berbasis-proyek-model-potensial-untuk-meningkatkan-mutu-pembelajaran/. Januari 2012.

Kurniawan, L, dkk. (2011). Metode Pembelajaran Matematika Pembelajaran

Berbasis Proyek. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas

Negeri Yogyakarta.

Krulik, S, and Rays, R. E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lindawati. (2010).Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Inkuiri

Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. UPI.


(4)

Maab, J & Schologlmann, W. (2009). Beliefs and attitudes in mathematics

Education (New Research Results). Rotterdam : Sense Publishers.

Nasution, S. (2000). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. (1989). Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Virginia.

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. (2000). Principles and

Standards for School Mathematics. Virginia.

OECD. (2010). PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do – Students Performance in Reading, Mathematic and Science (Volume I). Pdf.

Polya, G. (1985). How to Solve it. A New of Mathematical Methods. New Jersey: Princeton University Press.

Purnawan, Y. (2007). Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek). [online]. Diakses di http://yudipurnawan.wordpress.com/2007/11/17/ pengenalan-pbl. Januari 2012.

Purwadarminta, W.J.S. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ruseffendi, H. E. T. (1991). Penilaian Pendididkan dan Hasil Belajar Siswa

Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.

Bandung: Diktat.

Ruseffendi, H. E. T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Ruseffendi, H. E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik.

Disertasi UPI: Tidak diterbitkan

Schneider, D. K. (2005). Project-Based Learning. [online]. Diakses di http://edutechwiki.unige.ch/en/project-based-learning. Januari 2012.


(5)

104

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam

Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah P3G Matematika.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa di Kodya Bandung. Laporan Hasil Penelitian IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2006). Berpikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah Seminar Pendidikan Matematika 22

April 2006 di FMIPA Universitas Padjajaran, Bandung.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: tidak

diterbitkan

Sungkono. (2010). Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Pembelajaran

Berbasis Proyek. PTK Program studi Teknologi Pendidikan FIP UNY.

Thomas, J. W., et al. (1999). Project Base Learning: A handbook of Middle and

High School Teacher. Novanto CA: The Buck Institute for Education.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

Berparagdima Eksploratif dan Investigatif. PT. Leuser Cita Pustaka.

Turmudi . (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika Referensi untuk

Guru SMK, Mahasiswa, dan Umum. PT. Leuser Cita Pustaka.

Turmudi. (2010). Matematika Eksploratif dan Investigatif Referensi Metodologi

Pembelajaran untuk Guru Matematika. PT. Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan


(6)

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap

Untuk Meningkatkan kompetensi Pedagogis Para Guru Dan Calon Guru Provisional. Bandung: UPI Press.

Wahyudin. (2009). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press. Wardani, S. (2009). Pembelajaran Inkuiry Model Silver untuk Mengembangkan

Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPs UPI: Tidak dipublikasikan.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. PT Bumi Aksara. Westwood, P. (2008). What Teacher Need to Know about Teaching Methods.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 55

Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMK.

6 19 82

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN DISKURSIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

5 15 49

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 41

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, PENALARAN, DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SERTA KECERDASAN EMOSIONAL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS-MASALAH PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS.

0 0 170

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, PENALARAN, DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SERTA KECERDASAN EMOSIONAL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS-MASALAH PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS.

0 1 170

PENINGKATANKEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.

0 0 40

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 0 66

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DENGAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK - repository UPI T MTK 1004641 Title

0 1 3

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DENGAN METODE IMPROVE DISERTAI PEMBERIAN EMBEDDED TEST DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

0 1 14