Kapasitas Antioxidan dan Kandungan Proantosianidin Total Rempah Rempah Sumatera Barat.

Draf artikel

Kapasitas Antioxidan dan Kandungan Proantosianidin Total Rempah
Rempah Sumatera Barat
D.P. Putra*, H. Al-Fatra* and N. Indrawaty**
*)

Fac. of Pharmacy and **) Fac. of Medicine, University of Andalas

Abstract
Kapasitas antioksidan dan kandungan proantosianidin total dari 20 tumbuhan rempah Sumatera
Barat telah diteliti dalam rangka memaparkan efek protektifnya sebagai antioksidan. Aktivitas
antioksidan yang terkandung didalamnya diinvestigasi dengan metoda DPPH dan dinyatakan
sebagai kapasitas antioksidan trolox ekuivalen. Proantosianidin total dianalisis dengan metoda
vanillin-HCl dengan (+)-katekin sebagai standar monomer. Hasil analisis 20 jenis rempah
didapatkan kandungan yang cukup beragam dimana Cinnamomum burmannii (kulit manis, 263
mg Eq. katekin/g rempah) dan Syzygium polianthum (daun salam, 156 mg Eq. katekin/g rempah)
merupakan rempah yang tertinggi mengandung proantosianidin.
Kata kunci: Antioksidan, proantosianidin, DPPH, rempah dan TEAC

Pendahuluan

Sumber daya alam tumbuhan Indonesia memberikan keuntungan berlimpah dan bahkan
unik karena beberapa jenis diantaranya seperti rempah dan tumbuhan obat hanya tubuh
baik di iklim tropis. Berbagai jenis rempah dan tumbuhan obat ini bahkan sudah ribuan
tahun dikenal oleh bangsa lain diantaranya; pala, cengkeh, kulit manis, kapulaga, jahe,
lengkuas, sereh, daun salam, dll. Pada zaman sebelum masehipun, bangsa Eropah, Mesir
kuno dan Cina berlayar ke kepulauan nusantara yang sekarang menjadi bagian Indonesia
untuk mendapatkan rempah dan bahan obat bagi kebutuhan masyarakatnya (Backer and
Van den Brink, 1965; Burkill, 1966, MMI, 1989). Dua jenis diantaranya kulit manis
(Cinnamomum burmanni) dan Gambir (Uncaria gambier) merupakan entitas unik bahan
alam yang mengisi 80-90% kebutuhan dunia, dihasilkan oleh daerah Sumatera Barat dan
Jambi (Ravindran et al., 2003; Putra et al. 2007)
Bahan rempah yang berlimpah juga memberikan pengaruh pada budaya kuliner
masyarakat. Sehingga, sebagai salah satu etnis Nusantara, masyarakat Minang memiliki
cita rasa masakan tersendiri dan sudah populer ditengah-tengah masyarakat Indonesia
dan identik dengan masakan Padang. Cita rasa ini disebabkan pemakaian jenis dan
jumlah serta komposisi rempah yang digunakan dalam setiap masakan (Van and Cox,
1994).
1

Akhir-akhir ini, masyarakat yang menderita diabetes, obesitas, penyakit

kardiovaskuler dan kanker cendrung meningkat. Cita rasa ’enak’ masakan Minang
diiringi kecendrungan adanya anggapan bahwa masakan tersebut penyebab utama
penyakit kardiovaskular. Padahal, penelitian Liputo (2002) membuktikan bahwa
perubahan pola komsumsi dan pola hidup yang tidak sehat yang sebenarnya menjadi
penyebab dan rempah pada masakan Minang diduga memberikan perlindungan terhadap
berbagai penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian di luar negeri telah menunjukkan
adanya efek protektif dari komponen polifenol dalam makanan dari biji-bijian, sayuran,
buah-buahan dan rempah sebagai antioksidan (diantaranya: asam fenolat, flavonoid,
proantosianidin dan tanin), karena dapat meningkatkan sistim immun, meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, mencegah oksidasi LDL dan juga dapat menurunkan
resiko terkena penyakit kanker(8,9). Penelitian kearah ini di Indonesia belum banyak
dilakukan, maka pada kesempatan ini dilaporkan hasil penelitian yang terkait dengan
kandungan proantosianidin rempah tumbuhan Sumatera Barat dan potensi protektif
sebagai antioksidan secara In-vitro.

Bahan dan Metoda
Bahan dan Metoda: Koleksi sampel tiga lokasi daerah penghasil rempah (Alahan
Panjang, Bukittinggi dan Batusangkar). Rempah yang dikoleksi di daerah pertanian
penghasil rempah


dan dipilih 10-15 jenis rempah yang paling banyak dikonsumsi

berdasarkan penelitian sebelumnya. Rempah diambil dari petani/ kebun atau dipasar
tradisional yang masih segar dan baru dipanen. Sebagian rempah yang sudah
diperdagangkan dalam bentuk kering, dikoleksi dalam keadaan kering, namun daerah
asal bahan tetap diperhatikan. Masing-masing rempah (3 lokasi) dikumpulkan lebih
kurang sebanyak 0,5 - 1 Kg. Bahan yang masih segar dibersihkan dan dikeringkan
dengan bantuan oven pengering simplesia (mak. 50 oC), diserbuk hingga kehalusan 60
mesh dan ditentukan susut pengeringannya. Susut pengeringan setiap bahan dihitung
secara grafimetri yakni penimbangan setelah bahan dikeringkan pada 105oC hingga
bobot konstan atau selisih penimbangan < 2%). Bahan yang sudah bentuk kering
diserbuk dengan cara yang sama. Sejumlah kecil masing-masing bahan (5-10 gram)
dikeringkan untuk sampel referensi. Sampel yang telah dikeringkan dimasukkan dalam
2

wadah kedap udara dan kemudian disimpan dalam frizer -20 oC sampai waktunya
dianalisis.
Ekstraksi proantosianidin total. Tiap sampel yang akan diekstraksi dengan
dikembangkan dari metoda yang uraikan oleh Hammerstone et al (2000) atau metoda
Sun dan Spranger (2005) yang dimodifikasi. Secara singkat dapat dijelaskan, tiap sampel

(5 gram) dibebaskan dari minyak/lemak menggunakan pelarut n-heksana cara maserasi
(3 x 25 mL, 3 x 24 jam). Sampel yang sudah bebas lemak, dikeringkan dan ditimbang
sebanyak 1 gram. Masing-masing bahan dimaserasi dua tahap: pertama menggunakan 10
mL metanol:air (80:20 v/v) selama 24 jam, maserat disaring dan ampas kemudian
dimaserasi kembali dengan campuran pelarut aseton:air:asam asetat (70:29,5:0,5 v/v)
sebanyak 5 mL selama 3 jam, kemudian digerus menjadi bubur dalam lumpang dan
bubur dimasukkan dalam kolom kecil (1 x 10 cm) yang sudah diberi alas kapas dari glas
wool. Filtrat ditampung dalam labu penakar 10 mL. Bilas lumpang dengan sedikit larutan
penyari dan masukkan kedalam kolom dengan bantuan corong kecil sedemikian rupa
sehingga sisa ampas ikut terbilas. Tambahkan larutan penyari untuk membilas sisa ampas
dan cukupkan volume filtrat hingga batas pada labu penakar (10 mL). Pelarut diuapkan
dengan rotavapor dan ekstrak dikeringkan dengan alat freeze dryed dan kemudian
disimpan vial kedap udara pada temperatur -20oC. Tiap sampel masing-masing diekstrasi
secara dua kali ulangan (duplo). Efisiensi metoda ekstraksi diverifikasi dengan
menghitung persen recoveri membandingkan sampel yang ditambah standar katekin.
Pengukuran proantosianidin total. Pengukuran dilakukan menurut metoda Vanilin-HCl
yang spesifik bereaksi pada polifenol dengan inti flavan-3-ol. Prinsip reaksi yang terjadi
adalah kondensasi vanilin terprotonasi membentuk karbokation elektrofolik dan dalam
suasana asam akan bereaksi dengan kabon nukleofilik monomer proantosianidin
sehingga timbul warna merah. Intensitas warna diukur dengan alat spektrofotometer

ultraviolet pada panjang gelombang 500 nm. Kadar proantosianidin dihitung
menggunakan kurva baku standar dengan pembanding (+) katekin.
Pengukuran proantosianidin dilakukan menurut Sun et al (1998) (37) atau Nakamura et
al (2003) (38) yang dikerjakan sebagai berikut: 1 mL larutan katekin standar (0 s/d 300
g/mL metanol) atau sampel uji (100 s/d 250 g /mL ekstrak dalam metanol)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 2,5 mL larutan 1% vanilin dalam
3

metanol dan 2,5 mL HCl 9 mol/L dalam metanol. Biarkan campuran bereaksi selama 20
menit pada suhu kamar (30 oC). Pengukuran absorban kontrol tampa vanilin 1% (Ao),
kontrol dengan vanilin 1% (Ab), kontrol dengan katekin (Ac) dan sampel (As) masingmasing diukur absorbannya pada 500 nm.
A (absorban) untuk sampel dan standar baku ditentukan dengan rumus sebagai
berikut : A = (As – Ab) – (Ac – Ao)
As = 1 mL sampel atau katekin + 2,5 mL vanilin 1% + 2,5 mL HCl 9 mol/lt
Ac = 1 mL sampel atau katekin + 2,5 mL metanol + 2,5 mL HCl 9 mol/lt
Ab = 1 mL metanol + 2,5 mL metanol + 2,5 mL vanilin 1%
Ao = 1 mL metanol + 2,5 mL metanol + 2,5 mL HCl 9 mol/lt
Tentukan kurva baku dengan standar katekin dan proantosianidin tiap sampel dihitung
dengan persamaan kurva kalibrasi. Tiap sampel uji diukur dengan 3 kali pengulangan.
Penetapan kapasitas antioksidan. Penetapan aktifitas antioksidan dilakukan menurut

metoda William et al. (1982)(43) dengan menggunakan pereaksi DPPH (2,2-difenil-2pikril-hidrazil) Sigma cat.no. D9132. Analisis dilakukan dengan mengamati penururan
absorban warna ungu dari DPPH pada 517 nm. Alat pengukur yang digunakan adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu® Pharmaspec 1700 yang dilengkapi dengan 6 sel
kuvet. Sebagai pembanding digunakan Trolox® (Vit. E analog larut air) dan atau
senyawa flavonoid lainnya. Dinyatakan sebagai kapasitas antioksidan mol eq.
Trolox®)/100 gr bahan rempah.
Metoda pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bahan dengan konsentrasi 1
mg/ml disiapkan dalam metanol. 50 M DPPH disiapkan dengan melarutkan 4.93 mg
dalam metanol. Sebanyak 0,25 mL larutan sampel di tambahkan 4,75 mL reagen DPPH
dicampurkan dalam tabung reaksi dan untuk kontrol sampel diganti dengan metanol.
Ukur absorban sampel (As) dan kontrol (Ao) pada 517 nm pada pada suhu kamar (ruang
ber AC 25 oC) selama 30 menit dan pembacaan dilakukan pada 0, 2, 5, 10, 15, 20 dan
pada menit ke 30. Persentase inhibisi (%A) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
% A = (Ao – As) / Ao x 100%
Hitung % Inhibisi yang menghabiskan 50 M DPPH sebanyak 50% (IC50-DPPH) dengan
metoda probit atau Finnay. Standar Trolox® ditimbang (0-200 g/mL) dan direaksikan
dengan DPPH seperti perlakukan pada bahan uji. Lakukan konversi aktifitas sampel
4

terhadap pembanding sehingga diperoleh Trolox Equivalence Antioxidan Concentration

(TEAC) dari masing-masing rempah.

Hasil dan Pembahasan
Hasil survey yang dilakukan di tiga lokasi (Bukittinggi/Padang panjang: Bkt/Ppj,
Batusangkar:Bts dan Alahan Panjang:Alp) didapatkan rempah-rempah seperti yang
ditabulasikan dapalm table 1. Sampel rempah segar yang dikoleksi segera dibersihkan
dan dikeringkan dalam lemari pengering (mak 50 OC). Semua rempah yang telah kering
kemudian diserbuk dengan penggiling simplesia dan disimpan dalam wadah kedap
dilemari pendingin.

No

Nama Daerah

Nama latin

Kondisi

1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Adas manis
Asam Kandis
Bawang Merah
Bawang Putih
Biji Pala
Cabe merah
Cengkeh

Daun Salam
Jahe
Kapulaga
Kencur
Kunyit
Ketumbar
Kulit Manis

K
K
S
S
K
Sg
Kr
Sg
Sg
K
S
Sg

K
Kr

15
16
17
18
19
20

Lengkuas
Merica hitam
Merica putih
Pekak
Ruku-Ruku
Sereh

Foeniculum vulgare
Garcinia cowa
Allium cepa

Allium sativum
Myristica fragrans
Capsicum annum
Eugenia aromaticum
Syzygium polyanthum
Zingiber officinale
Amomum cardamomum
Kaempferia galanga L.
Curcuma domesticum
Coriandrum sativum
Cinnamomum
burmannii
Alpinia galanga
Piper nigrum L.
Piper nigrum L.
Illicium verum
Ocimum sanctum
Andropogon nardus L.

Sg
K
K
K
Sg
Sg

Daerah koleksi
Bkt /Ppj Bts Alp
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

v
v
v

v

v
v

v
v

Tabel 1. Daftar jenis rempah dari tiap lokasi (S, bahan segar/K, kering)

Berdasarkan metoda analisis proantosianidin, masing-masing sebanyak 5 g
serbuk dibebaslemak dengan bantuan pelarut heksan dan kemudian diekstraksi zat
proantosianidin dengan pelarut campur aseton-air (70:30). Tiap 200 ul sari ekstrak (100
mg rempah/ 10 larutan penyari), dicukupkan volume hingga 1 mL dan direaksikan
5

dengan pereaksi vanilin 1% (2,5 mL) dan HCl 9mol/lt (2,5 mL) diinkubasi selama 20
min pada suhu kamar, maka setelah diukur serapannya pada 500 nm. Dengan cara yang
sama larutan standar (+)-katekin digunakan sebagai pembanding baku (Grafik 1.). Hasil
pengukuran yang diperoleh diekspresikan dalam mgEq (+)-katekin dan dihasilkan kadar
proantosianidin tiap sampel sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2.

Grafik 1. Kurva baku proantosianidin (+katekin) diukur pada 500 nm
pereaksi Vanilin-HCl
No

Nama Daerah

Nama Latin

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Adas manis
Asam Kandis
Bawang Merah
Bawang Putih
Biji Pala
Cabe merah
Cengkeh
Daun Salam
Jahe
Kapulaga
Kencur
Ketumbar
Kulit Manis

14
15
16
17
18
10
20

Kunyit
Lengkuas
Merica putih
Merica hitam
Pekak
Ruku-Ruku
Sereh

Foeniculum vulgare
Garcinia cowa
Allium cepa
Allium sativum
Myristica fragrans
Capsicum annum
Eugenia aromaticum
Syzygium polyanthum
Zingiber officinale
Amomum cardamomum
Kaempferia galanga L.
Coriandrum sativum
Cinnamomum
burmannii
Curcuma domesticum
Alpinia galanga
Piper nigrum L.
Piper nigrum L.
Illicium verum
Ocimum sanctum
Andropogon nardus L.

Kadar proantosianidin
(mgEq +-Katekin/g sampel)
12,28
4.25-13.76
3,20
3,55
12.20
8.14-8.65
4.66-5.27
76.80-156.72
5.99-9.98
7.21-59.71
4.66-5.47
10,64
198.99-263.35
3.02-6.09
5.07-5.99
8,6
3.94-4.86
53,93
2.20-6.40
4.76-6.50

Tabel 1. Kadar proantosianidin total rempah-rempah dalam mgEq (+)-katekin/g rempah kering

6

Dari tabel 2 diperoleh data kandungan proantosianidin untuk rempah yang sama berbeda
hasilnya. Perbedaan ini terdapat diantaranya daun salam dimana sampel dari Batusangkar
(76,8 mgEq katekin/g) lebih kecil dari sampel daun salam dari daerah Bukittinggi
(156,72 mgEq katekin/g), demikian pula dengan kulit kayu manis (198.99-263.35 mgEq
katekin/g). Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor selain faktor geografi juga dapat
disebabkan perbedaan umur panen dan kualitas (seperti pada kulir manis terdapat
kategori kualitas KA, KB dan KC). Namun dari 20 jenis rempah telah ditemukan 2 jenis
yang mengandung proantosianidin tinggi yakni daun salam dan kulit manis. Selebihnya,
pekak dan kapulaga mengandung proantosianidin cukup berarti dan sisanya (16 jenis
rempah) mengandung proantosianidin rendah. Dari rempah-rempah yang baik dan tinggi
kadar proantosianidin totalnya dilakukan pengulangan pengukuran dihasilkan rata-rata
proantosianidin total (Grafik 1). Dari hasil tersebut, kulit manis (Cinnamomum
burmannii) dan daun salam (Syzygium polianthum) adalah rempah yang mengandung
proantosianidin terbesar dengan kadar berturut 263 mg Eq. katekin/g rempah dan 156 mg
Eq. katekin/g rempah.

Grafik 2. Kandungan proantosianidin rempah (n=3)

Pengukuran aktivitas antioksidan rempah terpilih dengan pereaksi DPPH dan standar
Trolox didapatkan kapasitas antioksidan dari masing-masing rempah seperti yang
disajikan dalam tabel 3. Dari tabel, terlihat bahwa aktifitas antioksidan rempah-rempah
relatif tinggi. Daun salam dan kulit manis tetap konsisten dengan kandungan
7

proantosianidin tinggi, namun tidak demikian halnya dengan kapulaga yang jauh lebih
kecil dibandingkan dengan lainnya. Hal yang menarik dari temuan ini adalah adanya
kontribusi zat lain yang memegang peranan penting terhadap aktifitas antioksidan
misalnya kunyit, cabe, asam kandis, jahe dan bahkan asam kandis, rata-rata
antioksidannya tinggi pdahal kandungan oriantosianidinnya rendah. Kenyataan ini adalah
wajar apabila diperhatikan banyak penelitian yang melaporankan bahwa pada cabe
diketahui mengandung vit C yang tinggi, demikian juga dengan kunyit yang
mengandung curcumin dan asam kandis mengandung santon yang juga dilaporkan aktif
antioksidan. Hasil penelitian yang sejalan terhadap kandungan fenolik dan flavonoid
menarik untuk ditunggu agar gambaran lengkap terhadap masing-masing rempah
dikaitkan dengan masing-masing yang berperanan terhadap aktifitas antioksidan.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Inhibisi DPPH
mg Eq.Trolox/
(%)
100 g sampel
Sereh
24
528.8
Kunyit
84
1860.0
Jahe
60
1329.3
Lengkuas
33
729.9
Cabe
88
1948.7
Ruku-ruku
91
2032.8
Daun Salam
90
2006.7
Kulit Manis
90
2003.1
Cengkeh
93
2071.9
Kapulaga
17
382.1
Asam Kandis
78
1740.5
Kencur
15
333.2
Tabel 3. Aktifitas antioksidan beberapa rempah-rempah
Rempah-rempah

Kesimpulan dan saran
Penelitian ini telah menghasilkan adanya rempah yang mengandung proantosianidin
tinggi seperti kulit manis dan daun salam. Kulit manis (Cinnamomum burmanni)
berpotensi untuk dikaji seperti yang sudah dikembangkan pada kulit manis jenis lain dari
Srilanka(Cinnamomum zeylanicum). Spesies kedua yakni daun salam (Syzygium
polianthum) merupakan rempah potensial yang belum dilirik banyak peneliti. Banyak
kajian yang dapat diarahkan untuk pengembangannya terutama sebagai sumber
proantosianidin yang berkhasiat obat.

8

Ucapan Terima Kasih
Peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada DP 2M DIKTI atas Hibah Penelitian Strategis
Nasional yang diberikan sesuai kontrak no. 120/H.16/PL/HB-PSN/IV/2009, tanggal 16 April
2006.

Daftar Pustaka
Backer, CA and van den Brink, RCB (1965), Flora of Java, Vol. I-III, Noordhoff-Groningen,
Netherlands.
Burkill, IH., (1966), A Dictionary of the Economic Products of The Malay Peninsula vol. 1 (AH), vol 2 (I-Z), Ministry Agriculture and Cooperative, Kuala Lumpur.
Gu, L., Kelm, MA., Hammerstone, JF., Beecher, G., Holden, J., Haytowitz, D., Gebhard, S. and
Prior, RL., (2003), Concentration of proanthocyanidins in common foods and estimation of
normal consumption, J. Nutr. 134(3): 613-617.
Hammerstone, JF, Lazarus, SA. and Schmitz, HH., (2000), Procyanidin content and variation in
some commonly consumed foods, J. Nutr. 130: 2086S-2092S.
Han, X., Shen, T. and Lou, H., (2007), Dietary polyphenols and their biological significance, Int.
J. Mol. Sci., 8: 950-988.
Hertog M. G. L., Feskens E. J. M., Hollman P. C. H., Katan M. B. and Kromhout (1993) Dietary
antioxidant ¯avonoids and risk of coronary heart disease: the Zutphen Elderly Study. Lancet 342,
1007-1011.
Hertog M. G. L., Kromhout D., Aravanis C., Blackburn H., Buzina R., Fidanza F., Giampaoli S.,
Jansen A., Menotti A., Nedeljkovic S., Pekkarinen M., Simic B. S., Toshima H., Feskens E. J. M.,
Hollman P. C. H. and Katan M. B. (1995) Flavonoid intake and long-term risk of coronary heart
disease and cancer in the Seven Countries Study. Archives of Internal Medicine 155, 381-386.
Hollman, PCH and Katan, MB; Dietary flavonoids: Intake, Health Effects and Bioavailability.
Food and Chemical Toxicology. 37(1999).
Lindeberg,S.; Nilsson-Ehle,P.; Terent,A.; Vessby,B.; Schersten,B. (1994), Cardiovascular risk
factors in a Melanesian population apparently free from stroke and ischaemic heart disease: the
Kitava study. J. of Inter. Med., 236(4):331-340
Lindeberg,S.; Nilsson-Ehle,P.; Vessby,B. (1996), Lipoprotein composition and serum
cholesterol ester fatty acids in nonwesternized Melanesians. Lipids;31.(2):153.-8.
Lipoeto NI (2004), Nutrition transition in west Sumatra Indonesia, Asia Pacific J Clin Nutr,
13(3), 312 – 316.
Lipoeto NI (2006); Consumption of herbs and spices and cardiovascular disease 12th Asian
Symposium on Medicinal Plants, Spices and other Natural Products, Padang, 13-18 November
2004
Lipoeto NI dan Putra DP; Potensi Protektif Makanan Tradisional Minang terhadap Penyakit
Kardiovaskuler. Hibah Pasca DIKTI 2008.
Lipoeto NI, (2002), Traditional Minangkabau Diet and cardiovascular disease risk in West
Sumatra, Indonesia; Disertation- Monash University
Materia Medika Indonesia (MMI) Jilid I-VI (1989), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Nakamura, Y., Tsuji, S. and Tonogai, Y. (2003), Analysis of proanthocyanidin on grape seed
extracts, health foods and grape seed oil, J. of Health Sci., 49(1), 45-54.
Nielsen, F., Mikkelsen, BB., Nielsen, JB., Andersen, HR. and Grandjean, P. (1997), Plasma
malonilaldehyde as biomarker for oxidative stress: reference interval and effects of life-style
factors, Clinical Chemistry, 43(7): 1209-1214.

9

Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (2000), Ed. I, Depkes Republik Indonesia,
Dirjend POM, Jakarta.
Prior,I.A.; Davidson,F.; Salmond,C.E.; Czochanska,Z.; (1981), Cholesterol, coconuts, and diet on
Polynesian atolls: a natural experiment: the Pukapuka and Tokelau island studies. Am.of J. Clin.
Nut., 34(8); 1552-1561
Putra, D.P. dan Nurainas, Penapisan Senyawa Bioaktif Sitotoksik dari Berbagai Jenis Anggrek
Liar Sumatera Barat, Pe. Fundamental, DP2M-Dikti-Diknas, 2006.
Putra, D.P.,Verawati, D. Arbain,Dachriyanus, K. Shaari, and N. Hj. Lajis, An Antioxidant
constituent of the Bark of Salam (Syzygium polyanthum (Weigh.) Walp.), 2003, Abstract paper
pada Int.Seminar of Malaysian Natural Product, 13-16 Oct
Putra, DP., Bachtiar, A, Nasrun (2007), Kajian Kandungan Kumarin pada Kulit Manis
(Cinnamomum burmannii Bl.) Produk Eskport Sumatera Barat dan Kerinci, Lap. KKP3T,
Litbang Deptan RI.
Ravindran, PN., Babu, KN and Shylaja, M., (2003), “Cinnamon and Cassia: The Genus
Cinnamomum”. CRC Press, London.
Samman S, Wall LSM, Farmakalidas E; Flavonoids and other phytochemicals in relation to
Coronary Heart Disease. Antioxidants in Human Health (eds TK Basu, NJ Temple and ML Gar).
CAB International (1999). 175-187
Shobana S, Naidu KA. Antioxidant activity of selected Indian spices. Prostaglandins
Leukotrienes & Essential Fatty Acids 2000; 62; 107-110
Sun, B and Spranger, MI, (2005), Analysis of grape and wine proanthocyanidin and Stilbenes,
Ciencis Tec Vitiv, 20(2): 59-89.
Sun, B., Ricardo-da-Silva, J.M. and Spranger, I. (1998), Critical factors of vanillin assay for
catechins and proanthocyanidin, J. Agric. Food Chem., 46, 4267-4274.
Taher, M. (2005), Isolation and In Vitro Antidiabetic Properties of A Proanthocyanidin from
Cinnamomum zeylanicum. Disertation, Univ. Teknology Malaysia.
Taher, M., Majid FAA. And Sarmidi, MR, (2006), A Proanthocyanidin from Cinnamomum
zeylanicum stimulates phosporilation of insulin receptor in 3T3-Li Adipocytes, Jurnal Teknologi,
44 (F), Jun: 53-58.
USDA Database fot the Flavonoid Content of Selected Foods, (2006), US Dept. Agriculture, Div.
Human Butrition Research Center. Beltsville-Maryland.
Van G, Cox PA. (1994), Ethnobotany of nutmeg in the Spice Islands. Jurnal of
Ethnopharmacology, 42;117-124
Wu, X., Beecher GR, Holden JM, Haytowitz DB, Gebhardt SE and Prior RL, (2004), Lipofilic
and hydrofilic antioxidant capacities of common foods in the United States, J. Agric. Food.
Chem., 52:4056-4037.

10