Deteksi Residu Antibiotika Golongan Penisilin Dan Streptomisin Pada Susu Segar Dan Produk Susu.

DETEKSI RESIDU ANTIBIOTIKA GOLONGAN PENISILIN DAN
STREPTOMISIN PADA SUSU SEGAR DAN PRODUK SUSU
ABSTRAK
Roostita L. Balia; Ellin Harlia; Denny Suryanto
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Antibiotika digunakan pada peternakan sapi perah untuk pengobatan terhadap
penyakit. Salah satu penyakit yang biasa menyerang sapi perah adalah mastitis dan
antibiotika yang biasa digunakan dalam pengobatan mastitis diantaranya adalah
Penstrep yaitu gabungan dari antibiotika penisilin dan golongan streptomisin.
Terbentuknya residu antibiotika karena peternak tidak memenuhi waktu henti
penggunaan antibiotika (Withdrawl time). Penelitian mengenai “Deteksi Residu
Antibiotika Golongan Penisilin dan Streptomisin Pada Susu Segar dan Produk Susu”
dilaksanakan di daerah Tanjungsari dan di Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan
LImbah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar diameter zona hambat yang terbentuk dari residu antibiotika
golongan penisilin dan streptomisin dalam susu segar, dalam produk susu karamel dan
kerupuk susu. Sampel diperoleh dari 10 ekor sapi penderita mastitis yang sedang
mengalami pengobatan, susu diambil selama 4 hari berturut. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling , hasilnya dianalisis secara deskriptif.
Pengujian residu antibiotika menggunakan metode Mikrobiologis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa residu antibiotika golongan penisilin dan streptomisin pada produk

karamel masih terdeteksi sampai hari ke 5 (lima), besarnya zona hambat pada susu segar
mengalami penurunan setelah diolah menjadi karamel. Sedangkan pada produk
kerupuk susu residu antibiotika masih terdeteksi sampai hari ke 4 (empat) besarnya
zona hambat pada susu segar mengalami penurunan setelah diolah menjadi kerupuk
susu dan sudah tidak terdeteksi lagi pada hari ke 5(lima).
Kata kunci : Residu, antibiotika, susu segar, caramel, kerupuk susu.
ABSTRACT

Pendahuluan
Pemeliharaan sapi perah, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi produksi
susu antara lain : mutu genetic, pakan, tata laksana pemeliharaan , penanganan dan
pencegahan terhadap penyakit. Penanganan atau pengobatan terhadap penyakit pada
sapi perah diantaranya menggunakan antibiotika. Antibiotila yang biasa digunakan
dalam pengobatan mastitis adalah diantaranya adalah Penstrep. Peraturan yang harus
dipatuhi pada penggunaan antibiotika yaitu dosis penggunaan antibiotika harus sesuai
dan memenuhi waktu henti penggunaan obat (Withdrawl time). Berdasarkan fakta di
lapangan banyak peternak yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Peternak melakukan
pengobatan dengan dosis antibiotika melebihi aturan yang ditetapkan dengan tujuan
untuk mempercepat pengobatan tanpa memperhatikan efek yang ditimbulkan terhadap
ternak, peternak tidak memperhatikan batas waktu henti obat (Withdrawl time), sebagai

penyebab terjadinya residu dalam susu sapi yang dapat membahayakan konsumen .
Residu antibiotika dalam air susu dikhawatirkan dapat menimbulkan alergi, keracunan,
resistensi dan gangguan mikroflora saluran pencernaan (Murdiati.,1997). Peternak
dengan alasan ekonomi, masih menjual susu yang mengandung antibiotika secara
langsung kepada konsumen karena susu tersebut tidak diterima oleh koperasi. Para
peternak mengolah susu yang mengandung residu antibiotika menjadi caramel dan
kerupuk susu, dengan harapan pengolahan susu menjadi caramel dan kerupuk susu
dapat menurunkan kandungan residu
senyawa kimia dengan stabilitas

antibiotika. Residu antibiotika merupakan

aktivitas tertentu, yang dapat berubah tingkat

kestabilannya. Beberapa golongan dari antibiotika akan berkurang aktivitasnya apabila
mengalami hidrolisis. Aktivitas antibiotika akan berkurang secara kimia (asam), fisik
(pemanasan) dan enzimatis ( Lowy, 1986). Pada proses pembuatan caramel

menggunakan suhu tinggi dan pembuatan kerupuk susu menggunakan asam dan suhu
tinggi, akan merubah struktur protein sehingga akan mengurangi kadar residu

antibiotika.
Metode
Bahan penelitian berupa air susu yang berasal dari 10 ekor sapi perah penderita mastitis
yang sedang dalam masa pengobatan menggunakan antibiotika Penstrep (Penisilin +
streptomisin). Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel susu yaitu purposif
sampling, dimulai pada hari kedua pengobatan selama 4 hari berturut-turut, data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati adalah diameter zona
hambat yang terbentuk dari residu antibiotika golongan penisilin dan streptomisin
dalam susu segar, dalam produk susu karamel dan kerupuk susu. Pengujian residu
antibiotika menggunakan metode Mikrobiologis disebut juga Frontier Post Test atau
Four Plate test yaitu dengan cara mengukur zona hambat yang terbentuk pada media
Nutrient Agar (NA) dari sampel susu segar, caramel dan kerupuk susu. Bakteri penguji
yang digunakan adalah Bacillus subtillis yang ditumbuhkan pada media NA pada pH
asam untuk pengujian residu antibiotika penisilin dan media NA pH basa untuk
pengujian residu antibiotika streptomisin.
Hasil dan Pembahasan
1. Deteksi Residu Antibiotika Golongan Penisilin
Hasil pengujian dari residu antibiotika golongan penisilin pada susu segar,
caramel dan kerupuk susu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. memperlihatkan bahwa
10 ekor sapi yang sedang diobati dengan antibiotika positif mengandung residu

antibiotika golongan penisilin sampai hari ke lima pemerahan. Rataan diameter zona
hambat yang terbentuk dari

Tabel 1. Rata-rata Diameter zona hambat residu antibiotika penisilin
Kode Sapi Perah
S-1
S-2
S-3
S-4
S-5

Susu segar (mm)
12,50
11,50
11,75
11,75
10,00

Kode Sapi Perah
S-6

S-7
S-8
S-9
S-10
Dosis Kontrol
0,1 ppm
0,5 ppm
1,0 ppm

Susu segar (mm)
Produk kerupuk susu (mm)
10,00
7,60
10,60
8,00
11,80
7,40
10,00
6,60
10,60

7,50
Diameter zona hambat Penstrep
13 mm
14 mm
15 mm

sampel susu

Produk susu caramel (mm)
10,25
8,50
7,75
9,00
8,25

segar masih memenuhi persyaratan Batas Maksimum Residu yang

ditetapkan SNI 2000 yaitu maksimal 0,1 ppm (diameter zona hambat < 13 mm).
Keadaan ini memperlihatkan bahwa sebaiknya susu yang berasal dari sapi yang sedang
dalam masa pengobatan sebaiknya tidak dikonsumsi sebelum waktu henti obat selesai.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 22 tahun 1983 bahwa ternak yang sedang
dalam masa pengobatan tidak boleh diperah minimal tujuh hari setelah pengobatan
berakhir. Hal senada dikemukakan oleh Kusumaningsih, dkk (1996) bahwa sapi yang
telah diobati antibiotika air susunya jangan digunakan untuk dikonsumsi sekurangkurangnya 2-3 hari.
Setelah proses pengolahan susu menjadi caramel dan kerupuk susu, rata-rata
diameter zona hambat yang terbentuk mengalami penurunan. Setelah air susu diolah
menjadi caramel, zona hambat masih terbentuk sampai hari ke lima pemerahan.
Berbeda dengan caramel setelah air susu diolah menjadi kerupuk susu, zona hambat

penisilin masih terdeteksi sampai hari keempat pemerahan dan tidak terdeteksi lagi pada
hari kelima pemerahan.Ternyata pengolahan susu dapat menurunkan kandungan residu
antibiotika yang tercermin dari penurunan besarnya diameter zona hambat. Penurunan
ini terjadi karena adanya perubahan struktur antibiotika akibat adanya pemanasan,
sehingga menurunkan aktivitas dari antibiotika. Sesuai dengan pendapat Lowy (1986)
bahwa aktivitas antibiotika akan berkurang apabila mengalami pemanasan. Pada
kerupuk susu penurunan terjadi karena adanya penambahan asam dan pemanasan.
Tetapi pengolahan susu dengan suhu 1000C tidak dapat menginaktivasi atau mereduksi
semua residu golongan penisilin pada susu. Sesuai dengan pendapat Moats (1988),
bahwa untuk menginkativasi 100% antibiotika golongan penisilin diperlukan waktu
1.705 menit dengan suhu 710C.

2. Deteksi Residu Antibiotika Golongan Streptomisin
Hasil deteksi residu antibiotika melalui pengujian zona hambat
diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Diameter zona hambat residu antibiotika Streptomisin
Kode Sapi Perah
S-1
S-2
S-3
S-4
S-5
Kode Sapi Perah
S-6
S-7
S-8
S-9
S-10
Dosis Kontrol
0,1 ppm
0,5 ppm
1,0 ppm


Susu segar (mm)
Produk susu caramel (mm)
11,25
10,25
11,50
9,25
10,75
9,25
11,00
9,50
9,75
7,00
Susu segar (mm)
Produk kerupuk susu (mm)
9,20
5,80
8,20
4,80
10,40

6,80
7,20
4,40
8,80
5,60
Diameter zona hambat Penstrep
10 mm
12 mm
14 mm

Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari 10 ekor sapi positif
mengandung residu antibiotika golongan streptomisin. Hal ini sesuai dengan pendapat
Berger dan Edberg (1986) yang mengemukakan bahwa antibiotika streptomisin tidak
dimetabolisme dan tidak banyak diabsorpsi oleh tubuh, dan hampir seluruhnya
diekskresikan keluar dari dalam tubuh, termasuk diekskresikan bersamaan dengan air
susu.
Rataan diameter zona hambat

yang terbentuk pada media NA basa


menunjukkan adanya residu antibiotika golongan streptomisin . Apabila dibandingkan
dengan dosis control, rata-rata besarnya zona hambat air susu segar dari 10 ekor sapi
perah yang digunakan dalam penelitian ternyata 50% besarnya zona hambat melebihi
Batas Maksimum Residu yang ditetapkan SNI 2000 (0,1 ppm) yaitu lebih besar dari 10
ppm.
Pengolahan susu menjadi caramel mapun kerupuk susu

dapat menurunkan

kandungan residu antibiotika golongan streptomisin yang ditinjukkanb dengan adanya
penurunan diameter zona hambat yang diolah menjadi caramel dan kerupuk susu.
Setelah air susu diolah menjadi caramel, zona hambat masih terbentuk sampai hari ke
lima pemerahan. Berbeda dengan caramel setelah air susu diolah menjadi kerupuk susu,
zona hambat streptomisin masih terdeteksi sampai hari ke tiga pemerahan dan tidak
terdeteksi lagi pada hari keempat dan kelima pemerahan. Hal ini terjadi karena adanya
penggunaan asam pada proses pembuatan kerupuk susu. Pengolahan susu tidak dapat
menginaktivasi 100% residu golongan streptomisin. Hal ini terjadi karena sifat
antibiotika golongan streptomisin tahan terhadap panas. Sesuai dengan pendapat
Sudarwanto (1992) bahwa untuk mengurangi residu antibiotika streptomisin sebanyak
30-60% diperlukan pemanasan hingga suhu 1200C selama lebih dari 5 menit. Moats

(1988) mengemukakan bahwa untuk menginaktivasi 100% antibiotika golongan
streptomisin diperlukan waktu 1.320 menit dengan suhu 710C. Antibiotika streptomisin
sulit terurai oleh panas karena antibiotika ini memiliki titik cair yang tinggi (Branen dan
Davidson, 1993).
Kesimpulan :
Hasil deteksi residu antibiotika dalam air susu yang berasal dari sapi perah
dalam masa pengobatan ternyata positif mengandung

residu antibiotika melalui

pembentukan zona hambat. Pengolahan susu menjadi caramel dan kerupuk susu dapat
menurunkan kndungan residu antibiotika tetapi tidak dapat menghilangkan 100% residu
antibiotika.
Ucapan Terima kasih
Terima kasih kepada Yudi Firmansyah dan Ike yang telah membantu selama penelitian.
Daftar Pustaka
Berger, S.A dan S.C. Edberg. 1986. Antibiotika dan Infeksi (Antibiotics and Infection)
Alih Bahasa : C. Sanusi. Editor : P. Andrianto. EGC. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Branen, A.I dan P.M. Davidson. 1993. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Kusumaningsih, A., T.B Murdiati dan S. Bahri. 1996. Pengetahuan Peternak tentang
Waktu Henti Obat dan Hubungannya Dengan Residu Antibiotika Pada Susu.
Media Kedokteran Hewan. Volume 12 Nomor 4.
Lowy, F. 1986. Penisilin dalam Antibiotika dan Infeksi. Penerbit Buku Kedokteran.
EGC. Jakarta.
Murdiati. 1997. Pemakaian Antibiotika dalam Usaha Peternakan. Wartazoa. Volume 6
No 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Moats, W.A. 1988. Inactivation of Antibiotics by Heating in Foods and Other
Substrates- a review. Journal of Food Protect. 51(6). 491-497

Sudarwanto Mirnawati., Winny Sanjaya dan Trioso Purnawarman. 1992. “Residu
Antibiotika dalam Susu Pasteurisasi Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat”.
Higiene dan Penyakit Ternak. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.