PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA POKOK BAHASAN DIMENSI TIGA DI KELAS X SMA NEGERI 1 SUGGAL.

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR
DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN
PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA POKOK
BAHASAN DIMENSI TIGA DI KELAS X
SMA NEGERI 1 SUNGGAL

Oleh:
Risda Trisnawati Turnip
NIM 4112111014
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015


iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dengan izinNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu
Dra. N. Manurung, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan berupa ilmu dan
kasih sayang sejak awal sampai selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si, Bapak Dr.
W. Rajagukguk, M.Pd, Bapak Drs. M. Panjaitan, M.Pd, dan Bapak Drs. Togi
Panjaitan, M.Pd selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran–
saran mulai perencanaan penelitian sampai selesai penyusunan skripsi ini. Terima
kasih juga kepada Bapak Drs. W. L. Sihombing, M.Pd, selaku dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran–saran dalam perkuliahan,
Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Unimed, Bapak Prof. Drs.
Motlan, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA Unimed, Bapak Dr. Edi Surya, M.Si
selaku ketua jurusan Matematika FMIPA Unimed dan Bapak Drs. Yasifati Hia,
M.Si, selaku sekretaris jurusan Matematika FMIPA Unimed serta Bapak Drs. Zul

Amry selaku ketua Prodi Pendidikan Matematika FMIPA Unimed dan seluruh
Bapak, Ibu dosen beserta staf pegawai jurusan matematika FMIPA Unimed yang
sudah membantu dan memberikan kelancaran selama penyusunan skripsi ini.
Terima kasih juga kepada Kepala SMA Negeri 1 Sunggal, Bapak Drs.
Ramli Siregar M.Si, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian, guru bidang studi Matematika Bapak J. Simbolon, S.Pd dan para guru
SMA Negeri 1 Sunggal beserta siswa – siswi kelas X-1 dan X-3 yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Teristimewa kepada Ayahanda tercinta R. Turnip, dan Ibunda yang
tersayang T. Nainggolan yang telah begitu banyak memberikan kasih sayang, doa,
motivasi dan semangat, serta dukungan moral dan material yang tak ternilai
harganya. Serta kepada adik-adikku tercinta Monika, Tina, Pani, dan Putri yang

v

begitu banyak memberikan doa dan motivasi, semangat serta dukungan moral
kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Unimed serta seluruh keluarga yang
tak hentinya memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya kepada
penulis dalam menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih juga kepada sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu

memberi semangat, dukungan, dan senantiasa mendukung dan menemani penulis
dalam suka maupun duka, dalam tawa maupun tangis yaitu Mairani Sinaga,
Jessica Saragih, Putri Readora, Stepany Tarigan, Silva Sagala, Mery Hutabarat,
Nonce Situmorang, Grestica Sianipar, Chrisna Sinaga, Martha Napitupulu, Lenra
Malau dan teman-teman Matematika Reguler Dik C’11 dan juga teman-teman
satu kelompok kecil Invokavit, Eko Banjarnahor, Jessica Saragih, Mery
Hutabarat, Silva Sagala, Putri Readora, dan Chrisna Sinaga dan yang belum
tersebutkan namanya. Begitu juga dengan sahabat-sahabat saya di IKBKM dan
Vibus yaitu, Enny Sitompul, Lucia Marbun, Thesa Surbakti, Velly Siregar, Estaria
Sihombing, beserta para sahabat saya di PNB Ekklesia yaitu, Adiana Sinaga,
Dede Manurung, Maryati Simamora, Susi Simamora, Dos Simbolon, Mardo
Aritonang dan terkhusus Ondion Aritonang dan semua anggota PNB Ekklesia dan
jugan sahabat saya di IKBKM yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu
persatu yang selalu memberi dukungan dan berbagi pengalaman bersama penulis
serta yang senantiasa mendukung dan menemani penulis dalam suka maupun
duka, dalam tawa maupun tangis. Penulis menyadari masih banyak terdapat
kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya
khasanah ilmu pendidikan kita.

Medan,

Juni 2015

Penulis,

Risda Trisnawati Turnip
NIM. 4112111014

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR
DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN
PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA POKOK
BAHASAN DIMENSI TIGA DI KELAS X
SMA NEGERI 1 SUNGGAL

Risda Trisnawati Turnip (NIM 4112111014)
ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) lebih baik daripada pembelajaran
Langsung terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Dimensi Tiga Di
Kelas X SMA Negeri 1 Sunggal. Jenis penelitian ini merupakan Penelitian
Eksperimen Semu. Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas X-1 sebagai kelas
eksperimen yang berjumlah 31 orang dan siswa kelas X-3 sebagai siswa kelas
kontrol yang berjumlah 37 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X SMA Negeri 1 Sunggal tahun ajaran 2014/ 2015, yang terdiri dari 8
kelas paralel.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes Kemampuan
Berpikir Kritis. Tes yang diberikan berbentuk uraian yang terlebih dahulu sudah
divalidasi oleh bantuan dua validator, yaitu dua orang dosen matematika Unimed.
Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam berpikir kritis maka
diberikan pretes kemampuan berpikir kritis siswa dan diperoleh rata-rata kelas
eksperimen untuk nilai pretes sebesar 46,73 sedangkan untuk kelas kontrol
diperoleh rata-rata nilai pretes sebesar 40,04. Setelah diberikan tindakan pada
kelas eksperimen dengan pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
oleh peneliti dan kelas kontrol dengan pembelajaran langsung oleh guru bidang
studi matematika disekolah tersebut, maka diberikan postest kemampuan berpikir
kritis siswa. Dari hasil postest kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh skor

rata-rata siswa kelas eksperimen 81,95 sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh
rata-rata nilai postest sebesar 76,3.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pengaruh model
pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) lebih baik daripada
pembelajaran Langsung terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi
Dimensi Tiga Di Kelas X SMA Negeri 1 Sunggal.

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan

i

Riwayat Hidup

ii


Abstrak

iii

Kata Pengantar

iv

Daftar Isi

vi

Daftar Gambar

ix

Daftar Tabel

x


Daftar Lampiran

xi

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1.

Latar Belakang Masalah

1

1.2.

Identifikasi Masalah

7


1.3.

Batasan Masalah

8

1.4.

Rumusan Masalah

8

1.5.

Tujuan Penelitian

8

1.6.


Manfaat Penelitian

8

1.7.

Definisi Operasional

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11

2.1.

Kajian Teoritis

11


2.1.1.

Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

11

2.1.2.

Kemampuan Berpikir kritis dalam matematika

15

2.1.3.

Model Pembelajaran Kooperatif

21

2.1.3.1.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

21

2.1.3.2.

Unsur-unsur Dalam Pembelajaran Kooperatif

23

2.1.3.3

Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

25

2.1.3.4

Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

26

vii

2.13.5.

Kerangka Rancangan Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.4.

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS)

2.1.4.1.

31

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Think
Pair Share (TPS)

2.1.4.3.

31

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS)

2.1.4.2.

29

34

Kaitan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
(TPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

35

2.1.5.

Model Pembelajaran Langsung

37

2.1.6.

Materi Pembelajaran: Dimensi Tiga

41

2.1.6.1.

Kedudukan titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang

41

2.1.6.2.

Menggambar Bangun Ruang

41

2.1.6.3.

Jarak Pada Bangun Ruang

42

2.1.6.4.

Besar Sudut Pada Bangun Ruang

44

2.2.

Hasil Penelitian yang Relevan

45

2.3.

Kerangka Konseptual

48

2.4.

Hipotesis Penelitian

49

BAB III METODE PENELITIAN

50

3.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian

50

3.1.1.

Lokasi Penelitian

50

3.1.2.

Waktu Penelitian

50

3.2.

Populasi dan Sampel

50

3.2.1.

Populasi

50

3.2.2.

Sampel

50

3.3.

Variabel Penelitian

50

3.3.1.

Variabel Bebas

50

3.3.2.

Variabel Terikat

51

3.3.3.

Variabel Kontrol

51

3.4.

Jenis dan Rancangan Penelitian

51

viii

3.5.

Prosedur Penelitian

52

3.6.

Instrumen Pengumpul Data

53

3.7.

Teknik Analisis Data

54

3.7.1.

Menghitung Nilai Rata-rata

54

3.7.2.

Menghitung Standar Deviasi

54

3.8.

Uji Prasyarat Pengujian Hipotesis

54

3.8.1.

Uji Normalitas

54

3.8.2.

Uji Homogenitas Varians

55

3.8.3.

Pengujian Hipotesis

56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

58

4.1.

Deskripsi Data

58

4.1.1.

Nilai Pretes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

58

4.1.2.

Nilai Postes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

60

4.2.

Analisis Data

63

4.2.1.

Uji Normalitas

63

4.2.2.

Uji Homogenitas

64

4.2.3.

Uji Hipotesis

65

4.3.

Diskusi Hasil Penelitian

66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

70

5.1.

Kesimpulan

70

5.2.

Saran

70

DAFTAR PUSTAKA

72

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

29

Tabel 2.2.

Langkah-langkah Pembelajaran Langsung

38

Tabel 2.3

Rangkuman hasil tes evaluasi Pemahaman konsep
matematika pada siklus I dan siklus II

Tabel 2.4

46

Rangkuman hasil tes evaluasi Kemampuan kreativitas
matematika pada siklus I dan siklus II

46

Tabel 3.1.

Rancangan Penelitian

51

Tabel 4.1.

Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

58

Tabel 4.2.

Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

61

Tabel 4.3.

Hasil Analisis Uji Normalitas Data Nilai Pretes

63

Tabel 4.4.

Hasil Analisis Uji Normalitas Data Nilai Postes

64

Tabel 4.5.

Hasil Uji Homogenitas Data Nilai Pretes

65

Tabel 4.6.

Hasil Uji Homogenitas Data Nilai Postes

65

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Contoh Pengelompokan Heterogenitas-Akademis Dalam
Pembelajaran Kooperatif)

28

Gambar 2.2. Garis tegak lurus bidang

42

Gambar 2.3. Jarak titik dan garis

42

Gambar 2.4. Jarak titik dan bidang

43

Gambar 2.5. Jarak antara dua garis sejajar

43

Gambar 2.6. Jarak garis dan bidang yang sejajar

44

Gambar 2.7. Jarak antara titik sudut pada kubus

44

Gambar 2.8. Sudut antar garis dan bidang

45

Gambar 2.9. Sudut antara dua bidang

45

Gambar 2.10 Kerangka konseptual

48

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

53

Gambar 4.1. Histogram Data Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol

60

Gambar 4.2. Histogram Data Postes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol

62

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Kisi-kisi Pretes Dan Postes

75

Lampiran 2.

Pre-Test

81

Lampiran 3.

Rencana Pembelajaran kelas Eksperimen

84

Lampiran 4.

Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

104

Lampiran 5.

Post-Test

120

Lampiran 6.

Lembar Validasi

127

Lampiran 7.

Perhitungan Normalitas Data

131

Lampiran 8.

Uji Homogenitas Varians Tes Berpikir Kritis

137

Lampiran 9.

Uji Hipotesis

139

Lampiran 10. Nilai Kritis L Untuk Uji Liliefors

141

Lampiran 11. Tabel Distribusi F untuk Probabilitas = 0,05

142

Lampiran 12. Titik Presentase Distribusi T (df=41-80)

143

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

144

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan ini yang
memegang peranan yang sangat penting. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan
pada suatu negara dipengaruhi oleh banyaknya faktor, antara lain dapat berasal
dari siswa, pengajar, sarana prasarana, dan bisa juga karena faktor lingkungan.
Sebuah negara dapat dikatakan maju dalam teknologinya, jika pendidikan dalam
negara itu baik kualitasnya. Untuk mewujudkan suatu teknologi yang maju, maka
diperlukan hasil karya yang inovatif dan bersaing dalam bidang teknologinya.
Untuk menghasilkan karya-karya yang inovatif dan bersaing tersebut diperlukan
sumber daya manusia yang kreatif dan kritis serta mempunyai tingkat imajinasi
yang tinggi untuk menciptakan produk yang bersaing. Oleh karenanya,
pendidikan sebagai salah satu elemen dalam pembangunan bangsa dan Negara
berperan penting untuk membentuk SDM yang dapat menjadi tulang punggung
bangsa.
Dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut diatas, Ansari (2009: 1)
mengemukakan bahwa:
“perlu adanya SDM yang handal dan mampu bersaing secara global. Untuk
itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi (high order thinking) yaitu berpikir
logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama secara proaktif. Cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika. Hal ini
memungkinkan karena hakekat pendidikan matematika adalah membantu
siswa agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin,
bertanggung jawab, dan percaya diri”.
Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain, khususnya
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ansari (2009: 1)
menyatakan bahwa: “Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan
jelas satu sama lain serta pola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Daniel
dan David (2008: 1)

menyatakan bahwa: “Matematika juga merupakan

1

2

“kendaraan” utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan
keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada anak-anak”. Jadi, matematika adalah
suatu kumpulan konsep-konsep abstrak yang berhubungan dengan sistem deduktif
dimana dasar komunikasinya dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan.
Oleh karena konsep-konsep matematika tersebut bersifat abstrak, sehingga belajar
matematika memerlukan kemampuan berpikir yang tinggi.
Menurut Sabandar (2008:1), belajar matematika berkaitan erat dengan
aktivitas dan proses belajar serta berpikir karena karakteristik matematika
merupakan suatu ilmu dan human activity, yaitu bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat.
Pentingnya matematika diajarkan kepada siswa dikemukakan oleh
Cockkroft. Cockkroft dalam (Abdurrahman, 2012: 253) menyatakan bahwa
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
(1) selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi
memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana
yang singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi
dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis,
ketelitian, dan kesadaran keruangan, (6) memberikan kepuasan terhadap
usaha memecahkan masalah menantang.
Berdasarkan kutipan tersebut, dengan belajar matematika diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir siswa, bernalar dan mengkomunikasikan
gagasannya serta dapat menegembangkan kemampuan aktivitas kreatif. Pola
berpikir pada aktivitas matematika ini terbagi dua yaitu berpikir tingkat rendah
(low-order mathematical thinking) dan berpikir tingkat tinggi (high-order
mathematical thinking). Kemampuan berpikir siswa yang tinggi akan matematika
sangat diperlukan terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir perlu dilatih
dan dikembangkan, karena semakin baik kemampuan berpikir siswa maka
semakin baik pula cara siswa dalam menyikapi suatu permasalahan yang terjadi
dalam kehidupan nyata nantinya. Salah satu kecakapan hidup yang perlu
dikembangkan dan merupakan bentuk kemampuan berpikir yang tinggi adalah

3

kemampuan berpikir kritis. Menurut Facione (2010) dalam ( Syahbana 2012: 51)
para ahli yakin bahwa berpikir kritis merupakan fenomena dari tujuan hidup
manusia. Pemikir kritis yang ideal memiliki ciri-ciri tidak hanya oleh
keterampilan kognitif mereka tetapi juga oleh bagaimana mereka memiliki
pendekatan hidup.
Scriven & Paul (2007) dalam ( Syahbana 2012: 51) mendefinisikan berpikir
kritis sebagai proses disiplin intelektual yang secara aktif dan terampil
mengkonseptualisasi,

menerapkan,

menganalisis,

mensintesis,

dan/atau

mengevaluasi informasi yang diperoleh dari, atau dihasilkan oleh pengamatan,
pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk
keyakinan dan tindakan.
Berpikir kritis dalam matematika memiliki alur tertentu yang khas
matematik. Menurut Turmudi (2008) dalam (Syahbana 2012: 52) berpikir kritis
memiliki aspek fundamental; mengenal penalaran dan pembuktian), karena
kecenderungan objek yang dipikirkan bersifat abstrak, antar objek memiliki
hubungan dan keterkaitan, membutuhkan analisis mendalam, dan memerlukan
pembuktian yang sahih dan konsisten. Menurut Glaser dalam (Somakim, 2010)
dalam (Syahbana 2012: 52)

yang dimaksud dengan berpikir kritis dalam

matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan
sebelumnya, penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi,
membuktikan, atau mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dalam
cara yang reflektif.
Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif
seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan
penalaran matematik. Penalaran matematika menurut Sumarmo (Somakim, 2010)
dalam (Syahbana 2012: 52) meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan
penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan;
memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematik; menarik analogi dan generalisasi;

4

menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter example);
mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen
yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
menggunakan induksi matematik.
Kemampuan

berpikir

kritis

sangat

penting

untuk

diajarkan

dan

dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis juga
sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan
permasalahan yang ada dalam kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, siswa
sebagai bagian dari masyarakat harus dibekali dengan kemampuan berpikir kritis
yang baik. Kemampuan berpikir terutama yang menyangkut aktivitas matematika
perlu mendapatkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika. Hal
tersebut

perlu

dilakukan

mengingat

beberapa

hasil

penelitian

masih

mengidentifikasikan kurangnya tradisi berpikir kritis di sekolah seperti yang
diutarakan Jacqueline dan Brooks dalam (Santrock, 2007) dalam (Syahbana 2012:
54).
Pada penerapan proses pembelajaran matematika di kelas, umumnya para
guru matematika masih cenderung berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal
yang bersifat prosedural dan mengakomodasi pengembangan kemampuan berpikir
tingkat rendah dan kurang dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Seperti dinyatakan oleh Silver (Turmudi, 2008) bahwa pada pembelajaran
tradisional,

aktivitas

siswa

sehari-hari

umumnya

menonton

gurunya

menyelesaikan soal-soal di papan tulis kemudian meminta siswa bekerja sendiri
dalam buku teks atau lembar kerja siswa (LKS) yang disediakan.
Noddings (dalam Saurino, 2008) menyatakan bahwa: “banyak siswa kurang
kritis. Sebagai guru dia melihat bahwa ketika para siswa dihadapkan pada soal
yang memuat berpikir kritis, atau memecahkan masalah (misalnya soal cerita);
mereka sering melewati atau tidak mengerjakan”. Kemudian Rapps, Riegel, dan
Glaser (dalam Saurino, 2008) menambahkan: “bahwa masih banyak siswa yang
jarang menggunakan keterampilan berpikir kritis jika soal memerlukan pemikiran

5

yang lebih hati-hati”. Peranan guru dalam melibatkan keaktifan siswa dapat
membantu memahami materi yang masih dianggap sulit oleh sebagian besar
siswa. Menurut Herman (2007: 48) “dalam kegiatan pembelajaran, guru biasanya
menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan
soal-soal latihan”. Armanto (2002) dalam Herman (2007: 48) menyatakan tradisi
mengajar

seperti

ini

merupakan

karakteristik

umum

bagaimana

guru

melaksanakan pembelajaran di Indonesia. Selanjutnya Herma juga menambahkan
bahwa pembelajaran matematika yang bercirikan: berpusat pada guru, guru
menjelaskan matematika melalui metode ceramah (chalk-and-talk), siswa pasif,
pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar,
dan aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat atau menyalin.
Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan
komunikasi matematis. Akibatnya, kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa sangat lemah karena kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan hanya mendorong
siswa untuk berpikir pada tataran tingkat rendah.
Salah satu materi pelajaran matematika yang dianggap sulit dan sangat
lemah diserap oleh siswa di sekolah adalah geometri dimensi tiga. Penelitian yang
dilakukan beberapa ahli menunjukkan bahwa siswa pada tingkat SMA pun
memiliki pengetahuan atau pengalaman yang sedikit sekali mengenai sifat-sifat
bangun ruang dimensi tiga (Jiang, 2008).
Berdasarkan hasil tes studi pendahuluan yang dilaksanakan tanggal 11
Februari 2015, diperoleh hasil keterampilan siswa memberikan penjelasan yang
sederhana 50,66% kategori sangat rendah, keterampilan siswa memberikan
penjelasan lanjut 28,29% kategori sangat rendah, keterampilan siswa mengatur
strategi dan taktik 4,93% kategori sangat rendah dan keterampilan siswa
menyimpulkan dan mengevaluasi atau menilai 0,99% kategori sangat rendah.
Dengan kata lain, berdasarkan hasil penilaian per aspek berpikir kritis siswa
diperoleh hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada kategori sangat rendah
dengan persentase 21, 22%.

6

Berdasarkan permasalahan diatas, salah satu alternatif dalam mengatasi
masalah tersebut adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Menurut Ibrahim
(2007) dalam Istianah (2013:45), untuk dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif dalam pembelajaran, guru juga perlu mendorong siswa
untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir
secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan
untuk setiap jawaban yang diajukan. Model pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa yang dominan,
sedangkan peranan guru lebih sebagai fasilitator.
Trianto (2009: 59) juga menyatakan bahwa: “Para ahli telah menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami kosep yang sulit jika mereka saling
berdikusi dengan temannya”.
Dikusi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk
memperkenalkan

keterkaitan

antara

ide-ide

yang

dimiliki

siswa

dan

mengorganisasikan pengetahuannya kembali. Melalui diskusi, keterkaitan skema
siswa akan menjadi lebih kuat sehingga kemampuan siswa dalam berpikir kritis
untuk memecahkan masalah matematika menjadi lebih baik. Pentingnya
keterampilan berpikir kritis dan kreatif dilatihkan kepada siswa, juga didukung
oleh visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan, yaitu
memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang (Sumarmo, 2002)
dalam Istianah (2013:44)
Winn dalam (Saurino, 2008) meyakini bahwa: “Guru-guru seharusnya
mengantarkan siswa ke arah berpikir kritis, jika tidak masyarakat akan menderita
dalam kurun waktu yang lama disebabkan pembelajaran yang tidak memuat
berpikir kritis.” Salah satu model pembelajaran yang dimungkinkan dapat
diterapkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model
pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

7

Menurut Trianto (2009:81) : “Think Pair Share (TPS) atau berpikir
berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi interaksi siswa”. Sedangkan menurut Hamdayama (2014:
201): “Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis
pembelajaran Kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi
siswa”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan Think Pair Share
(TPS) adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerjasama
dalam kelompok-kelompok kecil dengan tahap thinking ( berpikir), pairing
(berpasangan), dan sharing ( berbagi).
Dengan demikian melalui pembelajaran TPS ini mampu mendorong siswa
untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir
secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan
untuk setiap jawaban yang diajukan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Yang
Diajar Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Dan Pembelajaran Langsung
Pada Pokok Bahasan Dimensi Tiga Di Kelas X SMA Negeri 1 Sunggal T.A 2014/
2015”.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah
yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Siswa tidak dapat untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika mereka baik
secara lisan maupun tulisan dan kurang maksimal untuk menganalisis soal
matematika.

2.

Siswa cenderung menuliskan langsung hasil akhir dari soal yang diberikan
guru tanpa disertai cara yang jelas dan sistematis.

3.

Para guru matematika masih cenderung berkonsentrasi pada latihan
penyelesaian soal yang bersifat prosedural.

8

4.

Metode ceramah (chalk and talk) yang biasa dipakai kebanyakan guru di
Indonesia mengakibatkan kemampuan kognitif tinggi siswa sangat lemah .

5.

Kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong kategori sangat rendah.

1.3. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan berpikir kritis siswa yang
diajar dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) lebih
baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung pada pokok bahasan
dimensi tiga.

1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
“Apakah model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) lebih baik
daripada pembelajaran Langsung terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada
materi Dimensi Tiga Di Kelas X SMA Negeri 1 Sunggal Tahun Ajaran
2014/2015?”.

1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) lebih baik daripada pembelajaran Langsung terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa pada materi Dimensi Tiga Di Kelas X SMA Negeri 1 Sunggal
Tahun Ajaran 2014/2015.

1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama:
1.

Bagi Peneliti

9

Sebagai referensi bagi penulis sebagai calon guru di masa yang akan datang
dalam menentukan penggunaan model pembelajaran khususnya pada
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika.
2.

Bagi Siswa
a. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran
matematika khususnya pada materi pokok Dimensi Tiga.
b. Hasil belajar matematika siswa lebih baik.
c. Peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran semakin meningkat.
d. Siswa dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama, kemampuan
mengemukakan pendapat dan pertanyaan, kemampuan memecahkan
masalah, dan kemampuan berkomunikasi meskipun kompetensikompetensi tersebut tidak secara langsung diukur dalam penelitian ini.

3.

Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru untuk dapat mempertimbangkan model
pembelajaran yang lebih baik dalam pembelajaran matematika khususnya
pada kemampuan berpikir kritis siswa.

4.

Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah
dalam perbaikan pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Sunggal.

1.7. Definisi Operasional
1) Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat
dengan cara yang terorganisasi. Yang dimaksudkan dengan cara yang
terorganisasi adalah kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot
pendapat pribadi dan pendapat orang lain yang dilakukan dengan kegiatan
menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara
tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah
yang lebih sempurna dalam menyelesaikan suatu masalah. Indikator- indikator
berpikir kritis adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan memberikan penjelasan yang sederhana, dengan indikator:
menganalisis pertanyaan dan memfokuskan pertanyaan.

10

b. Keterampilan

memberikan

penjelasan

lanjut,

dengan

indikator:

mengidentifikasi asumsi.
c. Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator: menentukan
solusi dari permasalahan dalam soal dan menuliskan jawabam atau solusi
dari pemasalahan dalam soal.
d. Keterampilan menyimpulkan dan keterampilan menegevaluasi, dengan
indikator: menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah
diperoleh dan memeriksa kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan
permasalahan yang ada

2) Pembelajaran Cooperative adalah konsep belajar atau cara belajar dalam
bentuk kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-5 orang yang saling bekerjasama
dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan

3) Pembelajaran Cooperative tipe Think Pair Share (TPS) adalah jenis
pemebelajaran Cooperative yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi
siswa yaitu dengan cara memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk
merespons dan saling membantu

dalam suatu kelompok diskusi dalam

memecahkan masalah dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka diperoleh
kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa lebih baik daripada model
pembelajaran langsung pada materi dimensi tiga di kelas X SMA Negeri 1
Sunggal. Dari keempat indikator berpikir kritis yaitu keterampilan memberikan
penjelasan yang sederhana, keterampilan memberikan penjelasan lanjut,
keterampilan mengatur strategi dan taktik, dan keterampilan menyimpulkan dan
mengevaluasi pada penelitian ini yang paling baik adalah keterampilan
memberikan penjelasan yang sederhana dan keterampilan mengatur strategi dan
taktik.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan
adalah:
1.

Kepada guru matematika dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu alternatif dalam memilih
model pembelajaran karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.

2.

Kepada guru matematika dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi
kesulitan siswa dalam memberikan penjelasan yang sederhana dan
keterampilan mengatur strategi dan taktik pada materi dimensi tiga.

3.

Kepada guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) sebagai model pembelajaran karena dapat
membuat siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti pelajaran.

70

71

4.

Kepada calon peneliti berikutnya yang akan mengadakan penelitian yang
sama dengan materi ataupun tingkatan kelas yang berbeda sehingga hasil
penelitian dapat berguna bagi kemajuan pendidikan khususnya pendidikan
matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, (2012), Anak Berkesulitan Belajar, Teori, Diagnosis,
dan Remediasinya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Alma, Buchori,dkk, (2009), Guru Profesional, Alfabeta, Bandung
Ansari, Bansu, (2009), Komunikasi Matematik-Konsep dan Aplikasi, Yayasan
Pena, Banda Aceh
Arikunto, S., (2006), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta
Daniel dan David, (2008), Teknik Mengajar Matematika, PT Bumi Aksara,
Jakarta
Fisher, Alec, (2009), Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar, Erlangga, Jakarta
Hamdayama, Jumanta, (2014), Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter, Ghalia Indonesia, Jakarta
Haryani, Desti, (2012), Membentuk Siswa Berpikir Kritis Melalui Pembelajran
Matematika, Jurnal Prosiding Matematika FMIPA UNY, 10 November
2012, 165-174
Hassoubah, Z.I., (2007), Developing Creative and Critical Thinking Skills,
Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis, Nuansa Cendekia, Bandung
Herman, Tatang, (2007), Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
Pertama, Jurnal Educationist, No. I Vol. I Januari 2007, 47-56
Hassan, Abbas, (2013), Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan
Kreativitas Matematika Siswa Kelas X SMA AL-AZHAR Medan, T.A.
2012/2013, FMIPA UNIMED, Medan
Isjoni, (2011), Cooperative Learning, Alfabeta, Bandung
Istianah, Euis, (2013), Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif
Matematik Dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) Pada Siswa,
Jurnal STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No. 01
Jamaris, Martini, (2013), Kesulitan Belajar (Perspektif, Asesmen, dan
Penanggulangannya Bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah), Ghalia
Indonesia, Bogor

72

73

Jauhar, Mohammad, (2011), Implementasi Paikem dari Behavioristik sampai
Konstruktivistik, Prestasi Pustakaraya, Jakarta
Jiang, Z., (2008), Exploration and Reasoning In The Dinamic Geometry
Environment
Kompasiana, Edukasi, (2010), Strategi Pendidikan 324843.html, Kompas, Jakarta
[diakses tanggal 26 maret 2015]
Lie, Anita, (2008), Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning
di Ruang-ruang Kelas, PT Gramedia, Jakarta
Miftahul, Huda, (2011), Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan
Model Suharnan 2005 Psikologi Kognitif, Srikandi, Surabaya
Saurino, (2008), Concept Journaling to Increase Critical Thinking Dispositions
and Problem Solving Skills in Adult Education, The Journal of Human
Resource and Adult Learning, Vol. 4(1), 170-178
Siregar, Eveline dan Hartini Nara, (2014), Teori Belajar dan Pembelajaran,
Ghalia Indonesia, Bogor
Slavin, Robert. E., (2014), Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta, Jakarta
Solihatin, Etin & Raharjo, (2007), Cooperative Learning, PT. Bumi Aksara,
Jakarta
Somakim, (2011), Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Sekolah Menengah Pertama Dengan Penggunaan Pendidikan Matematika
Realistik, Universitas Sriwijaya Palembang-Forum MIPA, Vol. 14 No. 1, 4248

Sudjana, (2001), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung
Suprapto, (2008), Menggunakan Ketrampilan Berpikir Untuk Meningkatkan Mutu
Pembelajaran, Wordpress, Solo [diakses tanggal 26 maret 2015]
Suprijono, Agus, (2009), Cooperative Learning, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Suyatno, (2009), Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Masmedia Buana Pustaka,
Surabya
Syahbana, Ali, (2012), Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
SMP Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning, Jurnal
Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Vol 2, No. 01
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta

74

Turmudi, (2008), Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
Berparadigma Eksploratif dan Inovatif, Leuser Citra Pustaka, Jakarta
Wena, Made, (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Bumi Aksara,
Jakarta
Wahyuni, Sri, (2013), Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Berpikir
Kritis Siswa SMA Antara Yang Diberi Pelajaran Berbasis Masalah
Dengan Pembelajaran Langsung, UNIMED, Medan

Dokumen yang terkait

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA KELAS VIII MTS NEGERI 3 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TAK LANGSUNG.

0 4 25

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DAN KONTEKSTUAL PADA MATERI GEOMETRI BIDANG DATAR KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA NEGERI 2 BINJAI.

0 3 50

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DI KELAS X SMA NEGERI 1 SIDAMANIK T.A. 2014/2015.

0 8 23

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DI KELAS X SMA NEGERI 1 SIDAMANIK T.A. 2014/2015.

1 3 22

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL.

0 2 37

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA NEGERI 1 GEBANG TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 1 20

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN EKOSISTEM DI KELAS

0 2 15

PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN TIGA DIMENSI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN DIMENSI TIGA KELAS X

1 2 6

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING (CURAH GAGASAN) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Studi Eksperimen terhadap siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ciniru Kabupaten Kuningan Pada Pokok Bahasan Dimensi Tiga ) - IAIN Syekh

0 0 20