PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

FRIDA M.A.SIMORANGKIR NIM : 809715007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(2)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERFIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

FRIDA M.A.SIMORANGKIR NIM : 809715007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

FRIDA M. A. SIMORANGKIR. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Berpikir Kritis Siswa yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan : (1) kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (2) kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (3) untuk melihat ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, (4) untuk melihat ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA 1 Salapian. Sampel yang dipilih adalah kelas XI IPA-1 (kelas eksperimen), kelas yang diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan siswa kelas XI IPA-2 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah dan tes berpikir kritis. Analisis data dilakukan dengan ANAKOVA dan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemecahan Masalah, Berpikir Kritis.


(6)

ii ABSTRACT

FRIDA M. A. SIMORANGKIR. The Analysis differences of Ability in Mathematics Problem Solving and Critical Thinking between Students Given Problem Based Learning and Conventional Learning. Thesis. Medan : Mathematics Education Study Program Postgraduate School of University of Medan, 2013.

This study was aimed: (1) to determine the differences the ability of math problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (2) to determine the differences critical thinking ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (3) to find out the interaction between model of study and students mathematics ability level towards students problem solving ability, (4) to find out the interaction between model of study and students mathematics ability level towards students critical thinking ability. This study was a quasi-experimental research. The population of study was the students of SMAN 1 Salapian. Random sample selection is done by randomizing the class. Sample that chosen class XI IPA-1 (experiment class), class that given study treatment based on problem and class student XI IPA-2 as control class that given study treatment usually. instrument that used to consist of: trouble-shooting ability test and critical thinking test. data analysis is done with ANAKOVA and two way ANAVA. Principal result from this watchfulness: (1) there is a difference of problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning. (2) there is a difference of mathematics critical thinking ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (3) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students troubel-shooting ability, (4) there is an interaction between model of study and students mathematics ability level towards students mathematics critical thinking ability.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis dan Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional.”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Yth. Bapak Dr. Waminton Rajagukguk, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II, ditengah-tengah kesibukannya telah memberikan bimbingan, arahan dan memberikan motivasi sangat berarti bagi penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.

2. Yth. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd,

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.

3. Yth. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S dan

Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber sekaligus penguji yang telah memberikan arahan dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.


(8)

iv

5. Bapak Drs. Sahren Karo-Karo selaku Kepala SMAN 1 Salapian Kabupaten

Langkat dan Ibu Yusfiatini S.Si, M.Pd beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian.

6. Teristimewa kepada Ayahanda S.M. Simorangkir dan Ibunda M. br.

Hutagalung, BA; kakakku Naomi Taruli Simorangkir, Amd; abangku Simon Sorimuda Simorangkir, ST dan kakak iparku Devi Hutagalung, SE; serta keponakanku Samuel Reynard Edsel Simorangkir yang selalu memberikan doa dan dukungan yang besar selama dalam pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.

7. Sahabat seperjuangan angkatan V Prodi Pendidikan Matematika yang telah

memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan

dalam penyelesaian tesis ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Semoga Tuhan membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kirannya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari tesis ini, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Maret 2013 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Batasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... … .. 16

G. Defenisi Operasional ... ….. 17

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 19

B. Kemampuan Berpikir Kritis ... 24

C. Aktivitas Belajar Siswa ... 28

D. Interaksi Belajar Mengajar ... 32

E. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 36

F. Pembelajaran Konvensional ... 45

G. Teori Belajar yang melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah ... 48

H. Hasil Penelitian yang Relevan dengan PBM ... 54

I. Kerangka Konseptual ... 57

J. Hipotesis Penelitian ... 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 66

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 67

C. Populasi dan Sampel ... 67

1. Populasi ... 67

2. Sampel ... 67

D. Mekanisme dan Rancangan Penelitian ... 68

1. Rancangan Penelitian ... 68

2. Mekanisme Penelitian ... 80

E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 80

F. Teknik Pengumpulan Data ... 82

1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 82

2. Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 85

3. Lembar Pengamatan Aktivitas Aktif Siswa ... 87

G. Teknik Analisis Data ... 92


(10)

vi

2. Analisis Statistik Inferensial ... 95

H. Prosedur Penelitian ... 106

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 109

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 109

1. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109

a. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109

b. Rata-Rata Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 118

2. Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 120

a. Uji Normalitas ... 120

b. Uji Homogenitas Data ... 122

c. Model Regresi Linier... 123

d. Uji Independensi dan Uji Linieritas ... 123

e. Uji Kesamaan Dua Model Regresi ... 128

f. Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 130

g. Analisis Kovarians dengan Modifikasi Anava ... 131

3. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Berpikir Kritis ... 134

a. Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis ... 134

b. Rata-Rata Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 142

4. Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 144

a. Uji Normalitas ... 144

b. Uji Homogenitas Data ... 146

c. Model Regresi Linier... 147

d. Uji Independensi dan Uji Linieritas ... 147

e. Uji Kesamaan Dua Model Regresi ... 153

f. Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 155

g. Analisis Kovarians dengan Modifikasi Anava ... 155

5. Hasil Penelitian tentang Aktivitas Siswa ... 158

6. Hasil Penelitian tentang Interaksi... 162

B. Temuan Hasil Penelitian... 165

1. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 166

2. Kemampuan Berpikir Kritis ... 166

3. Aktivitas Aktif Siswa... 167

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 169

1. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 169

2. Kemampuan Berfikir Kritis ... 170

3. Aktivitas Aktif Siswa... 171

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 173

5.1. Simpulan ... 173

5.2. Saran ... 175

DAFTAR PUSTAKA ... 178 LAMPIRAN


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 41

Tabel 2.2 Peran Guru, Siswa dan Masalah dalam PBM ... 42

Tabel 2.3 Penerapan Pembelajaran Konvensional ... 47

Tabel 2.4 Teori perkembangan kognitif Piaget ... 53

Tabel 3.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 71

Tabel 3.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 72

Tabel 3.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 73

Tabel 3.4 Rancangan Uji Coba ... 74

Tabel 3.5 Hasil Analisis Validasi Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Berpikir Kritis ... 76

Tabel 3.6 Interval Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 78

Tabel 3.7 Interval Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis ... 78

Tabel 3.8 Rancangan Penelitian ... 79

Tabel 3.9 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Kontrol ... 79

Tabel 3.10 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 83

Tabel 3.11 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 84

Tabel 3.12 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 85

Tabel 3.13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 86

Tabel 3.14 Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen... 88

Tabel 3.15 Persentase Waktu Ideal untuk Aktivitas Siswa ... 91

Tabel 3.16 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 93

Tabel 3.17 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Berpikir Kritis ... 94

Tabel 3.18 Rancangan Analisis Data untuk ANAKOVA ... 95

Tabel 3.20 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji, dan Uji Statistik ... 105

Tabel 4.1 Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 109

Tabel 4.2 Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 110

Tabel 4.3 Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 111

Tabel 4.4 Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 112

Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 118

Tabel 4.6 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 119

Tabel 4.7 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 119

Tabel 4.8 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121


(12)

viii

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121 Tabel 4.10 Tabel Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan

Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123 Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Berpikir

Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123 Tabel 4.12 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 124 Tabel 4.13 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 125 Tabel 4.14 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 125 Tabel 4.15 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Kelas Eksperimen ... 126 Tabel 4.16 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen... 127 Tabel 4.17 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen ... 128 Tabel 4.18 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 129 Tabel 4.19 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 129 Tabel 4.20 Koefesien Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 129 Tabel 4.21 Analisis Kovarians Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

untuk Kesejajaran Model Regresi ... 130 Tabel 4.22 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 132 Tabel 4.23 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 133 Tabel 4.24 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 134 Tabel 4.25 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Secara

Kuantitatif ... 134 Tabel 4.26 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Secara

Kuantitatif ... 135 Tabel 4.27 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Secara

Kuantitatif ... 136 Tabel 4.28 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Secara

Kuantitatif ... 137 Tabel 4.29 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Pretes Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa ... 142 Tabel 4.30 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Postes Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa ... 143 Tabel 4.31 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Berpikir Kritis


(13)

ix

Tabel 4.32 Deskripsi Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 145 Tabel 4.33 Deskripsi Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 145 Tabel 4.34 Tabel Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan

Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 147 Tabel 4.35 Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Berpikir Kritis

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 147 Tabel 4.36 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir

Kritis Kelas Kontrol ... 148 Tabel 4.37 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir

Kritis Kelas Kontrol (SPSS 17) ... 148 Tabel 4.38 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi

Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 149 Tabel 4.39 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 150 Tabel 4.40 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir

Kritis Kelas Eksperimen ... 151 Tabel 4.41 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir

Kritis Kelas Eksperimen (SPSS 17) ... 151 Tabel 4.42 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan

Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 152 Tabel 4.43 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 152 Tabel 4.44 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Berpikir Kritis ... 153 Tabel 4.45 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 154 Tabel 4.46 Koefesien Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 154 Tabel 4.47 Analisis Kovarians Kemampuan Berpikir Kritis untuk

Kesejajaran Model Regresi ... 155 Tabel 4.48 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Berpikir Kritis ... 156 Tabel 4.49 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 157 Tabel 4.50 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Pemecahan Berpikir Kritis ... 158 Tabel 4.51 Aktivitas Siswa selama Kegiatan Pembelajaran di Kelas Model


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Jawaban Siswa dalam menyelesaikan masalah ... 6 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 108 Gambar 4.1 Tingkat Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 111 Gambar 4.2 Tingkat Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 113 Gambar 4.3 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal Nomor 1 ... 114 Gambar 4.4 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal Nomor 2 ... 115 Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal Nomor 3 ... 116 Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal Nomor 4 ... 117 Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis

Butir Soal Nomor 5 ... 118 Gambar 4.8 Tingkat Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 136 Gambar 4.9 Tingkat Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 138 Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Jawaban Berpikir Kritis Butir Soal

Nomor 1 ... 139 Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Jawaban Berpikir Kritis Butir Soal

Nomor 2 ... 140 Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Jawaban Berpikir Kritis Butir Soal

Nomor 3 ... 141 Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Jawaban Berpikir Kritis Butir Soal

Nomor 4 ... 142 Gambar 4.14 Kategori Pengamatan Aktivitas Siswa ... 159 Gambar 4.15 Keterkaitan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 163 Gambar 4.16 Keterkaitan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal

terhadap Kemampuan Berpikir Kritis ... 165 Gambar 4.17 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 169 Gambar 4.18 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam belajar karena pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan cerdas. Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.

Oleh karena itu, melalui prosespendidikan diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi (1994 : 1) bahwa pendidikan satu

– satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogianya berfungsi untuk

menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Seiring dengan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) lulusan dituntut untuk bersikap kritis, logis dan sistematis dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Matematika merupakan


(16)

2

salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat digunakan untukmembentuk pola pikir logis, kritis dan kreatif secara efektif. Sebagaimana Soedjadi (2000:18) mengemukakan bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam penguasaan ilmu dan teknologi.

Matematika merupakan subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berpikir anak dimulai dari usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan lanjutan dan bahkan sampai di bangku perkuliahan.Dalam Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Dari pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang luas cakupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Karso (1993:124) bahwa matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.

Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran matematika merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam pembelajaran matematika diharapkan tidak hanya mengajarkan fakta dan konsep,


(17)

3

tetapi juga harus membekali peserta didik dalam memecahkan masalah yang

dialami dalam kehidupan sehari – hari serta dapat menumbuhkan daya bernalar

dan melatih pola pikir.

Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah menurut KBK 2004 (KTSP 2006) :

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya

melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa

ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan, serta mencoba – coba.

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi antara lain

melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.

Pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan dalam

membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yaitu belajar bernalar secara matematik, penguasaan konsep dan terampil memecahkan masalah. Suherman (2003:69) menjelaskan bahwakarakteristik pembelajaran matematika di sekolah adalah berjenjang, setiap materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa dihubungkan dengan materi sebelumnya disamping itu materi matematika itu disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Piaget (Arends, 2008: 47) menjelaskan pembelajaran yang baik dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) sehingga anak dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari


(18)

4

jawabannya sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan

membandingkannya dengan temuan siswa yang lain.

Dalam.NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (2000) menyatakan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika adalah:

(1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning),

(3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections),

(5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).

Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam mengemukakan ide dan gagasan, yang akan mengarahkan kepada pembentukan pengetahuan matematika mereka sendiri.Indrawati (2006) menyatakan bahwa ada dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia yaitu rendahnya prestasi siswa serta kurangnya minat mereka dalam belajar matematika .

Hal ini mengakibatkan prestasi siswa Indonesia saat ini masih rendah dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil survei TIMSS 2007 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-35 di antara 46 negara peserta, 14 tingkat di bawah Malaysia.Nilai rata-rata yang didapat siswa Indonesia pun sangat jelek, yakni hanya 397. Sedangkan rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei 452, selain itu, prestasi siswa secara nasional juga masih rendah. Hal ini sesuai dengan Mendiknas (2010) dari hasil perolehan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) juga menyebutkan, mata pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang


(19)

5

angka ketidaklulusannya tinggi untuk jurusan IPS (15,11 %) dan Agama (28,17 %).

Rendahnya prestasi siswa juga dapat diketahui dari rata – rata kelas untuk mata pelajaran matematika, daya serap dan ketuntasan belajar siswa kelas XI IPA

SMA Negeri 1 Salapian T.A 2011/2012 masih rendah, yaitu 60 untuk rata – rata

kelas, 60% untuk daya serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Hal ini berarti hasil belajar matematika siswa belum mencapai tujuan kurikulum yaitu 75 untuk

rata – rata kelas, 75% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar. Di sisi

lain, matematika masih dianggap sebagai suatu pelajaran yang sulit, bersifat abstrak dan bahkan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.

Faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa adalah pembelajaran yang berlangsung didominasi oleh aktivitas latihan – latihan untuk pencapaian mathematical basics skillsmengakibatkan pembelajaran tidak bermakna. Shadiq (2007: 2) menjelaskan bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan ketrampilan dasar (basic skills) namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematik dan bernalar secara matematik.

Sebagian besar siswa hanya mampu menghafal materi yang dipelajarinya, tetapi seringkali tidak memahami materi yang telah dipelajari sebelumnya.Dalam proses belajar yang diterapkan siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. Munandar (1997: 3) menyatakan bahwa perhatian sekolah terhadap potensi


(20)

6

belajar siswa masih terbatas kepada aspek berpikir konvergen dan masih kurang memperhatikan proses berpikir kreatif dalam pembelajarannya.

Sebagai contoh jika siswa diberikan soal berikut :

Gambar 1.1. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah Berdasarkan hasil jawaban siswa di atas, dapat dinyatakan bahwa siswa belum bisa memahami konsep matematika dengan benar dan hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam menyelesaikan persoalan diatas, siswa harus memahami situasi dalam soal dengan tepat. Siswa mampu mengidentifikasi kecukupan informasi atau keterangan pada soal dan melihat apakah keterangan tersebut bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan di atas. Dapat dinyatakan betapa permasalahan tentang kemampuan pemecahan masalahmatematikdan berpikir kritis siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani.


(21)

7

Sudah seharusnya siswa dilatih untuk memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari. Namun hal tersebut belum terlihat karena pembelajaran matematika di beberapa sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi pembelajaran konvensional yang bersifat teacher centered. Siswa pasif dan guru cenderung mentransfer pengetahuan kepada siswa sehingga konsep, prinsip dan aturan – aturan dalam matematika sulit dipahami oleh siswa.jika persoalan ini dibiarkan siswa akan kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep selanjutnya.

Pembelajaran yang biasa dilakukan seperti guru menjelaskan konsep dan contoh soal, kemudian dilanjutkan dengan siswa mengerjakan soal latihan dan mengisi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) mengakibatkan siswa kesulitan dalam

memperoleh pemahaman konsep – konsep matematika secara mendalam.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2003) bahwa mereka akan cenderung memandang matematika sebagai suatu kumpulan aturan-aturan dan latihan-latihan yang dapat mengundang rasa bosan, karena aktivitas siswa hanya mengulang prosedur atau menghafal algoritma tanpa diberi peluang lebih banyak berintekrasi dengan sesama.

Guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan matematika melalui masalah yang diajukan dan lebih yakin berhasil

membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan

sebelumnya.Bila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka pemahaman konsep, pemecahan masalah matematik, berpikir kritis siswa dan tujuan pembelajaran matematika yang lain tidak akan dapat tercapai secara maksimal serta kebiasaan guru mengajar sangat sulit diubah.


(22)

8

Hal tersebut juga didukung oleh Sinaga (1991) menyatakan bahwa :

Kebiasaan guru mengajar sangat sulit dirubah, guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan matematika melalui masalah yang diajukan. Guru lebih yakin berhasil membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal ini terbukti dari aktivitas siswa. Siswa sungkan bertanya pada guru dan temannya (khususnya siswa yang lemah) walaupun diberikan dorongan dan motovasi. Siswa yang pintar lebih senang belajar sendiri dan jika mengalami kesulitan langsung bertanya pada guru tanpa melewati diskusi kelompoknya, selain itu guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru tentang teori – teori pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivistik. Pelaksanaan pembelajaran seperti di atas dilakukan setiap hari oleh guru di dalam kelas, tentu saja kurang sesuai dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran matematika, dimana guru memberikan konsep dan prinsip matematika secara langsung kepada siswa,tidak berupaya secara maksimal untuk memampukan siswa memahami berbagai konsep, prinsip matematika, menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika serta memampukan siswa untuk kemampuan pemecahan masalah matematik dan berpikir kritis siswa.

Dalam hal ini pemecahan masalah yang dimaksud tidak hanya bertujuan pada penemuan sebuah jawaban yang benar (to find a correct solution), tetapi bagaimana mengkonstruksikan segala kemungkinan pemecahan yang reasonable, beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya agar jawaban atau pemecahan masalah tersebut masuk akal (how to construct and to defend various reasonable solutions). Utari (1997 : 7) menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar merupakan jawaban pertanyaan yang kompleks bahkan lebih kompleks dari pengertian pemecahan masalah itu sendiri.


(23)

9

Hal ini seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1991: 291) bahwa kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu agar pemecahan masalah menjadi efektif, perlu disajikan masalah yang tepat sehingga dapat memicu siswa menggunakan kemampuan dan segenap keterampilannya secara optimum.

Menurut Bonwell (1991 : 1) dalam belajar siswa harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan, untuk bisa terlibat aktif para siswa itu harus terlibat dalam tugas yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi (kemampuan berpikir kritis). Sedangkan menurut Krulik dan Rudnik (NCTM, 1999), yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah.

Bagi seorang guru bukanlah hal yang mudah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. Untuk itu harus dilakukan inovasi pembelajaran untuk merubah kebiasaan guru dan upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ausubel (dalam Ruseffendi, 1991: 291) menyarankan sebaiknya dalam pembelajaran digunakan pendekatan yang mengunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berpikir kreatif dan kritis.


(24)

10

Pada intinya pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran, diharapkan akan mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered). Dengan pemberian suatu masalah kepada siswa akan menimbulkan rasa ingin tahunya, bagaimana cara menyelesaikanya, konsep yang bagaimana yang diperlukan untuk pemecahannya dan metode apa yang tepat digunakan untuk penyelesaiannya. Hal tersebut akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dan mencari yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran berbasis masalah selain menyajikan kepada siswa masalah yang autentik, bermakna, memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan, belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi masalah (model matematika) atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi.

Model pembelajaran ini sesuai dengan perspektif konstruktivisme yang memiliki prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. Pembelajaran berbasis masalah sesuai dengan yang diharapkan dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) karena dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan juga pencapaian kompetensi matematik tingkat tinggi yaitu berpikir kritis. Melalui pembelajaran ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya


(25)

11

perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotor.

Pada bagian lain, Trianto (2009: 96) menjelaskan bahwa manfaat model

pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah: “...membantu siswa

mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam

pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.”

Berdasarkan pendapat diatas, melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM), disamping siswa dituntut untuk aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika dari masalah yang diberikan, juga mampu menjelaskan konsep-konsep yang sudah diperoleh. Diharapkan dengan munculnya pemahaman konsep, siswa dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa dengan baik, sehingga memberikan motivasi belajar matematika dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi yang dimilikinya serta akan meningkatkan kemampuan matematikanya.

Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah diteliti oleh Abbas, dkk (2006 : 1) bahwa : pada siklus I dari 35 orang siswa, ada 26 orang siswa (74,29%) mencapai ketuntasan belajar dan pada siklus II ada 32 orang siswa (91,34%) mencapai ketuntasan belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan penilaian portofolio siswa.

Penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah juga telah dilakukan oleh Tatang Herman (2005) menunjukkan hal-hal yang positif, seperti : (1) kebanyakan siswa (77,2%) menyatakan senang belajar matematika melalui pemecahan


(26)

12

masalah, (2) sebagian besar siswa (72,8%) merasa tertantang dalam belajar matematika melalui pemecahan masalah, (3) mayoritas siswa (90%) berpendapat bahwa pemecahan masalah perlu dilakukan melalui kerja kelompok, (4) sebagian besar siswa (72,8%) menyatakan bahwa selalu ada cara lain untuk menyelesaikan masalah, (5) kebanyakan siswa (82,8%) percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah, (6) sebagian besar siswa (82,2%) memandang perlu menghargai pendapat orang lain, (7) mayoritas siswa (86,2%) berpendapat bahwa belajar matematika melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk kehidupan, (8) lebih dari setengah dari keseluruhan siswa (65,5%) menyatakan perlunya memikirkan cara lain yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah, (9) kebanyakan siswa (71,7%) menyatakan perlunya mengikuti cara yang dilakukan teman dalam menyelesaikan masalah, jika cara tersebut lebih baik dari pada caranya.

Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah memberi dampak positif dan kemajuan dalam pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat mengetahui adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran selama ini agar menjadi lebih baik dan berkualitas.


(27)

13

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Kualitas pendidikan matematika masih rendah

2. Prestasi belajar matematika siswa masih rendah

3. Banyak siswa belum memiliki motivasi dalam belajar matematika

4. Banyak siswa kurang terlibat aktif dalam belajar matematika

5. Banyak siswa kesulitan dalam memecahkan masalah matematik

6. Proses pembelajaran di kelas masih menerapkan paradigma lama yaitu

pembelajaran konvensional yang kurang efektif

7. Proses pembelajaran matematika kurang relevan dengan tujuan

8. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah

9. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih

rendah

C. Batasan Masalah

Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu dibatasi sehingga lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan memberikan dampak yang luas terhadap permasalahan yang dihadapi, maka masalah yang akan diteliti difokuskan pada :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis rendah, sebagian besar siswa


(28)

14

2. Kemampuan berpikir kritis siswa rendah, siswa kurang dilatih

mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam belajar matematika.

3. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika kurang terlihat, sebagian

besar siswa masih tidak mau bertanya, menjawab, berkomentar, mencoba, atau mengemukakan ide.

4. Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis.

5. Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa. D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kritis siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional, untuk menjawab rumusan masalah ini peneliti membuat rincian pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran

berbasis masalah lebih tinggi dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?


(29)

15

3. Bagaimana kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis

masalah berlangsung ?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis?

5. Apakah terdapat interaksi antarapendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa?

6. Bagaimana proses jawaban tes pemecahan masalah matematis dan berpikir

kritis siswa di dalam kelas pembelajaran berbasis masalah? E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh informasi tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya adalah :

1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Mendeskripsikan aktivitas aktif siswa dalam pembelajaran berbasis


(30)

16

4. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran berbasis masalah

dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

5. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran berbasis masalah

dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

6. Mendeskripsikan proses menjawab tes pemecahan masalah matematis dan

berpikir kritis siswa di dalam kelas pembelajaran berbasis masalah. F. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut :

7. Bagi Siswa

1. Dapat memahami konsep – konsep matematika yang ditemukan sendiri

melalui melalui pemecahan masalah yang diberikan.

2. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan

masalah dan kemampuan bekerjasama dalam kelompok.

2. Bagi Guru

1. Meningkatkan kemampuan dalam menerapkan pembelajaran yang

berbasis masalah

2. Sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran

3. Meningkatkan peran guru dalam pembelajaran yang mengarah sebagai


(31)

17

3. Bagi Peneliti

1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran

berbasis masalah yang efektif dan berguna untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan pemecahan masalah oleh siswa.

G. Defenisi Operasional

Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara operasional yang akan digunakan dalam penelitian agar penelitian menjadi lebih terarah. Beberapa istilah yang akan digunakan dalam penelitian adalah :

1. Model pembelajaran berbasis masalah yang dimaksud adalah model

pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu :

(1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3)

membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan guru

dalam mengajar matematika, dimana pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dengan menerapkan proses menemukan

jawaban berdasarkan langkah – langkah pemecahan masalah yaitu : (1)


(32)

18

pemecahan/perhitungan, (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.

4. Indikator kemampuan berpikir kritis matematik yang digunakan (1)

Mengidentifikasi adalah kemampuan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dan memberi alasan dengan benar, (2) Menggeneralisasi adalah kemampuan menemukan konsep dan menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi dengan benar, (3) Menganalisis adalah kemampuan menentukan informasi dari soal yang diberikan, dan bisa memilih informasi yang penting dan memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya, dan benar melakukan perhitungan, dan (4) Mengklarifikasi adalah kemampuan memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi penjelasan, dan memperbaiki kesalahan.

5. Aktivitas aktif adalah aktivitas yang meliputi :

1. Menulis yang relevan dengan kegiatan pembelajaran

2. Berdiskusi antara siswa

3. Berdiskusi antara siswa dengan guru

4. Membaca : apabila siswa sedang membaca buku siswa, LAS dan sumber

belajar yang relevan.

6. Pretes adalah tes awal yang mencakup materi prasyarat yang diberikan kepada

siswa sebelum diberikan perlakuan.

7. Interaksi merupakan pengaruh antara variabel bebas terhadap salah satu


(33)

173

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar

51,23 sebelumnya 42,08, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 9,15.

Sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 45,98 sebelumnya 38, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 7,98.

2. Kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran

berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 8,35 sebelumnya 6,57, terjadi

peningkatan rata–rata proporsi sebesar 1,78. Sementara siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 6,8 sebelumnya 5,85 terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 0,95.


(34)

174

3. Keaktifan siswa dalam pembelajaran berbasis masalah memenuhi batas

toleransi waktu ideal.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan

kemampuan awal siswa (tinggi dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi dan rendah) memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa.

5. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan

dengan kemampuan awal siswa (tinggi, rendah) terhadap peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.


(35)

175

6. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan menggunakan pembelajaran

berbasis masalah memiliki kriteria baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa lebih baik pada kelas pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

B. SARAN

Penelitian tentang analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa adalah merupakan upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah baik diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :

1. Bagi Guru Matematika

 Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang

menekankan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa sangat baik sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi peluang.

 Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai

bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan peluang.


(36)

176

 Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran

yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk

mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani beragumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kritis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

 Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Kepada Lembaga Terkait

 Perlu adanya sosialisasi dalam memperkenalkan pembelajaran berbasis

masalah kepada guru dan siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa khususnya kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa dapat meningkat.

 Diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah

satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa pada pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk mata pelajaran lain.


(37)

177

3. Kepada Peneliti Lanjutan

Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah

dalam melihat analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa untuk memperoleh hasil penelitian yang inovatif.

 Sebelum dilakukan penelitian, peneliti perlu bersosialisasi dalam

memperkenalkan tentang pembelajaran berbasis masalah kepada guru dan siswa sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik.

 Rancanglah perangkat pembelajaran dengan efektif, sesuaikan indikator


(1)

pemecahan/perhitungan, (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.

4. Indikator kemampuan berpikir kritis matematik yang digunakan (1) Mengidentifikasi adalah kemampuan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dan memberi alasan dengan benar, (2) Menggeneralisasi adalah kemampuan menemukan konsep dan menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi dengan benar, (3) Menganalisis adalah kemampuan menentukan informasi dari soal yang diberikan, dan bisa memilih informasi yang penting dan memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya, dan benar melakukan perhitungan, dan (4) Mengklarifikasi adalah kemampuan memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi penjelasan, dan memperbaiki kesalahan.

5. Aktivitas aktif adalah aktivitas yang meliputi :

1. Menulis yang relevan dengan kegiatan pembelajaran 2. Berdiskusi antara siswa

3. Berdiskusi antara siswa dengan guru

4. Membaca : apabila siswa sedang membaca buku siswa, LAS dan sumber belajar yang relevan.

6. Pretes adalah tes awal yang mencakup materi prasyarat yang diberikan kepada siswa sebelum diberikan perlakuan.

7. Interaksi merupakan pengaruh antara variabel bebas terhadap salah satu kategori sampel.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 51,23 sebelumnya 42,08, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 9,15. Sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 45,98 sebelumnya 38, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 7,98. 2. Kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran

berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 8,35 sebelumnya 6,57, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 1,78. Sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 6,8 sebelumnya 5,85 terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 0,95.


(3)

3. Keaktifan siswa dalam pembelajaran berbasis masalah memenuhi batas toleransi waktu ideal.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa (tinggi dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi dan rendah) memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa.

5. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa (tinggi, rendah) terhadap peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.


(4)

6. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah memiliki kriteria baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa lebih baik pada kelas pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

B. SARAN

Penelitian tentang analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dan berfikir kritis siswa adalah merupakan upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah baik diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :

1. Bagi Guru Matematika

 Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa sangat baik sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi peluang.

 Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan peluang.


(5)

 Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani beragumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kritis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

 Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Kepada Lembaga Terkait

 Perlu adanya sosialisasi dalam memperkenalkan pembelajaran berbasis masalah kepada guru dan siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa khususnya kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa dapat meningkat.

 Diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa pada pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk mata pelajaran lain.


(6)

3. Kepada Peneliti Lanjutan

Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah dalam melihat analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa untuk memperoleh hasil penelitian yang inovatif.

 Sebelum dilakukan penelitian, peneliti perlu bersosialisasi dalam memperkenalkan tentang pembelajaran berbasis masalah kepada guru dan siswa sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik.

 Rancanglah perangkat pembelajaran dengan efektif, sesuaikan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang harus dicapai.