EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer di Instalasi Rawat Inap RSUP dr. Soeradji Tirto

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI
RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

AULIA ARUM FITRIANI
K 100110115

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2015

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO TAHUN 2014
EVALUATION OF ANTIBIOTICS USE IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS
PATIENTS WITH FOOT ULCER COMPLICATIONS IN INSTALLATION OF

INPATIENT dr. SOERADJI TIRTONEGORO HOSPITAL 2014
Aulia Arum Fitriani*, Nurul Mutmainah
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
*Email : auliaarum78@gmail.com
ABSTRAK
Diabetes merupakan suatu penyakit serius yang mempengaruhi semua organ vital dalam tubuh
ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami
komplikasi ulkus selama perjalanan penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan
antibiotik pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
tahun 2014. Jenis penelitian ini bersifat observasional (non-eksperimental) yang dilakukan secara restropektif
dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Data yang dianalisis meliputi tepat pasien, obat dan dosis
yang disesuaikan dengan standar terapi. Kriteria inklusi sampel meliputi diagnosis utama penyakit diabetes
tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer dengan atau tanpa penyakit penyerta, dan menggunakan antibiotik. Hasil
penelitian menunjukkan antibiotik yang digunakan pada pasien foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
tahun 2014 yaitu ceftriaxone 76%, cefixime 8%, cefotaxime 4%, dan cefadroxil 4%. Antibiotik kombinasi
ceftriaxone-metronidazole 60%, ceftriaxone-clindamycin 12%, cefotaxime-metronidazole 4%, dan cefiximemetronidazole 2%. Hasil evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik yaitu 100% tepat pasien, 68% tepat obat
dan 76% tepat dosis.
Kata kunci : foot ulcer, diabetes melitus tipe 2, antibiotik, RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
ABSTRACT

Diabetes is a serious disease that affects all of vital organs in the body characterized by high blood
sugar levels. Approximately 15% of people with diabetes will develop complications of ulcer during their
lifetime of the disease. This study aimed to evaluate the use of antibiotics in type 2 diabetes mellitus patients
with foot ulcer complications in dr. Soeradji Tirtonegoro hospital during 2014. This research is an
observational (non-experimental) research that was conducted retrospectively and was analyzed
descriptively. The analyzed data included appropriate of patient, drug and dose that was adjusted with
standard therapy. The inclusion criteria of sample included the primary diagnosis of type 2 diabetes mellitus
with foot ulcers complications, with or without comorbidities and used antibiotics. The results of this
research showed that antibiotics use in patients with foot ulcers in dr. Soeradji Tirtonegoro hospital during
2014 were ceftriaxone 76%, cefixime 8%, cefotaxime 4%, and cefadroxil 4%. The combinations of antibiotics
were ceftriaxone-metronidazole 60%, ceftriaxone-clindamycin 12%, cefotaxime-metronidazole 4%, and
cefixime-metronidazole 2%. The appropiate uses of antibiotics according to this research were 100% for
appropiate of patient, 68% for drug and 76% for dose.
Keywords: foot ulcer, type 2 diabetes mellitus, antibiotics, dr. Soeradji Tirtonegoro hospital

1

PENDAHULUAN
Diabetes merupakan penyakit serius yang mempengaruhi semua organ vital dalam
tubuh dan ditandai tingginya kadar gula dalam darah (Singh, 2013). Diabetes melitus ini

akan menyebabkan terjadinya perubahan patofisiologi dalam tubuh seperti mata, ginjal dan
ekstremitas bawah (Decroli, 2008). Dalam waktu lama diabetes yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Neuropati diabetik paling sering dialami yaitu
neuropati perifer dan merupakan faktor risiko terjadinya foot ulcer (Perkeni, 2011).
Penyebab umum pasien diabetes mendapat perawatan di rumah sakit adalah masalah pada
kaki diabetik seperti infeksi, ulserasi dan gangren (Mathangi, 2013).
Foot ulcer yaitu luka pada kaki penderita diabetes yang berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Kurang lebih 15% penderita
diabetes akan mengalami komplikasi ulcer selama perjalanan penyakitnya (Singh, 2013).
Kekambuhan dapat terjadi saat seseorang mempunyai riwayat penyakit foot ulcer
sebelumnya, prevalensi kekambuhan dapat mencapai 70% dalam 5 tahun (Leese, 2009).
Pengobatan foot ulcer terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Uji kultur
bakteri perlu dilakukan bila terjadi kegagalan terapi terhadap antibiotik empiris (Leese,
2009). Di Amerika Serikat 38% angka amputasi disebabkan diabetes. Adanya foot ulcer
dapat mengganggu aktivitas, oleh karena itu komplikasi ini merupakan salah satu beban
bagi pasien diabetes dan tenaga kesehatan meskipun penyakit ini dapat dicegah (Singh,
2013).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Hadiki melaporkan pemakaian antibiotik
untuk pasien rawat inap diabetes komplikasi foot ulcer (84%) dan hanya 21% dari
peresepan tersebut dinilai tepat dalam hal pemilihan jenis antibiotik, 42% yang sebenarnya

tidak perlu diberikan dan 15% tidak tepat dalam pemberian antibiotik berdasarkan dosis
dan lama pemberian (Hadiki, 2014). Lama pemberian atau durasi antibiotik pada pasien
foot ulcer harus berdasarkan pada tingkat keparahan ulcer. Antibiotik dapat dihentikan
apabila gejala infeksi sudah dapat teratasi (Lipsky dkk, 2012).
Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian tentang penggunaan antibiotik
pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro untuk mengevaluasi pemilihan obat sesuai dengan standar yang ada. Rumah
sakit ini dipilih sebagai tempat penelitian karena prevalensi pasien diabetes dengan
komplikasi foot ulcer cukup tinggi.

2

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis

penelitian

yang


dilakukan

adalah

penelitian

observasional

(non-

eksperimental) dengan rancangan penelitian secara deskriptif dan pengambilan data
dengan teknik purposive sampling.
B. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian yang dilakukan diantaranya:
1. Evaluasi pemilihan obat yaitu penilaian pemilihan obat yang berdasarkan ketepatan
pasien, obat dan dosis pada foot ulcer.
2. Tepat pasien adalah pemilihan obat sesuai kondisi patologi dan fisiologi pasien dengan
melihat ada tidaknya kontraindikasi.
3. Tepat obat merupakan kesesuaian pemberian obat yang digunakan sesuai dengan
standar IDSA 2012 dilihat dari pemeriksaan leukosit dan gula darah.

4. Tepat dosis adalah pemilihan dosis yang diberikan sesuai dengan besaran dosis,
frekuensi dan durasi.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpulan data yang
berisi identitas pasien, nomor rekam medik dan obat yang diberikan pada pasien di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.
2. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan yaitu catatan rekam medik pasien yang berisi
identitas pasien (nama, jenis kelamin dan umur), nomor rekam medik, obat dan diagnosis
penyakit pasien diabetes di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
E. Populasi dan Sampel
Populasi sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi foot ulcer di instalasi rawat inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.
Sampel pada penelitian yang terpilih memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Diagnosa utama penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer
2. Menerima obat antibiotik


3

3. Mempunyai data rekam medik dengan kelengkapan identitas pasien (nama, jenis
kelamin, umur, nomor register) jenis obat, dosis, frekuensi dan data laboratorium
(serum kreatinin, white blood cells dan gula darah)
F. Teknik Pengambilan Sampel
Pengumpulan data secara retrospektif menggunakan teknik purposive sampling
yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu dengan melakukan
pengambilan data pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.
G. Jalannya Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Adapun langkah-langkah
penelitian sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini adalah pembuatan proposal dan mengurus surat izin atau pengantar
dari fakultas Farmasi kepada RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro untuk mendapat izin
melakukan penelitian.
2. Tahap Penelusuran Data
Proses penelusuran data dimulai dari observasi catatan rekam medik RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro. Kemudian dilakukan pengelompokkan pasien dilihat dari kriteria

inklusi, sehingga diketahui jumlah total kasus yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian
dengan pasien yang di diagnosis foot ulcer. Pengambilan rekam medik meliputi identitas
pasien (nomor rekam medik, umur dan jenis kelamin), diagnosis utama, jenis antibiotik,
obat lain dan data laboratorium (serum kreatinin, white blood cells dan gula darah).
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan dengan teknik analisis
meliputi ketepatan pasien, obat dan dosis.
Analisis Data
Seluruh hasil yang terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui evaluasi
ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap foot ulcer dengan prosedur
pengobatan yang berdasarkan tepat pasien, obat dan dosis di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro tahun 2014.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasien
Berdasarkan jenis data analisis penelitian ini, jumlah total pasien foot ulcer di
instalasi rawat inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro sebanyak 59 pasien sebagai subyek
penelitian, 22 pasien dinyatakan gugur karena menjalani rawat jalan, 5 data pasien hilang

dan 7 data pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap.
Tabel 1. Karakteristik Pasien Infeksi Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi
Karakteristik
Umur
30 – 64
≥65
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Diagnosis
Ulkus DM
Ulkus DM + Hipertensi
Ulkus DM + Anemia
Ulkus DM + Hipertensi + Anemia
Kondisi Keluar
Sembuh
Membaik
Belum sembuh
Diijinkan pulang

Pulang paksa
GFR (Glomerular filtration rate) menurut MDRD
(Modification of Diet in Renal Disease)
Normal
Ringan
Sedang
Berat

Jumlah
Pasien

Persentase
N= 25

23
2

92%
8%


9
16

36%
64%

25
13
2
1

100%
52%
8%
4%

11
13
1
15
1

44%
56%
4%
60%
4%

1
7
12
5

4%
28%
48%
20%

Hasil penelitian menunjukkan dari 25 pasien foot ulcer 64% pasien perempuan dan
34% pasien laki-laki. Dalam kasus ini jenis kelamin bukan merupakan faktor penyebab
timbulnya foot ulcer namun lebih dikarenakan oleh faktor keturunan, gaya hidup dan usia.
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi prevalensi terjadinya foot ulcer.
Kejadian foot ulcer meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Decroli, 2008).
Tindakan medis akan dilakukan dengan melihat diagnosis yang ditegakkan oleh
dokter, diagnosis pasien ditentukan dengan cara melihat gejala, keluhan serta riwayat
penyakit dari pasien. Sering dijumpai diagnosis utama diikuti dengan penyakit penyerta
yang dapat mempengaruhi kondisi dan penyakit pasien. Dalam penelitian ini, penyakit
penyerta pasien foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro yaitu hipertensi dan anemia.
Ginjal merupakan organ penting yang ada dalam tubuh, jika fungsi ginjal terganggu
maka sisa metabolisme dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dan akan menjadi racun bagi
tubuh. Kerusakan ginjal pasien dilihat dari nilai GFR yang dihitung dengan metode
5

MDRD. Metode MDRD dipilih karena metode ini adalah metode terbaik untuk
memperkirakan nilai GFR (Carroll, 2006). Pada penelitian ini dilihat dari nilai GFR derajat
kerusakan ginjal pasien yaitu sedang (48%), ringan (28%), berat (20%) dan normal (4%).
Karakteristik Terapi
1. Antibiotik
Infeksi kaki merupakan bentuk komplikasi paling sering dijumpai pada pasien
diabetes. Tanda-tanda dari infeksi umumnya meliputi rasa nyeri, kemerahan, peningkatan
suhu dan bengkak. Pemilihan antibiotik empiris direkomendasikan berdasarkan keparahan
infeksi. Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi sangatlah disarankan, terutama pada
infeksi berat. Pada infeksi parah disarankan menggunakan antibiotik spektrum luas dan
menunggu hasil kultur bakteri (Lipsky dkk, 2012).
Berdasarkan data rekam medik di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014
pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer mendapatkan 4 golongan antibiotik yaitu
cephalosporin (cefotaxime, cefadroxil, cefixime, ceftriaxone), quinolone (ciprofloxacin),
clindamycin dan metronidazole.
Tabel 2. Karakteristik Terapi Antibiotik Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi
No
1

Pola Pemberian
Antibiotik
Antibiotik
Cephalosporins

Nama Obat

1.
2.
3.
4.

Cefotaxime
Cefadroxil
Cefixime
Ceftriaxone

Jumlah

Persentase
N= 25

1
1
2
19

4%
4%
8%
76%

Quinolone

Ciprofloxacin

2

8%

Clindamycin
Metronidazole

Clindamycin
Metronidazole

3
18

12%
72%

Obat Tunggal

Ceftriaxone
Ciprofloxacin
Cefadroxil

1
2
1

4%
8%
4%

Obat Kombinasi

Ceftriaxone + Metronidazole
Ceftriaxone + Clindamycin
Cefotaxime + Metronidazole
Cefixime + Metronidazole

15
3
1
2

60%
12%
4%
2%

3

Lama pemberian

4 - 7 hari
≥ 7 hari

6
19

24%
76%

4

Keparahan

Ringan
Sedang
Berat

0
17
8

0%
68%
32%

2

Tabel 2 menunjukkan gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014. Hasil analisis penelitian ini antibiotik yang
banyak digunakan adalah golongan cephalosporin. Mekanisme kerja cephalosporin yaitu
menghambat sintesis dinding sel bakteri (Permenkes, 2011).
6

Dalam keadaan tertentu diperlukan kombinasi antibiotik. Kombinasi obat dipilih
dengan melihat keparahan dari ulcer yang diderita oleh pasien. Diketahui antibiotik
kombinasi yang banyak digunakan adalah kombinasi antara ceftriaxone dan metronidazole
dengan persentase sebesar 60%. Ceftriaxone dipilih karena merupakan antibiotik yang
digunakan pada derajat keparahan sedang, yang mana sebagian besar pasien dalam
penelitian ini didiagnosis infeksi sedang (68%). Menurut Frykberg dkk, (2002), kombinasi
ceftriaxone dan metronidazole digunakan untuk terapi ulcer dengan derajat keparahan
sedang. Kombinasi dengan metronidazole dapat ditambahkan apabila dalam kasus tertentu
terdapat bakteri anaerob (Permenkes, 2011).
2. Obat lain
Penggunaan obat lain diberikan kepada pasien untuk mengatasi keluhan pasien.
Banyaknya macam obat non-antibiotik yang diberikan pada pasien menyebabkan obat
tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan kelas terapinya. Pada tabel di bawah ini
menunjukkan obat lain yang diberikan pada pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer.
Tabel 3. Penggunaan Obat Lain pada Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Tahun 2014
Jumlah

Persentase

1

No

Antihipertensi

Kelas Terapi
Captropil
Valsartan
Amlodipin
Furosemid
Flunarizin
Verapamil
Diltiazem

Nama Obat

3
8
6
6
2
1
1

12%
32%
24%
24%
8%
4%
4%

2

Antidiabetik

Metformin (OHO)
Glimepirid (OHO)
Gliklazid (OHO)
Levemir (Insulin)
Novorapid (Insulin)
Novomix (Insulin)

7
3
1
1
10
3

28%
12%
4%
4%
40%
12%

3

Analgetik, antipiretik dan
NSAID

Asam mefenamat
Paracetamol
Aspirin
Ketorolac

4
5
4
7

16%
20%
16%
28%

4
5

H2-reseptor antagonis
Vitamin dan mineral

Ranitidin,
Vitamin B
Asam folat
Aspar K

21
1
4
3

84%
4%
16%
12%

6
7

Hepato proktektor
Antiemetik

Curcuma
Ondansentron
Metroklopramid

1
2

4%
8%

8
9

Mukolitik
Neurotonik / Neurotopik

Ambroxol
Citicolin
Piracetam

1
1
1

4%
4%
4%

10
11
12

Kortikosteroid
Hemostatik
Antihiperlipidemia

Dexametason
Asam Traneksamat
Gemfibrozil

1
4
1

4%
16%
4%

7

Data dari tabel 3 dapat dilihat penggunaan obat non-antibiotik pada pasien foot
ulcer yang sering diresepkan yaitu antidiabetik dan antihipertensi. Dapat disimpulkan
sebagian besar penyakit penyerta pada pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer yaitu
hipertensi (52%). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit diabetes.
Target penurunan tekanan darah bagi penderita diabetes yaitu < 130/80 mmHg.
Pengobatan hipertensi dapat digunakan baik dengan tunggal maupun kombinasi, selain
pengobatan secara farmakologis pengobatan non-farmakologis seperti: mengurangi
konsumsi garam, meningkatkan aktifitas fisik, menurunkan berat badan dan menghentikan
merokok dapat juga membantu mengontrol tekanan darah. Antidiabetik dan antihipertensi
yang sering digunakan yaitu novorapid (40%) dan valsartan (32%).
Analgesik antipiretik diperlukan karena tanda dari infeksi pada kaki diabetik adalah
adanya inflamasi berupa nyeri, kemerahan, adanya peningkatan suhu dan bengkak (Lipsky
dkk, 2012). Nutrisi dan vitamin diperlukan untuk menjaga kestabilan daya tahan tubuh,
semakin bertambahnya usia maka metabolisme dalam tubuh semakin menurun. Pada
pasien geriatri sangat berisiko mengalami defisiensi nutrisi terlebih lagi mereka sangat
memerlukan asupan vitamin dan nutrisi yang tinggi untuk meningkatkan energi
(Schwarzpaul dkk, 2006). Nutrisi dan metabolisme pasien harus diperhatikan dengan baik
karena dapat mempengaruhi penyembuhan luka dan infeksi (Frykberg dkk, 2006).
Ketepatan Penggunaan Obat
1. Tepat Pasien
Suatu obat dinyatakan tepat pasien jika penggunaan obat sesuai dengan kondisi
fisiologis dan patofisiologis atau tidak adanya kontraindikasi dengan pasien.
Tabel 3. Ketepatan Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014
No
1
2

Ketepatan Pasien
Tepat pasien
Tidak tepat pasien

Jumlah
25
-

Persentase
100%
-

Dari analisis ketepatan pasien diperoleh persentase sebesar 100% dibuktikan
dengan tidak adanya catatan kontraindikasi berupa alergi pada suatu antibiotik. Untuk
golongan antibiotik yang patut diwaspadai yaitu golongan aminoglikosida dan dalam
penelitian ini tidak ditemukannya peresepan antibiotik golongan aminoglikosida.
Ketepatan pemilihan antibiotik pada penanganan infeksi sangatlah penting dalam
penentuan keberhasilan terapi, ketidaktepatan pemilihan antibiotik dapat meningkatkan
risiko terhadap keamanan pasien, meluasnya resistensi dan tingginya biaya pengobatan
(Permenkes, 2011).

8

2. Tepat Obat
Ketepatan obat adalah ketepatan pemberian antibiotik dengan standar IDSA 2012
berdasarkan pengobatan foot ulcer yang dipantau berdasarkan gula darah sewaktu atau
gula darah puasa, serum kreatinin dan white blood cells.
Ketepatan obat dinilai dari melihat kadar WBC pasien, pasien dikatakan foot ulcer
berat apabila kadar WBC > 12000 sel/mikroliter (x103/µL) menurut IDSA 2012. Pada
ketidaktepatan obat untuk metronidazole menurut IDSA 2012 tidak dicantumkan
metronidazole sebagai antibiotik foot ulcer, sedangkan pada IDSA 2002 dicantumkan
metronidazole sebagai antibiotik alternatif untuk foot ulcer. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan (2011), kombinasi dengan metronidazole dapat ditambahkan apabila dalam
kasus tertentu terdapat bakteri anaerob. Dari 25 kasus diperoleh tepat obat 68% dan tidak
tepat obat 32%.
Tabel 4. Ketidaktepatan Antibiotik Menurut IDSA 2012
No

Jenis Obat

1

Ceftriaxone

2

3

No.
Kasus
10,13,
17,18,
20

Ciprofloxacin 21

Cefixime

24,25

Alasan Ketidaktepatan
Dengan nilai WBC : 17,4 x103/µL; 13,6 x103/µL; 23,2 x103/µL;
18,0 x103/µL; 16,5 x103/µL seharusnya termasuk infeksi berat
dengan pemberian vancomycin + ceftazidime (Lipsky dkk,
2012).
Dengan nilai WBC : 18,1 x103/µL seharusnya termasuk infeksi
berat dengan pemberian vancomycin + ceftazidime (Lipsky dkk,
2012).
Tidak tercantum dalam IDSA Guidelines 2012
Total

Jumlah Persentase

5

20%

1

4%

2
8

8%
32%

3. Tepat Dosis
Ketepatan dosis antibiotik dapat dilihat dari dosis, frekuensi dan lama pemberian
antibiotik menurut IDSA 2012. Faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan dosis dalam
penelitian ini yaitu lamanya pemberian atau durasi pemberian antibiotik yang tidak sesuai
dengan standar. Menurut Lipsky dkk (2012), lama durasi pemberian antibiotik yang
diperlukan pasien foot ulcer ringan 1-2 minggu dan ulcer berat 2-3 minggu.
Penyesuaian dosis pada pasien geriatri ditentukan berdasarkan kondisi organ vital
pasien seperti ginjal, penentuan dosis menurut BNF (British National Formulary, 2009)
dapat ditentukan dengan melihat nilai klirens kreatinin. Dalam penelitian ini berdasarkan
nilai klirens kreatinin derajat kegagalan ginjal pasien yaitu ringan (57-79 ml/menit) dan
moderat (10-49 ml/menit), oleh karena itu tidak perlu adanya penyesuaian dosis. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan BNF (British National Formulary, 2009), untuk cefadroxil
klirens kreatinin < 26 ml/menit dosis pemberian perlu diturunkan, cefixime klirens
kreatinin < 20 ml/menit perlu penurunan dosis, cefotaxime klirens kreatinin < 5 ml/menit
gunakan setengah dosis, ceftriaxone klirens kreatinin < 10 ml/menit perlu penurunan dosis
9

dan berdasarkan Antibiotic Dosing In Renal Impairment (2012) untuk metronidazole dan
clindamycin tidak perlu adanya penyesuaian dosis.
Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Dosis Pemberian Antibiotik Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Tahun 2014 Menurut IDSA 2012
Kesesuaian
Dosis Frekuensi
Nama obat
Dosis Frekuensi Durasi
Jumlah
Persentase
Standar
S
TS
Antibiotik Kombinasi
Ceftriaxone +
1g
2x1
≥7 hari
13
2-4g 1x/hari (BNF, 2009)

52%
Metronidazole
500 mg
3x1
< 7 hari
2
500 mg 3x/hari (BNF, 2009)

8%
Cefixime +
100 mg
2x1
≥7 hari
1
200-400 mg 2x /hari (BNF, 2009)

4%
Metronidazole 500 mg
3x1
< 7 hari
1
500 mg 3x/hari (BNF, 2009)

4%
Cefriaxone +
1g
2x1
≥7 hari
2
2-4g 1x/hari (BNF, 2009)

8%
Clindamycin
300 mg
4x1
< 7 hari
1
300 mg 4x/hari (BNF, 2009)

4%
Cefotaxime + 100 mg
2x1
1 g 2x/hari (BNF, 2009)
< 7 hari
1

4%
Metronidazole 500 mg
3x1
500 mg 3x/hari (BNF, 2009)
Antibiotik Tunggal
Ceftriaxone
1g
2x1
≥7 hari
1
2-4g 1x/hari (BNF, 2009)

4%
Ciprofloxacin
500 mg
3x1
≥7 hari
2
250-750 mg 2x1 (BNF, 2009)

8%
Cefadroxil
500 mg
2x1

Dokumen yang terkait

Karakteristik Pasien Katarak Akibat Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik Medan Pada tahun 2012

3 65 62

Peran Konseling Farmasis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari Analisis Biaya Terapi di RSUD dr. Djoelham Binjai

1 40 104

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakart

0 6 14

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2015.

0 2 23

DAFTAR PUSTAKA Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2015.

0 3 4

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/GANGREN DI Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surak

2 7 18

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer di Instalasi Rawat Inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 20

0 2 11

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer di Instalasi Rawat Inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014.

0 1 9

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2011.

0 3 13

EVALUASI TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI Evaluasi Terapi Pasien Diabetes Melitus Geriatri Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2011.

0 1 12