Karakteristik Pasien Katarak Akibat Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik Medan Pada tahun 2012

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK AKIBAT DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK MATA

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

PADA TAHUN 2012

OLEH :

NATISHA DIVYA VERMA A/P RAMNICK LAL 100100279

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK AKIBAT DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK MATA

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

PADA TAHUN 2012

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan sarjana kedokteran”

OLEH :

NATISHA DIVYA VERMA A/P RAMNICK LAL 100100279

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik kronik yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah dan telah dilaporkan sebagai suatu faktor kritikal penyebab hilangnya penglihatan. Katarak merupakan komplikasi mata dari Diabetes Melitus sebagai akibat adanya perubahan pada lintasan sorbitol (poliol) di lensa mata. Hal ini merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.

Jenis penelitian ini adalah deskriptrif dengan menggunakan desain retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien katarak akibat Diabetes Melitus Tipe 2. Populasi penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menderita katarak di RSUP. Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Data dikumpulkan melalui rekam medis pasien pada periode Januari hingga Desember 2012. Analisis data dilakukan menggunakan statistik deskriptif.

Dari hasil penelitian, diperoleh 29 sampel pasien Katarak Diabetik. Jumlah pasien perempuan lebih tinggi. Berdasarkan umur, pasien terbanyak pada kelompok umur 60 – 69 tahun dan dengan durasi diabetes melitus ≤ 10 tahun. Jumlah pasien yang tidak merokok lebih banyak dalam populasi penelitian ini.

Diabetes Melitus merupakan faktor risiko pembentukan katarak dan dapat menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak yang disebabkan diabetik dapat dihindari. Kontrol kadar gula darah yang baik serta pemeriksaan mata yang rutin harus dilakukan agar katarak dapat deteksi lebih dini serta penatalaksanaan yang lebih efektif dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian kebutaan.


(5)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a chronic metabolic disease characterized by high blood glucose level and has been the most critical factor causing visual loss. Cataract, one of the most common eye complication of diabetes mellitus, due to the changes in sorbitol (polyol) pathway in the eye lens, is said to be the main cause of blindness in the world. This research is descriptive, which uses retrospective design to study the characteristics of cataract patients caused by Type 2 Diabetes Mellitus.

The population in this study are Type 2 Diabetes Mellitus patients suffering from cataract at RSUP H. Adam Malik in the year 2012. The sampling method used is total sampling. The data were collected from the patients medical records from January until December 2012 and were analyzed using descriptive statistics.

The results of this study showed in 29 Diabetic Cataract patients. Female patients were higher. Based on age, patients in the age group 60 – 69 years old suffered from cataract diabetic with duration of ≤ 10 years and non smokers were higher in this study.

Diabetes Melitus is known as an important risk factor for cataracts and can lead to blindness. However, cataract is preventable. Tight control of blood sugar level and routine eye check ups should be carried out for early detection and effective treatment to reduce blindness.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK AKIBAT DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK MATA RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2012”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, yaitu kemampuan mawas diri dan mengembangkan diri serta belajar sepanjang hayat, maka penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi tersebut dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing saya, dr. Nurchaliza Hazaria Siregar, Sp.M yang telah membimbing, memberi tunjuk ajar dan segala masukan saran serta bantuan selama penulisan karya ilmiah ini.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Radar Radius Tarigan MKed (PD), Sp. PD dan dr. Aridamuriyani D. Lubis, MKed (Ped), Sp. A selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberi saran kepada saya.

Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan mencurahkan rasa cinta, kasih, dan sayang saya kepada kedua orang tua, yang telah mencurahkan kasih sayang, membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan moril maupun materil, serta doa yang merupakan dorongan motivasi terbesar untuk menyelesaikan pendidikan selama ini.

Kepada rekan-rekan yang turut membantu dan memberi motivasi kepada saya dalam pelaksanaan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.


(7)

telah memberikan izin dan membantu saya dalam melakukan penelitian ini.

Saya menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya skripsi ini. Saya berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, 9 Juni 2013

Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR LAMIPRAN ... xii

1.1. BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

2.1. Diabetes Melitus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi Katarak Diabetik ... 6

2.1.3 Etiologi dan klasifikasi ... 7

2.1.4. Patofisiologi Diabetes Mellius ... 10

2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus ... 11

2.2 Katarak ... 12

2.2.1. Definisi ... 12

2.2.2. Anatomi dan Fisiologi lensa ... 12

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis Katarak Diabetik ... 14

2.2.4. Klasifikasi dan Stadium ... 16

2.2.5. Manifestasi Klinis ... 21

2.2.6 Diagnosis ... 22

2.2.7 Penatalaksanaan ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Konsep... 24

3.2. BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Jenis Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27


(9)

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 27

4.2.2. Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel ... 27

4.3.1. Populasi ... 27

4.3.2. Sampel ... 27

4.4. Metode Pengumpulan Data... 28

4.5. Teknik Analisa Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 29

5.2. Pembahasan ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 36


(10)

DAFTAR TABEL

Tab el Judul Halaman

2.1 Karakteristik Umum Tipe 1 dan 2 Diabetes Melitus ... 9 2.2 Grading of the Three Common Types of Cataract ... 18 3.1 Konsep Penelitian ... 26 5.1 Distribusi pasien yang mengalami Katarak Diabetik

berdasarkan Jenis Kelamin ... 30 5.2 Distribusi pasien yang mengalami Katarak Diabetik

berdasarkan Umur ... 30 5.3 Distribusi pasien yang mengalami Katarak Diabetik

berdasarkan Stadium Katarak……… .... 31 5.4 Distribusi pasien yang mengalami Katarak Diabetik

berdasarkan durasi DM Tipe 2 ... 31 5.5 Distribusi pasien yang mengalami Katarak Diabetik


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Lensa Mata ... 14

2.2 Lensa Normal dan Lensa Katarak ... 16

2.3 Katarak Subkapsular Posterior ... 19

2.4 Katarak Kortikal ... 19

2.5 Katarak Nuklear ... 19


(12)

DAFTAR ISTILAH

DM Diabetes Mellitus

ADA American Diabetes Association

WHO World Health Organisation

MODY Maturity Onset Diabetes of Young HLA Human Leukocyte Antigen

IDDM Insulin Dependent Diabetes Melitus NIDDM Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

ICS Islet Cell Antibody

DKA Diabetes Ketoacidosis

HHS Hyperglycemia Hyperosmolar Syndrome

RNA Ribonucleic acid

AR Aldose Reductase

SD Sorbitol Dehydrogenase

UPR Unfolded Protein Response

ROS Reactive Oxygen Species

H202 Hydrogen Peroxide

OH- Hydroxyl Radical

NO Nitrate Oxide

AGE Advanced Glycation Endproducts

SOD1 Superoxide Dismutase Isoenzim 1

ICCE Intra Capsule Cataract Extraction


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 2 SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 3 SURAT ETHICAL CLEARANCE LAMPIRAN 4 DATA INDUK


(14)

ABSTRAK

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik kronik yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah dan telah dilaporkan sebagai suatu faktor kritikal penyebab hilangnya penglihatan. Katarak merupakan komplikasi mata dari Diabetes Melitus sebagai akibat adanya perubahan pada lintasan sorbitol (poliol) di lensa mata. Hal ini merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.

Jenis penelitian ini adalah deskriptrif dengan menggunakan desain retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien katarak akibat Diabetes Melitus Tipe 2. Populasi penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menderita katarak di RSUP. Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Data dikumpulkan melalui rekam medis pasien pada periode Januari hingga Desember 2012. Analisis data dilakukan menggunakan statistik deskriptif.

Dari hasil penelitian, diperoleh 29 sampel pasien Katarak Diabetik. Jumlah pasien perempuan lebih tinggi. Berdasarkan umur, pasien terbanyak pada kelompok umur 60 – 69 tahun dan dengan durasi diabetes melitus ≤ 10 tahun. Jumlah pasien yang tidak merokok lebih banyak dalam populasi penelitian ini.

Diabetes Melitus merupakan faktor risiko pembentukan katarak dan dapat menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak yang disebabkan diabetik dapat dihindari. Kontrol kadar gula darah yang baik serta pemeriksaan mata yang rutin harus dilakukan agar katarak dapat deteksi lebih dini serta penatalaksanaan yang lebih efektif dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian kebutaan.


(15)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a chronic metabolic disease characterized by high blood glucose level and has been the most critical factor causing visual loss. Cataract, one of the most common eye complication of diabetes mellitus, due to the changes in sorbitol (polyol) pathway in the eye lens, is said to be the main cause of blindness in the world. This research is descriptive, which uses retrospective design to study the characteristics of cataract patients caused by Type 2 Diabetes Mellitus.

The population in this study are Type 2 Diabetes Mellitus patients suffering from cataract at RSUP H. Adam Malik in the year 2012. The sampling method used is total sampling. The data were collected from the patients medical records from January until December 2012 and were analyzed using descriptive statistics.

The results of this study showed in 29 Diabetic Cataract patients. Female patients were higher. Based on age, patients in the age group 60 – 69 years old suffered from cataract diabetic with duration of ≤ 10 years and non smokers were higher in this study.

Diabetes Melitus is known as an important risk factor for cataracts and can lead to blindness. However, cataract is preventable. Tight control of blood sugar level and routine eye check ups should be carried out for early detection and effective treatment to reduce blindness.


(16)

BAB I

1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah orang yang menderita diabetes semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, faktor penuaan, urbanisasi, obesitas dan aktifitas yang inaktif. Menurut World Health Organisation (WHO), diabetes melitus dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit metabolik kronik, baik disebabkan oleh pankreas yang tidak boleh menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak boleh menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu, boleh menyebabkan kerusakan jangka panjang terutama pada mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Soegondo, 2004).

Pada tahun 2004, WHO menyatakan bahwa, pada tahun 2003, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia dan angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Selain itu, prevelensi diabetes disemua umur diseluruh dunia diperkirakan 2.8% pada tahun 2000 dan 4.4% pada tahun 2030. Walaupun diabetes diderita lebih banyak oleh wanita namun prevelensinya lebih tinggi pada pria. Diabetes dikatakan akan menjadi penyebab kematian yang ke-7 pada tahun 2030.

Menurut International Diabetes Federation (IDF), lebih dari 285 juta orang menderita diabetes melitus di seluruh dunia dan angka ini dijangkau meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan negara yang paling banyak terkena dalam abad ke-21 ini. Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia. Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia terus meningkat dimana saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes.


(17)

Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan gaya hidup. Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 dan di Indonesia sendiri, DM tipe 1 sangat jarang dijumpai mungkin karena terletak di katulistiwa atau faktor genetiknya tidak menyokong (Suyono, 2004).

Katarak yang merupakan salah satu komplikasi DM merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu menyumbang sekitar 42% dari semua kebutaan. Lebih dari 17 juta orang buta karena katarak, dan 28000 kasus baru dilaporkan setiap hari di seluruh dunia. Sekitar 25% dari populasi berumur lebih dari 65 tahun dan sekitar 50% berumur lebih dari 80 tahun memiliki gangguan penglihatan yang serius karena katarak (Kyselova et al, 2004).

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan lensa mata yang dapat terjadi akibat penambahan cairan lensa, pemecahan protein lensa atau keduanya, dan dapat menimbulkan gangguan penglihatan jika terbentuk pada aksis penglihatan. Meskipun perkembangan katarak yang perlahan dan progresif sehingga awalnya pasien kadang tidak menyadari penyakitnya, tetapi katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi sinar ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah (Kim, 2006).

Menurut WHO, sebanyak 25 juta penduduk buta karena katarak. Diperkirakan jumlah penderita buta akibat katarak didunia saat ini mencapai 17 juta orang. Untuk itu, WHO dengan visi 2020 bekerja keras untuk menurunkan angka kebutaan dan menghindari ancaman kebutaan yang dikhawatirkan dapat mencapai angka 80 juta pada tahun 2020. Katarak menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia. Pada saat ini terdapat sekitar 1,7 orang menderita katarak dan setiap tahun terdapat sekitar 200.000 penderita baru katarak.

Patogenesis terjadinya katarak belum sepenuhnya dimengerti. Namun, berdasarkan suatu studi penelitian, ditekankan proses polyol sebagai peran utama terjadinya katarak di mata (Pollreisz, 2010). Pada lensa katarak, dijumpai


(18)

agregat-agregat protein yang akan menghalang tembusnya cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa yang jernih menjadi kuning atau coklat. Ini nantinya akan mengganggu penglihatan dan jika tidak di rawat boleh menyebabkan kebutaan (Ilyas,2009). Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Operasi katarak merupakan operasi yang mudah dan aman bagi kebanyakan orang. Namun, sama seperti operasi lain, operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi seperti pendarahan dan kerusakan pada kornea atau retina yang memerlukan pembedahan lebih lanjut (Pollreisz, 2010).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah karakteristik pasien katarak akibat Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian dan karakteristik katarak pada pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik, Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

2.

Mengetahui angka kejadian katarak disebabkan diabetes di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.

3.

Mengetahui gambaran katarak berdasarkan umur pada pasien diabetes di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.

4.

Mengetahui gambaran katarak berdasarkan jenis kelamin pada pasien diabetes di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.

5.

Mengetahui gambaran katarak pada pasien diabetes berdasarkan durasi di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.


(19)

Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.

6. Mengetahui angka kejadian stadium katarak yang terbentuk pada pasien diabetes di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik.

1.4. Manfaat Penelitian

1.

1.4.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan :

Sebagai gambaran karakteristik penderita katarak akibat diabetes melitus.

1. 1.4.2. Peneliti

2.

Mendapatkan informasi dan menambahkan pengetahuan mengenai katarak pada pasien diabetes.

Sebagai pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan untuk perkembangan diri, khususnya dalam bidang penelitian.

1.

1.4.3. Pembaca atau Peneliti lain

2.

Sebagai bahan sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat bermanfaat kepada pembaca dan peneliti.

Sebagai referensi untuk melakukan penelitian sama atau terkait oleh para peneliti seterusnya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi

Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan (siphon), manakala Melitus berasal dari kata Latin yaitu madu atau gula. Diabetes Melitus (DM) atau kencing gula adalah penyakit metabolik kronik yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi), baik disebabkan oleh pankreas yang tidak boleh menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak boleh menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan untuk mengatur kadar gula darah di mana ia berperan dalam proses penyerapan glukosa ke dalam sel tubuh. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).

Glukosa diatur oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadar gula di dalam darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun setelah makan yaitu sekitar 70-140mg/dL. Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa tidak dapat dihambat, sehingga kadar glukosa darah tetap semakin meningkat (Sarwono,2004).

Namun, menurut Soegondo (2004), diabetes dapat ditandai dengan keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan dan kadar gula darah sewaktu atau postprandial ≥ 200mg/dL atau kadar gula darah puasa ≥ 126mg/dL.

Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti penyakit serebro-vaskular,


(21)

penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah, penyulit pada mata, ginjal dan saraf.

2.1.2. Epidemiologi Katarak Diabetik

Beberapa penelitian klinis telah menunjukan bahawa pembentukan katarak lebih sering terjadi pada pasien diabetik daripada pasien non diabetik terutama pada usia muda. Data dari Framingham dan studi mata yang lain menyatakan peningkatan tiga hingga empat kali lipat prevelensi katarak pada pasien diabetes dibawah usia 65 tahun dan prevelensi selebihnya dua kali lipat pada pasien diatas usia 65 tahun. Peningkatan risiko adalah pada pasien dengan durasi diabetes yang panjang dan memiliki tahap metabolism yang jelek. Penyakit katarak banyak terjadi di negara tropis seperti di Indonesia. Menurut WHO, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di Asia dan menyebabkan 70% kasus kebutaan di Indonesia. Katarak sangat umum mempengaruhi sekitar 60% orang berusia di atas 60 tahun.

Berdasarkan studi Beaver Dam Eye, yaitu suatu penelitian pada populasi yang dilakukan pada akhir 1980an, dikatakan sebanyak 38,8% lelaki dan 45,9% wanita diatas usia 74 tahun memiliki katarak yang signifikan. Kemudian dilakukan penelitian kohort pada tahun 1993-1995 untuk memperkirakan kejadian katarak nuklear, katarak kortikal dan katarak subkapsular posterior dan didapati sebanyak 13,1% insidensi katarak nuklear, 8,2% katarak kortikal dan 3,4% katarak subkapsular posterior. Faktor risiko perkembangan katarak tidak konsisten pada semua penelitian. Namun, katarak kortikal dikatakan lebih sering pada orang berkulit hitam. Insidensi katarak nuklear lebih tinggi pada kaum wanita dan perokok lebih sering membentuk opasitas katarak nuklear. Selain usia, jenis kelamin dan ras, faktor lain yang mempengaruhi katarak adalah pajanan terhadap sinar matahari, status nutrisi, obesitas, merokok, konsumsi alkohol dan status pendidikan.


(22)

2.1.3. Etiologi dan Klasifikasi

1. Diabetes Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik

2. Diabetes Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

3. Diabetes Melitus Tipe lain A. Defek fungsi sel β genetic

• Kromosome 12, HNF-1α (MODY3) • Kromosome 7, glukokinase (MODY2) • Kromosome 20, HNF-4α (MODY1)

• Kromosome 13, faktor promoter insulin-1 (IPF-1; MODY4) • Kromosome 17, HNF-1β (MODY5)

• Kromosome 2, NeuroD1

• DNA Mitochondria dan lain-lain. (MODY6)

B. Defek genetik kerja insulin 1. Insulin resistensi tipe A 2. Leprechaunism

3. Sindroma Rabson-Mendenhall 4. Lipoatropik Diabetes dan lain-lain. C. Infeksi

• Rubella Kongenital

• Cytomegalovirus dan lain-lain. D. Penyakit pada eksokrin pankreas

1. Pankreatitis

2. Trauma/pankreatecktomi 3. Neoplasia

4. Cysticfibrosis 5. Hemokromatosis


(23)

6. Pankreatopati fibro kalkulus dan lain-lain. E. Endokrinopati

• Akromegali • Sindroma Cushing • Glukagonoma • Feokromositoma • Hipertirodisme • Somatostatinoma

• Aldosteronoma dan lain-lain.

F. Obat/ bahan kimia yang menginduksi • Vacor

• Pentamidine • Asam Nikotinik • Glukokortikoid • Hormon Tiroid • Diazoxid

• β-adrenergic agonists • Tiazid dan lain-lain


(24)

Table 2.1. Karakteristik Umum Tipe 1 dan 2 Diabetes Melitus Sumber: The Merck Manual; (Kishore, 2012)

Karakteristik Tipe 1 Tipe 2

Onset Biasanya umur

< 30 tahun

Biasanya umur > 30 tahun

Berkaitan obese Jarang Sangat sering

Menjurus pada ketoasidosis Ya Tidak

Kadar insulin endogen Dalam plasma

Sangat rendah/ tidak terdeteksi

Rendah, normal atau tinggi, tergantung derajat

resistensi insulin dan destruksi sekretorik insulin

Konkodansi Kembar ≤ 50% > 90%

Berkaitan dengan antigen spesifik HLA-D

Ya Tidak

Antibodi sel islet pada diagnose

Ada, tapi boleh juga tidak dijumpai

sama sekali

Tidak ada

Patologi islet Insulitis, hilangnya sel beta selektif

Lebih kecil; kelihatan normal, deposisi amiloid

sering terjadi Penyebab komplikasi

(retinopathy, nephropathy, neuropathy, atherosclerotic cardiovascular disease)

Ya Ya

Respon hiperglikemia pada pemberian obat oral

antihiperglikemia


(25)

2.1.4. Patofisiologi Diabetes Mellius

Secara garis besar, diabetes dapat dibagikan menjadi dua kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen, yaitu (a) Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 1 dan (b) Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 2. Insulin adalah hormon yang disekresi oleh pankreas, yaitu sebuah kelenjar yang secara anatominya terletak di belakang lambung. Di dalam kelenjar pankreas terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin. Secara fisiologis, hormon insulin dikeluarkan sebagai respon terhadap peningkatan kadar gula dalam darah. Insulin diibarat anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa dalam sel, yang kemudian akan dimetabolisme menjadi tenaga. Insulin juga berperan mengkonversi glukosa menjadi glikogen sebagai cadangan di sel otot dan hepar. Dengan ini, kadar gula darah tetap dalam keadaan normal (Suyono, 2004).

Pada DM tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi sangat sedikit. Hal ini karena, pada jenis ini, timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul yaitu Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan hancurnya sel beta itu sendiri. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi dan tidak dapat digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka, energi nantinya diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid dan protein (Subekti, 2004).

Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak merespon tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada tipe ini, jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang. Jadi, glukosa akan menumpuk di dalam darah. Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga pada suatu saat menyebabkan hiperinsulinemia. Kondisi ini akan mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase receptor, translokasi glucose transport dan aktivasi glycogen synthase. Ini


(26)

akan menyebabkan resistensi insulin yang membawa kepada keadaan hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan aktivitas pankreas menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja pankreas mulai lemah dan akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.

2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus boleh menyebabkan berbagai kompliksai baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Selain itu, keadaan hipoglikemi juga termasuk komplikasi akut DM, di mana kadar glukosa darahnya <60mg/dL karena faktor pengambilan obat antihiperglikemia dan insulin yang terlalu banyak (Regina, 2012).

Dalam jangka waktu yang panjang, penyakit DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh terutama pada jantung, pembuluh darah, saraf, mata dan ginjal. Pada jantung, berbagai masalah kardiovaskular, termasuk penyakit arteri koroner, serangan jantung, stroke, penyempitan arteri (aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi dapat terjadi. Kerusakan saraf (neuropati) boleh menyebabkan kehilangan rasa pada semua tungkai yang terkena. Selain itu, pada ginjal (nefropati), gula darah yang tidak terkontrol dapat merusakan pembuluh darah kecil sehingga dapat mengakibatkan gagal ginjal atau penyakit stadium akhir yang irreversible, yang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Pada mata, DM merusakan pembuluh darah retina (retina diabetik) dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Penumpukan sorbitol karena peningkatan gula darah dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius seperti katarak (Nathan, 1993).


(27)

2.2. Katarak 2.2.1. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'katarraktes' yaitu air terjun karena pada awalnya katarak dipikirkan sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan. Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk menangkap cahaya. Retina pula merupakan jaringan yang berada di bagian belakang mata dan bersifat sensitif terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina. Rangsangan cahaya tersebut selanjutnya akan diubah menjadi sinyal atau impuls yang diteruskan ke otak. Di otak, imej tersebut akan diterjemahkan dan dapat dilihat oleh mata (Ilyas, 2005).

2.2.2. Anatomi dan Fisiologi lensa

Lensa normal pada manusia adalah jernih dan bikonveks. Lensa tidak mengandungi pembuluh darah setelah perkembangan fetus dan bergantung sepenuhnya kepada cairan akuous untuk kebutuhan metaboliknya. Sebuah lensa mempunyai diameter 9mm dan ketebalan sekitar 5mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus. Bagian depan lensa berhubungan dengan cairan bilik dan bagian belakang lensa berhubungan dengan badan kaca. Bagian belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh Zonula Zinn(ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula Zinni melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, dengan ukuran sekitar 1,5mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan disebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsular lentis, yang bekerja sebagai membran semi permeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator (Putra, 2011).


(28)

berperan dalam proses metabolism dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel termasuk RNA, protein dan lipid. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan pertambahan usia, serat-serat lamella terus diproduksi, sehingga lens alma-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsular. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior (Steve I, 2007).

Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-ujung terbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak dianterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik). Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedangkan yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Konsentrasi natrium dan kalium dalam humor akuous dan humor viterous berbeda dan ini diseimbangkan oleh permeabilitas membran sel dan pompa NaKATP-ase yang meduduki lensa epitel dan setiap serat lensa (Kyselova et al, 2004).


(29)

Gambar 2.1. Lensa mata

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis Katarak Diabetik

Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting dalam perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat jelas pada jaringan tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk kemasukan glukosa dalam selnya, misalnya pada lensa mata dan ginjal, sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular. Menurut beberapa penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam perkembangan katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang terdapat dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol. Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan osmotik sehingga mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan menghasilkan gula katarak. Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SD), dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa melalui proses difusi menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan efek hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infus


(30)

cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan dan pencairan serat lensa yang akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang mengarah ke pengembangan katarak.

Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-induced oxidative stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE), situs utama sintesa protein, yang akhirnya menyebabkan generasi radikal bebas. RE stres juga dapat disebabkan dari fluktuasi kadar glukosa initiating an unfolded protein response (UPR), yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan menyebabkan kerusakan stres oksidatif dengan serat lensa. Ada banyak publikasi terbaru yang menggambarkan kerusakan stres oksidatif pada serat lensa oleh pemulung radikal bebas pada penderita diabetes. Namun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses pembentukan katarak melainkan mempercepat dan memperburuk perkembangannya. Hidrogen peroksida (H2O2) meningkat pada aqueous humor dari penderita diabetes dan menginduksi generasi radikal hidroksil (OH-) setelah memasuki lensa melalui proses digambarkan sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas nitrat oksida (NO), yaitu faktor lain yang meningkat dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat mengakibatkan pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya menyebabkan kerusakan sel karena sifat oksidasi.

Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat menyebabkan glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan menghasilkan radikal superoksida (O2-) dan dalam pembentukan advanced glycation endproducts (AGE). Interaksi AGE dengan reseptornya di permukaan sel akan memproduksi O2- dan H2O2. Dengan peningkatan radikal bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan pada kapasitas antioksidan dan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan inaktivasi enzim antioksidan seperti superoksida dismutase lensa. Tembaga-zink superoxide dismutase 1 (SOD1) adalah superoksida dismutase isoenzim yang paling dominan dalam lensa, dimana ia penting untuk degradasi radikal


(31)

superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen. Kesimpulannya, pembentukan katarak diabetes adalah hasil generasi jalur poliol dari glukosa oleh AR, yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam serat lensa dan mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa (Pollreisz, 2010).

Gambar 2.2. Lensa Normal dan Lensa Katarak

2.2.4. Klasifikasi dan Stadium

Katarak pada diabetes biasanya terbagi kepada 2 yang utama yaitu: a. True diabetic cataract, atau snowflake cataract

- Dapat bilateral, onset terjadi secara tiba-tiba dan menyebar sampai lensa subkapsular

- Biasanya terjadi pada usia muda dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol.

- Pada awalnya berlaku kekeruhan menyeluruh pada subkapsular seperti tampilan kepingan salju di superfisial anterior dan korteks posterior lensa.

- Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak kortikal terjadi segera sesudahnya.

b. Senescent cataract Katarak Nuklear :

- Tekanan yang dihasilkan dari serat lensa peripheral menyebabkan pemadatan pada seluruh lensa, terutama nucleus. Nukleus memberi


(32)

warna coklat kekuningan (brunescent nuclear cataract). Ini menyebabkan batas tepi dari coklat kemerahan hingga mendekati perubahan warna hitam diseluruh lensa (katarak hitam). Karena mereka meningkatkan tenaga refraksi lensa, katarak nuclear menyebabkan myopia lentikular dan kadang-kadang menimbulkan fokal point kedua di dalam lensa yang menyebabkan diplopia monocular.

Katarak Kortikal :

- Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.

- Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada pemeriksaan slip lamp dengan midriasis maksimum :

1. Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle cortical sempit yang kecil.

2. Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan terlihat diantara fiber.

3. Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu zona cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber kortikal).

4. Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opasitas radier dari lensa peripheral seperti jari-jari roda.

Katarak Subkapsular Posterior :

- Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa.

- Menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang serta pandangan baca menurun.

- Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma (Steve I, 2007).


(33)

Tabel 2.2. Grading of the Three Common Types of Cataract Sumber: Optometric Clinical Practice Guideline; (Murrill, 2004).

Cataract Type Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4

Nuclear yellowing and sclerosis of the lens nuclear

Mild Moderate Pronounced Severe

Cortical Measured as aggregate

percentage of the intrapupillary space occupied by the opacity

Obscure 10% of intrapupillay space Obscure 10%-50% of intrapupillary space Obscure 50%-90% of intrapupillary space Obscure more than 90% of intrapupillary space Posterior subcapsular Measured as aggregate percentage of the posterior capsular area occupied by the opacity Obscures 3% of the area of the posterior capsule

Obscures 30% of the area of the posterior capsule

Obscures 30%-50% of the area of the posterior capsule

Obscures more than 50% of the area of the posterior capsule


(34)

Gambar 2.3. Katarak Subkapsular Posterior

Gambar 2.4. Katarak Kortikal


(35)

Berdasarkan stadium, katarak dibagi atas 4 stadium: a. Katarak insipien

- Kekeruhan lensa tidak teratur. Terbentuk bercak-bercak yang membentuk gerigi dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan terletak di daerah korteks anterior dan posterior dan hanya tampak bila pupil dilebarkan. Kekeruhan ini boleh menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.

b. Katarak Imatur

- Kekeruhan yang lebih tebal tetapi belum mengenai semua lensa sehingga masih terdapat bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan refraksi dimana mata akan menjadi miopik. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.

c. Katarak Matur

- Kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Bila proses degenerasi terus berlaku, maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Lensa berukuran normal dan iris tidak terdorong ke depan. Pada stadium ini, terdapat deposit kalsium dan uji bayangan iris negatif.

d. Katarak Hipermatur

- Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan berwarna kunung. Pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (Katarak Morgagni). Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif.


(36)

2.2.5. Manifestasi Klinis

1. Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

a. Penurunan tajam penglihatan dan silau serta gangguan fungsional akibat kehilangan penglihatan.

b. Silau pada malam hari. 2. Gejala objektif biasanya meliputi:

a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina Ptak akan tampak dengan oftalmoskop.Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.

b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

3. Gejala umum gangguan katarak meliputi:

a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. b. Gangguan penglihatan bisa berupa :

i. Peka terhadap sinar atau cahaya.

ii. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplopia).

iii. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca. iv. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

v. Kesulitan melihat pada malam hari

vi. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

vii. Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari) 4. Gejala lainya adalah :

a. Sering berganti kaca mata


(37)

c. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata (glukoma) yang bisa menimbulkan rasa nyeri (Brunner, 2001).

2.2.6. Diagnosis

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Pada pasien diabetes, diperiksa juga kadar glukosa darahnya (Murrill, 2004).

2.2.7. Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E (Kyselova, 2004).

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan


(38)

bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract extraction (ICCE) dan extra capsuler cataract extraction (ECCE) (Murrill, 2004).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

3.2. Definisi Operasional

1.

Variable yang akan di teliti adalah semua penderita DM yang menderita penyakit katarak.

2. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa Katarak Diabetik adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kekeruhan atau rusaknya lensa mata yang disebabkan peningkatan gula darah yang tidak terkontrol (Suyono, 2004).

Umur

Katarak Diabetik

Jenis kelamin Stadium

Katarak

Durasi Merokok


(40)

darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2004).

3.

4.

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan lensa mata yang dapat terjadi akibat penambahan cairan lensa, pemecahan protein lensa atau keduanya, dan dapat menimbulkan gangguan penglihatan jika terbentuk pada aksis penglihatan (Addison, 2006). Merupakan salah satu komplikasi pada DM.

Umur adalah usia saat pertama kali penderita DM dengan penyakit katarak datang berobat, sesuai dengan yang

5.

tercatat pada kartu status pasien. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita DM dengan komplikasi sesuai

a. Laki-laki

dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

b. Perempuan 6. Durasi

7.

menderita DM adalah rata-rata lamanya pasien menderita DM sehingga menyebabkan komplikasi penyakit katarak, sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien.

8.

Merokok adalah kegiatan menghisap rokok. Jumlah perokok yang menderita katarak diabetes, sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien.

a.

Stadium katarak adalah tingkat perkembangan kekeruhan pada lensa mata, sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan menjadi:

b.

Imatur Matur


(41)

Tabel 3.1. Tabel Konsep Penelitian

Variable Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Umur Data Rekam Medis 40 – 49 50 – 59 60 – 69

≥70

Skala Interval

Jenis Kelamin Data Rekam Medis 1. Lelaki 2. Perempuan

Nominal

Stadium Data Rekam Medis 1. Imatur 2. Matur

Nominal

Durasi Data Rekam Medis ≤ 10 >10

Skala Interval

Merokok Data Rekam Medis Ya Tidak


(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan desain retrospektif yang mengambil data sekunder dari kartu status penderita Katarak Diabetik di Poliklinik Mata RSUP. Haji Adam Malik, tahun 2012.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Alasan dalam memilih lokasi penelitian yaitu di RSUP. Haji Adam Malik adalah karena masih belum diketahuinya karakteristik pasien katarak akibat DM Tipe 2 di rumah sakit tersebut dan adanya kasus tersebut serta kesediaan pihak rumah sakit tersebut untuk memberi izin penelitian kepada peneliti.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai bulan Januari hingga Desember 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah penduduk atau jumlah penduduk di suatu tempat atau negara. Dalam penelitian, populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2008). Dalam penelitian ini, populasinya adalah pasien DM yang dirujuk ke Poliklinik Mata karena katarak di RSUP. Haji Adam Malik, Medan, pada tahun 2012.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2008). Dalam penelitian ini, sampel diambil secara total sampling yaitu seluruh pasien DM yang menderita katarak di RSUP. H. Adam Malik, Medan pada tahun 2012.


(43)

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah semua penderita Katarak Diabetik yang mempunyai riwayat Diabetes Melitus Tipe 2. Kriteria eksklusi dari penelitian adalah penderita Katarak Diabetik yang disebabkan oleh penyakit sistemik yang lain dan rekam medis yang tidak lengkap.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari data sekunder yaitu yang telah tercatat pada Kartu Status Pasien DM dengan katarak.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan bantuan komputer kemudian dianalisis secara statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.


(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Peneltian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Data penelitian ini diambil dari bagian instalasi rekam medis yang terletak di lantai 1 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita katarak diabetik yang berobat ke Poliklinik RSUP H. Adam Malik pada periode Januari 2012 – Desember 2012. Jumlah data keseluruhan adalah 29 data rekam medis lengkap yang berisi nomor rekam medis, jenis kelamin, umur, stadium katarak, durasi riwayat diabetik. dan riwayat merokok.

5.1.2.1 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.


(45)

Tabel 5.1 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase (%)

Laki-laki 13 44.8

Perempuan 16 55.2

Total 29 100.0

Berdasarkan tabel 5.1, didapatkan distribusi pasien katarak diabetik berdasarkan jenis kelamin adalah pasien laki-laki sebanyak 13 orang (44.8%) dan perempuan sebanyak 16 orang (55.2%).

5.1.2.2 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Umur

Distribusi data penelitian pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi (N) Persentase (%)

40 – 49 0 0

50 – 59 8 27.6

60 – 69 14 48.3

≥ 70 7 24.1

Total 29 100.0

Berdasarkan tabel 5.2, didapatkan tidak ada pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan umur pada kelompok rentang umur 40 – 49 tahun. Sebanyak 7 orang (27.6%) mengalami katarak diabetik pada rentang umur 50 – 59 tahun. Pada kelompok rentang umur 60 – 69 tahun sebanyak 14 orang (48.3%) dan jumlah pasien diabetik katarak ≥ 70 tahun adalah sebanyak 7 orang (24.1%).


(46)

5.1.2.3 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Stadium Katarak

Distribusi data penelitian pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan stadium katarak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Stadium

Stadium Frekuensi (N) Persentase (%)

Imatur 20 69.0

Matur 9 31.0

Total 29 100.0

Berdasarkan tabel 5.3, didapatkan distribusi pasien katarak diabetik yang berada di stadium imatur sebanyak 20 orang (69%), dan di stadium matur sebanyak 9 orang (31%).

5.1.2.4 Distribusi Pasien yang Mengalami Diabetik Katarak Berdasarkan Durasi Menderita Diabetes Melitus

Distribusi data penelitian pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan durasi riwayat Diabetes Melitus dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan

Durasi Menderita Diabetes Melitus

Durasi (tahun) Frekuensi (N) Persentase (%)

≤ 10 17 58.6

> 10 12 41.4

Total 29 100.0

Berdasarkan tabel 5.4, didapatkan distribusi pasien katarak diabetik berdasarkan durasi menderita Diabetes Melitus sebanyak 17 orang (58.6%) yaitu dengan durasi ≤ 10 tahun dan sebanyak 12 orang (41.4%) dengan durasi > 10 tahun.


(47)

5.1.2.5 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Riwayat Merokok

Distribusi data penelitian pasien yang mengalami katarak diabetik berdasarkan riwayat merokok dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5 Distribusi Pasien yang Mengalami Katarak Diabetik Berdasarkan Riwayat Merokok

Riwayat Merokok Frekuensi(N) Persentase (%)

Ya 12 41.4

Tidak 17 58.6

Total 29 100.0

Berdasarkan tabel 5.5, didapatkan distribusi pasien katarak diabetik yang mempunyai riwayat merokok sebanyak 12 orang (41.4%), dan yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 17 orang (58.6%).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien katarak akibat diabetes melitus tipe 2 yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan pada periode Januari 2012 – Desember 2012.

5.2.1. Karakteristik Pasien Katarak Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi pasien terbanyak yang mengalami katarak diabetik berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan, yaitu sebanyak 16 penderita (55.2%). Menurut hasil penelitian Raman, R. et al pada tahun 2010 di India, didapatkan penderita katarak diabetik terbanyak adalah perempuan sebanyak 306 penderita (51.4%). Menurut hasil penelitian Kim S. dan Kim J. pada tahun 2006 di Korea, didapatkan penderita katarak diabetik terbanyak adalah perempuan, yaitu sebanyak 270 penderita (53.15%). Berdasarkan teori Baziad (1996), dikatakan wanita lebih cenderung mendapat penyakit setelah menopause karena lebih dipengaruhi faktor hormonal estrogen.


(48)

5.2.2. Karakteristik Pasien Katarak Diabetik Berdasarkan Umur

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi pasien terbanyak yang mengalami katarak diabetik berdasarkan umur adalah kelompok dengan rentang umur 60 – 69 tahun, yaitu sebanyak 14 orang (48.3%). Menurut hasil penelitian Rotimi, C. et al pada tahun 2003 di Afrika Barat, didapatkan sebanyak 261 (50.4%) pasien dalam kelompok rentang umur 46 – 65 menderita katarak diabetik. Data dari Framingham dan beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi katarak sebesar tiga sampai empat kali lipat pada penderita diabetes melitus yang berusia dibawah 65 tahun dan peningkatan sebesar dua kali lipat lebih pada penderita diabetes melitus yang berusia di atas 65 tahun. Sunjaya dalam penelitiannya pada tahun 2009 menyatakan pembentukan katarak terjadi seiring dengan peningkatan umur karena proses penuaan dan diabetes melitus sebagai faktor risiko yang memicu pembentukan katarak dengan cepat.

5.2.3. Karakteristik Pasien Katarak Diabetik Berdasarkan Durasi Diabetes Melitus Tipe 2

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi pasien terbanyak yang mengalami katarak diabetik berdasarkan durasi adalah pada kelompok dengan durasi ≤ 10 tahun (58.6%). Menurut penelitian Roaeld, R.B di Libya, sebanyak 46 orang (12.5%) yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi < 7 tahun. Menurut penelitian Vaz, N.C et al pada tahun 2011 di Goa, India, sebanyak 71 orang (23.4%) yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi ≤ 10 tahun. Berdasarkan penelitian kohort oleh Rotimi C, et al. pada tahun 2005 di Afrika Barat dalam Rizkawati (2012) menyatakan bahawa kejadian katarak pada penderita diabetes melitus lebih dari dua kali lipat berisiko dibanding orang yang tidak menderita diabetes melitus. Hal ini menunjukkan bahawa diabetes melitus merupakan faktor risiko yang penting dalam pembentukan katarak. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat mempercepat pembentukan katarak pada pasien diabetes.


(49)

5.2.4. Karakteristik Pasien Katarak Diabetik Berdasarkan Stadium Katarak

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi terbanyak pada pasien katarak diabetik berdasarkan stadium katarak adalah pada stadium immatur, yaitu sebanyak 20 orang (69%). Charan dan Sharma pada tahun 1970 di Jaipur, India, telah melakukan penelitian pada pasien katarak namun populasi dalam penelitian mereka adalah pasien senilis yang tidak menderita diabetes melitus dan berdasarkan hasil penelitian tersebut didapati jumlah pasien yang berada di stadium matur lebih banyak dibanding stadium imatur, yaitu sebanyak 35 orang (62.5%), dengan rata-rata umur 61.6. Menurut penelitian oleh Deepa (2011), pada pasien yang menderita diabetes akan terjadi penurunan aktifitas antioksidan yang signifikan pada lensa dibandingkan pasien senilis. Pasien diabetes juga lebih rentan untuk mengalami stres oksidatif pada usia lebih muda daripada pasien katarak senilis.

5.2.5. Karakteristik Pasien Katarak Diabetik Berdasarkan Riwayat Merokok

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi pasien katarak diabetik yang tidak mempunyai riwayat merokok lebih banyak dibandingkan yang memiliki riwayat merokok. Sedangkan dalam hasil penelitian Mvitu-Muaka, et al., pada tahun 2011 di Afrika Selatan, didapatkan jumlah pasien katarak diabetik yang mempunyai riwayat merokok lebih banyak yaitu sebanyak 29 orang (63%). Wannamethee (2012) menyatakan terdapat peningkatan resistansi insulin akibat merokok. Substansi pada asap rokok dalam tubuh menimbulkan inflamasi pada vaskular sehingga akan melepaskan radikal bebas yang bersifat toksik. Ye et al., (2012) menjelaskan peningkatan stres oksidatif dalam lensa akibat radikal bebas akan menyebabkan kerusakan pada serat lensa. Namun, dalam penelitian ini, riwayat merokok dalam populasi tidak banyak. Hal ini mungkin karena perempuan lebih banyak dalam penelitian ini.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Dari hasil penelitian ini, yaitu dari 29 jumlah pasien yang menderita katarak akibat Diabetes Melitus Tipe 2, didapatkan sebanyak 13 orang (44.8%) adalah laki-laki dan sebanyak 16 orang (55.2%) adalah perempuan. Dengan arti kata lain, jumlah perempuan lebih banyak menderita katarak karena Diabetes Melitus Tipe 2.

2. Karakteristik umur pasien terbanyak yang menderita Katarak Diabetik adalah pada kelompok umur 60 – 69 tahun, yaitu sebanyak 14 orang (48.3%) dari jumlah penderita Katarak Diabetik.

3. Kebanyakan pasien, yaitu sebanyak 17 orang (58.6%) yang menderita Katarak Diabetik mempunyai riwayat Diabetes Melitus dalam durasi ≤ 10 tahun.

4. Dari jumlah 29 orang yang menderita Katarak Diabetik, didapatkan pasien yang berada di stadium imatur adalah sebanyak 20 orang (69%) dan pasien yang berada di stadium matur adalah sebanyak 9 orang (31.0%). Pasien di stadium imatur lebih banyak dari pasien di stadium matur.

5. Dari penelitian ini, juga didapatkan riwayat pasien Katarak Diabetik yang merokok sebanyak 12 orang (41.4%) dan 17 orang (58.6%) tidak mempunyai riwayat merokok. Dengan arti kata lain, jumlah pasien yang mempunyai riwayat merokok adalah kecil.


(51)

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalankan dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagi pihak RSUP. Haji Adam Malik Medan disarankan agar pencatatan status pasien pada rekam medis dilakukan dengan lebih teratur dan lengkap untuk memudahkan peneliti yang akan melakukan penelitian berdasarkan rekam medis.

2. Diharapkan kepada RSUP. Haji Adam Malik Medan, khususnya subbagian Endokrinologi Penyakit Dalam, untuk memberi penanganan dan edukasi kepada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 secara menyeluruh supaya

dapat mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit ini.

3. Penyuluhan tentang kesehatan mata terhadap pasien diabetik serta pemeriksaan mata sebaiknya rutin dilakukan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan tempat pelayanan kesehatan lainnya agar mereka dapat mencegah terjadinya pembentukan katarak.

4. Pemberian edukasi kepada pasien diabetes yang lebih muda supaya pemeriksaan mata di lakukan lebih sering dan seawal mungkin untuk mencegah terbentuknya katarak.

5. Pada pasien diabetes, ditekankan tentang bahayanya merokok dan efeknya pada pembentukan katarak.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association) 2004. Diagnosis and Classification of DM. Diabetes Care, vol 27. Available from: http:// care. diabetesjournals. org/ content/ 27/suppl_1/s5.full.pdf+html [19 April 2013].

Addison D., J.,Miguel N. Burnier, Jr., Cecil C. Ewing (2006), Ian M. MacDonald, Brent J. MacInnis, J. Clement McCulloch (2007), et al 2008. Canadian

Ophthalmological Society evidence-based clinical practice guidelines for

cataract surgery in the adult eye. Canada: Canadian Journal of Ophthalmology (CJO). Available from : http:// 66.147.244.248/~ cosscoca/ wpcontent/uploads/2012/09/COS_CataractCPGs_Oct08.pdf [Accesed 21 April 2013].

Brunner dan Suddarth 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3 EGC. Jakarta: Keperawatan Bedah Jilit 3.

Baziad, A. 1996.Terapi Hormonal: Alternatif Baru penanggulangan masalah menopause dan komplikasinya dalam Pakasi LS. Menopause: masalah dan penanganannya. Jakarta: Balai Peneribit FK UI.

Christanty, L. 2008. Perbedaan Visual Outcome Pascaoperasi Katarak disertai Penanaman Intraokular Lensa antara penderita Katarak Senilis tanpa DM dengan DM non-Retinopati. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro. Available from:

[Accessed 21 November 2013].

Charan, S.S., Sharma, R.G. 1970. Relationship between lenticular and blood calcium content in various types of human cataractous lenses. India: Indian Journal of Ophthalmology. Available from :

Deepa. K, Nandini. M, Sudhir 2011. Oxidative stress and calcium levels in senile and type 2 Diabetic Cataract Patients. India: International Journal of

Pharma and Bio Sciences. Available from

December 2013].

Eva, P., R. and John P. Whitcher 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gustaviani, Reno 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Department Ilmu Penyakit Dalam FKUI.


(53)

Inzucchi, S., E. 2005. The Diabetes Melitus Manual: A primary care companion to Ellenberg and Rifkin's Sixth Edition. USA : Mc Graw Hill Companies, Inc.

Ilyas S, 1997. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Javadi, M., A., Siamak Zarei-Ghanavati, 2008. Cataract in Diabetic Patients: A

Review Article. Iran: Journal of Ophthalmic and Vission. Available from:

2013].

Kyselova, Z., M. Stefek, V. Bauer 2004. Pharmacological prevention of diabetic

cataract. Slovakia: Journal of Diabetes and Its Complications. Available

from :

[Accesed 20 April 2013].

Khandekar, R., Mohammed, A.J. 2009. Gender inequality in vision loss and eye diseases: Evidence from the Sultanate of Oman. India: Indian Journal of Ophthalmology. Available from :

[Accessed 20 November 2013].

Kim, S. II, Kim, S. II 2006. Prevalence and Risk Factors for Cataracts in Person with Types 2 Diabetes Mellitus. Korea: Korean Journal of Ophthalmology

Mvitu-Muaka, M., Longo-Mbenza, B., Nkondi MA 2011. Relationship between Cataract and Metabolic Syndrome among African Type 2 Diabetics. South Africa: University of Kinshasa.

Murrill, C., A., David L. Stanfield, Michael D. VanBrocklin, Ian L. Bailey, Brian P. DenBeste, Ralph C. DiIorio et al 2004. USA Optometric Clinical Practice Guideline Care of the Adult Patient with Cataract. USA: American Optometric Association Consensus Panel. Available from :

Nathan, D., M., 1993. Long-Term Complications of Diabetes Melitus. The New England Journal of Medicine. Available from: http:// www. nejm. org/ doi/ full/10.1056/NEJM199306103282306 [Accesed 26 April 2013].

Pollreisz, A. and Ursula Schimidt-Erfurth 2010. Diabetic Cataract Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Austria : Hindawi Publishing Corporation. Available from : http:// www. hindawi. com/ journals/ jop/2010/608751/ [Accesed 18 April 2013].


(54)

Putra, M. Agung Eka 2011. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik. Available from: repository. usu. ac.id/ bistream/ 123456789/24653/3chapterIIpdf. [Accesed 20 April 2013]. Raman R., Swakshyar. S.P., James S.K.A., Padmaja K.R. 2010. Prevalence and

Risk Factors for Cataract in Diabetes: Sankara Nethralaya Diabetic Retinopathy Epidermiology and Molecular Genetics Study. India: Department of Preventive Ophthalmology, Sankara Nethralaya.

Rizkawati 2012. Hubungan Antara Kejadian Katarak Dengan Diabetes Melitus Di Poli Mata Rumah Sakit Dr. Soedarso Pontianak. Kalimantan: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Available from:

jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/.../2819/2834 [Accessed 26 November 2013].

Regina 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Diabetes Melitus.org Pusat Informasi Penyakit DM. Available from: http:// diabetesmelitus. org/ komplikasi-diabetes- melitus/ [Accesed 20 April 2013].

Rosenfeld, S., I., Mark H. Blecher, James C. Bobrow, Cynthia A. Bradford, 2007. Lens and Cataract. USA : American Academy of Ophthalmology.

Roaeld, R.B, Kadiki, O.A 2006. Prevalence of long-term complications among Type 2 Diabetic patients in Benghazi, Libya. Libya: Journal of Diabetology in Asia Study Group.

Rotimi, C., Daniel, H., Chen, G., Opoku, V., Dunston, G., Collins, F. et al 2003. Prevalence and Determinants of Diabetic Retinopathy and Cataracts in West African Type 2 Diabetes Patients. Africa: Ethnicity and Disease Vol 13.

Soegondo, S., Pradana Soewondo, Imam Subekti, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sastrasmoro, S. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Setiawan, E. 2012. Gambaran kejadian katarak. Keperawatan Universitas Ratu

Samban. Available from :

Sunjaya, I Nyoman 2009. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe 2. Tabanan: Jurnal Skala Husda Vol 6 No. 1 hal:75-81.


(55)

Vaz, N.C, Ferreira AM, Kulkarni, MN, Vaz, F.S, Pinto, NR 2011. Prevalence of Diabetic Complications in Rural Goa, India. India: Indian Journal of Community Medicine.

Wannamethee, S.G, Shaper, A.G, Pery, I.J 2001. Smoking as a modifiable risk factor for type 2 diabetes in middle-aged men. Diabetes Care, 2001; 24: (9) 1590-1595.

WHO (World Health Organization). Available from: http:// www. who. int/ blindness/ causes/priority/en/index1.html [Accesed 22 April 2013].

Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H et al,. 2012. Smoking and Risk of Age-Related Cataract: A Meta-Analysis. China: Department of Ophthalmology. Zhejiang province Key Lab Fund of China, The Natural Science Foundation of China and The Natural Science Foundation of Zhejiang Province of China.


(56)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Natisha Divya Verma

Tempat/Tanggal Lahir : Ipoh, Perak/ 24 Oktober 1992 Agama : Hindu

Alamat : TR 9/8, Tropicana Golf and Country Resort, Petaling Jaya, Selangor

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Rendah Kebangsaan Convent Kajang (1999-2003) 2. Sekolah Rendah Kebangsaan Beranang (2003-2004)

3. Sekolah Menengah Kebangsaan Khir Johari, Beranang (2005-2009) 4. Nirwana College (2010)

Riwayat Pelatihan:

1. Peserta Penerimaan Mahasiswa Baru 2010

2. Peserta Majlis Suai Kenal Mahasiswa Malaysia 2010 Riwayat Organisasi:

1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI) 2. Ahli Kelab Kebudayaan India Malaysia (KKIM)


(57)

(58)

(59)

(60)

LAMPIRAN 4 DATA INDUK NO REKAM MEDIK JENIS KELAMIN

UMUR STADIUM DURASI (TAHUN)

RIWAYAT MEROKOK

501831 LAKI-LAKI 72 IMATUR 10 YA

511992 PEREMPUAN 55 IMATUR 2 TIDAK

501409 PEREMPUAN 74 IMATUR 12 TIDAK

523071 PEREMPUAN 52 IMATUR 6 TIDAK

528369 PEREMPUAN 64 IMATUR 10 TIDAK

517882 LAKI-LAKI 61 MATUR 12 YA

514988 LAKI-LAKI 68 MATUR 4 YA

522197 LAKI-LAKI 70 MATUR 15 YA

500099 PEREMPUAN 70 MATUR 13 YA

501096 PEREMPUAN 51 IMATUR 16 TIDAK

505181 PEREMPUAN 51 IMATUR 15 TIDAK

520606 LAKI-LAKI 66 IMATUR 6 TIDAK

443065 PEREMPUAN 64 MATUR 7 TIDAK

517803 PEREMPUAN 62 IMATUR 10 TIDAK

294510 PEREMPUAN 64 IMATUR 6 TIDAK

427248 PEREMPUAN 50 IMATUR 15 TIDAK

187129 LAKI-LAKI 59 IMATUR 10 YA

312124 PEREMPUAN 63 MATUR 14 TIDAK

232610 LAKI-LAKI 67 IMATUR 10 YA

382311 PEREMPUAN 74 IMATUR 10 TIDAK

326629 LAKI-LAKI 63 IMATUR 5 YA

119395 PEREMPUAN 65 MATUR 25 TIDAK

177060 PEREMPUAN 65 IMATUR 27 TIDAK

422865 LAKI-LAKI 63 IMATUR 10 YA

815540 LAKI-LAKI 72 IMATUR 16 TIDAK

374464 PEREMPUAN 59 MATUR 10 TIDAK

370754 LAKI-LAKI 74 MATUR 28 YA

531579 LAKI-LAKI 64 IMATUR 8 YA


(61)

LAMPIRAN 5

Hasil Analisis Data SPSS

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 13 44.8 44.8 44.8

perempuan 16 55.2 55.2 100.0

Total 29 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 50-59 8 27.6 27.6 27.6

60-69 14 48.3 48.3 75.9

>69 7 24.1 24.1 100.0

Total 29 100.0 100.0

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid imatur 20 69.0 69.0 69.0

matur 9 31.0 31.0 100.0


(62)

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 12 41.4 41.4 41.4

tidak 17 58.6 58.6 100.0

Total 29 100.0 100.0

Durasi DM Tipe 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <11 17 58.6 58.6 58.6

>10 12 41.4 41.4 100.0


(1)

(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN 4 DATA INDUK NO REKAM MEDIK JENIS KELAMIN

UMUR STADIUM DURASI (TAHUN)

RIWAYAT MEROKOK

501831 LAKI-LAKI 72 IMATUR 10 YA

511992 PEREMPUAN 55 IMATUR 2 TIDAK 501409 PEREMPUAN 74 IMATUR 12 TIDAK 523071 PEREMPUAN 52 IMATUR 6 TIDAK 528369 PEREMPUAN 64 IMATUR 10 TIDAK

517882 LAKI-LAKI 61 MATUR 12 YA

514988 LAKI-LAKI 68 MATUR 4 YA

522197 LAKI-LAKI 70 MATUR 15 YA

500099 PEREMPUAN 70 MATUR 13 YA

501096 PEREMPUAN 51 IMATUR 16 TIDAK 505181 PEREMPUAN 51 IMATUR 15 TIDAK 520606 LAKI-LAKI 66 IMATUR 6 TIDAK

443065 PEREMPUAN 64 MATUR 7 TIDAK

517803 PEREMPUAN 62 IMATUR 10 TIDAK 294510 PEREMPUAN 64 IMATUR 6 TIDAK 427248 PEREMPUAN 50 IMATUR 15 TIDAK

187129 LAKI-LAKI 59 IMATUR 10 YA

312124 PEREMPUAN 63 MATUR 14 TIDAK

232610 LAKI-LAKI 67 IMATUR 10 YA

382311 PEREMPUAN 74 IMATUR 10 TIDAK

326629 LAKI-LAKI 63 IMATUR 5 YA

119395 PEREMPUAN 65 MATUR 25 TIDAK 177060 PEREMPUAN 65 IMATUR 27 TIDAK

422865 LAKI-LAKI 63 IMATUR 10 YA

815540 LAKI-LAKI 72 IMATUR 16 TIDAK 374464 PEREMPUAN 59 MATUR 10 TIDAK

370754 LAKI-LAKI 74 MATUR 28 YA

531579 LAKI-LAKI 64 IMATUR 8 YA


(5)

LAMPIRAN 5

Hasil Analisis Data SPSS

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 13 44.8 44.8 44.8

perempuan 16 55.2 55.2 100.0

Total 29 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 50-59 8 27.6 27.6 27.6

60-69 14 48.3 48.3 75.9

>69 7 24.1 24.1 100.0

Total 29 100.0 100.0

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid imatur 20 69.0 69.0 69.0

matur 9 31.0 31.0 100.0


(6)

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 12 41.4 41.4 41.4

tidak 17 58.6 58.6 100.0

Total 29 100.0 100.0

Durasi DM Tipe 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <11 17 58.6 58.6 58.6

>10 12 41.4 41.4 100.0