Korupsi dan Bom Waktu Perlawanan Rakyat.

Pikiran
3
19

o Peb

Rakyat
o
. o

o Selasa o Rabu o Kamis Jumat
4
5
6
0 23R 9 24 10 25 11
20
21
22
26

8


Mar

OApr

OMei

OJlln

0,111

0 Ags

Sabtu

12

27

1.1

28

0 fep

Minggu
14
15
29
30

OOkt

ONov

.-....._-_..._......_._..__._-_._.._---------_._._..---

ODes

Korupsi
dan Bom Waktu

,

.

--'.'--~

.--

.~

Perlawanan

~

Rakyat
~- -

Oleh SUWANDI SUMARTIAS

M


ENYIMAK
judul
berita "Korupsi Lazim di Kota Bandung" (Pikiran Rakyat, 26
Februari 2009) bahwa "... Para
pelaku bisnis menilai perilaku
koruptif masih lazim teIjadi di
Kota Bandung, terutama dalam konteks suap untuk mempercepat proses perizinan, serta tingginya konflik kepentingan dalam pengadaan barang
danjasa...".
Terlepas dari metode survei
yang digunakan Transparency
International (TI) Indonesia,
berita korupsi tersebut kini telah dan sedang menjadi wacana sehari- hari yang membosankan di masyarakat dan
menjadi simbol betapa korupsi
telah merambah berbagai dimensi sosial dan birokrasi. Beritamasifnya korupsi dalam
tubuh birokrasi hanyalah se'bagai bentuk reiriforcement
(penguatan) terhadap realitas
sesungguhnya.
Dalam perspektifkomunikasi, berita korupsi menjadi simbol dari fenomena yang teIjadi
dalam masyarakat dan birokrasi, Melalui simbol bahasa

(verbal maupun nonverbal) lah
segala sesuatu dapat terungkap

--

Kliping

dan diketahui masyarakat luas.
Demikian juga fakta korupsi,
tak akan muncul ke permukaan jika bukan karena ulah manusia itu sendiri. Melalui bahasa, manusia merepresentasi~ dan mengungkap berbagai
kenyataan, pengalaman, perasaan, sekaligus bahasa sebagai,
alat mengelola realitas.
Korupsi identik dengan perilaku kolektif manusia yang dianggap menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan
hukum yang muncul setua manusia di bumi, tentunya dengan berbagai ragam, tipe, cara atau modus dalam segala
urusan sosial maupun birokrasi sesuai konteksnya.
Eskalasi intensitas korupsi di
birokrasi, ibarat "gunung es"
yang membuat semakin kuatnya anggapan masyarakat selama ini berkembang dan diyakini, bahwa korupsi telah menjadi pembiasaan perilaku para
birokrat, budaya yang sulit diberantas, bersifat kolektif; bahkan korupsi menjadi lifestyle
dan napas kaum birokrat.

Sungguh suatu fakta sosial
yang epidemis dan sulit dicarikan solusinya.
, Pada tanggal- 5 ' Juli 2008

Humos

---

Unpod

~-.-

2009

---

Tim Indonesia Bangkit (TIB)
memberitakan 11 modus korupsi yakni dalam bentuk
pemberian bantuan partisipasi,
bantuan peIjalanan, bantuan

hubungan baik, bantuan perawatan kesehatan, bantuan kegiatan, bantuan apr~iasi, ban-'
tuan pembuatan rancangan
undang-undang, bantuan kegiatan kunjungan, bantuan untuk pemangku kepentingan,
bantuan dalam uji kelayakan
dan kepatutan dan bantuan
penempatan pegawai.
Kekritisan dan keberanian
media massa cetak dan elektronik perlu diapresiasi, karena
berkat berita dan tayangan
yang sangat marak, perilaku
korupsi yang dilakukan para
elite birokrasi dengan kategori
"teri " dan "kakap" dapat diungkap. Malpraktik birokrasi
secara sistemik dan mengakar
yang sangat licin untuk ditengarai hukum positif.
Seringnya media menampilkan berita ini membuat seolah
korupsi menjadi produk kolektif sejumlah pemain atau aktor
birokrasi yang memiliki kewenangan penuh tanpa adanya
kontrol.
Jendela informasi

tentailg betapa "ambruknya"
bangunan sosial dan moral elite birokrasi saat ini.
Di lain pihak, fenomena korupsi tersebut bisa menjadi sa-

31

or<

tu pembiasaan dan kesengajadakpercayaan rakyat terhadap
an. "Suksesnya" komunitas eli- para elite birokrasi mewabah
te mengelola birokrasi dan ke- sedemikian rupa dalam wujud
kuasaan telah mengaburkan
perilaku menyimpang dari ter.tib sosial (social order). Semadimensi-dimensi pelanggaran
hukum dan menjadi komodikin banyak orang yang menyetas simbol yang lazim dalam
lamatkan diri masing-masing
dari berbagai masalah yang dimasyarakat.
Perilaku korupsi bak berada hadapi tanpa mempedulikan
hak-hak orang lain, baik dijadi persimpangan jalan, antara
disukai dan dibenci. Korupsi ti- Ian raya ataupun dalam ranah
dak hanya sebagai pIoduk sis- . kehidupan sosial.

tern birokrasi yang dicipta seKondisi "perlawanan rakyat"
cara sengaja, juga betapa ba- seperti ini, sebaiknya diantisinyak yang terlibat di dalamnya, pasi sebagai umpan balik (fesehingga menjadi bagian dari edback) yang tidak bisa diangsistem birokrasi yang menjadi
gap enteng, karena akan mengrey area yang amat sulit di- jadi ''born waktu" dalam suatu
deteksi.
Dengan kelicinan
saat tertentu. Jangan sampai
yang direkayasa, mereka tam- rakyat tak lagi merasakan kepil penuh percaya diri. Sosok hadiran negara (khususnya pemerintah) dalam relasi kesehakoruptor seperti ini tergolong
rian.
.
inenjadi para elite. kejahatan
berkerah putih, yang sangat
Kepercayaan
berbeda dengan para pelaku
Lalu di manakah posisi dan
kejahatan lainnya, yang dilaku- peran yang dimainkan para elikan rakyat biasa.dan atau kare- te dalam menjalankan fungsina desakan kebutuhan hidup.
nya secara profesional dalam
Dan keloinpok terakhir ini sa- mengemban amanat rakyat?
ngat mudah ditengarai dan di- Masih adakah nurani di atas
selesaikan di depan hukum.
insting liar (wild instinc) yang

Namun, dalam catatan seja- destruktif, logika pembenaran
atas berbagai penyimpangan
rah, perilaku korupsi menjadi
mata rantai keterpurukan sosi- perilaku mengemuka dan dial. Apatisme, rasa bosan serta mainkan para elite birokrasi
ini. Dalam konteks dan situasi
kekecewaan rakyat terhadap
masalah korupsi muncul da- yang karut marut seperti ini,
lam keseharian sebagai wujud yang muncul kepermukaan
perl~~~rsemb~p.
Keti- adalah sebuah tayangan "vicio-

us cirde"Oingkaran setan) atas
nama elite birokrasi yang korup.
Upaya solusi untuk meredusir (paling tidak) korupsi di tengah-tengah kepusingan nurani, ilmiah, norma sosial dan
hukum, kiranya perlu diba.ngun gerakan sosial baru yang
simultan tentang pentingnya
kesadaran subjektif (individu)
yang dapat mempersempit ruang gerak dan membangun
serta memperbaiki mental dasar yang menyebabkan korupsi terjadi, termasuk menggalakkan budaya inalu dan risi,
karena kesadaran muncul seiring dalam proses tindakan.

,Political will dan tindakan
nyata para elite birokrasi, hukum serta elite masyarakat.secara menyeluruh akan menjadi
teladan sosial yang sangat ampuh, karena rakyat adalah penonton setia yang siap mengikuti teladan para elitenya. Dengan keyakinan dan optimisme semua elemen sosial; reputasi negatif para elite penyelenggara birokrasi dapat mulai
digarap dengan serius, sehingga dapat mengembalikan kepercayaan dan kedaulatan rakyat***

Penulis, staf pengajar Komunikasi Politik Fikom Unpad.