PERBEDAAN KADAR SGOT, SGPT DAN GAMMA GT PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR DENGAN KELASI BESI DEFERASIROX DAN DEFERIPRONE.

MAKALAH PUBLIKASI ILMIAH

PERBEDAAN KADAR SGOT, SGPT DAN GAMMA GT
PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR DENGAN
KELASI BESI DEFERASIROX DAN DEFERIPRONE

Oleh :
Reza Abdussalam
S 501202047

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

The Difference of levels SGOT, SGPT and GAMMA GT in Major
Beta Thalassemia with Deferasirox and Deferiprone Chelation
Therapy
Reza Abdussalam, Bambang Soebagyo, Ganung Harsono
Medical Faculty Study Program
Post Graduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta

reza.abdussalam@gmail.com
Abstract
Background: Iron accumulation in liver in patient with major thalassemia
which has already having repeated transfution could cause liver disfuntion.
Iron chelation is understood to be needed to reduce the dysfunction of the
liver. Objective: This study aim is to know whether there is differences in
ALT/AST and Gamma GT level in mayor thalassemia patient with deferiprone
and deferasirox chelation therapy
Methods:This study was analytical study with cross sectional study with
examination of ALT/AST and Gamma GT levels in deferiprone and defersirox
groups which met the inclusion and exclusion criteria. Differences in enzyme
levels were compared between the two groups then analyzed with the Mann Whitney test .
Result: There was a siginificantly difference between two groups in Gamma
GT level, which is in the mean of 24,5 ± 14,08 u/l in the deferiprone group
and mean 16,78 ± 6,81 u/l in deferasirox group with p = 0.011. however, the
ALT and AST level were decreased in deferasirox group compared to
deferiprone group although it was not statisticaly significant (p=0,142 dan
p=0,122)
Conclusion: There is a siginificant difference in Gamma GT level in
deferasirox group compared to the deferiprone group. The ALT and AST level

in deferasirox group is lower than the other group although it was not
statisticaly significant. Deferasirox is considered to be more effective in
decreasing the dysfunction of liver function.
Keywords: Major Thalassemia, Chelation, SGOT, SGPT, GAMMA GT

Perbedaan Kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT pada Pasien
Talasemia Mayor dengan Kelasi Besi Deferasirox dan Deferiprone
Reza Abdussalam, Bambang Soebagyo, Ganung Harsono
Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS
reza.abdussalam@gmail.com
Abstrak
Latar Belakang: Timbunan besi pada hati penderita talasemia mayor yang
sudah mendapatkan transfusi berulang menyebabkan gangguan fungsi hati.
Diperlukan kelasi besi untuk mengurangi gangguan fungsi hati tersebut.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT pada pasien talasemia mayaor
dengan kelasi besi deferiprone dan deferasirox.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode potong
lintang dengan pemeriksaan kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT pada
kelompok deferiprone dan defersirox yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Perbedaan kadar enzim tersebut dibandingkan di antara dua
kelompok dan dianalisis dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada kadar GAMMA
GT, yaitu rerata 24,5 ± 14,08 u/l pada kelompok deferiprone dan rerata 16,78
± 6,81 u/l pada kelompok deferasirox dengan nilai p=0,011. Sedangkan kadar
SGOT dan SGPT menurun pada kelompok deferasirox dibanding deferiprone
tapi tidak bermakna secara statistic (p=0,142 dan p=0,122)
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna kadar GAMMA GT pada
kelompok deferasirox dibanding kelompok deferasirox. Kadar SGOT dan
SGPT pada kelompok deferasirox lebih rendah dibanding deferiprone tapi
tidak bermakna secara statistik. Deferasirox lebih efektif dalam menurunkan
gangguan fungsi hati daripada deferasirox.
Kata kunci : Talasemia Mayor, Kelasi Besi, SGOT, SGPT, GAMMA GT
Pendahuluan
Talasemia

beta

hemolitik


herediter

resesif

akibat

mayor,

anemia

autosomal

gangguan

proses

perkembangan.
pembawa

Insidensi


thalassemia

juta),

salah satu penyakit kronik yang

pembawa

gen

masih

diperkirakan

sebanyak

Komplikasi

pada


karena
gangguan

dapat

masalah

besar

menyebabkan

pertumbuhan

dan

dunia

diperkirakan sebanyak ± 3% (150


sintesis rantai globin, merupakan

menjadi

di

gen

sedangkan

di

Indonesia
talasemia
±3-8%.
talasemia

diakibatkan kadar besi yang tinggi.

3


Kelebihan zat besi yang progresif

gangguan

dalam

pasien dengan thalasemia

kematian. Dalam kondisi normal,

beta

adalah

penyerapan

akibat

dari


organ

dan,

zat

akhirnya,

besi

dan

eritropoiesis yang tidak efektif,

pengeluaran besi adalah

penyerapan

pada


hari. Darah yang ditransfusikan

gastrointestinal yang meningkat,

mengandung 200-250 mg besi per

kurangnya

unit.

besi

mekanisme

fisiologis

Oleh

karena


1 mg /

itu,

pasien

membuang kelebihan zat besi di

dengan

urin, dan yang utama adalah akibat

menerima 2-4 unit darah per bulan

transfusi

berulang.

memiliki asupan tahunan 5000-

Akumulasi hasil besi berpengaruh

10.000 mg dari besi atau 0,3-0,6

pada disfungsi jantung, hati dan

mg / kg per hari. Tubuh memiliki

kelenjar

mekanisme

darah

endokrin

(Anggorini,

2010; Ikram et al, 2004).
Sebagian

besar

penderita

darah yang berulang dikarenakan
proses

terjadi

terus

hemolitik

menerus.

menyebabkan

adanya

yang

Hal

ini

timbunan

tranfusi zat besi pada berbagai
organ tubuh. Hal ini juga dibarengi
dengan

keadaan

proses

eritropoesis

yang

efektif

serta

tidak

peningkatan

absorbsi

besi

penyerapan

pada

gastrointestinal.

mayor

untuk

(TM)

membuang

kelebihan zat besi ini. Selain itu,

talasemia membutuhkan transfusi

adanya

Talasemia

saluran

(Permono

&

Ugrasena, 2010)

pasien dengan Talasemia Mayor
ditandai dengan eritropoiesis tidak
efektif menyerap kelebihan zat
besi.

Sejumlah

besi

dari

hasil

transfusi yang tidak diobati, akan
menyebabkan kerusakan pada hati,
organ endokrin, dan yang paling
penting ke jantung. Pada anak
dengan Talasemia Mayor, tanpa
kelasi besi yang efektif, kematian
terjadi dari gagal jantung atau
aritmia, biasanya pada akhir masa
kanak-kanak atau pada usia remaja
(Angelucci,2008; Hoffbrand,2010).

Kelebihan zat besi akibat

Hati

adalah

tempat

transfusi sel darah merah selama

penyimpanan utama cadangan besi

jangka

tubuh, oleh karena itu penimbunan

waktu

yang

panjang

merupakan

komplikasi

dari

besi

thalassemia

Efek

bisa

kerusakan yang hebat dari organ

merugikan

yang

dapat menyebabkan

ini.

dapat

Biasanya

mengakibatkan

keterlibatan

hati

4

terjadi

pada

awal

perjalanan

adalah protein yang berikatan di

penyakit. Kemampuan besi untuk

hati. Besi tersebut mengkatalisasi

terlibat dalam reaksi redoks dapat

produksi

mengakibatkan toksisitas. Keadaan

berimplikasi

ini

lemak dan toksik hati. Peroksidasi

biasanya

terjadi

apabila

kapasitas

penyimpanan

terlampaui.

Besi

lemak

bebas,

pada

adalah

yang

peroksidasi

kejadian

utama

bersifat

sehingga menyebabkan kerusakan

dapat

hepatoseluler akibat penumpukan

mengakibatkan kerusakan oksidasi

besi. Peningkatan yang berarti dari

pada

kadar

katalisator

lipid,

yang

besi

radikal

aktif

protein

dan

asam

serum

alanine

nukleat. Penimbunan besi yang

aminotransferase

kronis, mengakibatkan transferin

menunjukkan

plasma menjadi jenuh dengan besi

feritin dilepaskan dari kerusakana

sehingga sejumlah besi tidak diikat

hepatosit sebagai akibat inflamasi

oleh

hepatik. Penyakit hati pada pasien

transferin

(non

transferin

bound iron). Non-transferin bound

dengan

iron

adalah

(NTBI)

ini

selanjutnya

salah

eritropoetik

cepat

Dengan

hati

berkisar

70%.

bahwa

talasemia

mengalami ambilan (uptake) yang
oleh

(ALT)

satu

besi

dan

beta

mayor

dari

contoh

hemokromatosis.

pengobatan

kelasi

besi

Fibrosis dan sirosis merupakan

secara reguler, terjadi penurunan

manifestasi

besar pada derajat penumpukan

utama

penimbunan

besi yang kronis di hati. Terjadinya

besi (Soliman et al, 2014).

fibrosis dan sirosis diduga akibat
peroksidasi

lipid

hepatoselular

Dengan pengobatan kelasi
besi

secara

reguler,

terjadi

yang menyebabkan kerusakan dan

penurunan

atau kematian sel. Sel-sel hati yang

penumpukan

rusak dan atau yang mati ini

penurunan jumlah besi dalam hati

kemudian difagositosis oleh sel

kurang dari 2230 ug/ 100 mg berat

Kupffer (Kartoyo, 2003).

kering

Hati adalah tempat utama

besar

yang

terjadinya

besi.

pada

derajat

Dan

terjadi

menjadi

keadaan

batasan

sirosis

dan

dari penyimpanan besi dan satu-

fibrosis. Rerata serum feritin dan

satunya

liver

tempat

untuk

sintesis

iron

concentration

transferin dan feritin. Besi ferii

dipertahankan pada sekitar 5 dan

yang bebas dalam serum adalah

10 kali dari nilai normal. Dari

sangat

beberapa

toksik

dan

normalnya

studi

menunjukkan

5

adanya korelasi yang baik antara

amino dalam bentuk asam aspartat

pemeriksaan

dan

histologis

dan

alanin

menjadi

asam

penilaian kadar besi dalam hati.

ketoglutaric untuk memproduksi

Penjelasan peningkatan kadar besi

asam

di hati sehingga menjadi hepatitis

piruvat. Kerusakan hepatoseluler

masih belum jelas, tetapi beberapa

dan kematian sel hati merupakan

penemuan menyarankan hepatitis

pemicu keluarnya enzim tersebut

yang

ke

berat

berkontribusi

kerusakan

hati

akibat

pada
proses

inflamasi kronik dan peningkatan
kadar besi hati. Kadar besi hati
pada pasien dengan fibrosis berat
menunjukkan

secara

meningkat
dengan

signifikan

dibanding

pasien

minimal

fibrosis

lesi

(Damardjati, 2003).
Dua

oksaloasetat

dalam

yang

sirkulasi

asam

(Collier

&

Bassendine,2002 ; Limdi & Hyde,
2003).
Metode Penelitian
Desain Penelitian
Penelitian

ini

penelitian

merupakan
yang

observasional
metode

pengukuran

dan

bersifat

analitik

potong

mengetahui

jenis

dengan

lintang.

apakah

Untuk

terdapat

umum dilakukan sebagai indikator

perbedaan kadar SGOT, SGPT dan

kerusakan

GAMMA

ALT

hepatoseluler

(Alanine

dan

adalah

Aminotransferase)

AST

(Aspartate

GT

talasemia
kelasi

deferasirox.

berlokasi pada hati dan organ lain

sectional

seperti jantung, otot skelet, ginjal

penelitian

dan

melakukan

otak.

Peningkatan

enzim

yang

besi

Aminotransferase). AST biasanya

antara

pasien

menggunakan

deferiprone
Rencana
adalah

dan
cross

rancangan

dimana

peneliti

observasi

atau

tersebut tidak berkorelasi dengan

pengukuran

keluaran pasien dengan gangguan

saat tertentu (Alatas et al, 2011).

hati,

Tempat Dan Waktu

tetapi

kemungkinan
kerusakan

dapat
etiologi

hati.

ALT

membantu

variabel

pada

satu

penyebab

Penelitian

dan

AST

perawatan anak Bagian/SMF IKA

dilakukan

di

ruang

merupakan

enzim

yang

FK UNS RSUD dr. Moewardi antara

berpartisipasi

dalam

proses

bulan Juni 2015 sampai Desember

glukonenogenesis
mangkatalisasi

perubahan

dengan

2015.

asam

6

Populasi Dan Cara Pemilihan

berpasangan. Jumlah subyek yang

Subyek

diperlukan adalah 30 anak sebagai

Populasi targetadalah

pasien

kelompok yang diteliti dan 30 anak

talasemia ȕ mayor usia< 18 tahun

sebagai kelompok kontrol (Murti,

yang telah mendapatkan transfusi

2010).

sel darah merah rutin. Populasi

Identifikasi Variabel Penelitian

terjangkau

pasien

talasemia

ȕ

Dan Definisi Operasional

mayor usia < 18 tahun yang telah

Variabel bebas dalam penelitian ini

mendapatkan transfusi rutin di

adalah kelasi besi deferiprone dan

rumah

deferasirox.

sakit

Surakarta
kelasi

yang

besi

deferasirox.
sampel

dr.

Moewardi

menggunakan

secara

kadar

terikatnya

SGOT,SGPT

dan

dan

GAMMA GT. Variabel penelitian,

pengambilan

talasemia beta mayor adalah suatu

deferiprone
Cara

adalah

Variable

konsekutif

(non

kelainan genetik

dimana terjadi

random sampling). Dengan kriteria

gangguan pada sintesis rantai ȕ

inklusi

beta

dengan

mayor usia kurang dari 18 tahun

anemia

yang mendapat transfusi sel darah

membutuhkan transfusi sel darah

merah lebih dari 10 kali dan kadar

merah

feritin

ng/dl,

pengukuran : memeriksa kadar

dan

hemoglobin elektroforesis (HbA2

penggunaan kelasi besi deferasirox

dan HbF). Kelasi besi adalah Obat

dan deferiprone lebih dari 1 tahun.

untuk

Kriteria eksklusi pemakaian kelasi

dalam tubuh. deferiprone dengan

besi

merek

pasien

lebih

persetujuan

talasemia

dari

1000

orang

tua,

kombinasi

dengan

manifestasi
hemolitik

kronik

sepanjang

yang

hidup.

menurunkan

dagang

terjadinya

Cara

kadar

Feriprox

®

besi

dan

deferoksamin, hepatitis c virus dan

deferasirox dengan merek dagang

hepatitis b virus.

Exjade

Jumlah Subyek

transfer asam amino L-Aspartat

Variabel

bebas

penelitian

ini

menjadi

®.

SGOT

mengkatalisasi

ketoglutarat

dan

berskala kategorikal(nominal) dan

menghasilkan

variabel

secara luas terdistribusi di tubuh,

numerik

tergantung
serta

berpasangan
subyek
rumus

berskala

subyeknya
sehingga

dihitung
analitik

tidak

dengan

level

glutamat.

tertinggi

SGOT

di

hati,

jumlah

jantung, otot dan ginjal. Nekrosis

berdasarkan

sel hati ataupun cedera akibat lain

numerik

tidak

akan meningkatkan kadar SGOT.

7

Satuan

u/l.

SGPT

merupakan

pemeriksaan kadar SGOT, SGPT,

enzim

intraseluler

sitoplasma.

dan

GAMMA

GT

pada

Paling banyak terdapat di hati.

dating untuk transfusi.

SGPT

Izin Subyek Penelitian

mengkatalisasi

menjadi

alfa

ketoglutarat

dan

Penelitian

piruvat

dan

persetujuan orangtua atau wali

menghasilkan
glutamat.

alanin

pasein

Digunakan

mengidentifikasi

untuk

dengan

dilakukan

cara

atas

menandatangani

dan

informed consent yang diajukan

nekrosis sel hati dengan satuan u/l

oleh peneliti, setelah sebelumnya

(Giral et al, 2008). Gamma GT

mendapat

Berkorelasi dengan kadar alkali

tujuan dan manfaat dari penelitian

fosfatase

tersebut.

dengan
Berfungsi

inflamasi

ini

yang

berhubungan

keadaan

hepatobilier.

untuk

mengkatalisasi

menjadi

Surakarta.

lainnya.

setelah

dapat
mendapat

persetujuan dari Komite Etik yang
ada

amino

mengenai

Penelitian

dilaksanakan

transfer Ȗ-Glutamyl dari peptide
asama

penjelasan

di

RSUD

dr.

Moewardi

Dengan satuan u/l. lama minum

Alur Penelitian

obat adalah jumlah waktu dalam

Setiap

hitungan tahun, seorang pasein

yang dirawat di RSUD dr. Moewardi

talasemia

Surakarta

mayor

dalam

pasien

talasemia

untuk

mayor

mendapatkan

mengkonsumsi obat kelasi besi.

transfusi darah dan subyek kontrol

Compliance obat adalah ketaatan

ditentukan

pasien dalam konsumsi obat kelasi

kriteria

besi.

presentase

Selanjutnya dilakukan anamnesis

antara jumlah obat yang diminum

terhadap subyek atau orangtua

dibagi dengan jumlah obat yang

atau wali, pemeriksaan fisis, dan

diberikan (Pope, 1995).

pemeriksaan kadar SGOT, SGPT

Dihitung

dari

inklusi

dan

memenuhi
eksklusi.

dan GAMMA GT.

Cara Kerja
Peneliti

apakah

mengajukan

pertanyaan

Pengolahan Data

kepada orang tua atau wali subyek

Data yang didapatkan dilakukan

penelitian yang memenuhi kriteria

analisis dengan program SPSS 17.0.

inklusi

sesuai

Data disajkan dalam bentuk mean

formulir isian penelitian. Subyek

± SD. Untuk menguji perbedaan

penelitian

kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT

dan

eksklusi

lalu

menjalani

8

dantar kedua kelompok digunakan

kelasi besi deferasirox. kelompok

uji t independen jika distribusi

pasien talasemia mayor dengan

data normal. Jika distribusi data

kelasi besi deferiprone terdiri dari

tidak normal digunakan uji Mann

32

Whitney.

dasar

perempuan) sedangkan kelompok

usia,

pasien talasemia mayor dengan

jenis kelamin, berat badan, tinggi

kelasi besi deferasirox terdiri dari

badan, status gizi, lama konsumsi

32

obat kelasi besi, ketraturan minum

perempuan).

obat.

bebas

diambil secara konsekutif serta

dalam

skala

memenuhi kriteria inklusi, yaitu

(deferiprone

atau

pasien sudah mendapat transfusi

deferasirox). Variabel tergantung

sel darah merah sebanyak ≥ 10 kali

dinyatakan dalam skala numerik

atau kadar feritin ≥ 1000 ng/dl,

(kadar SGOT,SGPT dan GAMMA

surat

GT).

sedangkan untuk kriteria eksklusi

subyek

Karakteristik
penelitian

adalah

Variabel

dideskripsikan
nominal

Perbedaan

kadar

enzim

pasien

(13

pasien

lelaki

(18

lelaki

Subyek

persetujuan

dan

dan

19

14

penelitian

keluarga,

SGOT,SGPT dan GAMMA GT antara

yaitu

dianalisis dengan uji t independen

kombinasi dengan deferioksamin,

(Tumbelaka et al. 2011).

hepatitis B dan C.

pemakaian

Tabel

Hasil Penelitian

1

kelasi

besi

menggambarkan

Subyek penelitian terdiri dari dua

karakteristik

kelompok yaitu kelompok pasien

penelitian pada kelompok pasien

talasemia

talasemia

mayor

dengan

kelasi

dasar

mayor

subyek

menggunakan

besi deferiprone dan kelompok

kelasi besi deferiprone maupun

pasien talasemia mayor dengan

kelasi

Tabel 1. Karakteristik dasar kelompok yang
Parameter
Deferiprone
Usia (tahun)
10,9 ± 4,15
Jenis kelamin
Lelaki
13 (20,3%)
Perempuan
19 (29,7%)
Berat badan (Kg)
26,6 ± 10,7
Tinggi badan (cm)
127,16 ± 20,61
Status Gizi
antropometri
20 (31,3%)
Baik
12 (18,8%)
Kurang
3,94 ± 1,52
Lama minum obat

besi

diteliti dan kontrol
Deferasirox
8,94 ± 3,96

deferasirox.

P value
0,197

18 (28,1%)
14 (21,9%)
23,5 ± 8,29
121,4 ± 17,38

0,183

23 (35,9%)
9 (14,1%)
3,34 ± 1,21

0,587

0,386
0,66

0,66

9

(tahun)
Jumlah Transfusi (cc)

328,12 ± 73.71

333,59 ± 81,47

0,796

Compiliance obat (%)

82 ± 9

83 ± 6

0,632

Kadar feriritn (ng/dl) 3.536 ± 2511,27 3.947,7 ± 2.436
0,477
Tabel 2 menggambarkan
korelasi Spearman antara kadar
kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT

feritin serum penderita talasemia

pada kedua kelompok. Dilakukan

mayor

uji t independen untuk melihat

Didapatkan korelasi negatif yang

perbedaan

sedang

kadar

antar

kedua

dengan

kadar

SGOT.

(r=-0,557) yang secara

kelompok dengan syarat dalam

statistik bermakna (p=0,001). Tabel

bentuk ratio dan distribusi normal.

4.5. menggambarkan hasil analisis

Jika

korelasi Spearman antara kadar

distribusi

tidak

normal

dilakukan uji shapiro wik.
Tabel

3.

feritin serum penderita talasemia

menggambarkan

hasil analisis korelasi Spearman
antara

kadar

feritin

serum

penderita talasemia mayor dengan

mayor dengan kadar GAMMA GT.
Didapatkan korelasi negatif yang
sedang

(r=-0,469) yang secara

statistik bermakna (p=0,001).

kadar SGOT. Didapatkan korelasi
negatif yang sedang

(r=-0,461)

yang

statistik

bermakna

Tabel

4.4.

secara

(p=0,001).
menggambarkan

hasil

analisis

Tabel 2. Kadar SGOT, SGPT dan GAMMA GT
Deferiprone
SGOT (u/l)
55,72 ± 40,23
SGPT (u/l)
48,31 ± 41,94
GAMMA GT (u/l)
24,5 ± 14,08

Deferasirox
40,56 ± 11,16
30,38 ± 17,02
16,78 ± 6,81

p
0,142
0,122
0,011

Tabel 3. Analisis korelasi Spearman SGOT dengan feritin
SGOT
Kadar feritin
R
-0,461
P
0,001
N
64
Tabel 4 Analisis korelasi Spearman SGPT dengan feritin
SGPT
Kadar feritin
R
-0,557
P
0,001
N
64

10

Tabel 5 Analisi korelasi Spearman Gamma GT dengan feritin
GAMMA GT
Kadar feritin
R
-0,469
P
0,001
N
64
Pembahasan
Tidak

perbedaan

karakteristik
kelompok

parameter

dasar

baik

deferasirox

deferiprone.

Rerata

pada

umur

pada

± 4,15 sedangkan untuk kelompok
deferasirox 8,94 ± 3,96 dengan
nilai p=0,197. Dari parameter jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan
serta status gizi juga tidak ada
perbedaan signifikan antar kedua
Rerata

penggunaan

obat kelasi besi deferprone adalah
3,94

±

1,52

tahun

sedangkan

kelompok deferasirox 3,34 ± 1,21,
tidak

berbeda

kelompok

antar

kedua

nilai

p=0,66.

dengan

Rerata kadar serum feritin dalam
darah pada kelompok deferiprone
adalah 3.536 ± 2511,27 ng/dl,
sedangkan deferasirox 3.947,7 ±
2.436

dengan

Compliance

nilai

dalam

p=0,477.
keteraturan

minum obat juga sama pada kedua
kelompok yaitu

82 ± 9 % pada

kelompok deferiprone dan 83 ± 6
%

pada

kelompok

antar kedua kelompok.

maupun

kelompok deferiprone adalah 10,9

kelompok.

diatas menunjukkan homogenitas

deferasirox

dengan nilai p=0,632. Dari tabel

Penelitian

ini

dilakukan

dengan pemeriksaan kadar SGOT,
SGPT

dan

GAMMA

GT

antara

kedua kelompok pasien talasemia
mayor

dengan

kelasi

besi

deferiprone dan deferasirox yang
telah memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pada penelitian ini
menghasilkan adanya perbedaan
yang

bermakna

antara

kedua

kelompok pada kadar GAMMA GT,
yaitu rerata 24,5 ± 14,08 u/l pada
kelompok deferiprone dan rerata
16,78 ± 6,81 u/l pada kelompok
deferasirox dengan nilai p=0,011.
Didapatkan perbedaan kadar SGOT
pada

kelompok

deferiprone

dengan rerata 55,72 ± 40,23 u/l
dan deferasirox dengan 40,56 ±
11,16

u/l,

akan

tetapi

tidak

bermakna secara statistik dengan
nilai p=0,142. Kadar SGPT juga
didapatkan perbedaan antar kedua
kelompok,

yaitu

kelompok

deferiprone dengan rerata 48,31 ±
41,94

u/l sedangkan kelompok

11

deferasirox dengan rerata 30,38 ±

Hal ini menunjukkan penumpukan

17,02 u/l, yang tidak bermakna

besi di hati yang mengganggu

secara

fungsi

statistik

dengan

nilai

hati.

Kadar

konsentrasi

p=0,122. Hasil penelitian ini sesuai

serum feritin merupakan penilaian

dengan teori bahwa timbunan besi

yang penting untuk dibandingkan

pada

organ

dengan
dapat

hati

pada

pasien

dengan kadar enzim hati, sehingga

talasemia

beta

mayor

kenaikan

menimbulkan

kadar

feritin

serum

gangguan

merupakan prediktor independen

fungsi hati yang tercermin dari

kerusakan hati. Bergunan untuk

peningkatan

mengidentifikasi

kadar

enzim

hati.

pasien

dengan

Pemberian kelasi besi diharapkan

risiko steatohepatitis dan fibrosis

dapat

(Soliman et al, 2014).

mengurangi

peningkatan

kadar enzim hati tersebut. Sesuai
dengan

penelitian

tahun

2014,

longitudinal

Soliman

tetntang

fungsi

dkk
studi

hati

pada

pasien talasemia mayor sebelum
dan

setelah

terapi

Menunjukkan

pengobatan

deferasirox
secara

deferasirox.

20mg/kgbb/hari

signifikan

menurunkan

kadar feritin serum pada pasien
talasemia. Hal ini berhubungan
dengan
kadar

penurunan
ALT,

peningkatan

AST,

signifikan
ALP

konsentrasi

dan
IGF-I.

sedangkan kadar albumin tidak
berubah secara signifikan. Kadar
ALT dan AST berkorelasi signifikan
terhadap kadar feritin (r=0,45 dan
r=0,33

dengan

Korelasi

positif

nilai
antara

p