MODEL PEMBELAJARAN DAN MATERI AJAR UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI LINTAS BUDAYA MAHASISWA ASING DI WILAYAH SURAKARTA.
MODEL PEMBELAJARAN DAN MATERI AJAR UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI LINTAS
BUDAYA MAHASISWA ASING DI WILAYAH SURAKARTA
M. Sri Samiati Tarjana, Joko Nurkamto, Dewi Rochsantiningsih
Artikel ini menyajikan bagian ketiga dari suatu upaya untuk menyiapkan program untuk
mengembangkan kompetensi komunikas lintas budaya untuk mahasiswa asing yang berminat
untuk belajar di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Suatu penelitian tiga tahun dengan
rancangan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Educational Research and Development )
dilaksanakan dengan pendekatan kerangka ikan (fish-bone approach). Tahun pertama bersifat
eksploratif, dan bertujuan untuk mengeksplorasi kasus-kasus penyebab kendala budaya dalam
budaya Jawa dan mencari alternatif dalam mengatasinya. Hal itu dipakai sebagai acuan untuk
mengembangkan needs analysis dan silabus. Keduanya dipakai sebagai ancangan untuk
mengembangkan rancangan prototip materi ajar. Materi tersebut disusun dengan menyajikan
kasus lintas budaya dalam berbagai domain, serta langkah-langkah untuk mengembangkan
kompetensi komunikasi lintas budaya. Pada tahun kedua, materi ajar tersebut diujicobakan dan
direvisi, bersamaan dengan penyusunan model belajar mengajarnya, dengan kegiatan di dalam
dan di luar kelas. Kegiatan luar kelas merupakan kegiatan outbond berupa pengalaman nyata
dalam seting budaya masyarakat. Uji coba ini mengindikasikan bahwa pengembangan
kompetensi lintas budaya perlu dilakukan melalui beberapa tahapan; pengenalan,
pengembangan pengetahuan, refleksi dan komparasi dan eksplorasi. Mahasiswa perlu
berpartisipasi aktif dalam hal refleksi, komparasi dan diskusi lintas budaya dan
membandingkannya dengan budaya mahasiswa asing itu, supaya mereka berangsur-angsur
mengembangkan perspektif budaya dari yang bersifat etik ke emik. Akhirnya, pada tahun ketiga
materi ajar dan pembelajaran tersebut didesiminasikan dalam lingkup yang lebih luas supaya
lebih handal. Suatu buku panduan disusun sebagai acuan kegiatan belajar mengajar. Penelitian
ini menunjukan bahwa suatu program orientasi budaya memang diperlukan guna
mengembangkan kompetensi lintas budaya dari mahasiswa asing sebagai mahasiswa baru.
Selama program orientasi tersebut, mereka perlu merefleksikan pengalaman pribadi dalam
budayanya, membahasnya dengan sesamanya, membuat analisis komparatif dari berbagai
budaya, serta membagun perspektif budaya baru berdasarkan pengalaman masing-masing. Hal
tersebut perlu dilaksanakan melalui partisipasi aktif, belajar secara kolaboratif, dengan
menggunakan model pengembangan budaya yang sesuai. Kegiatan belajar budaya di dalam dan
luar kelas, berikut materi ajar dan buku panduannya, dapat dipakai untuk menyiapkan
mahasiswa asing dalam meningkatkan pemahaman budayanya dalam suatu program orientasi
atau bridging program dalam seting budaya Jawa.
Kata kunci:
kompetensi lintas budaya, perspektif budaya bersifat etik dan emik, program
orientasi budaya, kegiatan belajar budaya dalam dan luar kelas (outbound), refleksi, komparasi
dan belajar secara kolaboratif, model pengembangan budaya.
BUDAYA MAHASISWA ASING DI WILAYAH SURAKARTA
M. Sri Samiati Tarjana, Joko Nurkamto, Dewi Rochsantiningsih
Artikel ini menyajikan bagian ketiga dari suatu upaya untuk menyiapkan program untuk
mengembangkan kompetensi komunikas lintas budaya untuk mahasiswa asing yang berminat
untuk belajar di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Suatu penelitian tiga tahun dengan
rancangan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Educational Research and Development )
dilaksanakan dengan pendekatan kerangka ikan (fish-bone approach). Tahun pertama bersifat
eksploratif, dan bertujuan untuk mengeksplorasi kasus-kasus penyebab kendala budaya dalam
budaya Jawa dan mencari alternatif dalam mengatasinya. Hal itu dipakai sebagai acuan untuk
mengembangkan needs analysis dan silabus. Keduanya dipakai sebagai ancangan untuk
mengembangkan rancangan prototip materi ajar. Materi tersebut disusun dengan menyajikan
kasus lintas budaya dalam berbagai domain, serta langkah-langkah untuk mengembangkan
kompetensi komunikasi lintas budaya. Pada tahun kedua, materi ajar tersebut diujicobakan dan
direvisi, bersamaan dengan penyusunan model belajar mengajarnya, dengan kegiatan di dalam
dan di luar kelas. Kegiatan luar kelas merupakan kegiatan outbond berupa pengalaman nyata
dalam seting budaya masyarakat. Uji coba ini mengindikasikan bahwa pengembangan
kompetensi lintas budaya perlu dilakukan melalui beberapa tahapan; pengenalan,
pengembangan pengetahuan, refleksi dan komparasi dan eksplorasi. Mahasiswa perlu
berpartisipasi aktif dalam hal refleksi, komparasi dan diskusi lintas budaya dan
membandingkannya dengan budaya mahasiswa asing itu, supaya mereka berangsur-angsur
mengembangkan perspektif budaya dari yang bersifat etik ke emik. Akhirnya, pada tahun ketiga
materi ajar dan pembelajaran tersebut didesiminasikan dalam lingkup yang lebih luas supaya
lebih handal. Suatu buku panduan disusun sebagai acuan kegiatan belajar mengajar. Penelitian
ini menunjukan bahwa suatu program orientasi budaya memang diperlukan guna
mengembangkan kompetensi lintas budaya dari mahasiswa asing sebagai mahasiswa baru.
Selama program orientasi tersebut, mereka perlu merefleksikan pengalaman pribadi dalam
budayanya, membahasnya dengan sesamanya, membuat analisis komparatif dari berbagai
budaya, serta membagun perspektif budaya baru berdasarkan pengalaman masing-masing. Hal
tersebut perlu dilaksanakan melalui partisipasi aktif, belajar secara kolaboratif, dengan
menggunakan model pengembangan budaya yang sesuai. Kegiatan belajar budaya di dalam dan
luar kelas, berikut materi ajar dan buku panduannya, dapat dipakai untuk menyiapkan
mahasiswa asing dalam meningkatkan pemahaman budayanya dalam suatu program orientasi
atau bridging program dalam seting budaya Jawa.
Kata kunci:
kompetensi lintas budaya, perspektif budaya bersifat etik dan emik, program
orientasi budaya, kegiatan belajar budaya dalam dan luar kelas (outbound), refleksi, komparasi
dan belajar secara kolaboratif, model pengembangan budaya.