SAMSUL BAHRI H3109052

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

PROSES PRODUKSI MIE CABAI BASAH

“SAFIRA”

KAYA AKAN VITAMIN C

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

SAMSUL BAHRI H3109052

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

PROSES PRODUKSI MIE CABAI BASAH “SAFIRA”

KAYA AKAN VITAMIN C

Oleh: SAMSUL BAHRI

Telah dipertahankan dihadapan penguji Pada tanggal 10 Juli 2012 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Mengetahui

Dosen Pembimbing I

Ir. Basito., M.Si. NIP. 195206151983031001

Dosen Pembimbing II

Dwi Ishartani, STP., M.Si. NIP.19810402005012002

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr.Ir.Bambang Pujiasmato, M.S. NIP. 195602251986011001


(3)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir Praktek Produksi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya.

Tugas Akhir Praktek Produksi Pembuatan Mie Cabai Basah ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dorongan kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Ir. Choirul Anam, M.P, M.T Ketua Program Studi Diploma III THP Fakultas Pertanian UNS.

3. Ir. Basito, M.Si selaku Pembimbing I Praktek Produksi.

4. Dwi Ishartani, STP. MSiselaku Pembimbing II Praktek Produksi. 5. Dosen dan karyawan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

6. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual serta nasehat-nasehatnya.

7. Kakak yang selalu memberikan semangatnya. 8. Rekan-rekan mahasiswa D-III THP angkatan 2009. 9. Rekan-rekan kontrakan Beta House

10. Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan Tugas Akhir Praktek Produksi selanjutnya.


(4)

commit to user

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat terutama bagi pembaca maupun pihak lain yang memerlukan

Surakarta, Mei 2012


(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT pencipta dan penguasa seluruh jagat raya yang telah memberikan kehidupan dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir ini. Karya kecil ini penulis persembahkan untuk :

Bapak dan Ibu, kakak beserta segenap keluarga besar penulis, terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran dan semangat serta nasehat-nasehatnya selama ini.

Bapak Ir. Basito, M.Si selaku pembimbing penulis, terimakasih atas bimbingan, masukan, motivasi, dan dukungan-dukungannya selama ini.

Teman-teman seperjuangan D3 THP 2009, untuk sahabat kontrakan Beta House, terimakasih atas bantuan dan dukungannya, serta untuk Safira terima kasih untuk

motivasinya selama ini.


(6)

commit to user MOTTO

Agar dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja, hatinya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat, masa depannya

dengan harapan, dan perutnya dengan makanan. Frederick E. Crane

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.

Andrew Jackson

Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu.

Marcus Aurelius

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

Thomas Alva Edison

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.


(7)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Praktek Produksi ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mie Basah ... 3

B. Cabai ... 4

C Bahan Baku Pembuatan Mie Cabai Basah ... 6

D. Cara Pembuatan Mie ... 13

E. Vitamin C ... 16

F. Anilisa Sensori ... 17

G. Analisa Ekonomi ... 18

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 22


(8)

commit to user

C. Analisa Produk ... 23

D. Analisa Ekonomi ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Produk ... 27

B. Proses Pembuatan Mie Cabai Basah ... 29

C. Analisa Sensori ... 35

D. Analisa Vitamin C ... 41

F. Kemasan ... 42

G. Analisa Ekonomi ... 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Borang Uji Organoleptik 2. Hasil Uji kesukaan 3. Hasil SPSS


(9)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan gizi mie per 100g bahan ... 3

Tabel 2.2 Kandungan gizi cabai per 100g bahan ... 6

Tabel 2.3 Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999) ... 10

Tabel 2.4 Komposisi zat gizi per 100 g Tapioka ... 12

Tabel 3.1 Formulasi Mie Basah Cabai ... 24

Tabel 3.2 Parameter Analisa ... 24

Tabel 4.1 Penimbangan bahan baku ... 30

Tabel 4.2 Uji Ranking ... 31

Tabel 4.3 Uji Scoring ... 38

Tabel 4.4 Bahan Baku Mie Cabai Basah Formula D ... 40

Tabel 4.5 Hasil Analisa Kadar Vitamin C Pada Mie Cabai Basah ... 41

Tabel 4.6 Kandungan vitamin C pada buah-buahan ... 44

Tabel 4.7 Biaya Usaha ... 44

Tabel 4.8 Biaya amortisasi ... 44

Tabel 4.8 Penyusutan ... 45

Tabel 4.10 Total Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 45

Tabel 4.11 Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu ... 46

Tabel 4.12 Perhitungan Biaya Kemasan ... 46

Tabel 4.13 Biaya Bahan Bakar/Energi. ... 46

Tabel 4.14 Biaya Perawatan dan Perbaikan ... 47


(10)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rumus perhitungan kadar vitamin C ... 17

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Cabai Basah ... 23

Gambar 4.1 Cabai Merah ... 23

Gambar 4.2 Pengadukan ... 30

Gambar 4.3 Pelembaran ... 31

Gambar 4.4 Pencetakan ... 31

Gambar 4.5 Perebusan ... 32

Gambar 4.6 Penirisan ... 33

Gambar 4.7 Pendinginan dan Pemberian minyak goreng ... 34


(11)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mie basah (fresh noodle atau wet noodle) merupakan salah satu jenis mie yang sudah dikenal luas dan menjadi makanan yang disukai masyarakat di Indonesia. Industri mie basah tersebar luas di banyak wilayah di Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga, dan industri kecil/ menengah. Terdapat dua jenis mie basah yang dikenal masyarakat, yaitu mie mentah (raw noodle) dan mie rebus (cooked noodle).

Mie basah terdiri dari berbagai macam jenisnya, antara lain mie basah sawi, dan mie basah bayam. Sedangkan untuk jenis mie basah cabai belum begitu terkenal di pasaran. Padahal mie cabai begitu tinggi prospek di pasaran. Selain mie cabai basah banyak mengandung karbohidrat mie cabai basah juga banyak mengandung banyak kandungan gizi lainya yang terdapat pada penambahan cabai.

Cabai (Capsicum annum varlongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Kandungan vitamin C inilah yang paling besar yang terkandung dalam produk cabai.

Vitamin C sering disebut sebagai rajanya vitamin, hal itu disebabkan vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Sebagai vitamin yang larut dalam air, vitamin C memiliki banyak peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin C atau biasa dikenal dengan asam askorbat ini mempunyai tugas penting dalam pembentukan kolagen yang membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu penyerapan zat besi. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan manfaat vitamin C dalam


(12)

commit to user

menurunkan kadar kolesterol dan memproduksi bahan kimia tertentu pada otak. Selain itu, tingginya kandungan antioksidan pada vitamin C juga dapat menyapu radikal bebas yang merusak sel-sel dalam tubuh.

.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang dapat diambil rumusan masalah yaitu

1. Bagaimana cara pembuatan mie basah cabai dan bahan baku yang digunakan?

2. Bagaimana penerimaan mie cabai basah dalam masyarakat? 3. Bagaimana kadar vitamin C pada mie basah cabai?

4. Bagaimana analisa biaya produk mie basah cabai?

C. Tujuan Praktek Produksi

Tujuan pelaksanaan praktek produksi (PP) ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui proses pembuatan mie basah cabai dan bahan baku yang

digunakan.

2. Mengetahui penerimaan masyarakat terhadap produk mie cabai basah. 3. Mengetahui kadar kandungan vitamin C dalam produk mie basah cabai. 4. Mengetahui analisis biaya produk mie basah cabai.


(13)

commit to user

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Mie Basah

Mie basah (fresh noodle atau wet noodle) merupakan salah satu jenis mie yang sudah dikenal luas dan menjadi makanan yang disukai masyarakat di Indonesia. Industri mie basah tersebar luas di banyak wilayah di Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga, dan industri kecil/ menengah. Terdapat dua jenis mie basah yang dikenal masyarakat, yaitu mie mentah (raw noodle) dan mie rebus (cooked noodle). Kualitas, baik mutu organoleptik, fisikokimia, mikrobiologi maupun daya awet dari mie basah dapat bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan dan penggunaan bahan tambahan. Mie basah dijual dalam bentuk segar baik dalam keadaan terkemas maupun curah, baik di pasar tradisional maupun supermarket (Hilmansyah, 2007).

Komposisi gizi setiap jenis mie berbeda satu sama lainya. Menurut Nio(1992) kandungan gizi pada mie basah, mie kering, mie instan per 100g bahan dapat dilihat dalam tabel 2.1

Tabel 2.1. Kandungan gizi mie per 100g bahan

Kandungan kimia Mie basah Mie kering Mie instan Energy(kal) 88 338 320 Protein(gr) 0,6 7,9 7 Lemak (gr) 3,3 11,8 11 Karbohidrat (gr) 14,0 50 48 Kalsium (mg) 14,0 49 2* Fosfor (mg) 13,0 47 - Besi (mg) 0,8 2,8 30* Vitamin A (SL) 0 0 0 Vitamin B1 (mg) 0 0 25* Vitamin C (mg) 0 0 6* Air (g) 80,0 12,9 12


(14)

commit to user

Mie basah yang sehat dibuat dengan penambahan bahan sayur. Selain gizinya bertambah, penampilan mie menjadi lebih menarik sehinga dapat dijadikan daya pikat bagi konsumen. Pada pembuatan mie, bahan yang digunakan dipilih yang bermutu baik dan segar. Bahan tambahan yang diperlukan untuk mengikat gluten dipilih yang aman dan seminimal mungkin. (suyanti, 2008)

Mie basah juga dijual dalam bentuk olahan oleh pedagang makanan, seperti soto mie, toge goreng, mie ayam, dsb. Selain itu mie basah juga dapat diolah menjadi aneka makanan di tingkat rumah tangga. Dalam kondisi tidak ada penambahan bahan pengawet, mie basah umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, yaitu berkisar antara 1-2 hari bila disimpan pada suhu ruang. Pendeknya umur simpan ini disebabkan mie basah memiliki kadar air dan aktivitas air (aw) yang tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Dengan demikian, kerusakan mie basah terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Istilah umum yang sering digunakan produsen atau konsumen tentang kerusakan mie basah adalah mie menjadi basi (Hilmansyah, 2007).

B. Cabai

Cabai (Capsicum annum varlongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia (Andoko, 2004).

Menurut Cahyono (2003) ada berbagai jenis cabai di Indonesia antara lain, yaitu :

1. Capsicum annuum

Capsicum annuum, dikenal sebagai cabai merah, terdiri atas cabai merah besar, cabai keriting, dan paprika (C. annuum var. grossum)


(15)

commit to user

a. Cabai besar

Bunga cabai berwarna putih dan pada setiap buku terdapat satu kuntum bunga. Permukaan buah cabai rata dan halus, dengan diameter sedang sampai besar dan kulit daging buah tebal. Kadar kapsaisin buah cabai besar umumnya rendah. Buah cabai besar umumnya dipanen setelah berwarna merah, tetapi kadang – kadang juga dipanen ketika buah masih berwarna hijau. Cabai besar berumur genjah dan dapat tumbuh di berbagai ketinggian, baik di lahan darat, lahan sawah maupun pantai.

b. Cabai keriting

Bunga cabai keriting berwarna putih atau ungu. Buah muda berwarna hijau atau ungu, permukaan buah bergelombang, diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter buah cabai besar, sedangkan kulit daging buahnya lebih tipis. Umur panen cabai keriting lebih dalam dan buahnya lebih tahan disimpan. Cabai keriting dapat tumbuh di berbagai ketinggian, baik dilahan darat, maupun lahan sawah.

c. Cabai paprika

Buah paprika yang muda memiliki warna yang bervariasi, yaitu kuning, hijau muda, hijau, dan ungu. Buah berbentuk kotak atau lonceng dengan diameter yang besar permukaannya rata. Kulit daging buah tebal, dan rasanya manis (tidak pedas). Biasanya buah dipanen saat masih muda, yaitu ketika masih berwarna hijau atau kuning. Paprika cocok tumbuh di dataran tinggi.

2. Capsicum frutescens (cabai rawit)

Buah cabai rawit yang masih muda berwarna putih, kuning, atau hijau. Bunganya berwarna putih kehijauan. Pada umumnya, dalam satu ruas terdapat satu kuntum bunga, tetapi kadang – kadang lebih dari satu. Tangkai bunga tegak saat


(16)

commit to user

anthesis, tetapi bunganya merunduk, sedangkan tangkai daun pendek. Daging buah umumnya lunak, dengan kapsaisin yang kadarnya tinggi, sehingga rasa buah pedas. Umumnya cabai rawit dipanen ketika buah masih muda, berwarna hijau, putih, atau kuning.

Setiap cabai mempunyai kandungan nilai gizi yang berbeda-beda. Kandungan gizi berbagi jenis cabai dapat dilihat dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 kandungan gizi cabai per 100g bahan

Kandungan kimia Cabai rawit Cabai merah Cabai hijau Energy(kal) 103 31 23 Protein(gr) 4,7 1,0 0,7 Lemak (gr) 2,4 1,3 0,3 Karbohidrat (gr) 19,9 7,3 5,2 Kalsium (mg) 45 29 14 Fosfor (mg) 85 24 23 Vitamin A (SL) 11,05 470 260 Vitamin C (mg) 70 181 84

Sumber : direktorat Gizi Depkes, 1997

Rasa pedas yang mendominasi buah cabai disebabkan oleh karena adanya senyawa kapsaisin yang terkandung dalam cabai. Senyawa ini merupakan yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas pada cabai. Senyawa kapsaisin terdapat pada urat-urat putih cabai, yaitu tempat melekatnya biji cabai. Oleh karena itu untuk mengurangi rasa pedasbiasanya biji cabai di buang beserta uratnya. Namun justrun senyawa kapsaisin inilah yang membuat orang ketagihan akan rasa cabai (Andoko, 2004).

C. Bahan Baku Pembuatan Mie Basah Cabai

1. Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu di peroleh dari biji gandum yang di giling. Keistimewaan terigu di antaranya adalah kemampuan membentuk glutein pada adonan mie


(17)

commit to user

yang menyebabkan mie yang di hasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan. Mutu terigu yang di kehendaki memliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60%, dan glutein bash 24-36% (Astawan, 2006)

Tepung terigu mengandung dua macam protein yang memegang peranan penting dalam pembuatan roti, yaitu protein gluten berfungsi menentukan struktur produk roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari aktivitas ragi, dan glutenin memberikan elastisitas dan kekuatan untuk perenggangan terhadap gluten. Kandungan gizi tepung terigu yang baik akan mempunyai komposisi kadar air 13%, kadar protein 12-13%, kadar hidrat arang 72-73%, kadar lemak 11/12 %, pada saat bercampur dengan air yang berfungsi sebagai kerangka roti, membuat adonan tidak mudah pecah pada waktu diroll dan menahan gas CO2 hasil fermentasi. Gas CO2 yang tertahan dalam

kerangka jaringan gluten dapat lolos kembali apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat, akibatnya roti menjadi kempes kembali setelah dioven (Haryono, 1992).

Menurut Astawan (2006) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat di bedakan menjadi 3 macam, yaitu :

·Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinya 12-13%. Tepung ini biasanya di gunkan dalam pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya , terigu cakara kembar

·Medium hard flour. Terigu ini kandungan proteinya 9,5 - 11 %. Cocok untuk membuat mie, cake dan bolu. Contonya, tepung terigu segitiga biru

·Tepung terigu rendah protein / soft flour, kandungan proteinya 7 – 8,5 %. Cocok untuk membuat kue kering biscuit dan kue kue non fermentasi. Contohnya ,tepung terigu kunci biru.


(18)

commit to user

2. Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan baku pembuatan mie. Karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan mie ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air pada mie di tentukan pada saat penggolahan dimulai penggadonan, air sangat menentukan pada pengolahan makanan, tanpa air pengolahan makanan tidak dapat berlangsung, air juga di gunakan sebagai ingredient makanan olahan (Auinger, 1999).

Air pada proses penggolahan juga dapat berfungsi sebagai penghantar panas dan pelarut dan sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi pH maka roti yang dihasilkan tidak mudah hancur karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH, selain pH air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa (Auinger, 1999).

Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

3. Telur

Telur adalah suatu bahan makanan sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi. untuk dunia kuliner, telur berfungsi sebagai pengembang adonan mie, membentuk warna, perbaikan rasa, menambah nilai gizi, sebagai pelembut atau pengempuk, sebagai penambah aroma dan zat gizi. Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50%. Sementara putih telur, kadar air 86%. Putih telur mempunyai sifat creaming yang


(19)

commit to user

lebih baik dibandingkan kuning telur. Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi adalah sebagai pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998).

Nilai Gizi yang terkandung dari kuning telur dan putih telur berbeda, kuning telur memiliki kadar protein 16% dan kadar lemak 31%, sedangkan putih telur memiliki kadar protein 13 %. Oleh karena itu bagian telur yang mempunyai nilai gizi paling tinggi sebagai bahan makanan yaitu kuning telur. Pada bagian kuning telur terdapat asam amino essensial yang sering disebut triptofane. Garam yang banyak terdapat didalam kuning telur adalah garam ferum dan fosfor, akan tetapi garam tersebut sedikit mengandung kalsium, vitamin yang banyak terdapat dalam telur adalah vitamin B, komplek dalam jumlah cukup (Moehji, 1971).

4. Soda Abu

Soda abu nama kimianya Sodium Carbonate (Na2CO3) yang sering disebut dengan Soda Kie S. Soda abu berfungsi sebagai pembantu pembentukan gluten sehingga mie tidak keras tetapi kenyal (Moehji, 1971).

Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat dari air rendaman abu merang padi. Soda abu dapat meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Meningkatkan kehalusan tekstur serta meningkatkan sifat kenyal (Widyaningsih, 2006)

Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah sejak dulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen tersebut untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan kehalusan tekstur (Na2CO3).

5. Garam dapur

Proses pembuatan mie yang dilakukan dengan pemberian garam atau NaCl dapat meningkatkan keuletan dan kekerasan mie, juga


(20)

commit to user

berfungsi sebagai citarasa gurih, juga sebagai pengawet, garam mampu menghambat penguapan air sehingga tidak langsung menguap, untuk mie kering akan menambah kekuatan mie sehingga tidak mudah patah.dan fungsi lainnya adalah mampu menurunkan waktu pemasakan (Supardi, 1999).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Garam ditambahkan terutama sebagai bahan flavor tetapi juga untuk memperbaiki tekstur sosis dan daya awet (Buckle, 1987)

Garam konsumsi yang digunakan dalam kehidupan sehari harus mempunyai sarat mutu. Menurut SNI (01-4076-1999) sarat mutu garam dapat dilihat dalam Tabel 2.3

Tabel 2.3. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999) No. Jenis Uji Syarat

Mutu I Mutu II 1 Natrium chlorida (NaCl) Min. 94,7 % Min 94,4 % 2 Air Max. 5 % Max 10% 3 Iodium sebagai KIO3 40 ppm ± 25 % Negatif 4 Oksida besi (Fe2O3) 100 ppm 100 ppm 5 Kalsium dan magnesium

sebagai Ca

Max 1 % Max 2 %

6 Sulfat (SO4) Max 2 % Max 2 % 7 Bagian yang tak larut

dalam air

Max 0,5 % Max 1 %

8 Logam-logam berbahaya (Pb, Hg, Cu, dan As)

NegatiF Negatif

9 Warna Putih Putih 10 Rasa Asin Asin

11 Bau Tidak berbau Tidak berbau

Sumber: SNI 01-4076-1999

Mutu I : Garam konsumsi yang beryodium Mutu II : Garam konsumsi yang tidak beryodium

6. Minyak Goreng

Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25°C) dan lebih banyak


(21)

commit to user

mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus dan lain-lain (Ketaren, 1986).

Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 1770C sampai 2010C (kukuh, 2010)

Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya, artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng itu (Winarno, 2004)

Penambahkan dengan minyak goreng pada mie basah dimaksudkan supaya tekstur mie kelihatan halus dan antar pilinan tidak lengket. Minyak goreng megandung gliserol yang berfungsi melicinkan mie supaya mie yang yang sudah direbus tidak saling menempel (Supardi, 1999).

7. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstrak ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan. Penggunaan tepung terigu untuk kalangan industry


(22)

commit to user

pengolahan mie di Indonesia sangantlah besar. Oleh karena itu, pemanfaatan tepung tapioka sebagai pensubstitusi diharapkan dapat mengurangi penggunaan tepung terigu sehingga dapat member keuntungan yang cukup besar. Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan alternatif agar mie tetap kenyal, dan tidak lengkat saat dicetak. Dari segi hargapun tepung tapioka lebih murah disbanding dengan tepung terigu (Astawan, 2006).

Di lihat dari nilai gizinya, tapioka merupakan sumber karbohidrat dan energi yang sangat baik. Di lain pihak, tapioka mengandung sangat sedikit protein dan lemak. Kandungan gizi tapioka per 100 gram dapat di lihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.4 Komposisi zat gizi per 100 g Tapioka No Kandungan gizi Satuan 1 Energi 358 kkal 2 Protein 0,19 g 3 Lemak total 0,02 g 4 Karbohidrat 88,69 g 5 Serat pangan 0,9 g 6 Kalsium (mg) 20 mg 7 Besi 1,58 mg 8 Magnesium 1 mg 9 Fosfor 7 mg 10 Kalium 11 mg 11 Natrium 1 mg 12 Seng 0,12 mg 13 Tembaga 0,02 mg 14 Mangan 0,11 mg 15 Selenium 0,8 mg 16 Asam folat 4 µg


(23)

commit to user D. Cara pembuatan mie

Menurut Astawan ,(2006) berdasarkan cara pengolahannya mie dapat di kelompokkan menjadi 4 macam :

1. Mie mentah/mie segar

Mie mentah atau mie segar adalah mie yang tidak mengalami proses tanbahan setelah pemotongan dengan kadar air 35%. Mie segar umunya dibuat dari tepung terigu jenis keras untuk memudahkan penanganannya. Mie jenis ini biasanya digunakan untuk bahan baku dalam pembuatan mie ayam

2. Mie Basah

Mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan air mendidih setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya simpannyarelatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah lebih dikenal dengan istilah mie kuning atau mie bakso.

3. Mie kering

Mie kering adalah mie mentah yang dikeringkan dengan kadar air antara 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan oven. Karena sifat kering inilah maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan dalam penanganannya cukup mudah. Mie kering juga ditambahkan dengan telor segar atau tepung telor, sehingga dipasaran mie ini juga dikenal dengan istilah mie telor

4. Mie Instan

Mie Instan adalah mie yang telah mengalami proses gelatinisasi, sehingga untuk menghidangkannya cukup dengan di rebus dengan air mendidih, Mie instan biasanya mengacu pada produk-produk yang dikukus dan digoreng dalam minyak.


(24)

commit to user

Proses pembuatan mie menurut Setyaningrum (2003) terdiri dari beberapa tahapan yaitu, tahap pencampuran, roll press (pembentukan lembaran), pembentukan mie, pengukusan. Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secaramerata dan menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah penambahan air (28 – 38 %), waktu pengadukan (15 – 25 menit),dan suhu adonan (24 – 40o C). Proses roll press\ (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25oC, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah. Tebal akhir pasta sekitar 1,2 – 2 mm. Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong memenjang selebar 1 – 2 mm dengan roll pemotong mie, dan selanjutnya dipotong melintang pada panjang tertentu, sehingga dalam keadaan kering menghasilkan beratstandar. Setelah pembentukan mie dilakukan proses pengukusan. Pada proses ini terjadigelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari glutenakan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatanhidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktusebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi kerasdan kuat

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan mie basah antara lain pencampuran bahan yaitu mencampurkan bahan seperti tepung terigu, garam, soda abu, air, dan pewarna makanan hingga tercampur menjadi rata. Setelah adonan tersebut menjadi rata kemudian ditambahkan air sampai membentuk adonan yang homogen yaitu adonan yang menggumpal bila dikepal dengan tangan. Langkah selanjutnya yaitu pengulenan adonan, pengulenan ini dapat dilakukan menggunakan alat kayu berbentuk silinder dengan diameter 7 cm dan panjang 30 cm. Proses


(25)

commit to user

pengulenan ini dapat dilakukan secara berulang-ulang kurang lebih selama 10-15 menit (Setyaningrum,2003).

Setelah proses pengulenan tahap selanjutnya yaitu pembentukan lembaran dimana hasil ulenan tersebut dimasukkan kedalam mesin pembentuk lembaran yang dapat diatur ketebalannya selama berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan lembaran ini mencapai 1,5-2 mm. Lembaran yang keluar dari mesin dilumuri dengan tepung tapioka supaya menyatu kembali dan tidak lengket. Setelah itu pembentukan mie menggunakan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan dengan tenaga tangan. Bagian roll ada dua bagian dimana roll pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mie dan roll kedua berfungsi untuk mencetak. Setelah pembentukan mie dilanjutkan dengan proses perebusan. Proses perebusan hanya dilakukan pada pembuatan mie kuning saja yaitu dengan cara memasukkan mie tersebut kedalam air yang sudah mendidih. Pada proses perebusan mie digunakan api yang besar, ini dikarenakan supaya pada saat perebusan tidak terlalu lama sehingga mie tidak terlalu lembek. Tahap terakhir yang harus dilakukan adalah pendinginan. Mie yang sudah direbus ditiriskan lalu diangin-anginkan dan ditambahkan dengan minyak goreng agar tekstur mie kelihatan halus dan antar pilinan tidak lengket (Lestari, 2008)

Faktor yang harus diperhatikan dalam membuat adonan dalam pembuatan mie yang baik adalah, jumlah air yang ditambahakan, lama pengadukan, dan suhunya. Pada awal pencampuran terdapat pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Semakin lama semua bagian tepung terbasahi, oleh air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Adonan air tersebut juga merupakan serat-serta gluten tertarik, disusun bersilang dan terbungkus dalam pati, sehingga adonan menjadi lunak, harus serta elastis (Sunaryo,1985).


(26)

commit to user E. Vitamin C

Vitamin C mudah larut dalam air sehingga bila vitamin yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi setiap hari. Dosis yang rata-rata dibutuhkan bagi orang dewasa adalah 60-90 mg/hari. Tapi bisa juga lebih tergantung kondisi tubuh dan daya tahan masing-masing orang yang berbeda-beda. Batas maksimum yang diizinkan untuk mengkonsumsi vitamin C adalah 1000 mg/hari (Counsel, 1996).

Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri otot atau gangguan syaraf. Kekurangan lebih lanjut mengakibatkan anemia, sering mengalami infeksi dan kulit kasar. Sementara kelebihan vitamin C dapat menyebabkan diare. Bila kelebihan vitamin C akibat penggunaan suplemen dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan batu ginjal, sedangkan bila kelebihan vitamin C yang berasal dari buah-buahan umumnya tidak menimbulkan efek samping (Hashmi, 1986).

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, tomat. Buah yang mengandung vitamin C tidak selalu berwarna kuning. Bahkan, pada beberapa buah, kulitnya mengandung vitamin C lebih tinggi daripada buahnya. Misalnya pada kulit buah apel dan jeruk walaupun tidak semua kulit buah bisa dimakan(Counsel, 1996).

Penentuan vitamin C menurut Sudarmadji, (1981) dapat dilakukan dengan metode iodiumetri. Hal ini didasarkan pada sifat vitamin C yang dapat bereaksi dengan iodine. Indikator yang digunakan adalah amilum dan hasil akhir dari titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iod-amilum. 1 ml iodine setara dengan 0,88 mg vitamin C. Rumus perhitungan kadar vitamin C adalah sebagai berikut.


(27)

commit to user F. Analisa Sensori

1. Uji ranking

Uji ranking termasuk kedalam uji skalar karena hasil pengujian panelis dinyatakan dalam besaran kesan dalam jarak/interval tertentu. Jumlah panelis yang digunakan pada uji ranking yaitu 5-15 orang untuk panelis terlatih, 15-25 orang untuk panelis agak terlatih, dan >80 orang untuk panelis tidak terlatih. Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat mutu sensori (Rahayu,1998).

Menurut Rosenthal (1999), ranking adalah metode yang digunakan untuk menguji tiga atau lebih sampel yang disajikan dalam waktu bersamaan, dengan tujuan untuk mengetahui urutan atau jenjang sampel berdasarkan atribut tertantu. Uji ranking merupakan uji yang mudah dilakukan dan dapat menguji sampel dalam jumlah relatif banyak.

Menurut Rahayu (1998), pada uji ranking, komoditas diurutkan dengan pemberian nomor urut, dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat mutu sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang semakin rendah. Angka atau nilai hasil uji ranking hanya berbentuk nomor urut dan tidak menyatakan suatu besaran skalar. Data pada besaran skalar dapat diperlakukan sebagai nilai pengukuran karena itu dapat diambil rata-ratanya dan dapat dianalisis sidik ragam (Soekarto, 1985).

2. Uji Scoring

Uji scoring adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis adalah kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih (25 orang).


(28)

commit to user

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaannya, digunakan uji scoring dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang (Kume, 2002).

Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutubahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu,digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangkapengukuran obyektif (Kartika, 1988).

G. Analisa Ekonomi

Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang besarnya tetap selama produksi (biaya tetap), dan biaya yang besarnya tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap).

1. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin pekerja (Boediono, 1995).

2. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan.


(29)

commit to user

Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja (Boediono, 1995).

3. Analisa Rugi Laba

Analisa laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisa yang mennjukan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Dumairy, 1991).

4. Break Event Point (BEP)

BEP adalah suatu titik keseimbangan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Firdaus, 2004).

5. ROI (Return On Investment)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.

tahun per x

al laba

ROI 100%

mod =

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja (Mulyadi, 1998).


(30)

commit to user

6. POT (Pay Out Time)

Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang dapat diterima. Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan. Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun (Mulyadi, 1998).

7. BC Ratio

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Nazir, 2000).

Benefit Cost Ratio digunakan untuk mengkaji kelayakan proses sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekananya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Mulyadi, 1998).


(31)

commit to user

8. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Mulyadi, (1998) Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Dengan demikian IRR ini menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh proyek tersebut. IRR akan selalu mendekati besarnya (i) sehingga sering dijadikan pedoman tingkat bunga yang berlaku (i).

Berdasarkan kriteria investasi IRR, suatu proyek akan dipilih apabila IRR ≥ social discount rate, sedangkan IRR kurang dari social discount rate maka proyek tersebut akan ditolak.

IRR 0

IRR) (i

Ct -Bt

t 1

= +

=

å

=

n

t

Bt = penerimaan pada tahun t Ct = biaya pada tahun t n = umur ekonomi proyek i = suku bunga bank


(32)

commit to user

22

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Produksi Pembuatan mie basah cabai dilaksanakan mulai Bulan April 2012 sampai bulan Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Pangan dan Gizi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan, Alat dan Cara Kerja

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan Mie Basah Cabai, yaitu, tepung terigu Cakra Kembar, air, garam dapur, telur, minyak goreng, soda abu, cabai merah. Bahan yang digunakan untuk uji vitamin C yaitu, aquadest, larutan iod dan larutan amilum.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan Mie Basah Cabai, yaitu, timbangan, alat pencetak mie, kompor, baskom, blender, panci, solet, loyang, mixer, sealer. Alat yang digunakan untuk uji vitamin C yaitu, kertas saring, gelas ukur, gelas beker, pengaduk, corong, alat titrasi, pipet.

3. Cara Kerja.

Cara kerja pembuatan mie basah cabai dapat dilihat dalam


(33)

commit to user

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Cabai Basah

C. Analisa Produk

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah sebuah uji yang dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan, perbedaan, dan perbandingan pada sebuah produk. Dalam praktek produksi ini dilakukan uji organoleptik

Minyak goreng10 ml Perebusan dengan suhu 1000C selama 5 menit

Pendinginan

Pengemasan

· Tepung terigu

· Air 100 ml

· Garam 1 g

· Telur 1 butir

· Tepung tapioka 25 g

Cabai Merah

Pengadukan 10 menit

Pemotongan dan Pencetakan panjang 10 cm

Mie Basah 400g Adonan Mie 350g

Penirisan 5 menit


(34)

commit to user

yang berfungsi untuk menentukan tingkat kesukaan pada 3 jenis mie cabai yang ketiga jenis mie cabai ini dibedakan berdasarkan formulasinya. Formulasi dari ketiga formulasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1 Formulasi Mie Basah Cabai

Nama Bahan Formulasi (Tepung terigu : Cabai)

A (100:0) B (90:10) C (80:20) D (70:30)

Tepung Terigu

250 gram 225 gram 200 gram 175 gram

Cabai merah 0 gram 25 gram 50 gram 75 gram Pati 25 gram 25 gram 25 gram 25 gram Soda abu 0,85 gram 0,85 gram 0,85 gram 0,85 gram Telur 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir Garam 1,1 gram 1,1 gram 1,1 gram 1,1 gram Air 100ml 100ml 100ml 100 ml Minyak

goreng

10 ml 10 ml 10 ml 10 ml

2. Analisis Kandungan Fungsional Produk

Dalam praktek produksi juga dilakukan analisis kandungan Vitamin C. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui keunggulan dari produk akhir praktek produksi yang dilakukan. Metode yang digunakan dalam menganalisis kandungan vitamin C pada mie cabai basah yaitu metode Sudarmadji, (1981) dan metode Soekarto, (1985) digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan mie cabai basah di masyarakat.

Table3.2 Parameter Analisa

Parameter Analisa Metode Vitamin C Sudarmadji, (1981)


(35)

commit to user D. Analisa Ekonomi

Analisis kelayakan ekonomi di maksudkan untuk mengetahui harga pokok, harga jual dan keuntungan produk maka dilakukan analisa kelayakan ekonomi meliputi biaya produksi (biaya tetap, biaya variabel), Gross Benefit Cost Racio (Net B/C Ratio), BEP dan ROI.

1. Biaya produksi

Total biaya produksi = total fixed cost + total variable cost 2. Biaya Perawatan Dan Perbaikan (Bpp)

alat umur x perbulan ja jam x perhari ja jam perbulan ja jam x perhari ja jam x FPP Px BPP ker ker ker ker % =

= harga awal

FPP = faktor perawatan dan perbaikan 3. Penyusutan/Depresiasi

N NS P Depresiasi =

-Keterangan:

P : Harga peralatan awal NS : Biaya penyusutan N : Jumlah bulan 4. Pajak Usaha

Pajak Usaha = 10% x laba kotor 5. Harga Pokok Penjualan

HPP=

produksi kapasitas

produksi Biaya

6. Perhitungan Penjualan

Penjualan = Harga/unit x jumlah unit 7. Perhitungan Rugi Laba

Laba kotor = Penjualan-Biaya Pokok Produksi Laba bersih = Laba Operasi – Pajak Usaha


(36)

commit to user

8. BEP unit

QBEP=

) /

(VC kapasitasproduksi HrgJual

FC

-FC : Fixed Cost (Biaya Tetap)

VC : Variabel Cost (biaya tidak tetap)

9. ROI (Return on Investment)

ROI sebelum pajak = x100%

produksi biaya

Total

kotor laba

ROI sesudah pajak = x100%

produksi biaya Total bersih Laba 10.POT

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih.

kotor Laba

produksi Biaya

POT =

11.B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

produksi Biaya

Pendapa CRatio

B/ = tan

12.IRR IRR 0 IRR) (i Ct -Bt t 1 = + =

å

= n t

Bt = penerimaan pada tahun t Ct = biaya pada tahun t n = umur ekonomi proyek i = suku bunga bank


(37)

commit to user

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Produk

Mie cabai basah merupakan makanan yang bercita rasa pedas. Hal ini dikarenakan adanya penambahan cabai. Mie cabai basah ini pada umumnya hampir sama dengan mie basah yang ada di pasaran. Yang membedakan produk ini dengan yang ada di pasaran yaitu dengan adanya penambahan cabai pada proses pembuatanya. Penambahan cabai ini dimaksudkan untuk memberi inovasi pada produk mie basah, selain memberikan inovasi produk mie cabai basah ini sangat kaya akan vitamin C

Pembuatan mie cabai basah hampir sama dengan mie basah pada umumnya. Untuk pembutan mie cabai basah hal utama yang harus diperhatikan yaitu bahan baku dan proses pembuatanya. Bahan baku pembuatan mie cabai basah meliputi cabai merah, tepung terigu, telur, air, minyak goreng, tepung tapioka, garam.

Bahan baku yang utama dalam pembuatan mie cabai basah ini adalah cabai merah. Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai merah yang digunakan harus dalam keadaan baik dan segar.

Cabai yang baik dapat dilihat dari berbagai sudut, diantaranya warna cabai merah cerah, bentuk bagus, ukuran besar dan tidak busuk. Cabai merah yang digunakan dalam pembuatan mie cabai basah dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Penambahan cabai pada produk mie selain sebagai penanbah cita rasa dapat juga digunakan untuk pewarna alami pada produk mie basah. Warna merah pada cabai akan mempengaruhi warna merah


(38)

commit to user

pada mie. Sehingga mie akan keliatan lebih menarik dan banyak mengandung zat gizi.

Gambar 4.1 Cabai Merah

Bahan utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Tepung terigu pada praktik pembuatan mie ini menggunakan tepung terigu tinggi protein yaitu tepung terigu Cakra Kembar. Jumlah tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie cabai basah adalah 300g.

Telur sangat berperan penting dalam pembuatan mie cabai basah. Telur berfungsi sebagai pengembang adonan, membentuk warna, perbaikan rasa, menambah nilai gizi, sebagai pelembut atau pengempuk, sebagai penambah aroma dan zat gizi. Dalam pembuatan mie cabai basah digunakan telur sebanyak 1 butir. Pemilihan telur harus memenuhi beberapa kerteria yaitu, kondisi cangkang telur tidak retak, ukuran telur tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, warna telur tidak pucat atau terlalu gelap, bersih dari berbagai kotoran atau pun noda, tektur kulit telur halus mulus dan tidak kasar.

Air merupakan komponen penting dalam bahan baku pembuatan mie. karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, serta cita rasa makanan, kandungan air dalam bahan makanan mie ikut menentukan


(39)

commit to user

acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan. Air yang digukana dalam pembuatan mie basah cabai yaitu menggunakan air biasa sebanyak 10 ml per resepnya.

Minyak goreng berfungsi supaya mie tidak lengket sehabis perebusan. Minyak goreng ditambahkan pada mie secukupnya saja. Pemberian minyak goreng dilakukan pada waktu pendinginan sehabis dari proses perebusan. Pemberian minyak goreng ini dilakukan sebanyak 10 ml.

Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan alternatif agar mie tetap kenyal, dan tidak lengkat saat dicetak. Tepung tapioka tidak dicampur menjadi satu dengan adonan. Tepung tapioka di sini berfungsi sebagai bahan supaya mie tidak lengket. Tepung tapioka ditaburkan ke mie yang sudah dicetak, lalu diaduk supaya mie tidak lengket.

Garam sangat penting dalam pengolahan mie cabai basah. Garam dapat mencegah kerusakan bahan pangan. Garam langsung ditambahakan ke dalam adonan pada saat pencampuran.

B. Proses pembuatan mie basah cabai

1. Persiapan bahan baku

Pemilihan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Bahan baku yang digunakan harus bahan baku yang berkualitas baik. Pemilihan baku baku dapat dilakukan berdasarkan beberapa kreteria bahan baku itu sendiri.

Setelah didapatkan bahan baku yang berkualitas baik maka dilakukan penimbangan bahan baku. Bahan baku ditimbang sesuai dengan resep yang telah ditentukan. Bahan baku pembuatan mie pada prinsipnya sama semua. Perbedaan bahan baku pada setiap jenisnya hanya perlakuan pada jumlah tepung terigu dan cabai merah. Perlakuan tepung terigu dan cabai merah pada pembuatan mie cabai basah dapat dilihat dalam Tabel 4.1


(40)

commit to user Tabel 4.1. Penimbangan bahan baku

Nama Bahan Formulasi (Tepung terigu : Cabai)

A (100:0) B (90:10) C (80:20) D (70:30)

Tepung Terigu

250 gram 225 gram 200 gram 175 gram

Cabai merah 0 gram 25 gram 50 gram 75 gram

2. Pengadukan atau mixing

Pengadukan adonan mie dilakukan dengan menggunakan

mixer. Pengadukan dilakukan sampai mendapatkan adonan yang kalis. Adonan yang kalis didapatkan bila adonan tidak putus bila direntangkan. Pengadukan dilakukan selama 10-20 menit menggunakan kecepatan sedang.

Gambar 4.2 Pengadukan 3. Pembentukan Lembaran dan Pencetakan

Adonan yang telah kalis kemudian dibentuk lembaran-lembaran agar mudah dicetak. Dalam tahap pelembaran-lembaran ukuran cetakan yang digunakan yaitu ukuran dua. Setelah mie dilakukan pelembaran, mie selanjunya dilakukan pencetakan.

Pembentukan lembaran mie dilakukan dengan menggunakan


(41)

commit to user

ukuran lima dan seterusnya hingga ukuran tiga dan dua. Setelah itu dilakukan pembaluran dengan tepung tapioka dengan tujuan mie yang diperoleh dapat terpisah satu sama lainya (Saptani, 2007)

Gambar 4.3. Pelembaran

Mie yang telah dibentuk lembaran-lembaran kemudian dilakukan pencetakan. Pencetakan mie dilakukan dengan hati-hati agar mie tidak putus. Pada proses pencetakan inilah yang sangat menentukan bentuk dan teksur mie.


(42)

commit to user

4. Perebusan

Setelah dilakukan pencetakan kemudian dilakukan perebusan mie. Perebusan mie menggunakan air yang telah mendidih dengan mengunakan suhu 900 – 1000 C selama 5 menit. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan mie yang baik. Pada saat perebusan yang harus diperhatikan adalah waktu perebusan. Bila perebusan mie terlalu lama maka mie akan rusak dan lembek.

Perebusan merupakan proses transfer kalor (yang diukur dengan panas) dari sumber ke material dengan menggunakan medium yang mengandung senyawa air (H2O). Transfer panas dapat terjadi satu

tahap atau lebih secara konduksi, konveksi maupun radiasi tergantung dari batasan sistem yang dibuat. Medium transfer panas dalam perebusan dapat berupa air maupun dalam bentuk uap air (steam) pada suhu 1000C selama beberapa menit (Fardiaz,1992).

Dalam proses pemasakan mie basah digunakan metode perebusan. Proses perebusan lebih unggul dibandingkan dengan cara pengukusan. Pada proses perebusan mie lebih cepat matang dibandingkan dengan sistem pengukusan, selain itu kualitas mie hampir sama antara proses pengukusan dan perebusan.


(43)

commit to user

5. Penirisan

Proses selanjutnya dalam pembuatan mie adalah penirisan. Penirisan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air mie setelah perebusan. Penirisan dilakukan selama 5 menit.

Gambar 4.6. Penirisan

6. Pendinginan

Tahap selanjunya adalah pendinginan. Pendinginan dilakukan dengan meletakan produk mie di ruang terbuka. Selama proses pendinginan dilakukan pemberian minyak goreng. Hal ini dimaksudkan agar mie yang telah matang tidak lengket sehingga menyebabkan mie menjadi jelek.


(44)

commit to user

Gambar 4.7. Pendinginan dan Pemberian minyak goreng

7. Pengemasan

Mie yang sudah dingin kemudian siap untuk dilakukan pengemasan. Pengemasan mie menggunakan plastik PP berbentuk segi empat. Kemasan yang siap dipasarkan disealer terlebih dahulu supaya mie lebih tahan lama dan menarik.

Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya (Anwar, 2005)


(45)

commit to user C. Analisa Sensori

Uji organoleptik membantu menentukan selera konsumen terhadap produk mie cabai basah yang akan dipasarkan. Oleh karena itu pemasaran mie cabai basah kedepannya sudah memiliki gambaran tentang selera konsumen terhadap produk ini. Karena mie basah secara umum sudah banyak dipasaran, maka dengan adanya kombinasi mie cabai basah yang baru ini mampu diterima dipasaran. Untuk uji organoleptik ini tidak dilakukan ke banyak orang melainkan hanya diwakili oleh 30 orang panelis.

Analisis sensoris pada produk mie cabai basah dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan. Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu uji scoring dan uji rangking. Uji rangking dan scoring dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu mie basah yang dibuat dengan perbedaan konsentrasi kadar tepung terigu dan kadar cabai yang berbeda. Parameter yang digunakan dalam uji scoring dan rangking meliputi warna, rasa, tekstur, aroma dan overall. Hasil yang didapatkan dalan uji rangking dan scoring dapat dilhat dalam Tabel 4.2 dan

Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Uji Rangking

Sampel Warna Rasa Tekstur Aroma Overall Formula A (100:0) 2,90b 2,90b 2,03a 2,03a 2,60b Formula B (90:10) 2,67b 2,83b 2,40a 2,20ab 2,77bc Formula C (80:20) 2,60b 2.37b 3,43b 2,73bc 3,17c Formula D (70:30) 1,87a 1,77a 3,30a 3,03c 1,63a

Keterangan kisaran nilai: 1 = Paling Suka 2 = Suka 3 = Tidak suka 4 = Paling Tidak Suka

Keterangan : Nilai yang dilingkari = formula yang paling disukai untuksetiap parameter

1. Warna

Dari tabel uji rangking dapat disimpulkan bahwa dari parameter warna, rangking yang tertinggi yaitu formula D (70:30) dan rangking yang terendah sampel Formula A (100:0). Sampel Formula A (100:0) tidak beda


(46)

commit to user

nyata dengan sampel Formula B (90:10), Formula C (80:20) dan beda nyata dengan sampel Formula D (70:30). Sampel Formula D (70:30) beda nyata dengan semua sampel yang ada. Dari itu dapat di ambil kesimpulan bahwa produk mie yang paling disukai konsumen yaitu sampel yang mendapatkan rangking tertinggi yaitu sampel Formula D (70:30) dan sampel mie yang paling tidak disukai yaitu sampel Formula A (100:0). Hal ini disebabkan warna mie yang menggunakan cabai 30% dan tepung terigu 70% lebih merah dan menarik.

2. Rasa

Parameter selanjutnya adalah parameter rasa. Untuk hasil rangking tertinggi yaitu pada sampel Formula D (70:30) dan rangking terendah terdapat pada sampel Formula A (100:0). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan Formula C (80:20) tetapi beda nyata degan sampel Formula D (70:30). Sampel Formula D (70:30) beda nyata dengan semua sampel yang digunakan. Berdasarkan rangking sampel maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi rasa sampel Formula D (70:30) yang paling disukai dan sampel Formula A (100:0) yang tidak disukai oleh konsumen. Hal ini disebabkan oleh penambahan cabai 30% dan tepung terigu 70% menghasilkan rasa yang pedas.

3. Tekstur

Pada parameter tekstur sampel yang mempunyai rangking tertinggi yaitu pada sampel Formula A (100:0) dan sampel yang mempunyai rangking terendah yaitu pada sampel Formula D (70:30). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan Formula D (70:30), tetapi beda nyata dengan sampel Formula C (80:20). Sampel Formula C (80:20) beda nyata dengan semua sampel yang ada. Maka dapat diambil kesimpulan dari rangking tertinggi yaitu produk Formula A (100:0) yang paling disukai oleh kosumen dan sampel Formula D (70:30) yang tidak disukai oleh konsumen. Hal ini disebabkan oleh dengan adanya penambahan cabai dapat merusak tekstur mie.


(47)

commit to user

4. Aroma

Parameter selanjutnya adalah parameter aroma. Pada parameter aroma sampel yang mempunyai rangking tertinggi yaitu sampel Formula A (100:0) dan sampel dengan rangking terendah yaitu terdapat pada sampel Formula D (70:30). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) tetapi beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan Formula D (70:30). Sampel Formula B (90:10) tidak beda nyata dengan sampel Formula A (100:0) dan Formula C (80:20), tetapi beda nyata dengan sampel Formula D (70:30). Sampel Formula C (80:20) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan Formula D (70:30), tetapi beda nyata dengan sampel Formula A (100:0). Sampel Formula D (70:30) tidak beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan beda nyata dengan sampel Formula A (100:0) dan Formula B (90:10). Maka dapat di ambil kesimpulan bahwa sampel Formula A (100:0) paling disukai konsumen dan sampel Formula D (70:30) tidak disukai kosumen. Hal ini disebabkan dari penambahan cabai dihasilkan aroma yang khas dari cabai yang tidak disukai oleh konsumen.

5. Overall

Parameter yang terakhir yaitu parameter overall. Pada parameter

overall rangking yang tertinggi terdapat pada sampel Formula D (70:30) sedangkan rangking yang terendah terdapat pada sampel Formula C (80:20). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan Formula D (70:30). Sampel Formula B (90:10) tidak beda nyata dengan sampel Formula A (100:0) dan Formula C (80:20), tetapi beda nyata dengan sampel Formula D (70:30). Sampel Formula C (80:20) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan beda nyata dengan sampel Formula A (100:0) dan Formula D (70:30). Untuk sampel Formula D (70:30) beda nyata dengan semua sampel yang ada. Maka dapat diambil kesimpulan produk yang paling disukai konsumen yaitu sampel Formula D (70:30) dan yang tidak disukai konsumen yaitu sampel Formula C


(48)

commit to user

(80:20). Dari keseluruhan uji maka dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan cabai sebanyak 30% pada pembuatan mie basah sangat disukai oleh konsumen.

Tabel 4.3 Uji Scoring

Sampel Warna Rasa Tekstur Aroma Overall Formula A (100:0) 3.10a 3,10a 3,93b 3,97b 3,40b Formula B (90:10) 3,33a 3,03a 3,60b 3,83b 3,23a Formula C (80:20) 3,40a 3,63b 2,57a 3,20a 2,83a Formula D (70:30) 4,13b 4,23c 3,70b 2,97a 4,37a

Keterangan kisaran nilai: 1 = Tidak Suka 2 = Kurang Suka 3 = Agak Suka 4 = Suka 5 = Sangat Suka

Keterangan : Nilai yang dilingkari = formula yang paling disukai untuk setiap parameter

1. Warna

Dari hasil diatas didapat kesimpulan bahwa warna dengan nilai yang paling rendah adalah sampel kode Formula A (100:0) dan warna yang lebih tinggi adalah sampel dengan kode Formula D (70:30). Dari sampel Formula A (100:0), Formula B (90:10), Formula C (80:20) dan Formula D (70:30), yang tidak beda nyata adalah sampel dengan kode Formula A (100:0), Formula B (90:10) dan Formula C (80:20), sedangkan untuk sampel kode Formula D (70:30) beda nyata dengan sampel Formula A (100:0), Formula B (90:10), dan Formula C (80:20). Jadi dapat disimpulkan bahwa penambahan cabai 30% dan tepung terigu 70% dapat menghasilkan warna yang paling disukai daripada sampel yang lainnya. Hal ini disebabkan karena warna cabai yang cenderung lebih cerah, sehingga menghasilkan warna mie yang menarik yaitu berwarna kemerahan.


(49)

commit to user

2. Rasa

Untuk parameter selanjutnya yang akan dibahas adalah parameter rasa. Dalam tabel menunjukkan bahwa nilai yang terendah adalah sampel Formula B (90:10) dan sampel yang paling tinggi adalah sampel dengan kode Formula D (70:30). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10), dan beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan Formula D (70:30). Sampel Formula C (80:20) beda nyata dengan semua sampel. Untuk sampel Formula D (70:30) juga beda nyata dengan semua sampel. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan cabai 30% lebih di sukai daripada sampel yang lainya. Hal ini disebabkan karena rasa mie dengan penambahan cabai 30% lebih terasa lebih pedas dari sampel yang lain.

3. Tekstur

Untuk parameter tekstur sampel yang mempunyai nilai terendah adalah sampel 257 dan yang mempunyai tertinggi yaitu sampel Formula A (100:0). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10) dan Formula D (70:30) dan beda nyata dengan sampel Formula C (80:20). Jadi dapat diambil kesimpulan dari segi tekstur mie yang paling disukai konsumen yaitu mie tanpa penambahan cabai atau mie 0% cabai.

4. Aroma

Parameter aroma sampel yang mempunyai nilai tertinggi yaitu sampel dengan kode Formula A (100:0) dan sampel dengan aroma terendah yaitu sampel Formula D (70:30). Sampel Formula A (100:0) tidak beda nyata dengan sampel Formula B (90:10)dan beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan sampel Formula D (70:30). Sampel Formula C (80:20) tidak beda nyata dengan sampel Formula D (70:30) dan beda nyata dengan sampel Formula A (100:0) dan sampel Formula B (90:10). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mie yang di sukai konsumen dari segi warna yaitu mie dengan kode Formula A (100:0). Mie Formula A (100:0) tidak menggunakan penambahan cabai atau 0% cabai.


(50)

commit to user 5. Overall

Dalam parameter overall produk yang mempunyai nilai tertinggi yaitu sampel dengan kode Formula D (70:30) dan produk yang dapat nilai terendah yaitu sampel dengan kode Formula C (80:20). Sampel Formula A (100:0) beda nyata dengam sampel Formula B (90:10), Formula C (80:20) dan Formula D (70:30). Sampel Formula B (90:10) tidak beda nyata dengan sampel Formula C (80:20) dan beda nyata dengan sampel Formula D (70:30). Sendangkan sampel Formula D (70:30) beda nyata dengan semua sampel. Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa konsumen dilihat dari overall sangat menyukai sampek Formula D (70:30).

Tujuan uji sensori dengan menggunakan metode ranging dan skoring untuk mengetahui penerimaan masyarakat dari ke tiga mie cabai yang akan dipasarkan. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa mie yang paling disukai oleh konsumen yaitu formula D yaitu menggunakan 70% tepung terigu dan 30% cabai merah. Bahan baku pembuatan mie cabai basah dengan formula D dapat dilihat dalam Tabel 4.4

Tabel 4.4 Bahan baku mie cabai basah formula D

Nama Bahan Takaran Tepung Terigu 175 gram Cabai merah 75 gram Pati 25 gram Soda abu 0,85 gram Telur 1 butir Garam 1,1 gram Air 100 ml Minyak goreng 10 ml


(51)

commit to user D. Analisa Vitamin C

Pada produk mie cabai basah selain dilakukan pengujian terhadap uji sensori tetapi dilakukan juga uji terhadap kandungan gizinya. Uji kandungan gizi yang dilakukan yaitu dengan menguji kadar kandungan Vitamin C. Hasil analisis vitamin C dalam produk mie cabai basah dapat dilihat dalam tabel

Tabel 4.5 Hasil Analisa Kadar Vitamin C Pada Mie Cabai Basah

Analisa Pengulangan 1 Pengulangan 2 Rata-Rata

Vitamin C (mg) 51,62 mg/100 g 62,18 mg/100 g 56,9mg /100 g

Sumber : hasil uji vitamin C

Analisa vitamin C pada produk mie cabai basah menggunakan dua kali pengujian. Pengujian pertama didapatkan hasil 51,62 mg/100 g bahan dan pengujian kedua dihasilkan 62,18 mg/100 g bahan. Sehingga rerata yang diperoleh dari pengujian yaitu 56,9 mg/100 gr bahan. Vitamin C pada cabai merah menurut Depkes (1997) yaitu sebesar 181mg/100gr bahan. Penurunan kadar vitamin C dimungkinkan karena akibat dari penambahan air dan pemanasan. Sesuai dengan pendapat Andarwulan dan Koswara (1992) bahwa pengaruh cara memasak (pengukusan dan perebusan) termasuk cara pemotongan dan volume air yang digunakan serta suhu berpengaruh terhadap kerusakan vitamin C.

Kadar vitamin C pada produk mie cabai basah ini mampu bersaing dengan berbagai jenis buah-buahan. Seperti pada Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa kadar vitamin C pada mie cabai basah lebih besar dari jenis buah-buahan seperti jeruk, melon dan anggur, tetapi lebih rendah dari buah jambu biji, kiwi dan pepaya.


(52)

commit to user

Tabel 4.6 Kandungan vitamin C pada buah-buahan

Buah Kandungan Vitamin C (mg/100 gr) Jambu Biji 183

Kiwi 100

Kelengkeng 84 Pepaya 62

Mie Cabai Basah 56,9

Jeruk 53

Melon 42

Anggur 34 Jeruk Mandarin 31 Buah Sukun 29 Mangga 28

Nanas 15

Pisang 9

Alpukat 8 Sumber : Depkes (1997)

E. Kemasan

Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan yang dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan produk, plastik, kertas dan gelombang karton (Maezawa, 1990).

1. Bahan

Pengemasan pada mie basah cabai menggunakan plastik PP (Poly propylene). Plastik PP atau polypropylene adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan botol minum untuk bayi. Karakteristiknya adalah transparan, tapi tidak jernih atau berawan, dan cukup mengkilap pada permukaannya. Polipropilen


(53)

commit to user

yang baik terhadap lemak, dan stabil terhadap suhu tinggi. Direkomendasikan untuk mencari plastik dengan kode ini jika anda ingin menyimpan makanan dalam kemasan plastik. Plastik PP mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200oC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135oC. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah (BPOM, 2008).

2. Bentuk

Pengemasan pada mie basah cabai menggunakan plastik PP yang berbentuk persegi panjang. Penutupan kemasan dengan menggunakan

sealer agar tertutup rapat dan rapi (lebih menarik) dan menghindari kebocoran, sehingga produk yang dikemas memiliki umur simpan lama dan tetap mempertahankan kualitas produk dari segi rasa, warna. Kemasan mie basah yang sudah jadi dapat dilihat dalam Gambar 4.14

Gambar 4.7 Kemasan Produk

Desain kemasan sangat berperan penting dalam proses pemasaran produk. Desain dibuat sebaik mungkin, hal ini bertujuan untuk menarik minat konsumen. Labeling Informasi yang diberikan tidak boleh menyesatkan konsumen. Pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal berikut (Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang


(54)

commit to user

Pangan), nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam, keterangan tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa.

F. Analisa Ekonomi

1. Perhitungan

1 bulan = 25 hari kerja

1 hari = 1 kali produksi menghasilkan 684 kemasan mie cabai basah Kapasitas produksi/bulan = 684 bungkus mie cabai basah x 25 hari = 17.100 bungkus/bln

a. Biaya Produksi 1. Biaya Tetap Usaha

a.Biaya Usaha

Tabel 4.7 Biaya Usaha

No Uraian Rp/bulan

1. Gaji manager 1.500.000

2 Gaji karyawan (Rp 800.000/bln x 5 orang)

4.000.000

3 Biaya Promosi 100.000

4 Sewa Tempat 200.000

5 Biaya Administrasi 100.000

Jumlah 5.900.000

b.Amortisasi

Tabel 4.8 Amortisasi

No. Harta tidak berwujud Rp/bln

1. Pajak Reklame 30.000

2. Biaya Trial dan Error 50.000


(55)

commit to user

c.Biaya Penyusutan/Depresiasi

Tabel 4.9 Penyusutan

No Uraian Jumlah Nilai awal @ 1 Nilai awal (P) Nilai sisa (S) 2% Umur (th) Depr. (Rp/th) Depr. (Rp/bln)

1 Timbangan 1 50.000 50.000 1.000 5 9.800 816.67

2 Baskom 4 7.500 30.000 600 1 29.400 2.450.00

3 Panci 2 125.000 250.000 5.000 1 245.000 20416,67

4 Cetakan mie 1 1.000.000 1.000.000 20.000 4 245.000 20.416.67

5 Kompor gas 1 400.000 400.000 8.000 4 98.000 8.166.67

6 Solet 4 3.000 12.000 240 1 11.760 980.00

7 Loyang 3 15.000 45.000 900 1 44.100 3.675.00

8 Mixer 1 1.000.000 1.000.000 20.000 5 196.000 16.333.33

9 Sealer 1 150.000 150.000 3.000 5 29.400 2.450.00

10 Blender 1 400.000 200.000 8000 4 98.000 8.166,67

Jumlah 3.337.000 1.006.460 83.871,67

d. Dana Sosial

= Rp 5.000,00 / bln e.Pajak dan Asuransi

Rumus = Pajak Asuransi dan Usaha = 5% x pembelian alat Pajak Asuransi dan Usaha = 5% x Rp 3.337.000

= Rp 166.850

f.Suku Bunga Usaha

Rumus = total biaya produksi + biaya alat x 2 % = (22.800.759,42 + Rp 3.337.000) x 2 % = Rp 398.041

Tabel 4.10 . Total Biaya Tetap (Fixed Cost)

Komponen Biaya Tetap Rp/bulan

Biaya Usaha 5.900.000

Biaya Amortisasi 80.000

Biaya Penyusutan/Depresiasi 83.871,67

Dana Sosial 5.000

Pajak Asuransi 166.850 Suku Bunga Usaha 398.041 Jumlah 6.633.762,42


(56)

commit to user

2. Biaya Tidak Tetap ( VC )

a.Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu

Tabel 4.11. Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu

No Uraian bahan/hari Jumlah Rp @ satuan Rp/hari Rp/bulan

1. Tepung terigu 30 kg @7.500 225.000 5.625.000

2 Cabai merah 10 kg @10.000 100.000 2.500.000

3 Tepung tapioka 2 kg @ 6.000 12.000 300.000

4 Soda abu 2 bungkus @2.500 5.000 125.000

5 Telur 4 kg @18.000 72.000 1.800.000

6 Garam @500 8 bungkus @500 4.000 100.000

7 Minyak goreng 1 kg @12.000 12.000 300.000

Jumlah 10.750.000

b.Biaya kemasan produk

Tabel 4.12. Biaya kemasan

Kemasan Ukuran Jumlah Rp @

satuan

Rp/hr Rp/bln

Plastik PP 0,003

3.5 15.000 52.500 1.312.500

Label

684 250 171.000 4.27.5000

JumlahBiayaKemasan 5.587.500

c.Biaya Bahan Bakar/Energi

Tabel 4.13. Biaya Bahan Bakar/Energi.

No Nama Rp/bulan

1. Gas 150.000

2. Air dan Listrik 75.000


(57)

commit to user

d.Biaya Perawatan dan Perbaikan

Tabel 4.14. Biaya Perawatan dan Perbaikan

No Uraian Harga (Rp) %FPP Jam/hari Hari/bln BPP

1 Timbangan 50.000 2% 1 25 25

2 Baskom 7.500 1% 2 25 3.75

3 Panci 250.000 1% 2 25 125

4 Cetakan mie 10.00.000 1% 4 25 1000

5 Kompor gas 400.000 2% 3 25 600

6 Solet 3.000 1% 2 25 1.5

7 Loyang 15.000 1% 2 25 7.5

8 Mixer 10.00.000 1% 2 25 500

9 Sealer 150.000 1% 2 25 75

10 Blender 400.000 2% 1 25 200

jumlah 2.537,25

Tabel 4.15. Total Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Komponen Biaya Rp/bulan Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu 10.750.000 Biaya kemasan 5.587.500 Biaya Bahan Bakar/Energi. 225.000 Biaya Perawatan dan Perbaikan 2.537,25 Jumlah 16.565.037,75

Total Biaya Produksi = FC + VC

= Rp 6.633.762,42 + Rp 16.565.037,75

= Rp 23.198.800,17/ bulan.

b. Kapasitas Produksi = 684 bungkus x 25 hari = 17.100 bungkus/bulan. c. Harga Pokok Produksi

= Biaya Produksi Kapasitas Produksi


(58)

commit to user

= Rp 23.198.800,17 17.100 bungkus

= Rp 1.356,65 / bungkus » Rp 1.400/bungkus e. Harga Jual

= Rp 1.600,00/bungkus

ü PENJUALAN

= Harga Jual x Kapasitas Produksi = Rp 1.600 x 17.100 bungkus = Rp 27.360.000 / bln

d. Laba Kotor/Bulan

= Hasil Penjualan – Biaya Produksi = Rp 27.360.000 – Rp 23.198.800,17 = Rp 4.161.199,83 / bln

e. Laba Bersih/Bulan

= Laba Kotor – Pajak Kepemilikan Usaha = Laba Kotor – (5% x laba kotor)

= Rp 4.161.199,83 – (5% x Rp 4.161.199,83 ) = Rp 4.161.199,83 – Rp 208.060

= Rp 3.953.139,84 / bln

f. BEP (Break Even Point) Unit

= FC _ Price – (VC / Kapasitas produksi perbulan)

= Rp 6.633.762,42

(Rp 1.600 – (16.565.037,75) 17.100

= 10.508,4 bungkus/bln

Artinya, titik impas akan tercapai pada tingkat produksi sebanyak 10.509 bungkus.


(59)

commit to user

g. ROI (Return of Investment) Sebelum Pajak = Laba kotor____ ___ x 100 % Total Biaya Produksi

= Rp 4.161.199,83 x 100 % Rp 23.198.800,17

= 17,93 %

h. ROI (Return of Investment) Setelah Pajak = Laba Bersih _____ x 100 %

Total Biaya Produksi

= Rp 3.953.139,84 x 100 % Rp 23.198.800,17

= 17,04 %

i. POT

= Biaya Produksi Laba Kotor

= Rp 23.198.800,17 Rp 4.161.199,83

= 5,57» 6 bulan j. B/C (Benefit Cost Ratio)

= Pendapatan Biaya Produksi

= Rp 27.360.000 Rp 23.198.800,17


(1)

commit to user k. IRR

IRR 0

IRR) (i Ct -Bt t 1 = + =

å

= n t

= 27.360.000 - 23.198.800,17 x 100% 23.198.800,17 +3.337.000

= 0,1568 x 100% = 15,68 % 2. Pembahasan

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisa usaha mie cabai basah adalah :

a. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

1) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, dan dana sosial. Biaya tetap produksi mie cabai basah setiap bulan sebesar Rp 6.633.762,42

2) Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar atau energi, biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel produksi mie cabai basah setiap bulan sebesar Rp 16.565.037,75

b. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu.


(2)

commit to user

Kapasitas produksi mie cabai basah setiap bulan adalah 17.100 bungkus dengan berat netto 100 gram.

c. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya varibel) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok mie cabai basah setiap bungkus adalah Rp, 1.400.

d. Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual mie cabai basah Rp 1.600,00 tiap bungkus.

e. Laba (Keuntungan)

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

1) Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi mie cabai basah ini sebesar Rp 4.161.199,83

2) Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih produksi mie cabai basah setiap bulannya adalah Rp 3.953.139,84

f. BEP (Break Even Point)

Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana pada


(3)

commit to user

titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi mie cabai basah mencapai titik impas pada tingkat produksi 10.509 bungkus dari kapasitas produksi 17.100 bungkus setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi mie cabai basah ini akan tetap dapat berjalan.

g. ROI (Return of Investment)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi mie cabai basah sebelum pajak adalah 17,93 %, artinya dengan modal sebesar Rp 23.198.800,17/bulan akan diperoleh keuntungan sebesar dan Return of Investment produksi mie cabai basah setelah pajak adalah 17,04 %, artinya dengan modal Rp 23.198.800,17 pajak usaha Rp 208.060 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 3.953.139,84 setiap bulannya.

h. POT

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi mie cabai basah kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 6 bulan. i. B/C (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan

yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika niali B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka


(4)

commit to user

perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. Pada produksi mie cabai basah ini nilai B/C adalah 1,2 sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.

j. IRR

Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Nilai IRR sebesar 15,68 % dimana nilai itu

≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan

ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.


(5)

commit to user

54

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

Berdasarkan praktek produksi pembuatan mie cabai basah dapat diambil kesimpulan,

1. Proses pembuatan mie cabai basah menggunkan beberapa bahan baku, yaitu tepung terigu cakra kembar, telur, garam, cabai merah, soda abu, tepung tapioka dan minyak goreng. Dalam pembuatan mie cabai basah terdapat beberapa proses dalam pembuatanya yaitu, persiapan bahan baku, pengadukan, pemotongan dan pencetakan, perebusan, pendinginan, dan pengemasan

2. Praktek produksi mie cabai basah menggunakan 3 sampel mie cabai basah dan 1 mie basah biasa sebagai control. Dari uji kesukaan maka mie cabai basah yang paling disukai konsumen yaitu mie cabai dengan menggunakan formulasi tepung terigu 70% dan cabai merah 30%.

3. Mie cabai basah banyak mengandung gizi, diantranya adalahvitamin C. Kadar vitamin C pada mie cabai basah cukup tinggi, yaitu 56,9 mg/100g bahan.

4. Dalam produksi mie cabai basah dalam sebulan mampu menghasilkan 17.100 kemasan dengan harga jual Rp 1.600 per kemasan. Keuntungan bersih perbulan dalam penjualan mie cabai basah mencapai Rp 3.953.139,84 dari modal sebesar Rp 23.198.800,17/ bulan. Usaha ini akan mencapai titik impas (BEP) pada tingkat produksi 10.509 buah, ROI sebelum pajak sebesar 17,93% dan sesudah pajak sebesar 17,04%, waktu yang dibutuhan untuk kembali modal dalam jangka waktu 6 bulan, B/C produksi mie yaitu 1,2 yang berarti proses produksi mie dapat dijalankan dengan baik, serta tingkat IRR sebesar 15,68 %.


(6)

commit to user

B.Saran

1. Jenis mie yang ada di Indonesia sebaiknya lebih ditingkatakan akan inovasi-inovasinya.

2. Mie cabai perlu ditingkatan akan produksinya, sebab prospek di pasaran sangat bagus .