Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
DAFTAR PUSTAKA
Bakker. 1984. Filsafat Kebudayaan (Sebuah Pengantar). Yogyakarta. Kanisius
Bastomi, Suwaji. 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang : IKIP.
Harsojo. 196. Pengantar Antropologi. Bandung: Universitas Negeri Pajajaran.
Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta
: grafiti.
Julie Indah Rini. 2010. Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa.Surakarta : PT. Multi
Kreasi Satudelapan
Kamanjaya, Karkono.1992. Ruwatan Murwokolo. Yogyakarta: Duta Wacana
University
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentaliet Dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia
_________. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat.
_________. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Pers
_________. 1982. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru
_________. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: UNNES.
_________. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
_________. 1993. Ritus Peralihan di Indonesia . Jakarta: Gamedia
_________. 1997. Pengantar Antropologi. Pokok-pokok Etnografi Jilid II.
Ihromi, T.O. 1980. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia.
Minsarwati, Wisnu. 2002. Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi. Yogyakarta,
Kreasi Kencana.
Mulyono, Sri. 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta : PT
Gunung Agung
Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
49
Purwadi, M. Hum. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sujamto. 1991. Refleksi Budaya Jawa . Semarang: Dahara Prize.
Sunyata, dkk. 1996. Fungsi, Kedudukan, dan Struktur Cerita Rakyat Jawa Barat.
Jakarta: Depdikbud.
Van Reusen. 1992. Perkembangan Tradisi dan Kebudaaan Masyarakat. Tarsito.
Bandung.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kasusastraan. Jakarta, PT
Gramedia
Widiarto, Tri. 2005. Pengantar Antropologi Budaya . Salatiga: Widya Sari press.
Zeffry. 1998. Manusia Mitos dan Mitologi. Jakarta, Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.
50
DAFTAR INFORMAN
NO
1.
NAMA
Suma Marbi
UMUR
AGAMA
PEKERJAAN
ALAMAT
77 Tahun
Islam
Petani
Gompyong, Cukil
Rt 15 Rw 05
2.
Pawira Wardi
74 Tahun
Islam
Petani
Gompyong, Cukil
Rt 15 Rw 05
3.
Hery Soeharno 58 Tahun
Islam
PNS
Cukil, Cukil
Rt 01 Rw 04
4.
Edi Surapto
48 Tahun
Islam
PNS
Cukil, Cukil
Rt 01 Rw 01
5.
Pawira Kusnin
82 Tahun
Islam
Petani
Cukil, Cukil
Rt 04 Rw 05
51
LAMPIRAN-LAMPIRAN
52
53
HASIL WAWANCARA
Informasi : Bapak Kusnin
Upacara Dhawuhan Ngembang dilakukan oleh masyarakat cukil dengan
cara menyiramkan dawet diatas batu, penyiraman ini menyimbolkan batu sebagai
bumi dan dawet sebagai hujan, diharapkan segera turun hujan. Setelah juru kunci
membacakan doa orang-orang mengambil makan, kemudian mereka memakan
makanan tersebut bersama-sama. Apabila acara hampir selesai makanan yang
diambil tadi tidak dimakan semuanya. Namun disisihkan sebagian kemudian
dilemparkan kepada orang-orang yang berada didekat mereka. Semua orang
saling melemparkan makanan.Walaupun wajah mereka penuh makanan. Diantara
mereka tidak timbul rasa dendam satu dengan lainya. Namun yang timbul adalah
rasa kebahagiaan, senang, kepuasan. Makanan yang jatuh ke tanah ini diambil
disimpan di daun pisang. Dan dibawa pulang untuk sebagai penolak bala.
Makanan yang jatuh ketanah sudah mempunyai kekuatan ghaib yang mampu
menyuburkan tanaman, menghindarkan tanaman dari hama. Melindungi diri
mereka dari roh jahat serta mampu mengundang hujan. (Kusnin, 22 Oktober
2012).
54
Bapak Kusnin
Informasi : Bapak Pawira
Dalam Tradisi Dhawuhan terdapat beberapa mantra (japa mantra ) dbapak
pawira adalah orang tertua atau dituakan di daerah Cukil. sehingga beliau
mengetahui mantra yang dibaccakan dalam prosesi adata Dhawuhan ngembang.
adapun mantranya adalah sebagai berikut :
Sedaya wilayah desa Cukil, desa Keboan saha Kemethul sakpiturute,
sedaya wilayahipun tansah manuwun datheng kersanipun gusti Allah Subhanlahu
Wata’alla mugi-mugi tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala
satunggal punapa-punapa. Lan ugi ngantos bapak kepala desa Cukil kepala desa
Keboan sak perangkatipun sedaya tansah diparingono rahayu wilujeng kalis
sambikala satunggal punapa-punapa anggenipun makarya pawilutan kalis
sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi kangge dateng rakyat kakung lan
putri sepuh saha anom sedaya tansah tuah linangkung sedaya pinaringanipun
kanti pawilutanipun kanthi sedaya rahayu wilujeng
tansah kalis sambikala
satunggal punapa punapa.
Panyuwunipun
pinandangipun
kawula
sumanggahaken
dateng
ngarsanipun allah subhanallahuwataalla. Lan ugi pepunden kula sedoyo sak
garwo, sak putro dumatheng perangkat sedayanipun tansah sagetto ngelindungi
menopo engkang dados seja lan Panyuwunipun.
Lan tujuan ing wekdal ing dinten punika, sami-sami tujuanipun inggih punika,
nyuwun tambah rejeki tanbah umur lan nyuwun jawoh engkang sae. Mugi-mugi
55
keDhawuhan enten jawoh gkang sae, engkang awon panjenengan singkiraken
engkang tebih, engkang sae panjenengan caketaken dateng keluarga desa Cukil,
Keboan, saha Kemethul
Dengan mantra ini diharapakan akan turun hujan yang baik dan memakmurkan
daerah desa Cukil.
Bapak Pawira
56
Informasi : Bapak Marbi
Awal mulanya kata Dhawuhan berasal dari kata dhawah (jatuh).
Dhawuhan sendiri merupakan suatu tradisi yang berasal dari kalangan petani Desa
Cukil. Dengan tradisi ini masyarakat mempercayainya sebagai sarana berinteraksi
dengan roh-roh baik (lelembut). Agar membantu para petani, memberikan sumber
air kehidupan bagi mereka yaitu air hujan. Malam Selasa Kliwon jatuh pada
bulan Oktober tanggal 22 hari Senin. Masyarakat beranggapan bahwa hari itu
dianggap tepat untuk mengadakan ritual. Hal ini karena, warisan leluhur yang
menyuruh mereka melakukan ritual tersebut pada hari Selasa Kliwon. Masyarakat
meyakini mempunyai kekuatan lebih dari pada hari biasanya. Tradisi ini
merupakan adat kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Desa
Cukil dan dilakukan secara turun-temurun. Tradisi Dhawuhan merupakan syarat
spiritual yang wajib bagi masyarakat Desa Cukil dan apabila dilanggar dipercaya
dapat menimbulkan bencana kekeringan. Dalam Tradisi Dhawuhan ada
persembahan berupa sesaji. Sesaji diletakkan di setiap sudut desa dan di tempattempat yang dianggap keramat oleh warga masyarakat Desa Cukil. Sesaji tersebut
meliputi: rokok 2 batang, candu, nasi golong, dan kembang menyan.
Bapak Marbi
57
Informasi : Bapak Hery Soeharno
Tradisi Dhawuhan merupakan upaya masyarakat Desa Cukil untuk
meminta hujan bila terjadi kekeringan yang sangat panjang. Upaya meminta
hujan, dilakukan dengan upacara sedekahan dan persembahan sesaji setiap hari
Selasa Kliwon mangsa kelima
(Penanggalan Jawa). Berbagai jenis makanan
tradisi dihidangkan seperti: nasi tumpeng, satu ekor ayam utuh, kembang menyan,
rokok 2 batang, candhu, ketupat, dawet dan sebagainya. Makanan itu disantap
setelah upacara sesaji selesai dan diberkati terlebih dahulu dengan doa-doa yang
dipimpin oleh pemimpin upacara. Dalam hal ini ialah sesepuh upacara.
Bapak Hery Soeharno
58
PETA DESA CUKIL KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
59
INSTRUMEN PEDOMAN WAWANCARA
A.
Wawancara dengan Bapak Pawira (salah seorang penduduk setempat)
1. Apa yang dimaksud dengan Tradisi Dhawuhan?
2. Apa yang melatar belakangi dengan diadakannya Tradisi Dhawuhan?
3. Makna apa yang tersirat dalam Tradisi Dhawuhan?
B.
Wawancara dengan Bapak Suma Marbi
1. Sejak kapan persiapan pelaksanaan didakan Tradisi Dhawuhan?
2. Bagaimana urutan Prosesi Tradisi Dhawuhan?
3. Sarana apa saja yang digunakan dalam penyelenggraan Tradisi
Dhawuhan?
C.
Wawancara dengan Bapak Soeharno (Kadus Cukil)
1. Ada berapa dusun dalam Desa Cukil?
2. Bagaimana proses persiapan dan pelaksanaan Tradisi Dhawuhan?
D.
Wawancara dengan Bapak Suwarno Suprapto (Kepala Desa Cukil)
1. Benda-benda apa saja yang diperlukan sebagai sarana Tradisi
Dhawuhan?
2. Apakah ada faktor pendukung dalam penyelenggaraan Tradisi
Dhawuhan?
3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat Desa Cukil dalam
penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan?
60
DOKUMENTASI PENELITIAN DALAM PROSESI
UPACARA DHAWUHAN
Gambar 1. Warga berdatangan untuk mengikuti upacara (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
Gambar 2. Warga yang berkumpul dan mengikuti Tradisi Dhawuhan (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
61
Gambar 3. Warga sedang mengumpulkan makanan sesaji (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
Gambar 4. Warga berdoa sebelum upacara dimulai (doa dipimpin oleh Modin
Cukil, Bapak Kardiman) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
62
Gambar 5. Warga sedang memotong Ingkung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 6. Sambutan Sekertaris Desa Cukil (Hery Suharno: yang mengenakan
jaket merah ) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
63
Gambar 7. Sambutan Kepala Desa Cukil (Edi Suprapto) sebelum proses
Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 8. Gambar modin sedang membacakan doa sambil membakar kemenyan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
64
Gambar 9. Penyiraman Dawet oleh Kepala Desa Cukil (Suprapto) dan beberapa
warga setelah sesaji dibacakan doa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 10. Warga bersama-sama menikmati makanan setelah prosesi (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
65
Gambar 11. Ayam utuh (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 12. Nasi Tumpengan,dengan pucak bawang dan cabai (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
66
Gambar 13. Kembang Menyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 14. Peneliti bersama Sekertaris Desa Hery Soeharno (jaket merah) dan
Kepala Desa Edi Suprapto (jaket hitam). (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
67
Gambar 15. Peneliti bersama Bapak Suma Marbi (jaket abu-abu), Pawira Kusnin
(kemeja biru) dan Pawira Wardi (batik coklat). (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
Gambar 16. Peneliti mengikuti acara awal dawuhan yaitu: membuat ketupat.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
68
Gambar 17. Peneliti dirumah warga ikut serta dalam memasak, berbagai makanan
sesaji. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 18. Peneliti berada dalam pohon keramat (Ngembang). (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
69
Gambar 19. Peneliti bersama masyarakat Desa Cukil meninggalkan Ngembang.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
70
Bakker. 1984. Filsafat Kebudayaan (Sebuah Pengantar). Yogyakarta. Kanisius
Bastomi, Suwaji. 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang : IKIP.
Harsojo. 196. Pengantar Antropologi. Bandung: Universitas Negeri Pajajaran.
Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta
: grafiti.
Julie Indah Rini. 2010. Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa.Surakarta : PT. Multi
Kreasi Satudelapan
Kamanjaya, Karkono.1992. Ruwatan Murwokolo. Yogyakarta: Duta Wacana
University
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentaliet Dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia
_________. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat.
_________. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Pers
_________. 1982. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru
_________. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: UNNES.
_________. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
_________. 1993. Ritus Peralihan di Indonesia . Jakarta: Gamedia
_________. 1997. Pengantar Antropologi. Pokok-pokok Etnografi Jilid II.
Ihromi, T.O. 1980. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia.
Minsarwati, Wisnu. 2002. Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi. Yogyakarta,
Kreasi Kencana.
Mulyono, Sri. 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta : PT
Gunung Agung
Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
49
Purwadi, M. Hum. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sujamto. 1991. Refleksi Budaya Jawa . Semarang: Dahara Prize.
Sunyata, dkk. 1996. Fungsi, Kedudukan, dan Struktur Cerita Rakyat Jawa Barat.
Jakarta: Depdikbud.
Van Reusen. 1992. Perkembangan Tradisi dan Kebudaaan Masyarakat. Tarsito.
Bandung.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kasusastraan. Jakarta, PT
Gramedia
Widiarto, Tri. 2005. Pengantar Antropologi Budaya . Salatiga: Widya Sari press.
Zeffry. 1998. Manusia Mitos dan Mitologi. Jakarta, Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.
50
DAFTAR INFORMAN
NO
1.
NAMA
Suma Marbi
UMUR
AGAMA
PEKERJAAN
ALAMAT
77 Tahun
Islam
Petani
Gompyong, Cukil
Rt 15 Rw 05
2.
Pawira Wardi
74 Tahun
Islam
Petani
Gompyong, Cukil
Rt 15 Rw 05
3.
Hery Soeharno 58 Tahun
Islam
PNS
Cukil, Cukil
Rt 01 Rw 04
4.
Edi Surapto
48 Tahun
Islam
PNS
Cukil, Cukil
Rt 01 Rw 01
5.
Pawira Kusnin
82 Tahun
Islam
Petani
Cukil, Cukil
Rt 04 Rw 05
51
LAMPIRAN-LAMPIRAN
52
53
HASIL WAWANCARA
Informasi : Bapak Kusnin
Upacara Dhawuhan Ngembang dilakukan oleh masyarakat cukil dengan
cara menyiramkan dawet diatas batu, penyiraman ini menyimbolkan batu sebagai
bumi dan dawet sebagai hujan, diharapkan segera turun hujan. Setelah juru kunci
membacakan doa orang-orang mengambil makan, kemudian mereka memakan
makanan tersebut bersama-sama. Apabila acara hampir selesai makanan yang
diambil tadi tidak dimakan semuanya. Namun disisihkan sebagian kemudian
dilemparkan kepada orang-orang yang berada didekat mereka. Semua orang
saling melemparkan makanan.Walaupun wajah mereka penuh makanan. Diantara
mereka tidak timbul rasa dendam satu dengan lainya. Namun yang timbul adalah
rasa kebahagiaan, senang, kepuasan. Makanan yang jatuh ke tanah ini diambil
disimpan di daun pisang. Dan dibawa pulang untuk sebagai penolak bala.
Makanan yang jatuh ketanah sudah mempunyai kekuatan ghaib yang mampu
menyuburkan tanaman, menghindarkan tanaman dari hama. Melindungi diri
mereka dari roh jahat serta mampu mengundang hujan. (Kusnin, 22 Oktober
2012).
54
Bapak Kusnin
Informasi : Bapak Pawira
Dalam Tradisi Dhawuhan terdapat beberapa mantra (japa mantra ) dbapak
pawira adalah orang tertua atau dituakan di daerah Cukil. sehingga beliau
mengetahui mantra yang dibaccakan dalam prosesi adata Dhawuhan ngembang.
adapun mantranya adalah sebagai berikut :
Sedaya wilayah desa Cukil, desa Keboan saha Kemethul sakpiturute,
sedaya wilayahipun tansah manuwun datheng kersanipun gusti Allah Subhanlahu
Wata’alla mugi-mugi tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala
satunggal punapa-punapa. Lan ugi ngantos bapak kepala desa Cukil kepala desa
Keboan sak perangkatipun sedaya tansah diparingono rahayu wilujeng kalis
sambikala satunggal punapa-punapa anggenipun makarya pawilutan kalis
sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi kangge dateng rakyat kakung lan
putri sepuh saha anom sedaya tansah tuah linangkung sedaya pinaringanipun
kanti pawilutanipun kanthi sedaya rahayu wilujeng
tansah kalis sambikala
satunggal punapa punapa.
Panyuwunipun
pinandangipun
kawula
sumanggahaken
dateng
ngarsanipun allah subhanallahuwataalla. Lan ugi pepunden kula sedoyo sak
garwo, sak putro dumatheng perangkat sedayanipun tansah sagetto ngelindungi
menopo engkang dados seja lan Panyuwunipun.
Lan tujuan ing wekdal ing dinten punika, sami-sami tujuanipun inggih punika,
nyuwun tambah rejeki tanbah umur lan nyuwun jawoh engkang sae. Mugi-mugi
55
keDhawuhan enten jawoh gkang sae, engkang awon panjenengan singkiraken
engkang tebih, engkang sae panjenengan caketaken dateng keluarga desa Cukil,
Keboan, saha Kemethul
Dengan mantra ini diharapakan akan turun hujan yang baik dan memakmurkan
daerah desa Cukil.
Bapak Pawira
56
Informasi : Bapak Marbi
Awal mulanya kata Dhawuhan berasal dari kata dhawah (jatuh).
Dhawuhan sendiri merupakan suatu tradisi yang berasal dari kalangan petani Desa
Cukil. Dengan tradisi ini masyarakat mempercayainya sebagai sarana berinteraksi
dengan roh-roh baik (lelembut). Agar membantu para petani, memberikan sumber
air kehidupan bagi mereka yaitu air hujan. Malam Selasa Kliwon jatuh pada
bulan Oktober tanggal 22 hari Senin. Masyarakat beranggapan bahwa hari itu
dianggap tepat untuk mengadakan ritual. Hal ini karena, warisan leluhur yang
menyuruh mereka melakukan ritual tersebut pada hari Selasa Kliwon. Masyarakat
meyakini mempunyai kekuatan lebih dari pada hari biasanya. Tradisi ini
merupakan adat kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Desa
Cukil dan dilakukan secara turun-temurun. Tradisi Dhawuhan merupakan syarat
spiritual yang wajib bagi masyarakat Desa Cukil dan apabila dilanggar dipercaya
dapat menimbulkan bencana kekeringan. Dalam Tradisi Dhawuhan ada
persembahan berupa sesaji. Sesaji diletakkan di setiap sudut desa dan di tempattempat yang dianggap keramat oleh warga masyarakat Desa Cukil. Sesaji tersebut
meliputi: rokok 2 batang, candu, nasi golong, dan kembang menyan.
Bapak Marbi
57
Informasi : Bapak Hery Soeharno
Tradisi Dhawuhan merupakan upaya masyarakat Desa Cukil untuk
meminta hujan bila terjadi kekeringan yang sangat panjang. Upaya meminta
hujan, dilakukan dengan upacara sedekahan dan persembahan sesaji setiap hari
Selasa Kliwon mangsa kelima
(Penanggalan Jawa). Berbagai jenis makanan
tradisi dihidangkan seperti: nasi tumpeng, satu ekor ayam utuh, kembang menyan,
rokok 2 batang, candhu, ketupat, dawet dan sebagainya. Makanan itu disantap
setelah upacara sesaji selesai dan diberkati terlebih dahulu dengan doa-doa yang
dipimpin oleh pemimpin upacara. Dalam hal ini ialah sesepuh upacara.
Bapak Hery Soeharno
58
PETA DESA CUKIL KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
59
INSTRUMEN PEDOMAN WAWANCARA
A.
Wawancara dengan Bapak Pawira (salah seorang penduduk setempat)
1. Apa yang dimaksud dengan Tradisi Dhawuhan?
2. Apa yang melatar belakangi dengan diadakannya Tradisi Dhawuhan?
3. Makna apa yang tersirat dalam Tradisi Dhawuhan?
B.
Wawancara dengan Bapak Suma Marbi
1. Sejak kapan persiapan pelaksanaan didakan Tradisi Dhawuhan?
2. Bagaimana urutan Prosesi Tradisi Dhawuhan?
3. Sarana apa saja yang digunakan dalam penyelenggraan Tradisi
Dhawuhan?
C.
Wawancara dengan Bapak Soeharno (Kadus Cukil)
1. Ada berapa dusun dalam Desa Cukil?
2. Bagaimana proses persiapan dan pelaksanaan Tradisi Dhawuhan?
D.
Wawancara dengan Bapak Suwarno Suprapto (Kepala Desa Cukil)
1. Benda-benda apa saja yang diperlukan sebagai sarana Tradisi
Dhawuhan?
2. Apakah ada faktor pendukung dalam penyelenggaraan Tradisi
Dhawuhan?
3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat Desa Cukil dalam
penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan?
60
DOKUMENTASI PENELITIAN DALAM PROSESI
UPACARA DHAWUHAN
Gambar 1. Warga berdatangan untuk mengikuti upacara (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
Gambar 2. Warga yang berkumpul dan mengikuti Tradisi Dhawuhan (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
61
Gambar 3. Warga sedang mengumpulkan makanan sesaji (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
Gambar 4. Warga berdoa sebelum upacara dimulai (doa dipimpin oleh Modin
Cukil, Bapak Kardiman) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
62
Gambar 5. Warga sedang memotong Ingkung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 6. Sambutan Sekertaris Desa Cukil (Hery Suharno: yang mengenakan
jaket merah ) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
63
Gambar 7. Sambutan Kepala Desa Cukil (Edi Suprapto) sebelum proses
Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 8. Gambar modin sedang membacakan doa sambil membakar kemenyan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
64
Gambar 9. Penyiraman Dawet oleh Kepala Desa Cukil (Suprapto) dan beberapa
warga setelah sesaji dibacakan doa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 10. Warga bersama-sama menikmati makanan setelah prosesi (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
65
Gambar 11. Ayam utuh (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 12. Nasi Tumpengan,dengan pucak bawang dan cabai (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
66
Gambar 13. Kembang Menyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 14. Peneliti bersama Sekertaris Desa Hery Soeharno (jaket merah) dan
Kepala Desa Edi Suprapto (jaket hitam). (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
67
Gambar 15. Peneliti bersama Bapak Suma Marbi (jaket abu-abu), Pawira Kusnin
(kemeja biru) dan Pawira Wardi (batik coklat). (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
Gambar 16. Peneliti mengikuti acara awal dawuhan yaitu: membuat ketupat.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
68
Gambar 17. Peneliti dirumah warga ikut serta dalam memasak, berbagai makanan
sesaji. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 18. Peneliti berada dalam pohon keramat (Ngembang). (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)
69
Gambar 19. Peneliti bersama masyarakat Desa Cukil meninggalkan Ngembang.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
70