Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T1 152009013 BAB IV

(1)

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dusun Cukil 1. Letak Geografis

Desa Cukil adalah salah satu dari 15 desa yang ada di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Keadaan geografis berupa dataran tinggi dengan ketinggian kurang lebih 700 meter dari permukaan laut. Banyaknya curah hujan di Desa Cukil kurang lebih 3000 mm/ tahun dan merupakan daerah pertanian yang subur.

Desa Cukil terbagi menjadi 5 dusun, yaitu : Dusun Banjari, Cukil, Dlisem, Gompyong dan Rejosari yang kesemuannya merupakan tanah pegunungan dengan kesuburan tanah yang baik. Secara geografis Desa Cukil dibatasi oleh :

a. Sebelah Utara : Desa Keboan, Desa Suruh. b. SebelahTimur : Desa Kentheng, Desa Susukan. c. Sebelah Selatan : Desa Regunung, Desa Tengaran. d. Sebelah Barat : Desa Klero, Desa Tengaran. 2. Kependudukan

Uraian kependudukan yang berkaitan erat dengan sumber daya manusia berisi tentang : (a). struktur kependudukan berdasarkan usia, (b). agama, (c). pendidikan, (d). matapencaharian.


(2)

31 a. Struktur kependudukan berdasarkan usia (tabel I)

NO KELOMPOK UMUR (Tahun)

LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 0 < 1 153 155 308

2 1 > 5 146 167 303

3 6 – 10 152 136 288

4 11 – 15 123 146 291

5 16 – 20 157 135 288

6 21 – 25 124 255 281

7 26 – 30 124 123 418

8 31 – 40 120 151 241

9 41 – 50 137 123 275

10 51 – 60 138 138 276

11 60 ke-atas 128 20 148

JUMLAH 1867 1990 2767

(Sumber: Monografi Desa Cukil, September 2012)

Dari tabel berikut tampak bahwa penduduk Desa Cukil ada 1228 merupakan jumlah penduduk produktif, sedangkan sisanya 1539 merupakan penduduk non produktif.

b. Kependudukan berdasarkan agama (tabel II)

NO KELOMPOK AGAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Islam 1866 1899 3765

2 Katholik - - -

3 Kristen 1 1 2

4 Hindu - - -

5 Budha - - -

6 Konghuchu - - -


(3)

32 (Sumber: Monografi Desa Cukil, September 2012)

Dari tabel di atas tampak bahwa mayoritas penduduk Desa Cukil beragama Islam (3765), dan sedikit yang beragama Kristen (2 orang). c. Kependudukan berdasarkan tingkat pendidikan (tabel III)

NO KELOMPOK AGAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Tidak Sekolah 178 78 256

2 Belum Tamat SD 176 280 456

3 Tidak Tamat SD 213 156 368

4 Tamat SD 390 325 625

5 Tamat SLTP 261 216 477

6 Tamat SLTA 259 145 404

7 Tamat Akademi/Diploma 21 21 42

8 Sarjana Ke-atas 20 32 52

JUMLAH

(Sumber: Monografi Desa Cukil, September 2012)

Tingkat pendidikan Desa Cukil tergolong baik, terlihat dari desa tersebut terdapat 52 orang lulusan sarjana, kemudian tamatan akademi/diploma 42 orang, tamatan SLTA 404 orang dan tamatan SLTP 477 orang.

Di Desa Cukil terdapat 1 SD dan 1 MI, sehingga tidak perlu ke tempat lain untuk sekolah dasar, dan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi SLTP dan SMA juga tidak perlu jauh, karena di Desa Kembangsari yang letaknya tidak jauh dari Desa Cukil juga sudah ada sekolah tersebut.


(4)

33 d. Kependudukan berdasarkan matapencaharian (umur 18 keatas) (tabel IV)

NO JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 PNS 19 19 38

2 TNI 4 - 4

3 Polri 1 - 1

4 Pegawai Swasta 29 17 46

5 Pensiunan 18 17 35

6 Pengusaha 12 17 29

7 Buruh Bangunan 67 8 75

8 Buruh Industri 228 214 430

9 Buruh Tani 69 160 224

10 Petani 27 113 140

11 Peternak 4 14 18

JUMLAH

(Sumber: Monografi Desa Cukil, September 2012)

Dari tabel di atas tampak bahwa sebagian besar penduduk Desa Cukil memiliki matapencaharian sebagai buruh industri, yang kedua adalah petani, baik petani penggarap maupun petani buruh.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Pengertian dan Pemahaman tentang Tradisi Dhawuhan di Desa Cukil, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang

Tradisi Dhawuhan adalah upacara sedekah bumi dengan doa bersama yang dilakukan setiap setahun sekali. Tradisi Dhawuhan dilakukan bersama-sama bertujuan untuk menjaga keseimbangan hidup, keselarasan, ketentraman dan keselamatan agar dihindarkan dari segala bala (malapetaka). Awal mulanya kata Dhawuhan berasal dari kata dhawah (jatuh). Dhawuhan sendiri merupakan suatu


(5)

34 tradisi yang berasal dari kalangan petani Desa Cukil. Dengan tradisi ini masyarakat mempercayainya sebagai sarana berinteraksi dengan roh-roh baik (lelembut). Agar membantu para petani, memberikan sumber air kehidupan bagi mereka yaitu air hujan. Malam Selasa Kliwon jatuh pada bulan Oktober tanggal 22 hari Senin. Masyarakat beranggapan bahwa hari itu dianggap tepat untuk mengadakan ritual. Hal ini karena,warisan leluhur yang menyuruh mereka melakukan ritual tersebut pada hari Selasa Kliwon. Masyarakat meyakini mempunyai kekuatan lebih dari pada hari biasanya. Tradisi ini merupakan adat kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Desa Cukil dan dilakukan secara turun-temurun. (Pawira, 22 Oktober 2012).

Desa Cukil merupakan sebuah desa yang masyarakatnya masih percaya bahwa di sekitar tempat tinggal diliputi oleh kekuatan ghaib. Kekuatan itu tidak tampak oleh kasat mata dan diyakini dapat menyebabkan kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Kekuatan ghaib inilah yang diistilahkan sebagai makhluk halus atau lelembut. Untuk itu Tradisi Dhawuhan merupakan syarat spiritual yang wajib bagi masyarakat Desa Cukil dan apabila dilanggar dipercaya dapat menimbulkan bencana kekeringan. (Marbi, 22 Oktober 2012).

Upaya meminta hujan, dilakukan dengan upacara sedekahan dan persembahan sesaji setiap hari Selasa Kliwon mangsa kelima (Penanggalan Jawa). Berbagai jenis makanan tradisi dihidangkan seperti: nasi tumpeng, satu ekor ayam utuh, kembang menyan, rokok 2 batang, candhu, ketupat, dawet dan sebagainya. Makanan itu disantap setelah upacara sesaji selesai dan diberkati


(6)

35 terlebih dahulu dengan doa-doa yang dipimpin oleh pemimpin upacara. Dalam hal ini ialah sesepuh upacara (Hery Soeharno, 22 Oktober 2012).

Dalam Tradisi Dhawuhan ada persembahan berupa sesaji. Sesaji diletakkan di setiap sudut desa dan di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh warga masyarakat Desa Cukil. Sesaji tersebut meliputi: rokok 2 batang, candu, nasi golong, dan kembang menyan. (Pawira Kusnin, 22 Oktober 2012).

2. Prosesi Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan

Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan mencakup dua tahap kegiatan yaitu persiapan dan pelaksanaan.

a. Tahap Persiapan

Berkaitan dengan Tradisi Dhawuhan persiapan dilaksanakan 1 hari sebelum upacara berlangsung. Langkah yang diambil yaitu membentuk kesepakatan antara 3 desa yaitu; Desa Cukil, Desa Keboan dan Desa Kemetul untuk menentukan Selasa Kliwon minggu ke-berapa yang akan dilaksanakan Dhawuhan. Dan pelaksanaan Dhawuhan jatuh pada hari Senin, 22 Oktober 2012. Guna mendukung kelancaran pelaksanaan Tradisi Dhawuhan biasanya mereka memberikan kabar berita adanya Tradisi Dhawuhan di balai desa masing - masing.

b. Tahap pelaksanaan Tradisi Dhawuhan

Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan menyangkut waktu, tempat, perlengkapan dan orang-orang yang terlibat di dalam upacara tersebut.


(7)

36 1) Tempat Penyelenggaraan

Tempat penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan diselenggarakan di bukit Sadang tepatnya di bawah pohon Kathil. Alasan memilih di bawah pohon Kanthil karena tempat ini merupakan tempat para roh baik atau tempat dipercaya ada kerajaan lelebut Dusun Cukil.

2) Waktu Penyelenggaraan

Waktu penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan dilaksanakan pada hari Senin Wage 22 Oktober 2012, dimulai pukul 05.00 WIB sampai selesai.

3) Perlengkapan Tradisi Dhawuhan

Perlengkapan upacara terdiri dari tumpengan, ancakan, dan sesaji.

4) Pemimpin Upacara

Upacara dipimpin oleh sesepuh upacara atau orang yang dianggap paling mengerti dan memahami tentang Tradisi

Dhawuhan.

c. Prosesi Tradisi Dhawuhan

Dalam menyambut pelaksanaan Tradisi Dhawuhan semua warga masyarakat Desa Cukil menyambut dengan perasaan bahagia. Sebelum proses ritual upacara Tradisi Dhawuhan dilaksanakan, pada hari Minggu Pon masyarakat Cukil melaksanakan bersih-bersih sumber mata air dan tempat-tempat keramat (watu gede, belik, ringin, mbulu, dan watu lumpang). Kemudian malam harinya


(8)

37 mereka mempersiapkan makanan yang akan dibawa pada acara Dhawuhan. Pagi harinya sekitar pukul 05.00 WIB masyarakat berbondong-bondong mendatangi tempat upacara di bukit Sadang untuk ikut serta memeriahkan upacara tradisi warisan leluhurnya tersebut. (Marbi, 22 Oktober 2012).

Seperti telah diungkapkan di atas, perlengkapan sesaji menjadi pokok penting dalam Tradisi Dhawuhan. Sesaji sebagai uba rampe dianggap keramat oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, sesaji ditata rapi guna mendukung kesakralan upacara. Selanjutnya sesepuh duduk dan mengantarkan pada suasana khidmat memasuki inti upacara. (Pawira, 22 Oktober 2012).

Diawali pembacaan mantra oleh sesepuh dengan membakar dupa atau kemenyan maka saat itulah upacara sesaji dimulai. Mantra tersebut adalah sebagai berikut :

Sedaya wilayah Desa Cukil, Desa Keboan saha Kemethul sakpiturute, sedaya wilayahipun tansah manuwun datheng kersanipun gusti Allah Subhanlahu Wata’alla mugi-mugi tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi ngantos bapak Kepala Desa Cukil, Kepala Desa Keboan sak perangkatipun sedaya tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala satunggal punapa-punapa angenipun makarya pawilutan kalis sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi kanggo dateng rakyat kakung lan putri sepuh saha anom sedaya tansah tuah linangkung sedaya pinaringanipun kanti pawilutanipun kanthi sedaya rahayu wilujeng tansah kalis sambikala satunggal punapa-punapa.


(9)

38

Panyuwunipun pinandangipun kawula sumanggahaken dateng

ngarsanipun Allah Subhanallahuwataalla. Lan ugi pepunden kula sedoyo sak garwo, sak putro dumatheng perangkat sedayanipun tansah sagetto ngelindungi menopo engkang dados seja lan Panyuwunipun.

Lan tujuan ing wekdal ing dinten punika, sami-sami tujuanipun inggih punika, nyuwun tambah rejeki tanbah umur lan nyuwun jawoh engkang sae. Mugi-mugi kedhawahan enten jawoh engkang sae, engkang awon panjenengan singkiraken engkang tebih, engkang sae panjenengan caketaken dateng keluarga Desa Cukil, Keboan, saha Kemethul

artinya : Seluruh wilayah Desa Cukil, Desa Keboan juga Kemethul dan sekitarnya semua wilyahnya selalu memohon kepada kehendak Allah Subhanlahu Wata’alla semoga senantiasa diberi keselamatan jauh dari mara bahaya.

Dan juga bapak kepala Desa Cukil kepala Desa Keboan semua perangkatanya senantiasa diberi keselamatan, dalam bekerja jauh dari marabahaya.

Dan juga untuk masyarakat putra, putri, tua maupun muda semua senantiasa datang kemari untuk memohon diberi keselamatan jauh semua marabahaya.

Permohonan, penderitaan saya serahkan kepada Allah Subhanlahu Wata’alla dan juga penguasa Ngembang beserta semua keluarga serta anak dan perangkatnya, senantiasa melindungi apa yang menjadi kehendak dan permintaannya.


(10)

39 Dan tujuan pada hari ini, tujuan kita bersama adalah meminta rizki yang lebih, tambah umur, dan meminta hujan yang bagus, semoga diberi hujan yang baik, hujan yang tidak baik mohon tolong dijauhkan, hujan yang baik tolong didekatkan kepada masyarakat Desa Cukil, Keboan, Kemethul.

Setelah juru kunci membacakan doa orang-orang mengambil makan, kemudian mereka memakan makanan tersebut bersama-sama. Apabila acara hampir selesai makanan yang diambil tadi tidak dimakan semuanya. Namun disisihkan sebagian kemudian dilemparkan kepada orang-orang yang berada didekat mereka. Semua orang saling melemparkan makanan.Walaupun wajah mereka penuh makanan. Diantara mereka tidak timbul rasa dendam satu dengan lainya. Namun yang timbul adalah rasa kebahagiaan, senang, kepuasan.. Makanan yang jatuh ke tanah ini diambil disimpan di daun pisang. Dan dibawa pulang untuk sebagai penolak bala. Makanan yang jatuh ketanah sudah mempunyai kekuatan ghaib yang mampu menyuburkan tanaman, menghindarkan tanaman dari hama. Melindungi diri mereka dari roh jahat serta mampu mengundang hujan. (Kusnin, 22 Oktober 2012).

3. Lambang-lambang dan Maknanya dalam Sesaji

Sesaji yang ditujukan kepada yang ghaib sesungguhnya mencerminkan kesadaran manusia kepada lingkungan hidupnya. Jadi yang disakralkan (keramat) bukanlah sesajinya, tetapi nilai kebersamaan dan perasaan senasib itulah yang perlu dihayati demi persatuan dan kesatuan masyarakat. Sesaji mencerminkan penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memperoleh perlindungan


(11)

40 agar hidupnya terasa aman, tenteram dan diberi keselamatan lahir dan bathin. Sesaji juga sebagai persembahan kepada leluhur masyarakat Desa Cukil. Sesaji tersebut berupa :

a. Ancakan

Melambangkan permohonan agar diberi kemakmuran dan keselamatan. Ancakan juga melambangkan kebersamaan dan perasaan senasib sepenanggungan antar sesama warga masyarakat Desa Cukil.

b. Tumpeng

Sesaji tumpeng berbentuk kerucut atau semakin ke atas semakin runcing melambangkan bahwa dalam semua kehidupan hanya terdapat satu pusat yaitu Tuhan Yang Maha Esa, sehingga yang harus disembah hanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta.

c. Ingkung

Menggambarkan bahwa tingkah laku manusia tidak leluasa melainkan ada batasnya yaitu norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

d. Dawet

Dawet merupakan sesaji penting dalam upacara Dhawuhan , karena ini adalah simbol dari hujan yang turun, dari tingkah laku penyiram dawet di atas batu diharapkan akan turun hujan.

e. Kemenyan, Rokok, Kinang, Lauk Pauk

Merupakan Persyaratan Sesaji yang bermakna untuk pemujaan terhadap roh- roh baik penghuni ngembang.


(12)

41 4. Makna Tradisi Dhawuhan

Makna Tradisi Dhawuhan di Desa Cukil, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

Dari berbagai simbol tindakan dan sesaji memang tampak bahwa masyarakat Jawa memiliki harapan-harapan keselamatan dan diberi hujan yang baik bagi pertanian. Demikian juga pada masyarakat di Desa Cukil, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang yang masih mempertahankan tradisi leluhurnya. Mereka menganggap Tradisi Dhawuhan adalah hal istimewa sehingga ritual Tradisi Dhawuhan menjadi perhatian khusus. Makna atau kandungan filosofis Tradisi Dhawuhan yaitu penghormatan kepada leluhur serta menyucikan diri. Hal itu terlihat dari tindakan-tindakan dalam upacara sesaji. Sesaji sebagai wujud persembahan dimaksudkan untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan hidup antara alam sekitar dengan alam gaib. Tujuannya memperoleh keselamatan lahir maupun batin. Tradisi Dhawuhan menunjukkan pengabdian kepada Al-Khaliq (Tuhan Yang Esa).

Makna penting dalam pelaksanaan Tradisi Dhawuhan dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah :

a. Makna Tradisi Dhawuhan dalam kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat Cukil diwarnai oleh sikap solidaritas warganya, karena situasi sosial menuntut perlunya sikap kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup. Gotong-royong merupakan salah


(13)

42 satu ciri masyarakat Desa Cukil yang semua kegiatan upacara dilaksanakan secara gotong-royong.

Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan merupakan kegiatan yang selalu mengedepankan sikap maupun perilaku kegotong-royongan, kerukunan tanpa memandang agama, status sosial, pendidikan dan sebagainya. Hal ini dapat dibuktikan dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan upacara ini semua warga masyarakat dengan antusias mengikuti jalannya upacara sehingga dapat mempererat hubungan sosial antar warga masyarakat di Desa Cukil. Misalnya: para warga masyarakat di Desa Cukil berkumpul saat memasak.

Dengan demikian jelas bahwa Tradisi Dhawuhan mempunyai makna sebagai pemersatu atau jembatan antara manusia untuk menjalin suatu hubungan sosial yang dapat menumbuhkan persatuan dan persaudaraan dalam kehidupan masyarakat.

b. Makna Tradisi Dhawuhan dalam kehidupan Religi/Agama

Mayoritas masyarakat Desa Cukil beragama Islam , akan tetapi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat tidak membeda-bedakan satu dan lainnya. Warga masyarakat Desa Cukil dapat hidup rukun dan berdampingan saling tolong-menolong. Kehidupan beragama di Desa Cukil berjalan baik saling menghargai perbedaan satu dengan yang lainnya, menghormati dan menjaga tali silaturahmi bahkan dalam menyambut Tradisi Dhawuhan.


(14)

43 Religi ternyata menduduki tempat yang amat penting dan dominan dalam kehidupan masyarakat Cukil. Masyarakat beranggapan bahwa seluruh alam diliputi oleh suatu kekuatan ghaib yang bersifat supranatural dan ini berpengaruh dalam kehidupan manusia. Kekuatan ghaib yang dimaksud disini adalah dahnyang (lelembut) yang mampu mendatangkan kebahagiaan atau bencana bagi umat manusia dan alam semesta.

Oleh karena itu pemujaan terhadap roh dahnyang (lelembut) memegang peranan penting dalam Tradisi Dhawuhan ini dengan maksud demi kepentingan masyarakat di Desa Cukil agar senantiasa selalu dilindungi dalam kehidupannya.

Ditinjau dari segi keagamaan, Makna Tradisi Dhawuhan dapat dihayati untuk masyarakat Desa Cukil, salah satu maknanya adalah sebagai jembatan untuk menyatukan dan mempertemukan pemeluk agama yang berbeda. Maka dengan demikian suasana kerukunan dapat terwujud dan masyarakat dapat hidup dengan tenang dan damai. c. Makna Tradisi Dhawuhan dalam kehidupan Pendidikan

Dalam penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan banyak dikunjungi oleh pengunjung dari desa lain. Pengunjung tidak hanya terdiri dari masyarakat yang sudah bekerja tetapi juga dari kalangan pelajar. Adanya Tradisi Dhawuhan memberikan dorongan untuk mengajak para pengunjung lebih mengenal tentang Tradisi Dhawuhan, sehingga


(15)

44 menimbulkan keingintahuan para pengunjung mengenai Tradisi Dhawuhan tersebut.

Kaitannya dengan Tradisi Dhawuhan para pelajar yang datang ke Desa Cukil ingin menyaksikan langsung jalannya upacara Tradisi

Dhawuhan, ada juga yang melakukan pengamatan yang dapat

dijadikan bahan penelitian. Bagi para pelajar, Tradisi Dhawuhan dapat menjadi masukan dalam mata pelajaran IPS khususnya sejarah mengenai kebudayaan lokal. Penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan dapat mendidik masyarakat termasuk para pengajar untuk memahami nilai-nilai kerukunan yang dapat memupuk persatuan dan kesatuan. d. Makna Tradisi Dhawuhan dalam membina kerukunan hidup

masyarakat Desa Cukil

Tradisi Dhawuhan bila dilihat dari persiapan, pelaksanaan sampai pasca upacara mempunyai arti penting dan makna yang mendalam yang dapat dirasakan masyarakat pendukungnya. Dalam pelaksanaan upacara tradisional dapat dirasakan betapa pentingnya suatu nilai kebersamaan yang dirasakan oleh masyarakat pendukungnya yaitu saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, toleransi untuk menciptakan suatu kerukunan yang lebih kokoh.

Dengan adanya Tradisi Dhawuhan dapat memberikan gambaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya suatu kerukunan bermasyarakat maupun berbangsa, sehingga masyarakat dalam


(16)

45 menjalani kehidupan bernegara tidak akan mudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan adat budaya bangsa. Dengan demikian nilai-nilai kerukunan sangat diperlukan dan dilaksanakan dalam menghadapi suatu proses kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

e. Makna Tradisi Dhawuhan dalam bidang ekonomi

Tradisi Dhawuhan setiap tahunya rutin dilaksanakan dan dimanfaatkan masyarakat Cukil sebagai permohonan turun hujan. Hal ini karena mata pencarian masyarakat sebagian besar warga Cukil adalah petani. Para petani di masyarakat Cukil sangat berharap dengan adanya Tradisi Dhawuhan ini pertanian akan subur dan hasil panen melimpah dan terhindar dari pageblug. Kekeringan yang melanda Desa Cukil membuat Tradisi Dhawuhan ini tetap diadakan setiap tahunya hal ini karena Tradisi Dhawuhan dipercaya dapat memberikan perlindungan kepada warga dan memberikan air hujan yang baik untuk pertanian masyarakat Desa Cukil. Dalam wujud tradisi ini masyarakat mempercayai bahwa dengan turunya hujan hasil pertanian akan subur dan masyarakat akan menjadi makmur seperti yang diharapakan.

5. Pergeseran Makna

Dari Pengamatan penulis telah terjadi pergeseran makna dari ritual

Dhawuhan. Pertama tradisi ini dahulunya mengunakan ayam, sebagai


(17)

46 ayam dimasak dan dimakan bersama-sama. Ke-dua, waktu pelaksanaan Dhawuhan dahulunya dilaksanakan setelah terjadi kemarau panjang, saat ini Dhawuhan diadakan setiap tahunnya walaupun tidak terjadi kemarau panjang. Ke-tiga, turunya antusias masyarakat dalam mengikuti Tradisi Dawuhan ini. Hal ini dikarenakan dewasa ini masyarakat desa Cukil sudah mempunyai tandon air yang berasal dari sumur bor, hasil PNPM mandiri. Sehingga masyarakat desa Cukil sudah tidak tergantung lagi dengan alam untuk memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan keseharian mereka.

Selain itu pengaruh dari masuknya agama Islam membuat Tujuan Tradisi Dhawuhan ini menjadi berbeda. Dahulunya Tradisi Dhawuhan ditujukan kepada Kyai Jenggot Putih sang penguasa Desa Cukil. Kini Tradisi Dhawuhan ditujukan kepada Kyai Jenggot Putih, arwah leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa.


(18)

47 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisa dan interpretasi data yang penulis paparkan dalam kajian “Makna Tradisi Dhawuhan di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tradisi Dhawuhan adalah upacara sedekah bumi dengan doa bersama yang dilakukan setiap setahun sekali. Tradisi Dhawuhan dilakukan bersama-sama bertujuan untuk menjaga keseimbangan hidup, keselarasan, ketentraman dan keselamatan agar dihindarkan dari segala bala (malapetaka). Tradisi ini merupakan adat kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Desa Cukil dan dilakukan secara turun-temurun.

2. Tradisi Dhawuhan dilaksanakan dalam dua tahapan, yakni: a. Tahap Persiapan Tradisi Dhawuhan

Berkaitan dengan Tradisi Dhawuhan persiapan dilaksanakan 1 hari sebelum upacara berlangsung. Langkah yang diambil yaitu membentuk kesepakatan antara 3 desa yaitu; Desa Cukil, Desa Keboan dan Desa Kemetul untuk menentukan Selasa Kliwon minggu mana yang akan dilaksanakan


(19)

48 Tradisi Dhawuhan di balai desa masing - masing atau dengan cara kabar burung.

b. Tahap pelaksanaan Tradisi Dhawuhan

Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan menyangkut waktu, tempat, perlengkapan dan orang-orang yang terlibat di dalam upacara tersebut.

3. Makna Tradisi Dhawuhan adalah untuk penghormatan kepada lelembut dan menyucikan diri dan melestarikan lingkungan. Hal itu terlihat dari tindakan-tindakan dalam upacara sesaji. Sesaji sebagai wujud persembahan dimaksudkan untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan hidup antara alam sekitar dengan alam gaib. Tujuannya untuk meminta hujan yang baik bagi masyarakat Desa Cukil. Makna Tradisi Dhawuhan juga dapat menjalin rasa kebersamaan, gotong-royong, tidak membeda-bedakan agama, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin.

B. Saran

1. Kepada sesepuh-sesepuh Desa Cukil

Dalam pelaksanaan Tradisi Dhawuhan hendaknya setiap upacara dibacakan sejarah singkat diadakannya Tradisi Dhawuhan agar semua peserta khususnya remaja supaya mengerti adanya Tradisi Dhawuhan sehingga setiap warga melestarikan tradisi mereka.


(20)

49 2. Kepada Masyarakat

Pelaksanaan Tradisi Dhawuhan hendaknya tetap dipertahankan dan dilestarikan oleh semua komunitas masyarakat Desa Cukil. Agar Tradisi Dhawuhan tidak luntur, dengan melibatkan generasi muda. Selain sebagai identitas daerah juga dapat meningkatkan hubungan sosial antara warga masyarakat di Desa Cukil.

3. Kepada Pemerintah

Tradisi Dhawuhan hendaknya mendapat perhatian yang khusus, karena dapat berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata sehingga akan meningkatkan pendapatan daerah. Caranya wisatawan dilibatkan untuk membantu memasak, membawa sesaji dan makan bersama.


(21)

50 DAFTAR PUSTAKA

Bakker. 1984. Filsafat Kebudayaan (Sebuah Pengantar). Yogyakarta. Kanisius Bastomi, Suwaji. 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang : IKIP.

Harsojo. 196. Pengantar Antropologi. Bandung: Universitas Negeri Pajajaran. Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarak Jawa. Jakarta : grafiti.

Kamanjaya, Karkono.1992. Ruwatan Murwokolo. Yogyakarta: Duta Wacana University

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentaliet Dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

_________. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat. _________. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Pers

_________. 1982. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru

_________. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: UNNES.

_________. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

_________. 1993. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Gamedia

_________. 1997. Pengantar Antropologi. Pokok-pokok Etnografi Jilid II.


(22)

51

Minsarwati, Wisnu. 2002. Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi. Yogyakarta, Kreasi Kencana.

Mulyono, Sri. 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta : PT Gunung Agung.

Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwadi, M. Hum. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sujamto. 1991. Refleksi Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize.

Sunyata, dkk. 1996. F ungsi, Kedudukan, dan Struktur Cerita Rakyat Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Van Reusen. 1992. Perkembangan Tradisi dan Kebudaaan Masyarakat. Tarsito. Bandung.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kasusastraan. Jakarta, PT Gramedia.

Widiarto, Tri. 2005. Pengantar Antropologi Budaya. Salatiga: Widya Sari press.

Zeffry. 1998. Manusia Mitos dan Mitologi. Jakarta, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


(23)

52 DAFTAR INFORMAN

NO NAMA UMUR AGAMA PEKERJAAN ALAMAT

1. Suma Marbi 77 Tahun Islam Petani Gompyong, Cukil Rt 15 Rw 05 2. Pawira Wardi 74 Tahun Islam Petani Gompyong, Cukil

Rt 15 Rw 05 3. Hery Soeharno 58 Tahun Islam PNS Cukil, Cukil Rt 01 Rw 04 4. Edi Surapto 48 Tahun Islam PNS Cukil, Cukil Rt 01 Rw 01 5. Pawira Kusnin 82 Tahun Islam Petani Cukil, Cukil Rt 04 Rw 05


(24)

53

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(25)

(26)

55 HASIL WAWANCARA

Informasi : Bapak Pawira

Dalam Tradisi Dhawuhan terdapat beberapa mantra (japa mantra) bapak Pawira adalah orang tertua atau dituakan di daerah Cukil. Sehingga beliau mengetahui mantra yang dibaccakan dalam prosesi adat Dhawuhan Ngembang. adapun mantranya adalah sebagai berikut :

Sedaya wilayah Desa Cukil, Desa Keboan saha Kemethul sakpiturute, sedaya wilayahipun tansah manuwun datheng kersanipun gusti Allah Subhanlahu Wata’alla mugi-mugi tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi ngantos bapak kepala Desa Cukil kepala Desa Keboan sak perangkatipun sedaya tansah diparingono rahayu wilujeng kalis sambikala satunggal punapa-punapa angenipun makarya pawilutan kalis sambikala satunggal punapa-punapa. Lan ugi kanggo dateng rakyat kakung lan putri sepuh saha anom sedaya tansah tuah linangkung sedaya pinarinanipun kanti pawilutanipun kanthi sedaya rahayu wilujeng tansah kalis sambikala satunggal punapa punapa.

Panyuwunipun pinandangipun kawula sumanggahaken dateng

ngarsanipun allah subhanallahuwataalla. Lan ugi pepunden kula sedoyo sa k garwo, sak putro dumatheng perangkat sedayanipun tansah sagetto ngelindungi menopo engkang dados seja lan Panyuwunipun.


(27)

56 Lan tujuan ing wekdal ing dinten punika, sami-sami tujuanipun inggih punika, nyuwun tambah rejeki tanba en h umur lan nyuwun jawoh engkang sae. Mugi-mugi kedhawahan enten jawoh engkang sae, engkang awon panjenengan singkiraken engkang tebih, engkang sae panjenengan caketaken dateng keluarga Desa Cukil, Keboan, saha Kemethul

Dengan mantra ini diharapakan akan turun hujan yang baik dan memakmurkan daerah Cukil.


(28)

57 PETA DESA CUKIL KECAMATAN TENGARAN


(29)

58 INSTRUMEN PEDOMAN WAWANCARA

A. Wawancara dengan Bapak pawira (salah seorang penduduk setempat) 1. Apa yang dimaksud dengan Tradisi Dhawuhan?

2. Apa yang melatar belakangi dengan diadakannya Tradisi Dhawuhan? 3. Makna apa yang tersirat dalam Tradisi Dhawuhan?

B. Wawancara dengan Bapak Suma Marbi

1. Sejak kapan persiapan pelaksanaan didakan Tradisi Dhawuhan? 2. Bagaimana urutan Prosesi Tradisi Dhawuhan?

3. Sarana apa saja yang digunakan dalam penyelenggraan Tradisi

Dhawuhan?

C. Wawancara dengan Bapak Soeharno (Kadus Cukil) 1. Ada berapa dusun dalam Desa Cukil?

2. Bagaimana proses persiapan dan pelaksanaan Tradisi Dhawuhan? D. Wawancara dengan Bapak Suwarno Suprapto (Kepala Desa Cukil)

1. Benda-benda apa saja yang diperlukan sebagai sarana Tradisi

Dhawuhan?

2. Apakah ada faktor pendukung dalam penyelenggaraan Tradisi

Dhawuhan?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat Desa Cukil dalam penyelenggaraan Tradisi Dhawuhan?


(30)

59 DOKUMENTASI PENELITIAN DALAM PROSESI UPACARA

DHAWUHAN

Gambar 1. Warga berdatangan untuk mengikuti upacara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 2. Warga yang berkumpul dan mengikuti Tradisi Dhawuhan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(31)

60

Gambar 3. Warga sedang mengumpulkan makanan sesaji (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4. Warga berdoa sebelum upacara dimulai (doa dipimpin oleh Modin Cukil, bapak kardiman) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(32)

61 Gambar 5. Warga sedang memotong Ingkung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 6. Sambutan Sekertaris Desa Cukil (Suharno: yang mengenakan jaket merah ) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(33)

62 Gambar 7. Sambutan Kepala Desa Cukil (Suprapto) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 8. Gambar p modin sedang membacakan doa sambil membakar kemenyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(34)

63 Gambar 9. Penyiraman dawet oleh Kepala Desa Cukil (Suprapto) dan beberapa warga setelah sesaji dibacakan doa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 10. Warga bersama-sama menikmati makanan setelah prosesi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(35)

64 Gambar 11. Ayam utuh (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(36)

65 Gambar 6. Kembang Menyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(1)

60

Gambar 3. Warga sedang mengumpulkan makanan sesaji (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4. Warga berdoa sebelum upacara dimulai (doa dipimpin oleh Modin Cukil, bapak kardiman) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(2)

61 Gambar 5. Warga sedang memotong Ingkung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 6. Sambutan Sekertaris Desa Cukil (Suharno: yang mengenakan jaket merah ) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(3)

62 Gambar 7. Sambutan Kepala Desa Cukil (Suprapto) sebelum proses Selametan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 8. Gambar p modin sedang membacakan doa sambil membakar kemenyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(4)

63 Gambar 9. Penyiraman dawet oleh Kepala Desa Cukil (Suprapto) dan beberapa warga setelah sesaji dibacakan doa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 10. Warga bersama-sama menikmati makanan setelah prosesi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(5)

64 Gambar 11. Ayam utuh (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(6)

65 Gambar 6. Kembang Menyan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi Upacara Malem Selikuran di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang T1 152012014 BAB IV

0 6 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Keberhasilan Program Usaha Agribisnis Pedesaan di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang T1 522004005 BAB IV

0 1 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Jumat Pahing di Desa Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang T1 152009019 BAB IV

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T1 152009013 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T1 152009013 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T1 152009013 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Dhawuhan Ngembang di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 11