PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL: Studi Evaluatif Program Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung.
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PADA BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Studi Evaluatif Program Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung)
TESIS
Diajukan untukmemenuhi sebagian syarat
Mempcroleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
&
Oleh:
EMMY WIDAYANTI
NIM. 999664
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2001
MOTTO:
" LAA ING SYAKARTUM LAA ADZI DANAKUM WAA LAA ING
KAFARTUMINNAADZAA Bl LAASYAADID "
(Q.S. 14, IBRAHIM:7)
«
SESUNGGUHNYA JIKA KALIAN BERSYUKUR,
PASTI KAMI
AKAN
MENAMBAH (NIKMAT)
KEPADA
KALIAN, DAN JIKA KALIAN MENGINGKARI (NIKMAT - KU),
MAKA SESUNGGUHNYA ADZAB - KU SANGAT PEDIH".
Disetujui dan disyahkan oleh:
Pembimbing I
Prof.Dr.H. Mohamad Idochi Anwar, M.Pd.
Pembimbing II
Prof.Dr.H. Djam'an Satori, MA
Mengetahui,
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
Program Pascasarjan3 Universitas Pendidikan Indonesia
Prof.Dr.H.1
amsuddin Makmun, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul
"Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial", beserta seluruh isinya adalah benar-
benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara. yang tidak sesuai dengan etika yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran
atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap
keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus2001
EMMY WIDAYANTI
in
ABSTRAK
Dewasa ini, profesi pekerjaan sosial dihadapkan pada tugas yang
amat kompleks yang pada akhirnya memerlukan peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikapyang adaptif dan antisipatif dengan
perubahan yang berkembang di masyarakat.. Dalam posisi seperti ini,
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS),
memiiki tugas dan fungsinya untuk melakukan pembinaan dan
peningkatan profesionalisme pekerja sosial melaiuui penyelenggaraan
diklat, yang salah satunya adalah Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial (PPFPS). Dalam konteks penelitian ini, dibatasi pada Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Berangkat dari kerangka pemikiran tersebut, permasalahan yang
dirumuskan adalah: "Bagaimana pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS
Bandung?". Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, mengingat sifat permasalahan dan tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini bersifat alamiah dan berorientasi pada
proses. Alat pengumpul data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh dari lapangan
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknis analisis induktif.
Beberapa temuan penelitian yang sekaligus merupakan jawaban
atas rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Persepsi atau pendapat peserta terhadap Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial positif, dan terungkap pentingnya
mengakomodasi permasalahan aktual dan kontekstual.
2. Analisis materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial, dapat dilihat dari sisi mekanisme perumusan materi
pelatihan, dan upaya penggalian materi pelatihan. Perumusan materi
diklat dilaksanakan melalui: (a) Analisis Kebutuhan Pelatihan (AKP),
(b) merumuskan tujuan kurikuler, dan (c) melaksanakan monitoring
dan evaluasi secara berkala.
3. Tujuan diadakannya PPFPS Tingkat II adalah untuk meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia kesejahteraan sosial.
4. Kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam pelaksanaan
PPFPS Tingkat II digali dari kondisi-kondisi intern, sedangkan peluang
dan tantangan digali dari kondisi ekstern.
5. Strategi pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
melalui PPFPS Tingkat II, dapat dilaksanakan dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut: (a) tahap perencanaan program diklat; (b)
pemograman pengembangan pegawai (SDM); dan (c) implementasi
program pengembangan sumber daya manusia. Masing-masing dari
tahap kegiatan tersebut, dalam implementasinya memerlukan
elaborasi atau operasionalisasi kegiatan secara spesiftk.
IV
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PERSETUJUAN
I
LEMBAR PENGESAHAN
»
PERNYATAAN
»i
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
>v
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
«x
xi
DAFTAR TABEL
BAB
xii
I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Fokus Telaahan dan Rumusan Masalah
BAB
7
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
11
13
E. Manfaat Penelitian
14
F. Paradigma Penelitian
16
II STUDI KEPUSTAKAAN
19
A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan
1. Pengertian Administrasi Pendidikan
2. Pengertian dan Fungsi Administrasi Personel
B. Pengembangan Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia
2. Fungsi Pengembangan Sumber Daya Manusia
3. Misi Pengembangan Sumber Daya Manusia
4. Tahapan Pengembangan Sumber Daya Manusia..
C. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan
1. Konsep Dasar Pendidikan dan Pelatihan
2. Pola Pembelajaran Dalam Diklat
19
19
22
26
26
29
32
35
43
43
44
3. Faktor-Faktor Yang Mendukung dan Menghambat
Penyelenggaraan Diklat
4. Pengembangan Kemampuan Profesional Sumber
Daya Manysia Melalui Diklat
5. Pengembangan Program Diklat Bagi Profesi
Pekerjaan Sosial
D. Manajemen Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
(SKSN)
46
65
68
70
1. Konsep Dasar Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional
70
2. Tahapan Manajerial Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional
E. Telaahan Studi Terdahulu Yang Relevan
IX
71
83
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
86
86
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Langkah-Langkah Penelitian
88
90
92
E. Teknik Analisa dan Interpretasi
93
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian
97
97
1. Pendapat Peserta Diklat terhadap Pelaksanaan
PPFPS
97
2. Materi Yang Disampaikan Dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Kaitannya Dengan
Tuntutan Kerja Pekerja Sosial
3. Pola Pembelajaran Pada Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial
107
119
4. Faktor Pendukung dan Penghambat
Penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial
140
5. Peluang dan Tantangan Dalam Pelaksanaan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
144
B. Pembahasan Temuan Penelitian
1. Analisis Tentang Pendapat Peserta terhadap
148
Kepuasan Penyelenggaraan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial
2. Analisis Tentang MateriYang Disampaikan Dalam
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
3. Analisis Pola Pembelajaran Pada Pelatihan Pejabat
Fungsional PekerjaSosial
149
156
162
4. Analisis SWOT Terhadap Pelaksanaan Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
5. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesejahteraan Sosial Melalui PPFPS
BAB
V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
173
175
183
183
188
191
DAFTAR GAMBAR
Hal
GAMBAR No 1; PARADIGMA PENELITIAN
18
GAMBAR No 2; PEMOGRAMAN PENGEMBANGAN PEGAWAI
38
GAMBAR No 3; MODEL UMUM PROSES PELATIHAN DAN
PENGEMBANGAN SDM
42
GAMBAR No 4; PROPORSI KETERAMPILAN YANG HARUS
DIMILIKI OLEH PEMIMPIN
51
GAMBAR No 5; PROSES PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
58
XI
DAFTAR TABEL
Hal
TABEL No 1; MATERI PEMBELAJARAN PPFPS
XII
127
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan-permasalahan sosial akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Artinya
layanan kesejahteraan sosial secara profesional pada dasamya tidak
terbatas ada tidaknya Departemen Sosiaimelainkan akan tetap diperiukan
sepanjang
kehidupan
manusia
itu
masih
ada.
Sementara
itu
permasalahan kesejahteraan sosial, baik sebagai dampak sampingan
yang tidak diharapkan dari proses pembangunan maupun sebagai gejala
penyerta proses industrialisasi, derasnya arus informasi dan globalisasi,
cenderung semakin meningkat dan semakin kompleks sehingga
memerlukan peningkatan efektivitas dan efjsiensi penanganannya.
Menghadapi permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin meningkat
dan semakin kompleks tersebut, demikian pula menghadapi semakin
meningkatnya kesadaran dan harapan masyarakat akan tingkat
kesejahteraan sosial yang semakin baik, semakin adil dan merata, serta
sesuai dengan arahan GBHN. Layanan kesejahteraan sosial sebagai
unsur pokok pembangunan kesejahteraan rakyat, diharapkan dapat
mencegah dan menanggulangi permasalahan kesejahteraan sosial, serta
mengentaskan permasalahan sosial. Salah satu permasalahan sosial
yang nampak dalam masyarakat dewasa ini, adalah munculnya
masyarakat konsumerisme, sementara pada populasi masyarakat lainnya
dihadapkan pada masalah kemiskinan. Kondisi seperti ini merupakan
salah satu faktor pemicu munculnya kesenjangan sosial sebagaimana
sedang
berjalan
dewasa
ini.
Untuk melaksanakan
peranan dan
memberikan sumbangan yang tepat guna dan berhasil; guna tersebut,
pelayanan kesejahteraan sosial baik oleh pemerintah maupun organisasiorganisasi atau lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, maka
upaya pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan secara sungguhsungguh.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh manusia di era
global ini adalah kemampuan dalam merespon berbagai perubahan
secara arif dan bijaksana. Munculnya berbagai fenomena dalam
masyarakat yang semakin kompleks, merupakan tantangan esktemal
yang harus direspon oleh para tenaga kesejahteraan sosial dalam
mengembangkan Visi dan Misi layanannya terhadap masyarakat.
Implikasinya, pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dengan mengikuti berbagai
perkembangan yang ada di masyarakat. Makna berkesinambungan
manakala dilihat dari sudut pengembangan profesi, mengandung arah
bahwa pengembangan profesionalisme sumber daya manusia,
tidak
cukup
yang
mengandalkan
pada
pengalaman
pendidikan formal
dikategonkan sebagai pre-service training, tetapi memerlukan pembinaan
selama memangku jabatan yang disebut sebagai inservice training.
Disadari bahwa dewasa ini terdapat kecenderungan perbedaan laju
perkembangan antara pola standar kemampuan yang diperoleh pada latar
belakang pendidikan seseorang dengan tuntutan kerja dalam lingkungan
kontekstual. Sejalan dengan kecenderungan tersebut, Sarah Tang yang
dikutip oleh Supriadi (1996: 58), menjelaskan sebagai berikut:
Ada kesenjangan antara keterampilan yang dibekalkan oleh
pendidikan konvensional dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia
usaha. Untuk itu perusahaan-perusahaan sekarang dipaksa untuk
melatih sendiri karyawannya melalui pendidikan prajabatan,
sebelum mereka ditempatkan dalam suatu posisi.
Pentingnya pengembangan sumber daya manusia secara
berkelanjutan, merupakan salah satu kebijakan dalam meningkatkan
profesionalisme layanan kesejahteraan sosial dikarenakan rekruitmen
sumber daya manusia (SDM) pada sektor layanan kesejahteraan sosial
berasal dari berbagai disiplin ilmu dan jenjang pendidikan yang beragam
serta sebagai respon terhadap tuntutan mutu layanan (quality service)
secara profesional. Selain dari sarjana-sarjana Kesejahteraan Sosial, juga
merekrut di antaranya Sarjana Pendidikan, Sarjana Psikologi, Sarjana
Hukum, Sarjana Ekonomi, dan juga lulusan SLTA. Namun demikian,
sumber daya manusiayang majemuk disiplin ilmu dan jenjang pendidikan
ini, orientasikerjanya mengarah pada mewujudkan vlsi dan Misi lembaga,
yakni berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, sumber
daya manusia yang telah melalui tahapan seleksi dan penempatan
tersebut periu diupayakan pengembangan profesionalisme kerja melalui
pelatihan. Hal ini mengingat orientasi layanan Departemen Sosial dalam
konteks pekerjaan sosial (Social Work) yang memenuhi karakteristik
profesional.
Program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Balai Belai
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), bertujuan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kesejahteraan sosial. Hal tersebut
sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 6/1974
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, khususnya
pasal 6, yang menyatakan bahwa: "Penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan, khususnya latihan-latihan yang tertuju ke arah pembentukkan
tenaga-tenaga ahli dan kejuruan dalam profesi pekerjaan sosial, diatur
dengan Peraturan Perundang-Undangan". Sebagai lembaga operasional
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya
manusia di sektor layanan kesejahteraan sosial, yakni Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), yang salah
satunya adalah BBPPKS Bandung. Seperti tertuang dalam Keputusan
Kepala BKSN Nomor 08A/HUK/BKSN/2000, bahwa kedudukan BBPPKS
merupakan unit pelaksana teknis di bidang pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan sosial di lingkungan Departemen Sosial.
Mencermati fenomena kehidupan yang semakin kompleks, maka
upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkaitan dengan sektor
layanan kesejahteraan sosial merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Implikasinya bagi upaya penyiapan dan pengembangan
sumber daya manusia di sektor layanan kesejahteraan sosial periu
dilaksanakan secara berkesinambungan, dengan Visi dan Misi ke arah
peningkatan
profesionalisme
para
pelaksana,
dengan
tetap
menampakkan karakteristik layanan sosialnya. Upaya ke arah sana, telah
menjadi program pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia
menjadi sangat penting. Hal ini dimaksudkan agar tercipta Sumber Daya
Manusia (SDM) yang proaktif dan dinamis terhadap perkembanganperkembangan yang terjadi di masyarakat.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balai Besar Pendidikan
dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) mempunyai tugas
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial di
lingkungan Departemen Sosial. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan
Kesejahteraan Sosial Nasional Nomor: 08A/HUK/BKSN/2000 tanggal 30
Juni 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), disebutkan
fungsi BBPPKS, sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana dan program pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan sosial, data dan informasi, serta pengembangan
jabatan fungsional;
2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial,
3. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kegiatan pendidikan;
4. Pelayanan dan pembinaan teknis pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan
soasial,
data
dan
informasi,
serta
pengembangan jabatan fungsional;
5. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis, maka program diklat yang
dikembangkan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS), memiliki sasaran yang jelas. Sehubungan dengan hal
tersebut, sasaran dan wilayah kerja Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sasaran pelayanan diklat mencakup seluruh segmen yang bergerak
dalam pelayanan bidang kesejahteraan sosial meliputi:
1) Pejabat Struktural dan Fungsional di lingkungan Departemen
Sosial;
2) Pejabat Pekerja Sosial yang
bekerja di luar lingkungan
Departemen Sosial, misalnya Pemda, Kepolisian, rumah sakit,
industri, dan Iain-Iain;
3) Segenap segmen dalam masyarakat yang tergabung dalam
organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
pilar partisipan masyarakat dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
masyarakat
(mencakup
Karang
Taruna,
Pekerja
Sosial
Masyarakat dan relawan sosial lainnya) yang kompeten.
b) Wilayah kerja
Sasaran wilayah pelayanan diklat mencakup propinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat, Banten, Lampung, Bangka Belitung, dan Kalimantan
Barat.
Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia periu
dilaksanakan secara berkelanjutan, sebagaimana dikehendaki dalam
konsep "life long education". Hal tersebut sebagaimana telah disinyalir
oleh Supriadi (1996:54), yang menyatakan sebagai berikut: "Agar
pendidikan dapat memainkan perannya, ia mesti terkait dengan dunia
kerja. Hanya dengan cara ini pendidikan akan mempunyai kontribusi
terhadap ekonomi". Implikasinya, proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia tersebut, tidak berwujud pada tatanan pendidikan di
persekolahan, tetapi dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan inservice training, yang salah satu bentuknya adalah diklat (pendidikan dan
latihan).
B. Fokus Telaahan dan Rumusan Masalah
Kegiatan diklat yang dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), dapat dikategorikan ke dalam
diklat yang bersifat teknis, profesi, fungsional, maupun diklat struktural.
Masing-masing jenis diklat memiliki tujuan dan sasaran program kerja
secara spesifik.
Salah satu pendidikan dan pelatihan yang telah dan sedang
dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) Bandung adalah Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial (PPFPS). Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
yang
dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS), secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Kecamatan dalam melaksanakan
pelayanan kesejahteraan sosial. Sasaran umum tersebut dijabarkan
menjadi 6 (enam) sub sasaran/tujuan, yang pada operasionalnya
didukung dengan 35 materi pelatihan ditambah Praktek Kerja Lapangan.
Of
Z
Secara keseluruhan, proporsi waktu untuk Pelatihan Pejabat FUngsl^^^/
Pekerja Sosial ini 500 jam pelatihan. Dalam pelaksanaannya, PP^^§!„
terdiri dari tiga tahapan, yakni PPFPS Tingkat I, PPFPS Tingkat II, dan
PPFPS TingkatIII. Tahapan dalam PPFPS tersebut, berimplikasi terhadap
pendalaman spesifikasi dan sasaran peserta diklat sebagaimana
dijelaskan dalam Pedoman Kerja Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS).
Sebagai gambaran hasil monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan PPFPS Tingkat II angkatan VI tahun 2000, dari peserta
sebanyak 30 orang (satu orang baru berpangkat ll-b) ditangani oleh 24
widyaiswara dari dalam dan dari luar, 7 orang Panitia Penyelenggara, dan
3 orang supervisor ditambah sejumlah supervisor lapangan (melibatkan
if
enam desa), ternyata hasil yang diperoleh para peserta diklat adalah 90%
pada kategori baik dan 10% pada kategori cukup. Sementara itu, hasil
evaluasi kelompok dari pelaksanaan PKL, ternyata enam kelompok
masing-masing memperoleh hasil pada kategori baik.
Gambaran hasil akhir dari PPFPS bagi para peserta tersebut di
atas, tidak terlepas dari kontribusi widyaiswara. Berdasarkan hasil
penilaian para peserta diklat, kategori dari 24 widyaiswara yang dinilai 13
komponen, ternyata hanya 20,8% yang termasuk kategori sangat baik,
sementara yang lainnya termasuk kategori baik.
Berdasarkan gambaran dari pelaksanaan PPFPS Tingkat II
angkatan VI, masih diperiukan banyak pembenahan dalam rangka
memperoleh hasil yang optimal. Hal ini merupakan tantangan bagi
penyelenggara diklat untuk pelaksanaan pada angkatan-angkatan
berikutnya. Dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan, serta
peluang dan ancaman yang ada, maka semua komponen yang terlibat
periu bekerja sama dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran,diklat
yang optimal.
Luasnya program kerja dan sasaran dari ketiga tahapan dalam
PPFPS tersebut, maka dipandang periu untuk melakukan pembatasan
fokus penelitian. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
memusatkan dalam setting PPFPS Tingkat II, dengan pertimbangan
(justifikasi) sebagai berikut:
1. Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial secara umum memiliki
peranan strategis ke arah pengembangan sumber daya manusia agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara profesional
dalam memfungsikan individu maupun institusi sebagai pekerja sosial.
Hal tersebut, didasarkan pada nilai filosofis dasar dan kenyataan
empirik bahwa inti dari Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan
layanan kesejahteraan sosial adalah sebagai pejabat fungsionaldalam
bidang layanan kesejahteraan sosial.
2. Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II, memiliki
sasaran Pejabat Pekerja Sosial golongan ll-d sampai dengan lll-c, di
mana untuk tahun anggaran 2001 merupakan angkatan ke VII.
Berdasarkan
struktur
organisasi
BBPPKS,
pelatihan
Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial berada di bawah Bidang Diklat Fungsional
dan Profesi.
3. Output dari Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tin
akan langsung bersentuhan dengan pengembangan Panti-Panti
sebagai wadah atau Unit Pelaksana Teknis layanan kesejahteraan
sosial.
4. Dengan membatasi pada setting Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II, diharapkan akan dapat mempertajam telaahan
empiris tentang permasalahan pengembangan Sumber Daya Manusia
yang diorientasikan pada peningkatan profesionalisme pejabat
fungsional yang bergerak di bidang layanan kesejahteraan sosial.
Dilihat dari aspek pengembangan sumber daya manusia, apa
yang dilakukan BBPPKS
dengan PPFPS-nya merupakan salah satu
upaya dalam merespon tuntutan profesionalisme pelayanan, dengan cara
peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dengan pengembangan
kualitas sumber daya manusia tersebut, dimaksudkan agar para pegawai
yang bergerak di bidang layanan kesejahteraan sosial khususnya yang
teriibat langsung dengan pelayanan di Panti-Panti Sosial memiliki
wawasan global tentang medan kerjanya dan memiliki ketajaman dalam
menganalisis
permasalahan
kontekstual
kerjanya,
dengan
tetap
menampakkan karakteristik pekerja sosial. Upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia sangat memerlukan pengaturan yang baik, bahkan
dalam hal ini manajemen yang teratur, sehingga dapat memperoleh hasil
yang baik pula.
Program pengembangan sumber daya manusia melalui PPFPS
Tingkat II akan memberikan manfaat, baik kepada individu pegawai
11
maupun kepada institusi tempat mereka bertugas, berupa produktivitas,
etika, efisiensi kerja,
stabilitas, serta fleksibilitas lembaga dalam
mengantisipasi perkembangan zaman. Menyadari urgensinitas dari
PPFPS tingkat II sebagaimana dijelaskan di atas, berkembangnya
dimensi kehidupan di masyarakat secara kompleks, adanya tuntutan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan kebijakan Departemen
Sosial melalui BBPPKS untuk melaksanakan program pendidikan dan
pelatihan, maka upaya pengkajian secara mendalam dan ilmiah tentang
penyelenggaraan diktat, khususnya PPFPS Tingkat II penting untuk
diteliti.
Berangkat dari telaahan konseptual dan empiris di atas, maka
penelitian ini akan memfokuskan pada studi evaluatiftentang pelaksanaan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II. Dengan demikian,
maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
"Bagaimana pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung?".
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjabarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat peserta pelatihan terhadap program Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial hubungannya dengan peningkatan
profesionalisme pekerja sosial?
12
2. Apakah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial sesuai dengan tuntutan kinerja organisasi dewasa ini?
3. Bagaimana pola pembelajaran Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial?
a. Apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
b. Bahan pelajaran apa saja yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
c. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan dalam Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
d. Fasilitas apa saja yang digunakan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
e. Bagaimana sistem evaluasi yang digunakan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
4. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penyelenggaraan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
5. Peluang dan tantangan apa saja yang periu diperhatikan dalam
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
6.
Bagaimana
strategi
yang
dapat
dikembangkan
dalam
mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial di masa yang akan datang?
13
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau
mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengelolaan pengembangan
Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial. Hasil dari analisis proses penyelenggaraan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial dimaksud, diarahkan pada upaya untuk
merumuskan beberapa alternatif pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial yang didasarkan atas
tuntutan profesionalisme kerja sebagai pejabat fungsional yang berkaitan
dengan layanan kesejahteraan sosial.
2. Tujuan Khusus
Mengacu pada rumusan pertanyaan penelitian di atas, maka
secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengungkap pendapat peserta Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial yang berkenaan dengan peningkatan profesioanalisme pekerja
sosial.
b. Menganalisis tingkat kesesuaian antara materi yang disampaikan
dalam Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial dengan tuntutan
kinerja organisasi dewasa ini.
c. Mendeskripsikan pola pembelajaran yang dilaksanakan dalam
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, yang meliputi aspek: (a)
tujuan penyelenggaraan diklat, (b) bahan yang disampaikan, (c)
14
metode pembelajaran yang digunakan, (d) fasilitas yang digunakan,
dan (e) sistem evaluasi yang digunakan.
d. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
e. Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan dari penyelenggaraan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
f.
Merumuskan altematif strategi pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil analisis penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial dapat dijadikan data pengkajian untuk mengembangkan
konsep-konsep
Pendidikan
pengembangan
dan
Pelatihan
Sumber Daya
(Diklat).
Studi
Manusia
melalui
evaluasi
terhadap
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, di
samping bermanfaat untuk memberikan feedback bagi institusi BBPPKS,
juga dapat dijadikan wahana dalam mengembangkan konsep analisis
SWOT dengan menyertakan permasalahan-permasalahan kontekstual
penyelenggaraan
pendidikan
dan
pelatihan
serta
permasalahan
kesejahteraan sosial. Implikasinya dalam penelitian ini juga dapat
memunculkan pengkajian teori-teori pengelolaan Sumber Daya Manusia
dalam bentuk inservice training, pembelajaran sepanjang hayat, dan
pengelolaan institusi diklat.
15
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini, diharapkan memiliki manfaat praktis
sebagai berikut:
a.
Menjadi masukkan bagi lembaga Balai Besar Pendidikan dari
Pelatihan Kesejahteraan Sosial tentang gambaran tingkat kepuasan
peserta PPFPS tingkat II, sehingga pihak lembaga dapat melakukan
"Need Assessment" secara tepat tentang harapan dan kebutuhan dari
peserta diklat.
b.
Menjadi bahan pertimbangan bagi Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial dalam merumuskan program PPFPS
tingkat II yang lebih relevan, fleksibel, dan bersifat "futuristic oriented",
sehingga hasil dari PPFPS tingkat II tersebut dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan menjadi pelaksana pembangunan
kesejahteraan sosial yang handal.
c.
Menjadi bahan pertimbangan bagi para tenaga widyaiswara atau
fasilitator tentang pengelolaan pembelajaran dalam program PPFPS
tingkat II, seperti dalam menggunakan metode pembelajaran yang
tepat, materi kegiatan yang disampaikan, dan sistem evaluasi yang
digunakan.
d.
Memberikan
kontribusi
pemikiran
tentang
altematif
strategi
pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan
layanan kesejahteraan sosial melalui PPFPS tingkat II, yang
diharapkan lebih akomodatif terhadap dinamika perubahan di
masyarakat.
16
F. Paradigma Penelitian
Pengembangan sumber daya manusia yang bergerak di bidang
layanan kesejahteraan sosial dilakukan melalui pembinaan dan
pengembangan profesionalisme kerja yang ditugaskan pada Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Sebagai Unit
Pelaksana Teknis yang ditugaskan
melakukan pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan layanan
kesejahteraan sosial melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) tersebut,
maka visi dari
institusi
Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) ini berorientasi pada pengembangan
sumber daya manusia manusia yang bergerak di bidang layanan
kesejahteraan sosial. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam visi
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS),
sebagai berikut: "Terwujudnya pendidikan dan pelatihan yang kompetitif
untuk menghasilkan sumber daya manusia kesejahteraan sosial yang
kreatif, inovatif dan produktif serta memiliki standar profesional".
Rumusan visi tersebut merupakan landasan utama dalam
mengoperasionalkan segenap kebijakan Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia kesejahteraan sosial. Produk pengembangan
sumber daya manusia, pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan
fungsionalitas individu dan manakala hal tersebut dilaksanakan secara
berkelanjutan, maka akan memberikan kontribusi terhadap mutu layanan
institusi.
17
Adapun berbagai komponen yang mempengaruhi proses Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial adalah masukan atau input, baik
masukan instrumental, bahan maupun lingkungan. Ketiga hal tersebut
akan mewamai dan menjadi bahan dalam proses diklat. Selain itu standar
kinerja jabatan Fungsional Pekerja Sosial menjadi salah satu acuan dalam
program PPFPS tersebut.
Menyadari
pentingnya
melakukan
analisis
sistem dalam
penyelenggaraan diklat tersebut, maka analisis SWOT (Strenght,
Weakness, Opportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Tantangan (KKPT) dapat dijadikan instrumen untuk mengidentifikasi
kondisi obyektif tentang faktor-faktor intern (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor-faktor ekstern (peluang dan tantangan). Hasil dari analisis SWOT
tersebut, dapat dilakukan penilaian obyektif tentang tingkat validitas,
relevansi, dan kelayakan dari penyelenggaraan diklat yang dilakukan oleh
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPKS).
Implikasinya hasil dari evaluasi atau analisis sistem dalam
penyelenggaraan diklat tersebut akan berfungsi sebagai feedback bagi
lembaga, ke arah perumusan strategi pengembangan sumber daya
manusia melalui diklat.
Pengelolaan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
memiliki peranan strategis dalam mendorong terwujudnya sumber daya
manusia kesejahteraan sosial yang kreatif, inovatif, dan produktif serta
memiliki standarisasi profesional sebagai pekerja sosial, sehingga pada
18
akhirnya akan menampilkan performance kerja sebagai pekerja sosial
profesional.
Kerangka berpikir tersebut, dapat divisualisasikan dalam gambar
berikut
r
1
STANDAR KINERJA
JAFUNG
BBPPKS
VISI
MISI
TUJUAN
PEKERJA SOSIAL
INSTRUMENTAL
INDIVIDU
DIKLAT
BAHAN
SDM
PROSES
PPFPS
LINGKUNGAN
IINST1TUS10NAL
HASIL
DIKLAT
ALTERNATE
UMPAN BALIK
STRATEGI
PENGEMBANGAN
PROGRAM PPFPS
Gambar. 1
Paradigma Penelitian
SWOT
-•Sjgfra:
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan
sumber daya melalu Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat
II yang diselenggarakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang Bandung. Data dan informasi
yang berkenaan dengan tujuan penelitian tersebut, dianalisa secara
kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitik.
Sehubungan dengan hal tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (1985: 64),
menjelaskan bahwa "penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang di mana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang
menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian digambarkan sebagaimana
mestinya".
Tentang pendekatan penelitian kualitatif, dijelaskan oleh Nasution
(1992: 5), bahwa "penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati
orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya".
Secara rinci Bogdan dan Biklen (1982), Lincoln dan Guba (1985)
dalam Meloeng (1988: 4-8), menjelaskan ciri-ciri penelitian kualitatif
sebagai berikut: (1) Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah; (2) Peneliti merupakan alat pengumpul data utama; (3)
86
87
Menggunakan metode kualitatif; (4) Analisis data secara induktif; (5) Teori
dasar (Grounded Theory); (6) Laporannya berisi kutipan-kutipan data
(secara deskriptif); (7) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (8)
Adanya batas yang ditentukan oleh fokus; (9) Adanya kriteria khusus
untuk keabsahan data; (10) Desain bersifat sementara; (11) Hasil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Ciri-ciri yang senada tentang penelitian kualitatifdikemukakan oleh
Nasution (1982:9-12), yakni sebagai berikut: (1) Sumber data ialah situasi
wajar atau natural setting; (2) Peneliti sebagai instrumen penelitian; (3)
Sangat Deskriptif, (4) Mementingkan proses maupun produk; (5) Mencari
makna di belakang kelakuan atau perbuatan sehingga dapat memahami
masalah suatu situasi; (6) Mengutamakan data langsung atau firsthand;
(7) Menonjolkan rincian kontekstual; (8) Subyek yang diteliti dipandang
berkedudukan sama dengan peneliti; (9) Mengutamakan perspektif,
artinya mementingkan pandangan responden; (10) Verifikasi; (11)
Sampling yang purpossive; (12) Menggunakan audit trial; (13) Partisipasi
tanpa menunggu; (14) Mengadakan analisis sejak awal penelitian; dan
(15) Desain penelitian tampil dalam proses penelitian.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa penelitian yang
berusaha mengamati perilaku orang dan memahami kehidupannya serta
penafsirannya terhadap
kehidupannya lebih tepat menggunakan
penelitian secara kualitatif di mana peneliti secara langsung dapat
berinteraksi dengan responden.
88
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah penyelenggaraan
Pelatihan
Pejabat
Fungsional
Pekerja
Sosial
Tingkat
II
yang
diselenggarakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) di Jalan Panorama I Lembang Bandung.
Terdapat perbedaan mendasar antara teknik sampling dalam
penelitian kuantitatif dengan teknik sampling dalam penelitian kualitatif.
Pada penelitian kuantitatif sampel dipilih dari suatu populasi sehingga
dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Dengan cara seperti itu,
maka sampel telah dianggap kuat mewakili ciri-ciri suatu populasi.
Pada penelitian kualitatif, menurut Licoln dan Guba yang dikutip
oleh LexyJ. Moleong (1988:165), dijelaskan bahwa peneliti mulai dengan
asumsi bahwa konteksnya sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif
peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal
ini sampling diharapkan mampu menjaring sebanyak mungkin informasi
dari berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang adadalam rumusan konteks yang unik dan menggali
informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Sampel diambil secara pupossive (bertujuan), yaitu pengambilan
subyek sebagai sampel penelitian yang didasarkan kepada adanya tujuan
tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Lexy J. Moleong, 1988:165-166):
a.
b.
Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball
Sampling", dengan cara responden diminta menunjuk orang
lain yang dapat memberiakn informasi dan responden
89
berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya,
sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.
c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap
sampel dapat sama kegunaannya, Pada saat informasi
semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan
hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus penelitian.
d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak
ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel
dihentikan.
Sampel penelitian ini adalah subyek yang memiliki berbagai
karakteristik,
unsur,
nilai
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
yang
diselenggarakan di Balai
Besar Pendidikan dan
Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS).
Berangkat dari kerangka konseptual di atas dan tujuan penelitian
ini, maka yang menjadi subyek penelitian, adalah sebagai berikut:
1. Kepala BBPPKS
2. Kabid Diklat Fungsional dan Profesi
3. Ketua Tern Pelaksana Diklat
4. Anggota Team Pelaksana
5. Fasilitator dan atau Widyaiswara
6.
Peserta Diklat
Subyek penelitian di atas dapat berkembang tergantung pada
tujuan (purpossive) dan pertimbangan (considerance) informasi sesuai
dengan data yang diperiukan sehingga mencapai ketuntasan.
Sejalan dengan maksud pengambilan subyek penelitian, Nasution
(1982: 32-33), menjelaskan sebagai berikut:
90 ,.
"A*
.*
Bahwa untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dabat; r%; v', ^..,
diteruskan sampai pada taraf Redadancy atau kejenuhan, artirwa%^3^.ai^|j' *
bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh ^$2"£*^'
dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang^^Bp^*.
*V
berarti, dengan kata lain sampel dianggap memadai bila tidak ^^'^^-^
ditemukan pola tertentu dan informasi yang dikumpulkan pada saat
ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama
penelitian.
Dalam hal ini, Lincoln dan Guba (1985: 39) dalam Lexy Moleong
(1988:119), mengemukakan bahwa "seorang peneliti naturalistik memilih
menggunakan sendiri sebagai human instrument pengumpul data primer.
Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat
menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat
memberikan makna atas apa yang diamatinya itu".
Pendapat di atas, diperkuat dengan penyataan Nasution (1982:5556) tentang ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:
(1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna; (2) Peneliti
sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan
dapat mengumpulkan aneka data sekaligus; (3) Tiap situasi merupakan
suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket
yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia; (4) Suatu
situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan
91
pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita periu merasakannya,
menyelaminya berdasarkan penghayatan kita; (5) Peneliti sebagai
instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh dan
menafsirkannya; (6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu
saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh
penegasan, perubahan, perbaikan dan penolakan. Peneliti sebagai
instrumen utama penelitian, maka menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap
obyek yang sedang diteliti yakni pengelolaan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II yang diselenggarakan di BBPPKS
Lembang Bandung.
2. Wawancara, yaitu meiaksanakan tanya jawab tatap muka atau
mengkonformasikan
subyek
penelitian
dengan
menggunakan
pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk menggali data
dan informasi dari subyek penelitian semua dengan permasalahan nya.
3. Studi
dokumentasi,
bertujuan
untuk
melengkapi
data
yang
bersumberkan bukan dari manusia yang dapat mengecek kesesuaian
data secara triangulasi.
Untuk pengumpulan data secara cermat dan lengkap dalam
penelitian ini digunakan alat pengumpul data, yaitu pedoman observasi,
pedoman wawancara, dan studi dokumentasi.
92
D. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap pendahuluan (pra survey), artinya
tahap ini seorang peneliti mengadakan penjajagan dan mengatur strategi
pada tahap selanjutnya. Tahapan ini berfungsi untuk memahami situasi
latar penelitian.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini merupakan tahapan tindak lanjut dari tahapan
sebelumnya, jika tahapan orientasi lebih merupakan perencanaan, maka
tahap eksplorasi lebih merupakan langkah implementasi dari yang sudah
direncanakan. Tujuannya ialah ... to obtain information in depth about
those elements determined to be solient (Guba, 1978: 233). Artinya,
penulis terjun dalam kancah penelitian dan melakukan penelitian secara
intensif.
3. Tahap Member-Check Data
Pada
tahap
ini
peneliti
mengadakan
triangulas,
artinya
mengadakan bermacam-macam data yang telah dihimpunsehingga dapat
ditemukan kadar kebenaran dan kepastiannya. Selanjutnya apabila masih
ada data-data yang kurang lengkap, mengandung bias, dan dipandang
belum sampai memadai, maka periu diadakan member-cheek. Ini
93
sebenarnya
berfungsi
untuk
meyakinkan
dilakukan
analisis
dan
interpretasi yang meyakinkan.
4. Tahap Analisis dan Interpretasi Data
Tahapan analisis dan interpretasi data ini ada yang dilakukan di
lokasi, dan sebaliknya dilaksanakn penafsiran di luar lokasi. Data yang
langsung di analisa dan ditafsirkan df lokasi, yaitu terutama data yang
direkam secara manual (non elektronik). Artinya baik melalui observasi,
wawancara, hasil dokumentasi, bimbingan sosial perorangan (social case
work), maupun dengan problem solving, peneliti langsung mengadakan
langkah-langkah seperti modifikasi, klasifikasi dan simplikasi kasus
perkasus terhadap data-data yang bersifat abstrak dan fenomenologis, •
sehingga mengandung pesan-pesan tersendiri dan kemudian akan
dianalisis dan ditafsirkan kembali secara matang di luar lokasi.
E. Teknik Analisa dan Interpretasi
Dalam penelitian yang dimaksud bahwa, sesuai dengan sifatnya
naturalistic-fenomenologis-kualitatif, tentunya semua transformais yang
dijaring dengan bermacam-macam alat dalam studi ini berupa "tumpukan
data mentah", tentu pula tidak semua data yang mentah itu akan
dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan periu dipilih, direduksi,
dielaborasi dan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian. Jelasnya apa
yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan
proses penyederhanaan dan transformasi timbunan data mentah,
sehingga menjadi kesimpulanOkesimpulan yang singkat, padat dan
94
bermakna. Untuk memperoleh kesimpulan yang demikian itu, maka
seluruh pekerjaan dalam proses analisis data kualitatif, sebagaimana
ditawarkan oleh Guba (1978) dan Bogdan (1982).
Sebagai langkah dan teknik yang ditempuh dalam proses analisis
dan interpretasi, yaitu:
1.
Proses Analisis
Proses analisis data bersifat holistic dan berkesinambungan dan
tidak terpisah dalam tahapan pengumpulan data melainkan mencakup
dalam banyak hal yang bersifat sejalan, dan harmonis serta bersifat utuh.
Sebagai tahapannya, yaitu:
a. Teorisasi
Teorisasi (teorizing) merupakan proses untuk mengabstrakan
fenomena-fenomena, membuat katefgorisasi, dan menentukan saling
keterkaitannya (Le Compte & Goetz, 1984) dalam Lexy Moleong (1988:
89). Menurut pengertian sederhana, bahwa teorisasi dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk membahas akan apa yang diteliti. Kegiatan
tersebut telah dimulai dari perekaman data, terutama data-data yang
direkam secara manual. Secara lebih spesifiknya, bahwa teorisasi
merupakan proses pencatatan data, dalam lembaran-lembaran yang telah
dipersiapkan peneliti. Sebagaimana dapat dipahami bahwa, kecuali
human orally data, banyak dijumpai data yang tidak berbicara (silent data).
Oleh sebab itu, data itu hendaknya bias dibahasakan oleh seorang
peneliti.
95
b. Analisa Induksi
Analisa induksi (induction analysis) ditempuh setelah tahapan
teorisasi, maksudnya setelah dalam teorisasi informasi dan fenomena
disusun menjadi konstruk-konstruk (kesimpulan tentative), maka konstrukkonstruk itu periu dianalisis secara induktif. Jadi yang disebut analisis
induktif ialah merupakan suatu proses untuk mereduksi dan memodifikasi
data-data yang telah teorisasi sehingga sesuai dengan kebutuhan
penelitian serta fokus dan tujuan penelitian. Dengan cara tersebut, maka
akan
tergambar
bahwa
analisis
induksi
dimaksudkan
untuk
penyederhanaan, memilah-milah (kategorisasi) data, sehingga dapat
terwujud kesimpulan-kesimpulan (tentative) yang lebih singkat, padat, dan
jelas. Proses analisis ini, dilakukan setelah diperoleh data-data secara
keseluruhan.
c. Analisa Tipologi
Analisis
tipologi
adalah
merupakan
kegiatan
untuk
membandingkan, menarik implikasi dan membentuk kategorisasi baru
setelah analisi induksi. Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber
data yang telah dianalisa secara induktif, masih bersifat terpisahkan,
sehingga belum dapat tergambarkan saling keterkaitannya sesuai dengan
butir-butir yang dicari dalam fokus penelitian. Jadi yang dimaksud analisis
tipologi ini adalah merupakan pengelompokkan baru yang disesuaikan
dengan keperiuan penelitian.
96
2. Proses Interpretasi
Dalam proses analisis bersifat deskriptif dan informative, maka
proses interpretasi bersifat reformatif dan transformatif. Dalam proses
interpretative ini peneliti dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
menafsirkan, mengadakan keterkaitan konteks, referensi konsep dan
membangun pemahaman-pemahaman baru. Dengan demikian, maka
akan tergambar proses interpretasi ini diperiukan analisis dan sistesis
multidisipliner, yakni menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil
penelitian dengan landasan teori (konseptualisasi) yang menjadi kerangka
acuan (frame ofreferencew) peneliti dan keterkaitannya dengan temuantemuan dari penelitian lainnya yang relevan.
,^fl:RS»f
BABV
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dirumuskan pada bagian ini didasarkan pada
temuan-temuan data penelitian, yang pembahasannya disesuaikan
dengan poin-poin pertanyaan penelitian. Berangkat dari temuan penelitian
yang disajikan dalam Bab IV, maka dirumuskan kesimpulan-kesimpulan
penelitian sebagai berikut:
1. Persepsi atau pendapat peserta Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial, pada dasarnya memandang positif pelaksanaan jenisdiklat ini
dalam upaya meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia
kesejahteraan sosial. Seiring dengan persepsi yang positif tereebut,
tereimpan beberapa harapan berkenaan dengan pelaksanaan jenis
diklat ini, yakni: pentingnya mengangkat pereoalan-persoalan
kontekstual dan kasuistis dalam layanan kesejahteraan sosial untuk
kemudian dibahas dalam perepektif keilmuan.
2. Analisis tentang materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial, dapat dilihat dari sisi mekanisme
perumusan materi pelatihan, dan upaya penggalian materi pelatihan.
Dalam hal mekanisme perumusan materi pelatihan, BBPPKS
melakukan tiga kegiatan utama, yakni: (a) Analisis Kebutuhan
Pelatihan (AKP), (b) merumuskan tujuan kurikuler dari Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial; dan (c) meiaksanakan monitoring
183
184
dan
evaluasi
secara
berkala.
Analisis
Kebutuhan
Pelatihan
dimaksudkan untuk menggali kebutuhan-kebutuhan apa yang dihadapi
oleh para pejabat fungsional pekerja sosial, yang kemudian diakomodir
sebagai materi pelatihan. Sementara rumusan tujuan kurikuler PPFPS
Tingkat II dimaksudkan sebagai silabi atau kurikulum pelatihan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar pengembangan materi pelatihan
bagi para fasilitator atau tenaga widyaiswara yang dilibatkan dalam
pelatihan
tersebut.
berkelanjutan
Sementara
dimaksudkan
monitoring dan evaluasi yang
sebagai
upaya
untuk
mengontrol
pelaksanaan materi pelatihan yang telah dirumuskan.
Upaya
menggali
permasalahan-permasalahan
sosial
yang
berkembang di masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk
mendinamisasikan isi atau content materi pelatihan yang sesuai
dengan dinamika masyarakat. Tugas ini, merupakan pekerjaan utama
dari Litjibang BBPPKS.
3. Pola pembelajaran pada Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial,
dapat dilihat dari sisi (a) tujuan diadakannya diklat; (b) materi
pelatihan, (c) metode pembelajaran, (d) fasilitas pembelajaran yang
digunakan; dan (e) sistem evaluasi yang digunakan.
Tujuan diadakannya PPFPS Tingkat II adalah untuk meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia kesejahteraan sosial melalui
pengembangan kapasitas aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang
pada akhirnya dapat diwujudkan pekerja sosial yang menunjukkan
kinerjanya sesuai dengan kode etis pekerja sosial.
185
Materi
pelatihan yang disampaikan dalam
PPFPS Tingkat II
merupakan paket pembelajaran yang telah dirumuskan secara
konseptual
oleh
BBPPKS
melalui
kegiatan
pengkajian
yang
memfokuskan pada telaah tuntutan kerja pekerja sosial di saat ini dan
masa yang akan datang.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam PPFPS Tingkat II
bervariasi, seperti metode ceramah, tanya jawab, curah pendapat, role
playing, studi kasus, dan PKL yang semuanya diarahkan untuk
menggali pengalaman-pengalaman peserta pelatihan menjadi sebuah
konsep pelayanan kesejahteraan sosial yang prima.
Fasilitas pembelajaran yang digunakan dalam PPFPS Tingkat II
dipandang memadai untuk kepentingan pembelajaran diklat. Kondis
PADA BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Studi Evaluatif Program Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung)
TESIS
Diajukan untukmemenuhi sebagian syarat
Mempcroleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
&
Oleh:
EMMY WIDAYANTI
NIM. 999664
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2001
MOTTO:
" LAA ING SYAKARTUM LAA ADZI DANAKUM WAA LAA ING
KAFARTUMINNAADZAA Bl LAASYAADID "
(Q.S. 14, IBRAHIM:7)
«
SESUNGGUHNYA JIKA KALIAN BERSYUKUR,
PASTI KAMI
AKAN
MENAMBAH (NIKMAT)
KEPADA
KALIAN, DAN JIKA KALIAN MENGINGKARI (NIKMAT - KU),
MAKA SESUNGGUHNYA ADZAB - KU SANGAT PEDIH".
Disetujui dan disyahkan oleh:
Pembimbing I
Prof.Dr.H. Mohamad Idochi Anwar, M.Pd.
Pembimbing II
Prof.Dr.H. Djam'an Satori, MA
Mengetahui,
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
Program Pascasarjan3 Universitas Pendidikan Indonesia
Prof.Dr.H.1
amsuddin Makmun, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul
"Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial", beserta seluruh isinya adalah benar-
benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara. yang tidak sesuai dengan etika yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran
atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap
keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus2001
EMMY WIDAYANTI
in
ABSTRAK
Dewasa ini, profesi pekerjaan sosial dihadapkan pada tugas yang
amat kompleks yang pada akhirnya memerlukan peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikapyang adaptif dan antisipatif dengan
perubahan yang berkembang di masyarakat.. Dalam posisi seperti ini,
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS),
memiiki tugas dan fungsinya untuk melakukan pembinaan dan
peningkatan profesionalisme pekerja sosial melaiuui penyelenggaraan
diklat, yang salah satunya adalah Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial (PPFPS). Dalam konteks penelitian ini, dibatasi pada Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Berangkat dari kerangka pemikiran tersebut, permasalahan yang
dirumuskan adalah: "Bagaimana pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS
Bandung?". Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, mengingat sifat permasalahan dan tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini bersifat alamiah dan berorientasi pada
proses. Alat pengumpul data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh dari lapangan
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknis analisis induktif.
Beberapa temuan penelitian yang sekaligus merupakan jawaban
atas rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Persepsi atau pendapat peserta terhadap Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial positif, dan terungkap pentingnya
mengakomodasi permasalahan aktual dan kontekstual.
2. Analisis materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial, dapat dilihat dari sisi mekanisme perumusan materi
pelatihan, dan upaya penggalian materi pelatihan. Perumusan materi
diklat dilaksanakan melalui: (a) Analisis Kebutuhan Pelatihan (AKP),
(b) merumuskan tujuan kurikuler, dan (c) melaksanakan monitoring
dan evaluasi secara berkala.
3. Tujuan diadakannya PPFPS Tingkat II adalah untuk meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia kesejahteraan sosial.
4. Kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam pelaksanaan
PPFPS Tingkat II digali dari kondisi-kondisi intern, sedangkan peluang
dan tantangan digali dari kondisi ekstern.
5. Strategi pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
melalui PPFPS Tingkat II, dapat dilaksanakan dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut: (a) tahap perencanaan program diklat; (b)
pemograman pengembangan pegawai (SDM); dan (c) implementasi
program pengembangan sumber daya manusia. Masing-masing dari
tahap kegiatan tersebut, dalam implementasinya memerlukan
elaborasi atau operasionalisasi kegiatan secara spesiftk.
IV
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PERSETUJUAN
I
LEMBAR PENGESAHAN
»
PERNYATAAN
»i
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
>v
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
«x
xi
DAFTAR TABEL
BAB
xii
I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Fokus Telaahan dan Rumusan Masalah
BAB
7
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
11
13
E. Manfaat Penelitian
14
F. Paradigma Penelitian
16
II STUDI KEPUSTAKAAN
19
A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan
1. Pengertian Administrasi Pendidikan
2. Pengertian dan Fungsi Administrasi Personel
B. Pengembangan Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia
2. Fungsi Pengembangan Sumber Daya Manusia
3. Misi Pengembangan Sumber Daya Manusia
4. Tahapan Pengembangan Sumber Daya Manusia..
C. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan
1. Konsep Dasar Pendidikan dan Pelatihan
2. Pola Pembelajaran Dalam Diklat
19
19
22
26
26
29
32
35
43
43
44
3. Faktor-Faktor Yang Mendukung dan Menghambat
Penyelenggaraan Diklat
4. Pengembangan Kemampuan Profesional Sumber
Daya Manysia Melalui Diklat
5. Pengembangan Program Diklat Bagi Profesi
Pekerjaan Sosial
D. Manajemen Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
(SKSN)
46
65
68
70
1. Konsep Dasar Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional
70
2. Tahapan Manajerial Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional
E. Telaahan Studi Terdahulu Yang Relevan
IX
71
83
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
86
86
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Langkah-Langkah Penelitian
88
90
92
E. Teknik Analisa dan Interpretasi
93
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian
97
97
1. Pendapat Peserta Diklat terhadap Pelaksanaan
PPFPS
97
2. Materi Yang Disampaikan Dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Kaitannya Dengan
Tuntutan Kerja Pekerja Sosial
3. Pola Pembelajaran Pada Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial
107
119
4. Faktor Pendukung dan Penghambat
Penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial
140
5. Peluang dan Tantangan Dalam Pelaksanaan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
144
B. Pembahasan Temuan Penelitian
1. Analisis Tentang Pendapat Peserta terhadap
148
Kepuasan Penyelenggaraan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial
2. Analisis Tentang MateriYang Disampaikan Dalam
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
3. Analisis Pola Pembelajaran Pada Pelatihan Pejabat
Fungsional PekerjaSosial
149
156
162
4. Analisis SWOT Terhadap Pelaksanaan Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
5. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesejahteraan Sosial Melalui PPFPS
BAB
V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
173
175
183
183
188
191
DAFTAR GAMBAR
Hal
GAMBAR No 1; PARADIGMA PENELITIAN
18
GAMBAR No 2; PEMOGRAMAN PENGEMBANGAN PEGAWAI
38
GAMBAR No 3; MODEL UMUM PROSES PELATIHAN DAN
PENGEMBANGAN SDM
42
GAMBAR No 4; PROPORSI KETERAMPILAN YANG HARUS
DIMILIKI OLEH PEMIMPIN
51
GAMBAR No 5; PROSES PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
58
XI
DAFTAR TABEL
Hal
TABEL No 1; MATERI PEMBELAJARAN PPFPS
XII
127
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan-permasalahan sosial akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Artinya
layanan kesejahteraan sosial secara profesional pada dasamya tidak
terbatas ada tidaknya Departemen Sosiaimelainkan akan tetap diperiukan
sepanjang
kehidupan
manusia
itu
masih
ada.
Sementara
itu
permasalahan kesejahteraan sosial, baik sebagai dampak sampingan
yang tidak diharapkan dari proses pembangunan maupun sebagai gejala
penyerta proses industrialisasi, derasnya arus informasi dan globalisasi,
cenderung semakin meningkat dan semakin kompleks sehingga
memerlukan peningkatan efektivitas dan efjsiensi penanganannya.
Menghadapi permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin meningkat
dan semakin kompleks tersebut, demikian pula menghadapi semakin
meningkatnya kesadaran dan harapan masyarakat akan tingkat
kesejahteraan sosial yang semakin baik, semakin adil dan merata, serta
sesuai dengan arahan GBHN. Layanan kesejahteraan sosial sebagai
unsur pokok pembangunan kesejahteraan rakyat, diharapkan dapat
mencegah dan menanggulangi permasalahan kesejahteraan sosial, serta
mengentaskan permasalahan sosial. Salah satu permasalahan sosial
yang nampak dalam masyarakat dewasa ini, adalah munculnya
masyarakat konsumerisme, sementara pada populasi masyarakat lainnya
dihadapkan pada masalah kemiskinan. Kondisi seperti ini merupakan
salah satu faktor pemicu munculnya kesenjangan sosial sebagaimana
sedang
berjalan
dewasa
ini.
Untuk melaksanakan
peranan dan
memberikan sumbangan yang tepat guna dan berhasil; guna tersebut,
pelayanan kesejahteraan sosial baik oleh pemerintah maupun organisasiorganisasi atau lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, maka
upaya pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan secara sungguhsungguh.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh manusia di era
global ini adalah kemampuan dalam merespon berbagai perubahan
secara arif dan bijaksana. Munculnya berbagai fenomena dalam
masyarakat yang semakin kompleks, merupakan tantangan esktemal
yang harus direspon oleh para tenaga kesejahteraan sosial dalam
mengembangkan Visi dan Misi layanannya terhadap masyarakat.
Implikasinya, pengembangan sumber daya manusia kesejahteraan sosial
perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dengan mengikuti berbagai
perkembangan yang ada di masyarakat. Makna berkesinambungan
manakala dilihat dari sudut pengembangan profesi, mengandung arah
bahwa pengembangan profesionalisme sumber daya manusia,
tidak
cukup
yang
mengandalkan
pada
pengalaman
pendidikan formal
dikategonkan sebagai pre-service training, tetapi memerlukan pembinaan
selama memangku jabatan yang disebut sebagai inservice training.
Disadari bahwa dewasa ini terdapat kecenderungan perbedaan laju
perkembangan antara pola standar kemampuan yang diperoleh pada latar
belakang pendidikan seseorang dengan tuntutan kerja dalam lingkungan
kontekstual. Sejalan dengan kecenderungan tersebut, Sarah Tang yang
dikutip oleh Supriadi (1996: 58), menjelaskan sebagai berikut:
Ada kesenjangan antara keterampilan yang dibekalkan oleh
pendidikan konvensional dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia
usaha. Untuk itu perusahaan-perusahaan sekarang dipaksa untuk
melatih sendiri karyawannya melalui pendidikan prajabatan,
sebelum mereka ditempatkan dalam suatu posisi.
Pentingnya pengembangan sumber daya manusia secara
berkelanjutan, merupakan salah satu kebijakan dalam meningkatkan
profesionalisme layanan kesejahteraan sosial dikarenakan rekruitmen
sumber daya manusia (SDM) pada sektor layanan kesejahteraan sosial
berasal dari berbagai disiplin ilmu dan jenjang pendidikan yang beragam
serta sebagai respon terhadap tuntutan mutu layanan (quality service)
secara profesional. Selain dari sarjana-sarjana Kesejahteraan Sosial, juga
merekrut di antaranya Sarjana Pendidikan, Sarjana Psikologi, Sarjana
Hukum, Sarjana Ekonomi, dan juga lulusan SLTA. Namun demikian,
sumber daya manusiayang majemuk disiplin ilmu dan jenjang pendidikan
ini, orientasikerjanya mengarah pada mewujudkan vlsi dan Misi lembaga,
yakni berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, sumber
daya manusia yang telah melalui tahapan seleksi dan penempatan
tersebut periu diupayakan pengembangan profesionalisme kerja melalui
pelatihan. Hal ini mengingat orientasi layanan Departemen Sosial dalam
konteks pekerjaan sosial (Social Work) yang memenuhi karakteristik
profesional.
Program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Balai Belai
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), bertujuan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kesejahteraan sosial. Hal tersebut
sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 6/1974
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, khususnya
pasal 6, yang menyatakan bahwa: "Penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan, khususnya latihan-latihan yang tertuju ke arah pembentukkan
tenaga-tenaga ahli dan kejuruan dalam profesi pekerjaan sosial, diatur
dengan Peraturan Perundang-Undangan". Sebagai lembaga operasional
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya
manusia di sektor layanan kesejahteraan sosial, yakni Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), yang salah
satunya adalah BBPPKS Bandung. Seperti tertuang dalam Keputusan
Kepala BKSN Nomor 08A/HUK/BKSN/2000, bahwa kedudukan BBPPKS
merupakan unit pelaksana teknis di bidang pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan sosial di lingkungan Departemen Sosial.
Mencermati fenomena kehidupan yang semakin kompleks, maka
upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkaitan dengan sektor
layanan kesejahteraan sosial merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Implikasinya bagi upaya penyiapan dan pengembangan
sumber daya manusia di sektor layanan kesejahteraan sosial periu
dilaksanakan secara berkesinambungan, dengan Visi dan Misi ke arah
peningkatan
profesionalisme
para
pelaksana,
dengan
tetap
menampakkan karakteristik layanan sosialnya. Upaya ke arah sana, telah
menjadi program pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia
menjadi sangat penting. Hal ini dimaksudkan agar tercipta Sumber Daya
Manusia (SDM) yang proaktif dan dinamis terhadap perkembanganperkembangan yang terjadi di masyarakat.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balai Besar Pendidikan
dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) mempunyai tugas
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial di
lingkungan Departemen Sosial. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan
Kesejahteraan Sosial Nasional Nomor: 08A/HUK/BKSN/2000 tanggal 30
Juni 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), disebutkan
fungsi BBPPKS, sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana dan program pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan sosial, data dan informasi, serta pengembangan
jabatan fungsional;
2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial,
3. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kegiatan pendidikan;
4. Pelayanan dan pembinaan teknis pendidikan dan pelatihan
kesejahteraan
soasial,
data
dan
informasi,
serta
pengembangan jabatan fungsional;
5. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis, maka program diklat yang
dikembangkan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS), memiliki sasaran yang jelas. Sehubungan dengan hal
tersebut, sasaran dan wilayah kerja Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sasaran pelayanan diklat mencakup seluruh segmen yang bergerak
dalam pelayanan bidang kesejahteraan sosial meliputi:
1) Pejabat Struktural dan Fungsional di lingkungan Departemen
Sosial;
2) Pejabat Pekerja Sosial yang
bekerja di luar lingkungan
Departemen Sosial, misalnya Pemda, Kepolisian, rumah sakit,
industri, dan Iain-Iain;
3) Segenap segmen dalam masyarakat yang tergabung dalam
organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
pilar partisipan masyarakat dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
masyarakat
(mencakup
Karang
Taruna,
Pekerja
Sosial
Masyarakat dan relawan sosial lainnya) yang kompeten.
b) Wilayah kerja
Sasaran wilayah pelayanan diklat mencakup propinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat, Banten, Lampung, Bangka Belitung, dan Kalimantan
Barat.
Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia periu
dilaksanakan secara berkelanjutan, sebagaimana dikehendaki dalam
konsep "life long education". Hal tersebut sebagaimana telah disinyalir
oleh Supriadi (1996:54), yang menyatakan sebagai berikut: "Agar
pendidikan dapat memainkan perannya, ia mesti terkait dengan dunia
kerja. Hanya dengan cara ini pendidikan akan mempunyai kontribusi
terhadap ekonomi". Implikasinya, proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia tersebut, tidak berwujud pada tatanan pendidikan di
persekolahan, tetapi dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan inservice training, yang salah satu bentuknya adalah diklat (pendidikan dan
latihan).
B. Fokus Telaahan dan Rumusan Masalah
Kegiatan diklat yang dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), dapat dikategorikan ke dalam
diklat yang bersifat teknis, profesi, fungsional, maupun diklat struktural.
Masing-masing jenis diklat memiliki tujuan dan sasaran program kerja
secara spesifik.
Salah satu pendidikan dan pelatihan yang telah dan sedang
dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) Bandung adalah Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial (PPFPS). Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
yang
dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS), secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Kecamatan dalam melaksanakan
pelayanan kesejahteraan sosial. Sasaran umum tersebut dijabarkan
menjadi 6 (enam) sub sasaran/tujuan, yang pada operasionalnya
didukung dengan 35 materi pelatihan ditambah Praktek Kerja Lapangan.
Of
Z
Secara keseluruhan, proporsi waktu untuk Pelatihan Pejabat FUngsl^^^/
Pekerja Sosial ini 500 jam pelatihan. Dalam pelaksanaannya, PP^^§!„
terdiri dari tiga tahapan, yakni PPFPS Tingkat I, PPFPS Tingkat II, dan
PPFPS TingkatIII. Tahapan dalam PPFPS tersebut, berimplikasi terhadap
pendalaman spesifikasi dan sasaran peserta diklat sebagaimana
dijelaskan dalam Pedoman Kerja Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS).
Sebagai gambaran hasil monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan PPFPS Tingkat II angkatan VI tahun 2000, dari peserta
sebanyak 30 orang (satu orang baru berpangkat ll-b) ditangani oleh 24
widyaiswara dari dalam dan dari luar, 7 orang Panitia Penyelenggara, dan
3 orang supervisor ditambah sejumlah supervisor lapangan (melibatkan
if
enam desa), ternyata hasil yang diperoleh para peserta diklat adalah 90%
pada kategori baik dan 10% pada kategori cukup. Sementara itu, hasil
evaluasi kelompok dari pelaksanaan PKL, ternyata enam kelompok
masing-masing memperoleh hasil pada kategori baik.
Gambaran hasil akhir dari PPFPS bagi para peserta tersebut di
atas, tidak terlepas dari kontribusi widyaiswara. Berdasarkan hasil
penilaian para peserta diklat, kategori dari 24 widyaiswara yang dinilai 13
komponen, ternyata hanya 20,8% yang termasuk kategori sangat baik,
sementara yang lainnya termasuk kategori baik.
Berdasarkan gambaran dari pelaksanaan PPFPS Tingkat II
angkatan VI, masih diperiukan banyak pembenahan dalam rangka
memperoleh hasil yang optimal. Hal ini merupakan tantangan bagi
penyelenggara diklat untuk pelaksanaan pada angkatan-angkatan
berikutnya. Dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan, serta
peluang dan ancaman yang ada, maka semua komponen yang terlibat
periu bekerja sama dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran,diklat
yang optimal.
Luasnya program kerja dan sasaran dari ketiga tahapan dalam
PPFPS tersebut, maka dipandang periu untuk melakukan pembatasan
fokus penelitian. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
memusatkan dalam setting PPFPS Tingkat II, dengan pertimbangan
(justifikasi) sebagai berikut:
1. Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial secara umum memiliki
peranan strategis ke arah pengembangan sumber daya manusia agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara profesional
dalam memfungsikan individu maupun institusi sebagai pekerja sosial.
Hal tersebut, didasarkan pada nilai filosofis dasar dan kenyataan
empirik bahwa inti dari Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan
layanan kesejahteraan sosial adalah sebagai pejabat fungsionaldalam
bidang layanan kesejahteraan sosial.
2. Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II, memiliki
sasaran Pejabat Pekerja Sosial golongan ll-d sampai dengan lll-c, di
mana untuk tahun anggaran 2001 merupakan angkatan ke VII.
Berdasarkan
struktur
organisasi
BBPPKS,
pelatihan
Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial berada di bawah Bidang Diklat Fungsional
dan Profesi.
3. Output dari Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tin
akan langsung bersentuhan dengan pengembangan Panti-Panti
sebagai wadah atau Unit Pelaksana Teknis layanan kesejahteraan
sosial.
4. Dengan membatasi pada setting Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II, diharapkan akan dapat mempertajam telaahan
empiris tentang permasalahan pengembangan Sumber Daya Manusia
yang diorientasikan pada peningkatan profesionalisme pejabat
fungsional yang bergerak di bidang layanan kesejahteraan sosial.
Dilihat dari aspek pengembangan sumber daya manusia, apa
yang dilakukan BBPPKS
dengan PPFPS-nya merupakan salah satu
upaya dalam merespon tuntutan profesionalisme pelayanan, dengan cara
peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dengan pengembangan
kualitas sumber daya manusia tersebut, dimaksudkan agar para pegawai
yang bergerak di bidang layanan kesejahteraan sosial khususnya yang
teriibat langsung dengan pelayanan di Panti-Panti Sosial memiliki
wawasan global tentang medan kerjanya dan memiliki ketajaman dalam
menganalisis
permasalahan
kontekstual
kerjanya,
dengan
tetap
menampakkan karakteristik pekerja sosial. Upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia sangat memerlukan pengaturan yang baik, bahkan
dalam hal ini manajemen yang teratur, sehingga dapat memperoleh hasil
yang baik pula.
Program pengembangan sumber daya manusia melalui PPFPS
Tingkat II akan memberikan manfaat, baik kepada individu pegawai
11
maupun kepada institusi tempat mereka bertugas, berupa produktivitas,
etika, efisiensi kerja,
stabilitas, serta fleksibilitas lembaga dalam
mengantisipasi perkembangan zaman. Menyadari urgensinitas dari
PPFPS tingkat II sebagaimana dijelaskan di atas, berkembangnya
dimensi kehidupan di masyarakat secara kompleks, adanya tuntutan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan kebijakan Departemen
Sosial melalui BBPPKS untuk melaksanakan program pendidikan dan
pelatihan, maka upaya pengkajian secara mendalam dan ilmiah tentang
penyelenggaraan diktat, khususnya PPFPS Tingkat II penting untuk
diteliti.
Berangkat dari telaahan konseptual dan empiris di atas, maka
penelitian ini akan memfokuskan pada studi evaluatiftentang pelaksanaan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II. Dengan demikian,
maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
"Bagaimana pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung?".
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjabarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat peserta pelatihan terhadap program Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial hubungannya dengan peningkatan
profesionalisme pekerja sosial?
12
2. Apakah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial sesuai dengan tuntutan kinerja organisasi dewasa ini?
3. Bagaimana pola pembelajaran Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial?
a. Apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
b. Bahan pelajaran apa saja yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
c. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan dalam Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
d. Fasilitas apa saja yang digunakan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
e. Bagaimana sistem evaluasi yang digunakan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial?
4. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penyelenggaraan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
5. Peluang dan tantangan apa saja yang periu diperhatikan dalam
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial?
6.
Bagaimana
strategi
yang
dapat
dikembangkan
dalam
mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial di masa yang akan datang?
13
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau
mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengelolaan pengembangan
Sumber Daya Manusia melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial. Hasil dari analisis proses penyelenggaraan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial dimaksud, diarahkan pada upaya untuk
merumuskan beberapa alternatif pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial yang didasarkan atas
tuntutan profesionalisme kerja sebagai pejabat fungsional yang berkaitan
dengan layanan kesejahteraan sosial.
2. Tujuan Khusus
Mengacu pada rumusan pertanyaan penelitian di atas, maka
secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengungkap pendapat peserta Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial yang berkenaan dengan peningkatan profesioanalisme pekerja
sosial.
b. Menganalisis tingkat kesesuaian antara materi yang disampaikan
dalam Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial dengan tuntutan
kinerja organisasi dewasa ini.
c. Mendeskripsikan pola pembelajaran yang dilaksanakan dalam
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, yang meliputi aspek: (a)
tujuan penyelenggaraan diklat, (b) bahan yang disampaikan, (c)
14
metode pembelajaran yang digunakan, (d) fasilitas yang digunakan,
dan (e) sistem evaluasi yang digunakan.
d. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
e. Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan dari penyelenggaraan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
f.
Merumuskan altematif strategi pengembangan Sumber Daya Manusia
melalui Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil analisis penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial dapat dijadikan data pengkajian untuk mengembangkan
konsep-konsep
Pendidikan
pengembangan
dan
Pelatihan
Sumber Daya
(Diklat).
Studi
Manusia
melalui
evaluasi
terhadap
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, di
samping bermanfaat untuk memberikan feedback bagi institusi BBPPKS,
juga dapat dijadikan wahana dalam mengembangkan konsep analisis
SWOT dengan menyertakan permasalahan-permasalahan kontekstual
penyelenggaraan
pendidikan
dan
pelatihan
serta
permasalahan
kesejahteraan sosial. Implikasinya dalam penelitian ini juga dapat
memunculkan pengkajian teori-teori pengelolaan Sumber Daya Manusia
dalam bentuk inservice training, pembelajaran sepanjang hayat, dan
pengelolaan institusi diklat.
15
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini, diharapkan memiliki manfaat praktis
sebagai berikut:
a.
Menjadi masukkan bagi lembaga Balai Besar Pendidikan dari
Pelatihan Kesejahteraan Sosial tentang gambaran tingkat kepuasan
peserta PPFPS tingkat II, sehingga pihak lembaga dapat melakukan
"Need Assessment" secara tepat tentang harapan dan kebutuhan dari
peserta diklat.
b.
Menjadi bahan pertimbangan bagi Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial dalam merumuskan program PPFPS
tingkat II yang lebih relevan, fleksibel, dan bersifat "futuristic oriented",
sehingga hasil dari PPFPS tingkat II tersebut dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan menjadi pelaksana pembangunan
kesejahteraan sosial yang handal.
c.
Menjadi bahan pertimbangan bagi para tenaga widyaiswara atau
fasilitator tentang pengelolaan pembelajaran dalam program PPFPS
tingkat II, seperti dalam menggunakan metode pembelajaran yang
tepat, materi kegiatan yang disampaikan, dan sistem evaluasi yang
digunakan.
d.
Memberikan
kontribusi
pemikiran
tentang
altematif
strategi
pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan
layanan kesejahteraan sosial melalui PPFPS tingkat II, yang
diharapkan lebih akomodatif terhadap dinamika perubahan di
masyarakat.
16
F. Paradigma Penelitian
Pengembangan sumber daya manusia yang bergerak di bidang
layanan kesejahteraan sosial dilakukan melalui pembinaan dan
pengembangan profesionalisme kerja yang ditugaskan pada Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Sebagai Unit
Pelaksana Teknis yang ditugaskan
melakukan pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan layanan
kesejahteraan sosial melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) tersebut,
maka visi dari
institusi
Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) ini berorientasi pada pengembangan
sumber daya manusia manusia yang bergerak di bidang layanan
kesejahteraan sosial. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam visi
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS),
sebagai berikut: "Terwujudnya pendidikan dan pelatihan yang kompetitif
untuk menghasilkan sumber daya manusia kesejahteraan sosial yang
kreatif, inovatif dan produktif serta memiliki standar profesional".
Rumusan visi tersebut merupakan landasan utama dalam
mengoperasionalkan segenap kebijakan Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia kesejahteraan sosial. Produk pengembangan
sumber daya manusia, pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan
fungsionalitas individu dan manakala hal tersebut dilaksanakan secara
berkelanjutan, maka akan memberikan kontribusi terhadap mutu layanan
institusi.
17
Adapun berbagai komponen yang mempengaruhi proses Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial adalah masukan atau input, baik
masukan instrumental, bahan maupun lingkungan. Ketiga hal tersebut
akan mewamai dan menjadi bahan dalam proses diklat. Selain itu standar
kinerja jabatan Fungsional Pekerja Sosial menjadi salah satu acuan dalam
program PPFPS tersebut.
Menyadari
pentingnya
melakukan
analisis
sistem dalam
penyelenggaraan diklat tersebut, maka analisis SWOT (Strenght,
Weakness, Opportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Tantangan (KKPT) dapat dijadikan instrumen untuk mengidentifikasi
kondisi obyektif tentang faktor-faktor intern (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor-faktor ekstern (peluang dan tantangan). Hasil dari analisis SWOT
tersebut, dapat dilakukan penilaian obyektif tentang tingkat validitas,
relevansi, dan kelayakan dari penyelenggaraan diklat yang dilakukan oleh
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPKS).
Implikasinya hasil dari evaluasi atau analisis sistem dalam
penyelenggaraan diklat tersebut akan berfungsi sebagai feedback bagi
lembaga, ke arah perumusan strategi pengembangan sumber daya
manusia melalui diklat.
Pengelolaan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
memiliki peranan strategis dalam mendorong terwujudnya sumber daya
manusia kesejahteraan sosial yang kreatif, inovatif, dan produktif serta
memiliki standarisasi profesional sebagai pekerja sosial, sehingga pada
18
akhirnya akan menampilkan performance kerja sebagai pekerja sosial
profesional.
Kerangka berpikir tersebut, dapat divisualisasikan dalam gambar
berikut
r
1
STANDAR KINERJA
JAFUNG
BBPPKS
VISI
MISI
TUJUAN
PEKERJA SOSIAL
INSTRUMENTAL
INDIVIDU
DIKLAT
BAHAN
SDM
PROSES
PPFPS
LINGKUNGAN
IINST1TUS10NAL
HASIL
DIKLAT
ALTERNATE
UMPAN BALIK
STRATEGI
PENGEMBANGAN
PROGRAM PPFPS
Gambar. 1
Paradigma Penelitian
SWOT
-•Sjgfra:
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan
sumber daya melalu Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat
II yang diselenggarakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang Bandung. Data dan informasi
yang berkenaan dengan tujuan penelitian tersebut, dianalisa secara
kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitik.
Sehubungan dengan hal tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (1985: 64),
menjelaskan bahwa "penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang di mana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang
menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian digambarkan sebagaimana
mestinya".
Tentang pendekatan penelitian kualitatif, dijelaskan oleh Nasution
(1992: 5), bahwa "penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati
orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya".
Secara rinci Bogdan dan Biklen (1982), Lincoln dan Guba (1985)
dalam Meloeng (1988: 4-8), menjelaskan ciri-ciri penelitian kualitatif
sebagai berikut: (1) Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah; (2) Peneliti merupakan alat pengumpul data utama; (3)
86
87
Menggunakan metode kualitatif; (4) Analisis data secara induktif; (5) Teori
dasar (Grounded Theory); (6) Laporannya berisi kutipan-kutipan data
(secara deskriptif); (7) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (8)
Adanya batas yang ditentukan oleh fokus; (9) Adanya kriteria khusus
untuk keabsahan data; (10) Desain bersifat sementara; (11) Hasil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Ciri-ciri yang senada tentang penelitian kualitatifdikemukakan oleh
Nasution (1982:9-12), yakni sebagai berikut: (1) Sumber data ialah situasi
wajar atau natural setting; (2) Peneliti sebagai instrumen penelitian; (3)
Sangat Deskriptif, (4) Mementingkan proses maupun produk; (5) Mencari
makna di belakang kelakuan atau perbuatan sehingga dapat memahami
masalah suatu situasi; (6) Mengutamakan data langsung atau firsthand;
(7) Menonjolkan rincian kontekstual; (8) Subyek yang diteliti dipandang
berkedudukan sama dengan peneliti; (9) Mengutamakan perspektif,
artinya mementingkan pandangan responden; (10) Verifikasi; (11)
Sampling yang purpossive; (12) Menggunakan audit trial; (13) Partisipasi
tanpa menunggu; (14) Mengadakan analisis sejak awal penelitian; dan
(15) Desain penelitian tampil dalam proses penelitian.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa penelitian yang
berusaha mengamati perilaku orang dan memahami kehidupannya serta
penafsirannya terhadap
kehidupannya lebih tepat menggunakan
penelitian secara kualitatif di mana peneliti secara langsung dapat
berinteraksi dengan responden.
88
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah penyelenggaraan
Pelatihan
Pejabat
Fungsional
Pekerja
Sosial
Tingkat
II
yang
diselenggarakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) di Jalan Panorama I Lembang Bandung.
Terdapat perbedaan mendasar antara teknik sampling dalam
penelitian kuantitatif dengan teknik sampling dalam penelitian kualitatif.
Pada penelitian kuantitatif sampel dipilih dari suatu populasi sehingga
dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Dengan cara seperti itu,
maka sampel telah dianggap kuat mewakili ciri-ciri suatu populasi.
Pada penelitian kualitatif, menurut Licoln dan Guba yang dikutip
oleh LexyJ. Moleong (1988:165), dijelaskan bahwa peneliti mulai dengan
asumsi bahwa konteksnya sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif
peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal
ini sampling diharapkan mampu menjaring sebanyak mungkin informasi
dari berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang adadalam rumusan konteks yang unik dan menggali
informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Sampel diambil secara pupossive (bertujuan), yaitu pengambilan
subyek sebagai sampel penelitian yang didasarkan kepada adanya tujuan
tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Lexy J. Moleong, 1988:165-166):
a.
b.
Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball
Sampling", dengan cara responden diminta menunjuk orang
lain yang dapat memberiakn informasi dan responden
89
berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya,
sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.
c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap
sampel dapat sama kegunaannya, Pada saat informasi
semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan
hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus penelitian.
d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak
ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel
dihentikan.
Sampel penelitian ini adalah subyek yang memiliki berbagai
karakteristik,
unsur,
nilai
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
penyelenggaraan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
yang
diselenggarakan di Balai
Besar Pendidikan dan
Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS).
Berangkat dari kerangka konseptual di atas dan tujuan penelitian
ini, maka yang menjadi subyek penelitian, adalah sebagai berikut:
1. Kepala BBPPKS
2. Kabid Diklat Fungsional dan Profesi
3. Ketua Tern Pelaksana Diklat
4. Anggota Team Pelaksana
5. Fasilitator dan atau Widyaiswara
6.
Peserta Diklat
Subyek penelitian di atas dapat berkembang tergantung pada
tujuan (purpossive) dan pertimbangan (considerance) informasi sesuai
dengan data yang diperiukan sehingga mencapai ketuntasan.
Sejalan dengan maksud pengambilan subyek penelitian, Nasution
(1982: 32-33), menjelaskan sebagai berikut:
90 ,.
"A*
.*
Bahwa untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dabat; r%; v', ^..,
diteruskan sampai pada taraf Redadancy atau kejenuhan, artirwa%^3^.ai^|j' *
bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh ^$2"£*^'
dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang^^Bp^*.
*V
berarti, dengan kata lain sampel dianggap memadai bila tidak ^^'^^-^
ditemukan pola tertentu dan informasi yang dikumpulkan pada saat
ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama
penelitian.
Dalam hal ini, Lincoln dan Guba (1985: 39) dalam Lexy Moleong
(1988:119), mengemukakan bahwa "seorang peneliti naturalistik memilih
menggunakan sendiri sebagai human instrument pengumpul data primer.
Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat
menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat
memberikan makna atas apa yang diamatinya itu".
Pendapat di atas, diperkuat dengan penyataan Nasution (1982:5556) tentang ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:
(1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna; (2) Peneliti
sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan
dapat mengumpulkan aneka data sekaligus; (3) Tiap situasi merupakan
suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket
yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia; (4) Suatu
situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan
91
pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita periu merasakannya,
menyelaminya berdasarkan penghayatan kita; (5) Peneliti sebagai
instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh dan
menafsirkannya; (6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu
saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh
penegasan, perubahan, perbaikan dan penolakan. Peneliti sebagai
instrumen utama penelitian, maka menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap
obyek yang sedang diteliti yakni pengelolaan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II yang diselenggarakan di BBPPKS
Lembang Bandung.
2. Wawancara, yaitu meiaksanakan tanya jawab tatap muka atau
mengkonformasikan
subyek
penelitian
dengan
menggunakan
pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk menggali data
dan informasi dari subyek penelitian semua dengan permasalahan nya.
3. Studi
dokumentasi,
bertujuan
untuk
melengkapi
data
yang
bersumberkan bukan dari manusia yang dapat mengecek kesesuaian
data secara triangulasi.
Untuk pengumpulan data secara cermat dan lengkap dalam
penelitian ini digunakan alat pengumpul data, yaitu pedoman observasi,
pedoman wawancara, dan studi dokumentasi.
92
D. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap pendahuluan (pra survey), artinya
tahap ini seorang peneliti mengadakan penjajagan dan mengatur strategi
pada tahap selanjutnya. Tahapan ini berfungsi untuk memahami situasi
latar penelitian.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini merupakan tahapan tindak lanjut dari tahapan
sebelumnya, jika tahapan orientasi lebih merupakan perencanaan, maka
tahap eksplorasi lebih merupakan langkah implementasi dari yang sudah
direncanakan. Tujuannya ialah ... to obtain information in depth about
those elements determined to be solient (Guba, 1978: 233). Artinya,
penulis terjun dalam kancah penelitian dan melakukan penelitian secara
intensif.
3. Tahap Member-Check Data
Pada
tahap
ini
peneliti
mengadakan
triangulas,
artinya
mengadakan bermacam-macam data yang telah dihimpunsehingga dapat
ditemukan kadar kebenaran dan kepastiannya. Selanjutnya apabila masih
ada data-data yang kurang lengkap, mengandung bias, dan dipandang
belum sampai memadai, maka periu diadakan member-cheek. Ini
93
sebenarnya
berfungsi
untuk
meyakinkan
dilakukan
analisis
dan
interpretasi yang meyakinkan.
4. Tahap Analisis dan Interpretasi Data
Tahapan analisis dan interpretasi data ini ada yang dilakukan di
lokasi, dan sebaliknya dilaksanakn penafsiran di luar lokasi. Data yang
langsung di analisa dan ditafsirkan df lokasi, yaitu terutama data yang
direkam secara manual (non elektronik). Artinya baik melalui observasi,
wawancara, hasil dokumentasi, bimbingan sosial perorangan (social case
work), maupun dengan problem solving, peneliti langsung mengadakan
langkah-langkah seperti modifikasi, klasifikasi dan simplikasi kasus
perkasus terhadap data-data yang bersifat abstrak dan fenomenologis, •
sehingga mengandung pesan-pesan tersendiri dan kemudian akan
dianalisis dan ditafsirkan kembali secara matang di luar lokasi.
E. Teknik Analisa dan Interpretasi
Dalam penelitian yang dimaksud bahwa, sesuai dengan sifatnya
naturalistic-fenomenologis-kualitatif, tentunya semua transformais yang
dijaring dengan bermacam-macam alat dalam studi ini berupa "tumpukan
data mentah", tentu pula tidak semua data yang mentah itu akan
dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan periu dipilih, direduksi,
dielaborasi dan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian. Jelasnya apa
yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan
proses penyederhanaan dan transformasi timbunan data mentah,
sehingga menjadi kesimpulanOkesimpulan yang singkat, padat dan
94
bermakna. Untuk memperoleh kesimpulan yang demikian itu, maka
seluruh pekerjaan dalam proses analisis data kualitatif, sebagaimana
ditawarkan oleh Guba (1978) dan Bogdan (1982).
Sebagai langkah dan teknik yang ditempuh dalam proses analisis
dan interpretasi, yaitu:
1.
Proses Analisis
Proses analisis data bersifat holistic dan berkesinambungan dan
tidak terpisah dalam tahapan pengumpulan data melainkan mencakup
dalam banyak hal yang bersifat sejalan, dan harmonis serta bersifat utuh.
Sebagai tahapannya, yaitu:
a. Teorisasi
Teorisasi (teorizing) merupakan proses untuk mengabstrakan
fenomena-fenomena, membuat katefgorisasi, dan menentukan saling
keterkaitannya (Le Compte & Goetz, 1984) dalam Lexy Moleong (1988:
89). Menurut pengertian sederhana, bahwa teorisasi dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk membahas akan apa yang diteliti. Kegiatan
tersebut telah dimulai dari perekaman data, terutama data-data yang
direkam secara manual. Secara lebih spesifiknya, bahwa teorisasi
merupakan proses pencatatan data, dalam lembaran-lembaran yang telah
dipersiapkan peneliti. Sebagaimana dapat dipahami bahwa, kecuali
human orally data, banyak dijumpai data yang tidak berbicara (silent data).
Oleh sebab itu, data itu hendaknya bias dibahasakan oleh seorang
peneliti.
95
b. Analisa Induksi
Analisa induksi (induction analysis) ditempuh setelah tahapan
teorisasi, maksudnya setelah dalam teorisasi informasi dan fenomena
disusun menjadi konstruk-konstruk (kesimpulan tentative), maka konstrukkonstruk itu periu dianalisis secara induktif. Jadi yang disebut analisis
induktif ialah merupakan suatu proses untuk mereduksi dan memodifikasi
data-data yang telah teorisasi sehingga sesuai dengan kebutuhan
penelitian serta fokus dan tujuan penelitian. Dengan cara tersebut, maka
akan
tergambar
bahwa
analisis
induksi
dimaksudkan
untuk
penyederhanaan, memilah-milah (kategorisasi) data, sehingga dapat
terwujud kesimpulan-kesimpulan (tentative) yang lebih singkat, padat, dan
jelas. Proses analisis ini, dilakukan setelah diperoleh data-data secara
keseluruhan.
c. Analisa Tipologi
Analisis
tipologi
adalah
merupakan
kegiatan
untuk
membandingkan, menarik implikasi dan membentuk kategorisasi baru
setelah analisi induksi. Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber
data yang telah dianalisa secara induktif, masih bersifat terpisahkan,
sehingga belum dapat tergambarkan saling keterkaitannya sesuai dengan
butir-butir yang dicari dalam fokus penelitian. Jadi yang dimaksud analisis
tipologi ini adalah merupakan pengelompokkan baru yang disesuaikan
dengan keperiuan penelitian.
96
2. Proses Interpretasi
Dalam proses analisis bersifat deskriptif dan informative, maka
proses interpretasi bersifat reformatif dan transformatif. Dalam proses
interpretative ini peneliti dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
menafsirkan, mengadakan keterkaitan konteks, referensi konsep dan
membangun pemahaman-pemahaman baru. Dengan demikian, maka
akan tergambar proses interpretasi ini diperiukan analisis dan sistesis
multidisipliner, yakni menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil
penelitian dengan landasan teori (konseptualisasi) yang menjadi kerangka
acuan (frame ofreferencew) peneliti dan keterkaitannya dengan temuantemuan dari penelitian lainnya yang relevan.
,^fl:RS»f
BABV
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dirumuskan pada bagian ini didasarkan pada
temuan-temuan data penelitian, yang pembahasannya disesuaikan
dengan poin-poin pertanyaan penelitian. Berangkat dari temuan penelitian
yang disajikan dalam Bab IV, maka dirumuskan kesimpulan-kesimpulan
penelitian sebagai berikut:
1. Persepsi atau pendapat peserta Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial, pada dasarnya memandang positif pelaksanaan jenisdiklat ini
dalam upaya meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia
kesejahteraan sosial. Seiring dengan persepsi yang positif tereebut,
tereimpan beberapa harapan berkenaan dengan pelaksanaan jenis
diklat ini, yakni: pentingnya mengangkat pereoalan-persoalan
kontekstual dan kasuistis dalam layanan kesejahteraan sosial untuk
kemudian dibahas dalam perepektif keilmuan.
2. Analisis tentang materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial, dapat dilihat dari sisi mekanisme
perumusan materi pelatihan, dan upaya penggalian materi pelatihan.
Dalam hal mekanisme perumusan materi pelatihan, BBPPKS
melakukan tiga kegiatan utama, yakni: (a) Analisis Kebutuhan
Pelatihan (AKP), (b) merumuskan tujuan kurikuler dari Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial; dan (c) meiaksanakan monitoring
183
184
dan
evaluasi
secara
berkala.
Analisis
Kebutuhan
Pelatihan
dimaksudkan untuk menggali kebutuhan-kebutuhan apa yang dihadapi
oleh para pejabat fungsional pekerja sosial, yang kemudian diakomodir
sebagai materi pelatihan. Sementara rumusan tujuan kurikuler PPFPS
Tingkat II dimaksudkan sebagai silabi atau kurikulum pelatihan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar pengembangan materi pelatihan
bagi para fasilitator atau tenaga widyaiswara yang dilibatkan dalam
pelatihan
tersebut.
berkelanjutan
Sementara
dimaksudkan
monitoring dan evaluasi yang
sebagai
upaya
untuk
mengontrol
pelaksanaan materi pelatihan yang telah dirumuskan.
Upaya
menggali
permasalahan-permasalahan
sosial
yang
berkembang di masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk
mendinamisasikan isi atau content materi pelatihan yang sesuai
dengan dinamika masyarakat. Tugas ini, merupakan pekerjaan utama
dari Litjibang BBPPKS.
3. Pola pembelajaran pada Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial,
dapat dilihat dari sisi (a) tujuan diadakannya diklat; (b) materi
pelatihan, (c) metode pembelajaran, (d) fasilitas pembelajaran yang
digunakan; dan (e) sistem evaluasi yang digunakan.
Tujuan diadakannya PPFPS Tingkat II adalah untuk meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia kesejahteraan sosial melalui
pengembangan kapasitas aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang
pada akhirnya dapat diwujudkan pekerja sosial yang menunjukkan
kinerjanya sesuai dengan kode etis pekerja sosial.
185
Materi
pelatihan yang disampaikan dalam
PPFPS Tingkat II
merupakan paket pembelajaran yang telah dirumuskan secara
konseptual
oleh
BBPPKS
melalui
kegiatan
pengkajian
yang
memfokuskan pada telaah tuntutan kerja pekerja sosial di saat ini dan
masa yang akan datang.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam PPFPS Tingkat II
bervariasi, seperti metode ceramah, tanya jawab, curah pendapat, role
playing, studi kasus, dan PKL yang semuanya diarahkan untuk
menggali pengalaman-pengalaman peserta pelatihan menjadi sebuah
konsep pelayanan kesejahteraan sosial yang prima.
Fasilitas pembelajaran yang digunakan dalam PPFPS Tingkat II
dipandang memadai untuk kepentingan pembelajaran diklat. Kondis