IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP.

(1)

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Citra Pramesti Indriyanti 1105716

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

CITRA PRAMESTI INDRIYANTI

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Iqbal Mustapha, M.Si. NIP. 197512232001121001

Pembimbing II

Dr. Ratnaningsih Eko, M.Si. NIP. 19690419199232002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si NIP. 196611211991031002


(3)

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP

Oleh

Citra Pramesti Indriyanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Citra Pramesti Indriyanti di 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

ABSTRAK

Penelitian berjudul identifikasi komponen minyak atsiri pada beberapa tanaman dari Indonesia yang memiliki bau tidak sedap ini bertujuan untuk mengetahui senyawa penghasil bau, kandungan, dan komposisi minyak atsiri tanaman dari Indonesia yang memiliki bau tidak sedap. Beberapa tanaman tersebut adalah sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana camara L.) yang berasal dari kebun Percobaan Cimanggu, Balittro Bogor, dan inggu (Ruta angustifolia L.) yang berasal dari kebun Manoko Lembang. Identifikasi minyak atsiri dilakukan terhadap persentase kandungan minyak atsiri, indeks bias, massa jenis, tingkat bau, dan komposisi. Penyulingan minyak atsiri dilakukan dengan cara water steam distillation dan komposisinya ditentukan dengan GCMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun sembukan sebesar 0,0143%; daun babadotan sebesar 0,0559%; daun tembelekan sebesar 0,2893%; dan daun inggu sebesar 0,1364%. Minyak atsiri sembukan setidaknya terdiri dari 28 senyawa dengan komponen utama patchouli alkohol sekitar 33,99%. Senyawa minyak atsiri babadotan setidaknya terdiri dari 38 senyawa dengan komponen utama 1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] sekitar 16,24 %. Minyak atsiri tembelekan setidaknya terdiri dari 37 senyawa dengan komponen utama 1H-siklopenta[1,3] siklopropa[1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-,[3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] sekitar 21,73%. Senyawa minyak atsiri inggu setidaknya terdiri dari 26 senyawa dengan komponen utama 2-nonanon sekitar 33,14 %. Senyawa berbau tidak sedap pada tanaman sembukan adalah asam

3-metil-3-[2-isopropilfenil] butirat dan pada tanaman babadotan adalah

ageratokromena.

Kata kunci: tanaman, sembukan, babadotan, inggu, tembelekan, minyak atsiri, bau tidak sedap


(5)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

ABSTRACT

The title of this study is identification of components of essential oil from Indonesia in some plants that have bad odors. This study aims to determine compounds that produce odor, content ,and composition of the essential oils of plants from Indonesia which has the bad odor. Some of these plants are sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana

camara L.) derived from experiments garden Cimanggu, Balittro Bogor, and rue

(Ruta angustifolia L.) originate from the garden Manoko dent. Identification of essential oils made to the percentage of essential oil content, refractive index, density, level of odor, and composition. Volatile oil refining is did by water steam distillation and composition is determined by GCMS. The results showed that the essential oil content in the sembukan leaves is 0,0143%, 0,0559% of babadotan leaves; tembelekan leaves of 0,2893%; and 0,1364 % for inggu leaves. Sembukan volatile oil contains at least 28 compounds with the main components of patchouli alcohol is about 33,99%. Babadotan essential oil compounds consist of at least 38 compounds with the major components cyclopenta 1H-[1,3] cyclopropa [1,2] benzene, octahydro 7 methyl 3 methylene 4 (1methylethyl)

-,[3aS(3a.alpha.,3b.beta., 4.beta., 7.alpha., 7aS)] approximately 16,24%.

Tembelekan volatile oil contain at least 37 compounds with the major components cyclopenta 1H-[1,3] cyclopropa [1,2] benzene, octahydro-7-methyl - 3 - methylene -4- (1-methylethyl)-, [3aS (3a.alpha., 3b.beta., 4.beta., 7.alpha., 7aS)] approximately 21,73%. Inggu essential oil compounds consist of at least 26 compounds with the main component 2-Nonanone approximately 33,14%. Odor

compounds found in plants sembukan are acid

3-methyl-3-[2-isopropilfenil]butyrate and in babadotan plants are ageratokromena.

Keywords : medicinal plants, sembukan, babadotan, inggu, tembelekan, essential oils, the odor


(6)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Batasan masalah ... 4

1.4 Tujuan penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri ... 5

2.2 Tanaman Sembukan (Paederia foetida L.) ... 9

2.3 Tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.) ... 13

2.4 Tanaman Tembelekan (Lantana camara L.) ... 15

2.5 Tanaman Inggu (Ruta angustifolia L.) ... 18

2.6 Senyawa Bau ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 22

3.2 Desain Penelitian ... 22


(7)

3.3 Metode Penelitian ... 24

3.3.1 Determinasi Tanaman ... 24

3.3.2 Penyulingan Minyak Atsiri ... 24

3.3.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri ... 25

3.3.3.1Uji Indeks Bias ... 25

3.3.3.2Uji Massa Jenis ... 25

3.3.3.3Uji Tingkat Bau ... 25

3.3.4 Identifikasi Minyak Atsiri ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman ... 27

4.1.1 Tanaman Sembukan ... 27

4.1.2 Tanaman Babadotan ... 28

4.1.3 Tanaman Tembelekan ... 29

4.1.4 Tanaman Inggu ... 30

4.2 Kandungan Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 31

4.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri ... 33

4.3.1 Uji Indeks Bias ... 33

4.3.2 Uji Massa Jenis ... 33

4.3.3 Uji Tingkat Bau ... 34

4.4 Identifikasi Minyak Atsiri ... 35

4.4.1 Minyak Atsiri Sembukan ... 36

4.4.2 Minyak Atsiri Babadotan ... 42

4.4.3 Minyak Atsiri Tembelekan ... 50

4.4.4 Minyak Atsiri Inggu ... 58

4.4.5 Persamaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 63

4.4.6 Perbedaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 65

4.4.7 Identifikasi Senyawa Tidak Sedap ... 67

4.4.8 Perbandingan Karakterisasi Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Taksonomi Tanaman Sembukan ... 27

4.2 Taksonomi Tanaman Babadotan ... 28

4.3 Taksonomi Tanaman Tembelekan ... 29

4.4 Taksonomi Tanaman Inggu ... 30

4.5 Hasil Penyulingan Minyak Atsiri ... 32

4.6 Hasil Uji Indeks Bias Minyak Atsiri ... 33

4.7 Hasil Uji Massa Jenis Minyak Atsiri ... 34

4.8 Hasil Uji Tingkat Bau ... 34

4.9 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Kelompok Sesquiterpen ... 38

4.10 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Lainnya ... 42

4.11 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Kelompok Sesquiterpen ... 45

4.12 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Lainnya ... 49

4.13 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok Sesquiterpen ... 53

4.14 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok Monoterpen ... 56

4.15 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Lainnya ... 58

4.16 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Keton ... 60

4.17 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Ester ... 61

4.18 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Lainnya ... 62

4.19 Persamaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 63

4.20 Perbedaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 66


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Sketsa Tanaman Sembukan ... 10

2.2 Sketsa Tanaman Babadotan ... 13

2.3 Sketsa Tanaman Tembelekan ... 16

2.4 Sketsa Tanaman Inggu ... 19

3.1 Diagram Alir Tahapan Identifikasi Senyawa Bau dari Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 23

3.2 Alat Water Steam Distillation ... 24

3.3 Alat Refraktometer ... 25

4.1 Tanaman sembukan ... 27

4.2 Tanaman Babadotan ... 28

4.3 Tanaman Tembelekan ... 29

4.4 Tanaman Inggu ... 30

4.5 Alat Penyulingan Minyak Atsiri ... 31

4.6 Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 32

4.7 Kromatogram GC Minyak Atsiri Sembukan ... 36

4.8 Spektrogram Massa Puncak Nomor 25 ... 37

4.9 Spektrogram Massa Puncak Nomor 18 ... 38

4.10 Kromatogram GC Minyak Atsiri Babadotan ... 43

4.11 Spektrogram Massa Puncak Nomor 21 ... 44

4.12 Spektrogram Massa Puncak Nomor 32 ... 45

4.13 Kromatogram GC Minyak Atsiri Tembelekan ... 51

4.14 Spektrogram Massa Puncak Nomor 27 ... 52

4.15 Kromatogram GC Minyak Atsiri Inggu ... 59


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

4.22 Hasil Determinasi Tanaman ... 75

4.23 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Sembukan ... 78

4.24 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Babadotan ... 79

4.25 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Tembelekan ... 80

4.26 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Inggu ... 81

4.27 GCMS Minyak Atsiri Sembukan ... 82

4.28 GCMS Minyak Atsiri Babadotan ... 86

4.29 GCMS Minyak Atsiri Tembelekan ... 91


(11)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah Indonesia memiliki potensi alam yang beragam dan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini banyak potensi alam di Indonesia yang belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan secara maksimal. Tumbuhan khususnya di Indonesia memiliki tingkat diversitas tinggi dengan pola penyebaran yang bervariasi tergantung ekologi daerahnya dan dalam jumlah yang banyak. Indonesia dikenal sebagai salah satu dari 7 negara yang keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil. Hal ini jelas merupakan suatu anugerah besar bagi masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara optimal. Termasuk dalam keanekaragaman tanaman di Indonesia yang sangat besar adalah banyaknya tanaman yang berpotensi sebagai obat. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit. Beberapa upaya dilakukan untuk meramu obat tradisional sehingga dapat dikonsumsi dalam bentuk produk olahan siap pakai (Radji, 2005).

Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Secara umum yang dimaksud dengan obat tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua atau pengalaman. Tanaman obat yaitu tanaman yang berupa daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obat-obatan tradisional. Pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku obat, terutama obat tradisional mencapai lebih dari 1000 jenis, dimana


(12)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

74% diantaranya merukapan tumbuhan liar yang hidup di hutan (Amzu dan Haryanto, 1990). Informasi dan penelitian mengenai jumlah dan jenis-jenis tanaman obat sangat diperlukan untuk mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan tanaman obat melalui budidaya jenis. Prioritas jenis tumbuhan untuk dibudidayakan di Indonesia perlu ditentukan berdasarkan kajian dari berbagai aspek, antara lain permintaan pasar, kelangkaan tumbuhan di alam, potensi sebagai bahan alternatif untuk menanggulangi kebutuhan sekarang maupun masa yang akan datang, kompetitif dengan bahan pengganti alamiah lainnya, ketersediaan bahan tanaman dan teknis lainnya (Soediarto dan Affandi, 1990).

Tanaman yang terdapat di Indonesia sangat beragam dengan khasiat yang beragam juga. Saat ini pun sudah banyak yang melakukan penelitian untuk membuktikan khasiat dari tanaman tersebut. Penelitian yang dilakukan juga untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam tanaman tersebut yang berperan penting untuk pengobatan.

Pada beberapa tanaman di Indonesia terdapat tanaman yang memiliki keunikan karena mengeluarkan bau yang tidak sedap. Sangat menarik bagi kimiawan untuk mengetahui penyebab tanaman tersebut mengeluarkan bau tidak sedap. Tanaman yang memiliki bau yang tidak sedap ini memiliki khasiat yang bermacam-macam. Penelitian yang sudah dilakukan terhadap tanaman yang berbau tidak sedap ini, sebagian besar untuk membuktikan khasiat dan mengetahui senyawa yang terkandung dan berperan sebagai obat. Belum dilaporkan penelitian yang meneliti bau dari tanaman tersebut, sehingga belum diketahui senyawa yang menyebabkan bau dari tanaman tersebut. Bau dari suatu tanaman salah satunya dapat berasal dari komponen minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman tersebut.

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir,


(13)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

serta berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Sudaryani dan Sugiharti, 1990). Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif, sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif, dan anti bakteri (Agusta, 2000).

Pada tanaman berbau tidak sedap, informasi mengenai senyawa dan komposisi yang terkandung dalam minyak atsiri tanaman tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk keperluan pembuatan produk yang menghasilkan bau-bau tidak sedap. Salah satu produk yang diinginkan mempunyai formula bau tidak sedap adalah senjata bau atau bom bau yang dapat digunakan sebagai senjata anti huru-hara. Senjata bau tersebut diharapkan ampuh untuk membubarkan massa, tetapi tidak membahayakan sehingga dapat digunakan aparat keamanan dalam menangani kerusuhan.

Beberapa tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap yaitu sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana

camara L.), dan inggu (Ruta angustifolia L.). Tanaman-tanaman tersebut banyak

ditemukan di Indonesia dan telah lama dikenal sebagai tanaman berbau busuk. Penelitian yang telah dilakukan pada tanaman sembukan yaitu efek antiinflamasi (Utami, 2011); pada tanaman babadotan yaitu obat tradisional (Ming, 1999); pada tanaman tembelekan yaitu pengaruh terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti (Wardani, 2010); tanaman inggu yaitu antimikroba (Nurhaya, 2009). Belum ditemukan penelitian yang mengidentifikasi komponen minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman tersebut.

Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian terhadap senyawa dan komposisi dari minyak atsiri tanaman tersebut yang diharapkan menjadi penyebab bau dari tanaman tersebut.


(14)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

1.2 Rumusan Masalah

Permasalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa kandungan minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap?

2. Bagaimana komposisi minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap?

3. Apa senyawa yang menyebabkan bau dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap?

1.3 Batasan Masalah

Tanaman yang diteliti adalah tanaman yang memiliki bau tidak sedap, yaitu sembukan, babadotan, dan tembelekan yang berasal dari kebun Percobaan Cimanggu, Balittro Bogor dan inggu berasal dari kebun Manoko Lembang.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui kandungan minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap.

2. Mengetahui komposisi minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap.

3. Mengetahui senyawa penghasil bau dari tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan mengenai hasil penelitian ini, meliputi:

1. Dapat menjadi informasi tambahan dan pengetahuan bagi para peneliti tentang


(15)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

2. Dapat digunakan untuk keperluan sintesis senyawa bau, salah satunya untuk pembuatan senjata bau atau bom bau dengan meniru komposisi dari senyawa minyak atsiri tanaman yang memiliki bau tidak sedap.


(16)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,

atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal

dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis diantaranya dapat diproduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan 2009). Minyak atsiri ini merupakan minyak yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu (Guenther, 2006).

Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung puluhan atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile) dan bahan campuran yang tidak mudah menguap (non-volatile), yang merupakan penyebab karakteristik aroma dan rasanya (Tavish dan Haris, 2002). Kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh beberapa tumbuhan (misalnya rempah-rempah, daun-daunan dan bunga). Kata volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat secara teknis untuk mendeskripsikan essential oil, dengan pengertian bahwa

volatile oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang

menguap, dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air atau dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan bakunya (Green, 2002).


(17)

Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses distilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan. Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan karena kedua bahan tidak dapat saling dilarutkan.

Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat dijadikan sebagai sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang spesifik. Memang ada beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aroma yang mirip, tetapi tidak persis sama, dan sangat bergantung pada komponen kimia penyusun minyak tersebut. Perlu diingat bahwa tidak semua jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri. Hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula sajalah yang bisa menghasilkan minyak atsiri.

Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagaian hidrokarbon di dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa golongan oleoptena ini terdiri atas senyawa monoterpena, sedangkan stearoptena adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat. Stearoptena ini umumnya terdiri atas senyawa turunan oksigen dari terpena.

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi (Agusta, 2000).

Minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu:


(18)

1. terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena. 2. persenyawaan – berantai lurus.

3. turunan benzena.

4. persenyawaan lainnya.

Sebagian besar minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara penyulingan menggunakan uap atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi. Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. Proses penyulingan dengan demikian merupakan proses penting bagi produsen minyak atsiri. Secara umum ada dua macam sistem penyulingan campuran cairan yang perlu dikemukakan:

1. penyulingan dari campuran cairan yang saling tidak melarut dan selanjutnya membentuk dua fase. Pada prakteknya, penyulingan tersebut dilakukan untuk memurnikan dan memisahkan minyak atsiri dengan cara penguapan, dan proses penguapan tersebut juga dimaksud untuk mengektraksi minyak atsiri dengan bantuan uap air. Penyulingan dapat dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku (tanaman penghasil minyak atsiri) dalam air mendidih pada suatu ketel penyuling sehingga membentuk uap, atau dapat dilakukan dengan memasukkan bahan ke dalam ketel penyuling, selanjutnya dialiri dengan uap panas yang dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah. 2. penyulingan dari campuran cairan yang saling melarut secara sempurna dan hanya membentuk satu fase. Pada prakteknya, usaha tersebut dilakukan untuk memurnikan dan memisahkan fraksi-fraksi minyak atsiri tanpa menggunakan uap panas.

Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu: 1. penyulingan dengan air (water distillation)

2. penyulingan dengan air dan uap (water steam distillation) 3. penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).

Penyulingan dengan air. Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau


(19)

terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan harus disuling dengan metode ini, karena bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan.

Penyulingan dengan air dan uap. Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas; bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.

Penyulingan dengan uap. Metode ketiga disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan di atas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 2006).

Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavoring). Selain itu minyak atsiri banyak juga digunakan sebagai bahan pewangi kosmetik dan sabun. Minyak atsiri dapat menetralisir bau yang tidak enak dari bahan, misalnya seperti bau busuk pada kulit sintetis. Saat ini sudah dapat dibuat beberapa macam minyak atsiri dari bahan mentah yang dahulu dikesampingkan atau dilupakan karena baunya kurang disukai. Sebagai contoh ialah penambahan senyawa-senyawa aromatik ke dalam produk tertentu, seperti karet sintetik dan lateks, ternyata lebih menguntungkan produsen.


(20)

Kegunaan lain dari minyak atisiri adalah dalam bidang kesehatan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, sebagai bahan analgesic, haemolitic atau antizymatik, sebagai sedative, stimulant untuk obat sakit perut. Di samping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing. Rempah-rempah dan minyak atsiri dengan flavor yang khas, telah digunakan sebagai bahan penyedap masakan sejak beberapa abad yang lalu. Telah diketahui bahwa selain mempuanyai bau wangi yang menyenangkan, minyak atsiri tersebut dapat juga membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi, sehingga akan keluar getah lambung yang mengandung enzim seperti pepsin, trypsin, lipase, amilase disekresikan ke dalam lambung dan usus, hanya distimulir oleh bau dan rasa bahan pangan. Dengan mencium bau-bauan tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Minyak atsiri juga ada yang mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 2006). Minyak atsiri yang mempunyai sifat seperti ini berasal dari tanaman yang memiliki bau yang tidak enak atau tidak sedap.

Banyak tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Dari beberapa tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri terdapat tanaman yang memiliki bau yang tidak sedap, diantaranya sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana camara L.), dan inggu (Ruta angustifolia L.).

2.2 Tanaman Sembukan (Paederia foetida L.)

Tanaman sembukan (Paederia foetida) adalah salah satu tanaman yang belum dimanfaatkan secara optimal. Nama tanaman ini mungkin sudah banyak didengar orang tetapi masih belum banyak diketahui manfaatnya. Paederia

foetida yang sering dikenal sebagai sembukan atau daun kentut memiliki berbagai

macam khasiat dan kegunaan. Tanaman sembukan tidak hanya terdapat di satu daerah saja, tapi tersebar di beberapa daerah di Indonesia seperti di Sunda, Jawa, Madura, Ternate, dan Sumatera. Gambar tanaman sembukan dapat dilihat pada gambar 2.1


(21)

Gambar 2.1 Sketsa Tanaman Sembukan

Daun sembukan atau daun kentut merupakan daun yang berbau busuk, bila dimakan mula-mula tidak berasa, lama-lama pahit. Berdaun tunggal, berbentuk bundar telur sampai lonjong atau lanset, pangkal daun berbentuk jantung, ujung daun lancip, pinggir daun rata. Helaian daun panjang 3 cm sampai 12,5 cm, lebar 2 cm sampai 7 cm. Permukaan atas berwarna coklat kehitaman, permukaan bawah berwarna kelabu kecoklatan; permukaan atas berambut rapat atau jarang, permukaan bawah terasa lebih halus dan jelas berambut, tulang daun menyirip, tulang daun pada permukaan bawah lebih menonjol daripada permukaan atas. Panjang tangkai daun 1 cm sampai 5 cm (MMI).

Paederia foetida sejenis perdu berbatang memanjat, oleh Rumphius

dinamakan Convolvulus foetidus, tumbuh di lapangan terbuka, di pagar-pagar, di tebing-tebing sungai. Bila daunnya digosokkan di kedua belah tangan, ia mengeluarkan bau busuk yang sangat nyata sekali yaitu yang disebut orang kentut dan dari sanalah asalnya nama yang diberikan kepadanya dalam berbagai bahasa Indonesia. Bau yang sama dirasakan juga, ketika orang melewati tempat tanaman ini pada waktu panas sedang teriknya.


(22)

Tanaman yang bau ini besar gunanya sebagai obat dapat mengobati penyakit dan dapat pula untuk mencegah masuk angin. Ia dapat menyembuhkan segala macam penyakit perut dan mules karena disebabkan masuk angin atau gangguan usus. Untuk maksud tersebut orang mengambil air perasan daunnya atau mencampurnya dengan sayuran, ataupun memakannya mentah-mentah, karena rasanya sama sekali tidak begitu jijik sebagaimana baunya. Apabila ada tanda-tanda sakit perut, maka daun tersebut didiamkan di atas api dan kemudian diikatkan pada perut. Dengan meletakkan di perut membuat semua bengkak yang keras karena masuk angin menjadi lembek dan kemudian menghilang. Juga dapat digunakan untuk mengobati encok dan lumpuh. Dapat juga daun yang sudah dikeringkan digunakan dan dimakan. Untuk mengobati mata karena panas dan bengkak, daun tanaman ini dimasak dengan air dan penderita didudukkan di atas uapnya, bila airnya telah menjadi panas kuku, daun itu dibungkus dalam sepotong kain lalu diletakkan di atas mata dan dibiarkan sampai daun itu menjadi dingin, kemudian kompres tersebut diperbaharui kembali

Daun sembukan oleh masyarakat digunakan sebagai seduhan daun dan rebusan daun untuk menyembuhkan penyakit maag dan penyakit usus, khusus terhadap proctitis dan tympanitis. Ada juga yang ditumbuk beberapa gram daun segar sampai menjadi bubur, lalu dicampur dengan secangkir air, lalu disaring dengan menggunakan kain dan setelah disaring kemudian dilarutkan dengan garam dapur sebanyak 1 sampai 2 sendok teh dan dengan cairan yang kental ini penderita diobati perutnya yang sudah parah selama beberapa hari. Dengan cara pengobatan semacam ini yang dilakukan oleh masyarakat ternyata berhasil baik sekali.

Pemakaian daun sembukan berasal dari ajaran transmigrasi. Oleh kebanyakan masyarakat ditandai, bahwa pelepasan kotoran dari penderita-penderita disentri tidak menyebarkan bau tahi yang normal, akan tetapi mengeluarkan bau seperti bangkai yang dapat menarik datangnya lalat. Bilamana bau tahi sudah kembali kesifat normal dan pelepasan kentut oleh penderita juga kembali seperti sediakala, maka hal ini dapat dianggap sebagai tanda bahwa


(23)

penderita sudah mulai sembuh. Dari bau yang disebarkan oleh Paederia foetida, menyebabkan masyarakat itu teringat kepada tahi atau kentut dari manusia normal, sehingga dengan demikian ia memperoleh petunjuk untuk memanfaatkan daun itu sebagai obat dengan cara mengalihkan sifatnya ke dalam saluran usus dari penderita. Dari sekian banyak resep obat disentri terdapat juga di dalamnya daun kasembukan. Pengalaman lama kembali mengajarkan, bahwa orang tidak berhak untuk menyatakan obat rakyat tidak bernilai hanya karena berdasarkan ajaran transmigrasi atau ajaran tanda-tanda pengenal.

Daun sembukan dianjurkan juga untuk dibuat bubur dengan diberi sedikit air dan sedikit garam untuk mengobati penyakit kulit (herpes). Keuntungannya yang melebihi obat kurap biasa adalah tanpa rasa sakit, daya kerjanya cepat, dan tidak berbahaya bagi mata kita bila digunakan di bagian muka (Heyne, 1987).

Daun kesembukan secara empiris dapat digunakan untuk obat saluran pencernaan yaitu nyeri pada usus, lambung, dan perut kembung (Mardisiswoyo, 1975). Dari hasil penelitian menunjukkan daun kesembukan dapat mengurangi kontraks usus terisolasi (Rahayuningsih, 1980). Kontraksi usus yang lebih kuat dari normal merupakan salah satu penyebab diare. Kontraksi tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan zat kimia, protein asing atau mikroba (Bass, 1972). Adanya efek daun kesembukan dapat mengurangi kontraksi usus terisolasi pada tikus merupakan suatu petunjuk bahwa daun kesembukan dapat dipakai sebagai obat diare non spesifik pada manusia.

Tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai antirematik, penghilang rasa sakit atau analgesik, peluruh kentut (karminatif), peluruh kencing, peluruh dahak (mukolitik), penambah nafsu makan (stomakik), antibiotik, antiradang, obat batuk, dan pereda kejang. Selain itu juga dapat berperan sebagai obat radang usus (enteritis), bronkitis, tulang patah, keseleo, perut kembung, hepatitis, disentri, luka benturan, dan obat cacing (Utami, 2008), mengatasi demam, masuk angin, rematik, herpes, disentri (Solikin, 2007).

Kandungan yang terdapat dalam tanaman ini cukup banyak antara lain pada daun dan batangnya mengandung asperulosida, deasetilasperulosida, 6b


(24)

-O-sinapoyl scandoside methyl ester, three dimeric iridoid glucosides, paederosida,

metil ester asam paederosida, gama-sitosteron, arbutin, asam oleanolik, dan minyak atsiri (Utami,2008). Selain itu, daun sembukan juga mengandung alkaloid, paederin, metilmerkaptan (Solikin, 2007). Ekstrak etanol dari batang sembukan mengandung iridoid glikosida, paederosida, asam paederosida, metilpaederosidate, dan saprosmosida (Xu et al., 2006). Iridoid glikosida memiliki fungsi beragam, yaitu sebagai antihepatotoksik, hipoglikemik, antispasmodik, antiinflamasi, antitumor, antivirus, imunomodulator, dan aktivitas purgatif (El-Moaty, 2010).

Daun kesembukan mengandung skatol dan indol (Rahayuningsih, 1980). Senyawa-senyawa turunan indol ada yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat maupun susunan saraf otonom. Mungkin senyawa indol atau turunannya inilah yang bekerja terhadap susunan saraf dan mempengaruhi pengurangan kontraksi usus sehingga dapat menyebabkan efek antidiare pada tikus putih (Rahayuningsih, 1980).

2.3 Tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.)

Tumbuhan bandotan mudah ditemukan seperti di sawah, di sekitar halaman, serta di ladang. Tanaman ini dikenal dengan nama ilmiah Ageratum conyzoides L. dan dikenal di masyarakan Indonesia dengan nama bandotan, daun tombak, siangit, tombak jantan, siangik kahwa, rumput tahi ayam (Sumatera), babadotan, B. Leutik, babandotan, B. Beureum, B. Hejo, jukut bau, ki bau, berokan, wedusan, dus wedusan, dus bedusan, tempuyak (Jawa), dawet, lawet, rukut manooe, rukut weru, sopi (Sulawesi). Gambar tanaman dapat dilihat pada gambar 2.2.


(25)

Gambar 2.2 Sketsa Tanaman Babadotan

Tumbuhan bandotan berasal dari Amerika Selatan tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring dengan tingginya sekitar 30-90 cm, dan bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar. Daun bertangkai berbentuk bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing berwarna hijau. Bunga berwarna putih berkelompok. Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil. Di Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian 1-2.100 m di atas permukaan laut (dpl). Jia daunnya telah layu dan membusuk, tumbuhan ini akan mengeluarkan bau tidak enak. Herba ini kalau kita cicipi akan terasa sedikit pahit, pedas, dan sifatnya netral.

Khasiat tanaman bandotan, yaitu untuk pengobatan demam, malaria, sakit tenggorokan, radanga paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media), pendarahan, seperti pendarahan rahim, luka berdarah, dan mimisan, diare, disentri, mulas (kolik), muntah , perut kembung, keseleo, pegal linu, mencegah kehamilan, badan lelah sehabis bekerja berat, produksi air seni sedikit, tumor rahim, dan perawatan rambut. Akar bandotan juga berkhasiat untuk mengatasi demam. Tanaman bandotan mengandung kandungan diantaranya asam amino, asam


(26)

organik, pektin, minyak atsiri, tanin, sulfur, dan potassium klorida (Permana, 2007).

Tumbuhan ini merupakan terna semusim, tumbuh tegak, sering terbagi menjadi banyak cabang-cabang yang tumbuh miring, berbulu panjang, tinggi 5 sampai 90 cm, pada waktu layu menyebarkan bau amis yang tidak enak. Sejak lama didatangkan dari Amerika tropis dan sekarang di Jawa secara umum ditemukan mulai dataran rendah sampai ± 1750 m. Dpl., di beberapa tempat tertentu sering ditemukan dalam jumlah banyak sebagai tumbuhan pengganggu yang tidak merugikan.

Ekstrak dari akar dapat diminum dan badan penderita dioles dengan akar yang ditumbuk sebagai obat demam. Infus dari daun yang ditumbuk halus digunakan sebagai obat sakit dada. Ekstrak dari daun digunakan oleh orang Sunda sebagai obat mata yang terasa panas. Babadotan digunakan sebagai campuran obat sakit perut, di Bogor salep dari daun yang diremas-remas dengan kapur dioleskan pada luka yang masih segar.

Telah ditemukan sedikit minyak atsiri dalam tumbuhan tersebut, bau dari minyak atsiri sangat keras. Bahan-bahan yang terdapat dalam tumbuhan ini, diantaranya kumarin (Heyne, 1987).

Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan rakyat adalah mencegah dan memberantas penyakit tidak menular, yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian antara lain akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, dan akhir-akhir ini kecelakaan (luka) yang banyak terjadi.untuk pengobatan luka telah cukup banyak tersedia obat sintetik seperti povidon yodium atau antibiotik. Di Indonesia banyak jenis tumbuhan yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat untuk mengobati luka, antara lain Ageratum conyzoides Linn. Familia Asteraceae (Compositae) atau yang biasa dikenal dengan nama bandotan. Secara tradisional daun bandotan digunakan untuk berbagai jenis luka yang disebabkan terpotong atau terbakar, luka bernanah dan luka memar.


(27)

Pemakaiannya dengan cara menumbuk halus atau meremas-remas daun segar, kemudian dicampur dengan sedikit minyak kelapa dan dibubuhkan pada luka. Hal ini dilakukan sehari sekali. Penggunaan lain daun bandotan adalah untuk mengobati diare, lepra, dan obat tetes mata. Kandungan kimia tanaman ini yang telah diketahui adalah alkaloid, kromen, flavonoid, minya atsiri, triterpenoid, dan steroid. Penelitian mengenai tanaman ini di Indonesia masih kurang.

2.4 Tanaman Tembelekan (Lantana camara L.)

Lantana camara Linn. dapat dilihat pada gambar 2.3 termasuk dalam suku

Verbenaceae, berasal dari Amerika Tropik (Burkill, 1966). Tumbuhan ini kemudian tersebar ke daerah tropis dan subtropis; diantaranya masuk ke Indonesia sekitar tahun 1860 (Heyne, 1987), Philipina sekitar tahun 1840, India tahun 1809, dan Srilangka tahun 1824 (Burkill, 1966).

Gambar 2.3 Sketsa Tanaman Tembelekan

Di beberapa daerah, L. camara tersebar secara alami dan merambah ke lahan-lahan terbuka dari dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian 1700 m dpl. Tumbuhan yang mempunyai sinonim L. aculeata, dikenal juga dengan nama lantana (Inggris), tahi ayam, tembelekan (Indonesia), kembang telek (Jawa),


(28)

saliara (Sunda), bunga tahi ayam (Malaysia), bangbasit, sapinit (Philipina), dan pha-ka-khrong (Thailand).

Lantana camara merupakan tumbuhan perdu tegak atau setengah merambat,

bercabang banyak dan rantingnya berbentuk segi empat. Terdapat varietas tumbuhan yang berduri dan yang tidak berduri, yang bisa mencapai ketinggian sekitar 2 m. Daunnya tunggal, duduk berhadapan dengan bentuk bulat telur dan ujung meruncing, pinggirnya bergigi. Tulang daunnya menyirip, permukaan atas berambut banyak dan terasa kasar, permukaan bawah berambut jarang. Bunga dalam rangkaian yang berbentuk tandan dan mempunyai bermacam-macam warna seperti putih, jingga, kuning, dan sebagainya. Buah seperti buah buni, berwarna hitam mengkilat bila sudah matang (Walter, 1977 dan Bailey, 1919).

Keberadaan L. camara sering dianggap sebagai semak yang mengganggu tanaman perkebunan. Namun sebenarnya tumbuhan ini bermanfaat sebagai tanaman pagar (Bailey, 1919), tanaman hias, bahan bakar (Heyne, 1987), bahan pembuat kertas (Burkill, 1966), bahan makanan (buahnya), dan sebagai tanaman obat. Penelitian yang pernah dilakukan pada tumbuhan ini sebagai tanaman obat ialah aspek fitokimia (PT. Eisai Indonesia dan Zuhud et. Al., 1992 dalam Zuhud dan Haryanto, 1994). Dilihat dari segi pemanfaatannya, maka masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensinya sebagai tanaman obat dan juga aspek lainnya seperti budidaya, farmakologi, toksikologi, dan sebagainya.

Bagian tanaman yang bisa digunakan sebagai obat ialah daun, bunga, akar, dan kulit batang. Daun L. camara mempunyai kandungan kimia berupa Lantadene A (0,31%-0,68%). Lantadene B (0,2%). Lantanolic acid, Lantic acid, humelene (mengandung minyak menguap 0,16%-0,2%), β caryophyllene, gama-terpidene, pinene, dan p-cymene (Wijayakusuma, 1992). Pada kulit dan akar L. camara mengandung Lantamine (alkaloid) dan daunnya mengandung minya atsiri (Anon, 1986). Kandungan kimia dalam L. camara menyebabkan adanya sifat kimia dan efek farmakologis sebagai berikut: akarnya mempunyai rasa manis, sejuk, penurun panas, penawar racun (antitoksik), penghilang sakit. Daunnya mempunyai rasa pahit, sejuk, berbau, agak beracun (toksik), menghilangkan gatal,


(29)

antitoksik, dan menghilangkan pembengkakan. Bunganya mempunyai rasa manis, sejuk, dan penghenti perdarahan (hemostatik).

Daun L. camara banyak digunakan sebagai obat bisul, mulas, mual, bengkak-bengkak, encok, keringat tidak keluar, dan batuk (Bimantoro, 1977 dan Anon, 1986). Selain itu daunnya digunakan pula sebagai obat bengkak, penurun panas,penyakit kulit, rheumatik, dan memar (Wijayakusuma, 1992). Bagian akar

L. camara bisa digunakan sebagai obat kencing nanah, raja singa, dan darah kotor

(Anon, 1986). Bagian akarnya juga dapat digunakan sebagai obat influensa, TBC, kelenjar, rheumatik, dan keputihan (Wijayakusuma, 1986). Bagian kulit kayu bisa untuk mengobati keputihan dan GO (Bimantoro, 1977). Bagian bunga L. camara bisa untuk mengobati TBC dengan batuk darah dan asmatis (Wijayakusuma, 1992).

Cara mengobati penyakit bisul, luka berdarah, memar, serta keputihan ialah daun segar dilumatkan kemudian ditempelkan ke bagian yang sakit. Sedangkan untuk mengobati TBC paru dengan batuk darah ialah 6-10 g bunga kering direbus kemudian diminum. Rheumatik diobati dengan cara rebusan akar dalam jumlah secukupnya untuk mandi (Wijayakusuma, 1992). Cara pengobatan untuk penyakit perut mulas dan kejang serta peluruh keringat ialah daun direbus atau diseduh kemudian diminum, sedangkan untuk encok, air rebusan tersebut digunakan untuk mandi. Cara pemakaian untuk pengobatan GO dan keputihan ialah dengan merebus kulit kayu dan kemudian digunakan sebagai obat dalam (Bimantoro, 1977). Cara pemakain untuk pengobatan sakit panas dalam yaitu segenggam daun tumbuhan ini yang dicampur dengan asam dan sedikit garam dapur diremas pada segelas air dan digunakan sebagai jamu. Cari ini banyak dilakukan oleh masyarakat Bali. Umumnya jamu tersebut diminum pagi hari sebelum sarapan dan bila perlu bisa diteruskan hingga tiga kali sehari sampai kondisi badan terasa baik (Sumantera, 1994).


(30)

Tanaman Inggu atau Ruta graveolenz L. atau Ruta angustifolia dapat dilihat pada gambar 2.4, termasuk familia Rutaceae, banyak tumbuh di tanah air kita. Habitus berupa semak, tinggi ±1,5 m. Batang berkayu berbentuk bulat, percabangan simpodial, dan berwarna hijau muda. Daun majemuk, anak daun lanset atau bulat telur, pangkal runcing, ujung tumpul, tepi rata, panjang 8-20 mm, lebar 2-6 mm, pertulangan tidak jelas, berwarna hijau. Bunga majemuk, kelopak bentuk segi tiga, berwarna hijau, putik satu, kuning, benang sari delapan, duduk pada dasar bunga, kepala sari kuning, mahkota bentuk mangkok, kuning. Buah kecil, lonjong, terbagi menjadi 4, berwarna coklat. Biji berbentuk ginjal, kecil, berwarna hitam. Akar tunggang, bulat, bercabang, warna putih kekuningan (Sherley, et. al., 2008).

Gambar 2.4 Sketsa Tanaman Inggu

Daun-daunnya yang penting sebagai bahan bakal obat, berbau aromatik, rasanya agak pahit. Daun-daun ini memiliki kandungan minyak atsiri berwarna kuning yang mengandung metilnonilketon (sampai 90%), zat fenol, ester, dan keton lainnya. Sangat baik untuk digunakan sebagai obat penenang, obat mules dan disforestika, dengan dosis sekitar 1,5 gram sampai 4 gram (Kartasapoetra, 2006).


(31)

Tema yang tegak, berdaun banyak dan berbau keras. Tingginya 1,00-1,50 m; berasal dari Eropa Selatan dan Afrika Utara. Daun ini tidak dapat berbunga pada tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukaan laut, ia sering dibudidayakan karena digunakan sebagai obat. Daunnya merupakan obat dan juga orang Eropa menggunakannya sebagai obat terhadap berbagai penyakit di rumah. Van der Burg mengatakan bahwa daun tersebut terutama dipakai sebagai obat luar terhadap kejang (stuip) pada anak-anak, rebusan/seduhan dari daunnya dengan bawang merah dan bangle dalam cuka, diikatkan pada permukaan tangan dan pada pelipis yang sakit. Jasper memberitakan penggunaan yang sama pada demam. Ridley mengatakan bahwa seduhannya merupakan obat minum untuk mengeluarkan keringat bagi orang Melayu dan air perasan dari daunnya diteteskan sebagai obat penyakit telinga, digerus halus dengan kunir dan beras, konon dapat digosokkan kepada kulit sebagai obat terhadap ketombe dan penyakit gudig (Heyne, 1987).

Minyak inggu mengandung keton yaitu metil nonil keton dan metil heptil keton mencapai kadar 90% atau lebih, dan kandungan kedua keton tersebut dapat dinyatakan dengan nilai titik beku minyak. Senyawa-senyawa yang yang telah diidentifikasi dalam minyak inggu yang berasal dari berbagai sumber, yaitu metil nonil keton, metil heptil keton, l-α pinen, l-limonen, sineol, metil-n-heptil karbinol

dan metil-n-karbinol, ester dari asam valerat, asam kaprilat, asam salisilat, metil ester dari asam metil antrasilat, basa memiliki bau seperti kuinolin, dan azulen biru.

Minyak inggu penggunaannya tidak meluas. Sejumlah kecil digunakan dalam meramu flavor dan dalam parfum serta pewangi sabun dengan tipe tertentu. Namun demikian, minyak yang mengandung metil nonil keton dengan persentase tinggi digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil nonil asetaldehida (Guenther, 1990).

2.6 Senyawa Bau


(32)

a. asam butirat

Asam butirat merupakan substansi yang bertanggung jawab atas bau muntahan dan bau tidak terlalu berbeda dari keju parmesan. Meskipun asam butirat memiliki bau yang tidak sedap, asam butirat memiliki beberapa manfaat untuk kesehatan, seperti membantu dalam penyerapan molekul makanan tertentu dan membantu menghasilkan lendir pelindung usus

(Anonim, 2013).

b. kadaverina

Kadaverina adalah senyawa diamin berbau busuk yang dihasilkan oleh hidrolisis protein selama pembusukan jaringan hewan. kadaverina dikenal

dengan nama 1,5-pentanadiamina dan pentametilendiamina (Anonim,

2013).

c. hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida adalah gas tidak berwarna dengan karakteristik berbau busuk dari telus busuk, lebih berat daripada udara, sangat beracun, korosif, mudah terbakar, dan meledak (Anonim, 2013).

d. senyawa organosulfur

Manusia dan hewan memiliki penciuman yang sensitif terhadap bau senyawa organosulfur valensi rendah seperti tiol, tioeter, dan disulfida. Tiol volatil berbau busuk adalah produk protein terdegradasi yang ditemukan dalam makanan busuk, identifikasi sangat sensitif senyawa ini sangat penting untuk menghindari keracunan (Anonim, 2013).

e. putresina

Putresina atau tetrametilendiamin adalah senyawa kimia organik berbau busuk yang berhubungan dengan kadaverina, keduanya diproduksi oleh pemecahan asam amino dalam organisme mati dan keduanya beracun dalam dosis besar. Kedua senyawa sebagian besar menyebabkan bau busuk pada


(33)

daging yang membusuk, dan berkontribusi terhadap proses bau seperti bau mulut dan vaginosis bakteri. Mereka juga ditemukan dalam air mani dan beberapa mikroalga bersama-sama dengan molekul terkait seperti spermine dan spermidine (Anonim, 2013).

f. skatole

Skatole atau 3-metilindole adalah senyawa organik kristal putih agak beracun milik keluarga indole. Hal ini terjadi secara alami dalam tinja (dihasilkan dari triptofan dalam saluran pencernaan mamalia) dan batubara, memiliki bau tinja yang kuat (Anonim, 2013).

g. trimetilamina

Trimetilamina merupakan produk dekomposisi tumbuhan dan hewan. Trimetilamina adalah substansi utama pada bau yang sering dikaitkan dengan ikan busuk, beberapa infeksi, bau mulut, dan dapat menjadi penyebab bau vagina karena bakteri vaginosis (Anonim, 2013).


(34)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di gedung Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor (BALITTRO) untuk penyulingan minyak atsiri sampel dan determinasi sampel dilakukan di gedung Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Selanjutnya untuk pengujian minyak atsiri dilakukan di gedung JICA FPMIPA UPI, untuk pengujian dengan GCMS dilakukan di laboratorium instrumen FPMIPA UPI, dan pengujian sifat fisik dilakukan di laboratorium Kimia Organik dan Kimia Dasar FPMIPA UPI.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu determinasi sampel, penyulingan minyak atsiri dari sampel, identifikasi minyak atsiri dari sampel menggunakan GCMS merk Shimadzu QP 2010 ULTRA, dan uji sifat fisik minyak atsiri dari sampel. Diagram alir dapat dilihat pada gambar 3.1.

3.2.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, meliputi seperangkat alat distilasi uap yang terdiri dari ketel, kondensor, tempat penampung minyak atsiri dan air, selang, dan bunsen, GCMS merk Shimadzu QP 2010 ULTRA, alat refraktometer, timbangan analitis, serta alat-alat gelas kualitatif dan kuantitatif lainnya.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi sampel tanaman obat yang memiliki bau tidak sedap dan air.


(35)

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Identifikasi Senyawa Bau dari Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap

Pengumpulan sampel tanaman obat yang memiliki bau tidak sedap

Determinasi tanaman

Penyulingan minyak atsiri menggunakan water steam

distillationi

Pengujian komposisi minyak atsiri dengan

GCMS

Indeks bias Massa jenis Tingkat bau

Pengujian sifat fisik

Analisis komposisi minyak atsiri

Analisis senyawa penyebab bau


(36)

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Determinasi Tanaman

Sampel tanaman yang digunakan untuk penelitian ini yaitu sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Sampel tersebut masing-masing diambil tanamannya mulai dari daun, batang, hingga akar. Kemudian tanaman tersebut dideterminasi yang hasilnya adalah taksonomi dari tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu.

3.3.2 Penyulingan Minyak Atsiri

Cara penyulingan minyak atsiri digunakan proses penyulingan dengan uap air menggunakan water steam distillation. Sampel tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu dalam keadaan segar masing-masing diambil daunnya kemudian dirajang. Setelah daun berbentuk kecil-kecil, daun masing-masing ditimbang (2,3 kg; 2,7 kg; 3,3 kg; 1 kg; dan 2 kg), lalu dimasukkan ke dalam alat

water steam distillation yang berbentuk seperti ketel (gambar alat dapat dilihat

pada gambar 3.2) yang sudah diisi air. Alat distilasi tersebut dipanaskan masing-masing selama 6 jam. Setelah selesai, pemanasan dimatikan, didiamkan hingga dingin lalu diambil minyak atsiri yang telah dihasilkan.


(37)

Gambar 3.2 Alat Water Steam Distillation

3.3.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri

Minyak atsiri yang telah dihasilkan kemudian diuji sifat fisiknya, pengujian yang dilakukan, yaitu indeks bias, massa jenis, dan tingkat bau.

3.3.3.1 Uji Indeks Bias

Sampel minyak atsiri masing-masing diteteskan ke alat refraktometer (gambar 3.3) kemudian dilihat indeks bias dari minyak atsiri. Hasil dari pengujian ini adalah indeks bias dari masing-masing minyak atsiri tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Pengujian ini dilakukan triplo.

Gambar 3.3 Alat Refraktometer

3.3.3.2 Uji Massa Jenis

Kaca preparat ditimbang kemudian diteteskan sampel minyak atsiri sembukan 10 µL ,babadotan, tembelekan, dan inggu masing-masing 25 µL lalu ditimbang lagi. Hasil pengujian dihitung untuk massa jenis minyak atsiri tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Pengujian dilakukan triplo.


(38)

Uji tingkat bau dilakukan secara organoleptik menggunakan panelis yang tidak terlatih sebanyak 15 orang. Sampel minyak atsiri masing-masing dicium baunya. Kemudian dianalisis tingkat bau tidak sedap dari minyak atsiri tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Hasil pengujian ditandai dengan tanda +, semakin kuat bau tidak sedap maka semakin banyak tanda + yang dicantumkan.

3.3.4 Identifikasi Minyak Atsiri

Komponen-komponen senyawa minyak atsiri dianalisis menggunakan alat GCMS. Sampel minyak atsiri masing-masing diinjeksi 0,2 µL ke dalam alat GCMS merk Shimadzu QP 2010 dengan kolom yang digunakan BD5. Alat GCMS diatur, suhu kolom yang digunakan 60˚C, suhu detektor 290˚C, suhu

injektor 270˚C, suhu awal 60˚C, kenaikan suhu 8˚C per menit sampai suhunya 280˚C, waktu analisa 27,5 menit, tekanan 80,2 kpa, laju alir 1,32 mL/menit, split

ratio 200, dan linear velocyti 41,7 mL/menit. Pengujian ini menghasilkan kromatogram dan senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri tanaman sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu.


(39)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebagai tanaman yang memiliki bau tidak sedap, yaitu sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu.

4.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman ini bertujuan untuk mengetahui taksonomi tanaman yang akan dianalisis.

4.1.1 Tanaman Sembukan

Hasil determinasi tanaman sembukan dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Taksonomi Tanaman Sembukan

Taksonomi

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida (Dicots)

Anak kelas Asteridae

Bangsa Rubiales

Nama suku/familia Rubiaceae

Nama jenis/species Paederia foetida L.

Sinonim Paederia tomentosa Blume, Paederia chinensis Hance,

Paederia scandens (Lour.) Merr.

Nama umum Chinese moon creper, king tonic (Inggris), kahitutan

(Sunda), sembukan (Jawa)


(40)

Gambar 4.1 Tanaman sembukan

4.1.2 Tanaman Babadotan

Hasil determinasi tanaman babadotan dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Taksonomi Tanaman Babadotan Taksonomi

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida (Dicots)

Anak kelas Asteridae

Bangsa Asterales

Nama suku/familia Asteraceae

Nama jenis/species Ageratum conyzoides L.

Sinonim -

Nama umum Goatweed (Inggris), babadotan (Sunda), wedusan (Jawa)


(41)

Gambar 4.2 Tanaman Babadotan

4.1.3 Tanaman Tembelekan

Hasil determinasi tanaman tembelekan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Taksonomi Tanaman Tembelekan Taksonomi

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida (Dicots)

Anak kelas Asteridae

Bangsa Lamiales

Nama suku/familia Verbenaceae

Nama jenis/species Lantana camara L.

Sinonim Lantana camara L.

Nama umum Sage, wild sage (Inggris), kembang telek, tembelekan


(42)

Gambar tanaman tembelekan yang dianalisis dapat diihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tanaman Tembelekan

4.1.4 Tanaman Inggu

Hasil determinasi tanaman inggu dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Taksonomi Tanaman Inggu Taksonomi

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida (Dicots)

Anak kelas Rosidae

Bangsa Sapindales

Nama suku/familia Rutaceae

Nama jenis/species Ruta angustifolia (L.) Pers.

Sinonim Ruta graveolens auct., Ruta graveolens L. var.

angustifolia (Pers.) Hook.f.


(43)

angustifolia (L.) Back.

Nama umum Daun inggu (Indonesia), inggu (Sunda), godong minggu

(Jawa)

Gambar tanaman inggu yang dianalisis dapat diihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tanaman Inggu

4.2 Kandungan Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap

Penyulingan minyak atsiri ini dilakukan untuk mengambil kandungan minyak atsiri dari tanaman dengan cara mengalirkan uap air (steam) ke sampel. Gambar alat dapat dilihat pada gambar 4.5a. Pada saat alat distilasi dipanaskan, air yang terdapat dalam ketel akan menguap, uap air tersebut yang akan mengekstrak minyak atsiri yang terdapat pada sampel tanaman selama proses pemanasan. Minyak atsiri yang telah terekstrak akan menjadi uap dan ikut menguap bersama uap air kemudian akan didinginkan oleh kondensor sehingga minyak atsiri akan masuk ke dalam penampungan bersama air (gambar 4.5b). Minyak atsiri dan air tidak dapat bercampur maka akan terbentuk dua fasa. Setelah proses distilasi selesai, minyak atsiri diambil dan dipisahkan dari air.


(44)

a. b.

Keterangan:

a. Alat water steam distillation

b. Penampungan hasil penyulingan minyak atsiri

Gambar 4.5 Alat Penyulingan Minyak Atsiri

Dari hasil penyulingan didapat kandungan minyak atsiri yang berbeda-beda pada setiap tanaman sampel. Hasil dari penyulingan sampel tanaman yang memiliki bau tidak sedap dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Penyulingan Minyak Atsiri

Sampel Berat

Sampel (kg)

Waktu (jam)

Volume Minyak Atsiri

(mL)

Randemen (%)

Warna

Sembukan 2,3 6 0,5 0,0143 Kuning

kecokelatan

Babadotan 2,7 6 0,9 0,0559 Hijau muda

Tembelekan 1 6 3,2 0,2893 Hijau tua

Inggu 2 6 4,4 0,1364 Hijau pudar

Dari hasil penyulingan tersebut dapat dilihat bahwa tanaman tembelekan memiliki randemen terbesar yang berarti memiliki kandungan minyak atsiri


(45)

terbanyak. Sedangkan sembukan yang memiliki randemen terendah yang menunjukkan bahwa tanaman sembukan memiliki kandungan minyak atsiri paling sedikit. Gambar minyak atsiri tanaman obat yang memiliki bau tidak sedap dapat dilihat pada gambar 4.6.

a. b.

c. d.

Keterangan: a. Minyak atsiri sembukan b. Minyak atsiri babadotan c. Minyak atsiri tembelekan d. Minyak atsiri inggu

Gambar 4.6 Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap

4.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri

Ada beberapa pengujian sifat fisik minyak atsiri yang dilakukan, yaitu uji indeks bias, uji massa jenis, dan uji tingkat bau.

4.3.1 Uji Indeks Bias

Uji indeks bias merupakan pengujian karakteristik fisik yang biasanya digunakan sebagai parameter. Hasil uji indeks bias biasanya dibandingkan dengan indeks bias standar untuk mengetahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri yang telah didapatkan. Hasil penelitian untuk uji indeks bias minyak atsiri sampel dapat dilihat pada tabel 4.6.


(46)

Tabel 4.6 Hasil Uji Indeks Bias Minyak Atsiri

Minyak Atsiri Indeks Bias Suhu

Sembukan 1,500 28,6˚C

Babadotan 1,499 27,7˚C

Tembelekan 1,497 28,1˚C

Inggu 1,424 28,1˚C

Pada minyak atsiri sampel tersebut belum ditemukan indeks bias standar sehingga belum dapat diketahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri yang telah dihasilkan. Akan tetapi dilihat dari literatur (Guenther, 2006), beberapa tanaman menghasil minyak atsiri dengan indeks bias antara 1,5-1,6. Bila dilihat dari tabel 4.6, hasil uji indeks bias pada minyak atsiri sampel sudah masuk pada rentang indeks bias literatur.

4.3.2 Uji Massa Jenis

Uji massa jenis juga sama seperti uji indeks bias. Uji massa jenis juga merupakan pengujian karakteristik fisik yang digunakan sebagai parameter untuk mengetahui kemurnian dan kualitas minyak atsiri sampel. Hasil penelitian untuk uji massa jenis minyak atsiri sampel dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Uji Massa Jenis Minyak Atsiri

Minyak Atsiri Massa Jenis

Sembukan 0,66 g/mL

Babadotan 0,825 g/mL

Tembelekan 0,905 g/mL

Inggu 0,62 g/mL

Berdasarkan literatur (Guenther, 2006), massa jenis minyak atsiri dari beberapa tanaman sangat beragam. Dilihat dari tabel 4.7, dapat diketahui bahwa minyak atsiri inggu yang paling encer, sedangkan minyak atsiri tembelekan yang paling kental. Dari tabel 4.7 juga terlihat bahwa massa jenis sampel di bawah


(47)

massa jenis air sehingga pada saat penyulingan, minyak atsiri sampel berada di atas air.

4.3.3 Uji Tingkat Bau

Uji tingkat bau ini menggunakan uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Uji organoleptik biasanya dilakukan oleh panelis terlatih dan panelis tidak terlatih. Pada uji tingkat bau ini menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 15 orang. Pengujian organoleptik mempunyai penerapan penting dalam penerapan mutu. Hasil uji tingkat bau dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Uji Tingkat Bau

Minyak Atsiri Tingkat Bau *)

Sembukan +++

Babadotan ++

Tembelekan +++

Inggu ++++

*) Keterangan: semakin banyak tanda +, semakin kuat tingkat bau tidak sedap

Dari hasil uji tingkat bau dapat dilihat bahwa minyak atsiri tanaman inggu yang memiliki bau paling tidak sedap dan minyak atsiri tanaman babadotan yang memiliki tingkat kebauan paling rendah. Hasil tingkat bau tidak sedap ini sangat berpengaruh pada komponen senyawa yang terdapat pada minyak atsiri sampel. Bau dari minyak atsiri sampel dihasilkan dari campuran komponen senyawa-senyawa minyak atsiri tersebut, walaupun komponen senyawa-senyawa ada yang memiliki komposisi kecil sekali tetapi komponen senyawa tersebut sangat berperan dalam pembentukan bau, bila komponen senyawa tersebut berubah maka bau yang dihasilkan pun akan berubah.


(48)

4.4 Identifikasi Minyak Atsiri

Identifikasi minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat pada minyak atsiri. Identifikasi minyak atsiri ini menggunakan alat GCMS yang merupakan penggabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda tetapi saling melengkapi yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan paling lambat akan keluar paling akhir.

Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang didasarkan pada pemisahan berkas-berkas ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan pengukuran intensitas dari berkas-berkas ion tersebut. molekul senyawa organik pada spektrometer massa ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil. Spektrum massa merupakan gambar antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).

Keuntungan utama sprektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak yang


(49)

paling kuat pada spektrum disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1985).

4.4.1 Minyak Atsiri Sembukan

Hasil identifikasi dengan GC dari minyak atsiri sembukan yaitu minyak atsiri sembukan setidaknya memiliki 28 puncak. Kromatogram GC minyak atsiri sembukan dapat dilihat pada gambar 4.7. Puncak tertinggi terdapat pada puncak nomor 25 dengan kandungan sekitar 33,99%.

Patchouli alkohol

Asam butirat, 3- metil-3-[2-isopropilfenil]

Waktu retensi (menit) Int

en sit as


(50)

Gambar 4.7 Kromatogram GC Minyak Atsiri Sembukan

Analisis dengan sprektrometer massa menunjukkan bahwa spektogram massa senyawa puncak nomor 25 pada gambar 4.8 dengan waktu retensi 17,845 menit adalah spektrogram massa patchouli alkohol.

Gambar 4.8 Spektrogram Massa Puncak Nomor 25

Spektrogram massa puncak nomor 18 pada Gambar 4.9a dengan waktu retensi 15,433 menit mempunyai fragmen yang sama dengan struktur asam 3-metil–3-[2-isopropilfenil] butirat, salah satunya ditunjukkan dengan memiliki

m/z Keli

mpa han relat if


(51)

base peak pada m/z=119 pada Gambar 4.9b. Senyawa tersebutlah yang diduga

penyebab bau dari minyak atsiri tanaman sembukan yang memiliki bau tidak sedap.

a.

b.

Keterangan:

a. MS puncak nomor 18

b. MS asam butirat, 3-metil-3-[2-isopropilfenil]

Gambar 4.9 Spektrogram Massa Puncak Nomor 18

Komponen-komponen senyawa minyak atsiri sembukan paling banyak merupakan kelompok senyawa sesquiterpen. Komponen senyawa minyak atsiri sembukan yang termasuk kelompok sesquiterpen dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Kelompok Sesquiterpen

Senyawa Komposisi (%) Struktur

m/z

m/z Keli

mpa han relat if

Keli mpa han relat if


(52)

Isolongifolena 0,84

-Patchoulena 9,03

Valencena 2,83

α-Bulnesena 1,37

Seykellena 0,49

5,78

Kariofillena 3,34

α-Guaiena 9,12

3,99 0,55


(53)

1,4,7,-Sikloundecatrina, 1,5,9,9-tetrametil-,Z,Z,Z

0,82

1H-3a,7-Metanoazulena, 2,3,6,7,8,8a-heksahidro-1,4,9,9-tetrametil-,

(1.alfa.,3a.alfa.,7.alfa.,8a.beta .)

4,70

Azulena, 1,2,3,3a,4,5,6,7- oktahidro-1,4-dimetil-7-(1-metiletenil)-,

[1R-(1.alfa.,3a.beta.,4.alfa.,7.beta. )]

3,43 0,75

Patchoulena 0,88

trans-Kariofillena 0,38


(54)

Naftalena, 1,2,3,4,4a,5,6,8a- oktahidro-4a,8-dimetil-2-(1-metiletilidena)-, (4aR-trans)

0,83

α-Cubebena 0,21

Glausil alkohol 0,48

(-)-Isolongifolol 0,55

Kariofillena oksida 0,31

0,17

Patchouli alkohol 33,99

Selain komponen senyawa kelompok sesquiterpen, minyak atsiri sembukan memiliki komponen senyawa kelompok lainnya. Komponen senyawa minyak atsiri sembukan kelompok lainnya dapat dilihat pada tabel 4.10.


(55)

Tabel 4.10 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Lainnya

Senyawa Kelompok Komposisi

(%)

Struktur

Asam butirat, 3-metil-3-[2-isopropilfenil]

Asam lemak 0,18

Mintsulfida Sulfur 0,34

Neofitadiena Diterpen 0,26

Heksahidrofarnesil aseton

Keton 0,25

4.4.2 Minyak Atsiri Babadotan

Hasil identifikasi GC dari minyak atsiri babadotan yaitu minyak atsiri babadotan setidaknya memiliki 38 puncak. Kromatogram GC minyak atsiri babadotan dapat dilihat pada gambar 4.10. Puncak tertinggi terdapat pada puncak nomor 21 yang menurut data MS puncak nomor 21 adalah senyawa

1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena,

oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] dengan kandungan sekitar 16,24%.


(56)

1H-siklopenta[1,3] siklopropa

[1,2]benzena, oktahidro-7-metil- 3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)]

Ageratokromena

Waktu retensi (menit) Int

en sit as


(57)

Gambar 4.10 Kromatogram GC Minyak Atsiri Babadotan

Analisis dengan sprektrometer massa menunjukkan bahwa spektogram massa senyawa puncak nomor 21 pada gambar 4.11a dengan waktu retensi 15,013 menit memiliki kemiripan 91% dengan spektrogram massa 1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] pada gambar 4.11b. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa spektrogram tersebut berasal dari senyawa tersebut.

a.

b.

Keterangan:

a. MS puncak nomor 21

b. MS 1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)]

Gambar 4.11 Spektrogram Massa Puncak Nomor 21

Spektrogram massa puncak nomor 32 pada gambar 4.12a dengan waktu retensi 17,540 menit memiliki kemiripan 94% dengan spektrogram massa

Keli mpa han relat if

Keli mpa han relat if

m/z


(58)

ageratokromena pada gambar 4.12b, sehingga dapat diperkirakan bahwa puncak nomor 32 berasal dari ageratokromena. Senyawa tersebutlah yang diduga sebagai penyumbang bau dari minyak atsiri tanaman babadotan karena senyawa ageratokromena memiliki bau yang tidak enak.

a.

b.

Keterangan:

a. MS puncak nomor 32 b. MS ageratokromena

Gambar 4.12 Spektrogram Massa Puncak Nomor 32

Komponen-komponen senyawa minyak atsiri babadotan paling banyak merupakan kelompok senyawa sesquiterpen. Komponen senyawa minyak atsiri babadotan yang termasuk kelompok sesquiterpen dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Kelompok Sesquiterpen

Senyawa Komposisi (%) Struktur

δ-Elemena 0,98

m/z

m/z Keli

mpa han relat if

Keli mpa han relat if


(59)

α-Cubebene 0,45

(+)-siklosativena 1,06

0,86

Kopaena 2,60

-Patchoulena 2,05

Siklobuta[1,2:3,4]disiklopent en, dekahidro-3a-metil-6-metilena-1-(1-metiletil)-, [1S-(1.alfa.,3a.alfa.,3b.beta., 6a.beta.,6b.alfa.)]

3,18

-elemena 11,95

Naftalena, 1,2,4a,5,8,8a- heksahidro-4,7-dimetil-1-(1-metiletil)-,

(1.alfa.,4a.beta.,8a.alfa.) - (.+/-.)


(60)

1H-Sikloprop[e]azulena, 1a,2,3,4,4a,5,6,7b-oktahidro-1,1,4,7-tetrametil-, [1aR-(1a.alfa.,4.alpha.,4a.beta., 7b.alfa.)]

0,68

Bisiklo[5.2.0]nonana, 2-metilen-4,8,8-trimetil-4-vinil

13,85

1H-Siklopenta[1,3]Siklopropa[1, 2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS-(3a.alfa., 3b.beta., 4.beta.,7.alfa.,7aS)]

1,16 15,08

α-Guaiene 1,98

Farnesol 5,41

1,4,7,-Sikloundekatrina, 1,5,9,9-tetrametil-, Z,Z,Z

3,10

1H-3a,7-Metanoazulena, 2,3,6,7,8,8a-heksahidro-1,4,9,9-tetrametil-,

(1.alfa.,3a.alfa.,7.alfa.,8a.beta .)-


(61)

Germakrena-D 0,67

1H-Benzosikloheptena, 2,4a,5,6,7,8-heksahidro-3,5,5,9-tetrametil-, (R)

6,57

-Eudesmena 1,04

(+)-Epi-bisiklosesquifellandrena

0,34

Eliksena 7,46

Sikloheksena, 1-metil-4-(5-metil-1-metilen-4-heksenil)-, (S)


(62)

δ-Guaiena 3,28

-kadinena 0,35

δ-kadinena 1,75

Kariofillena oksida 0,97

Selain komponen senyawa kelompok sesquiterpen, minyak atsiri babadotan memiliki komponen senyawa kelompok lainnya. Komponen senyawa minyak atsiri babadotan kelompok lainnya dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Lainnya

Senyawa Kelompok Komposisi

(%)


(63)

Bisiko[2.2.1]heptan-2-ol, 1,7,7-trimetil-, asetat, (1S-endo)

Ester 0,81

(+)-Kuparena Aromatik 2,47

Geranil isovalerat Ester 0,41

1,04

Ageratokromena Polisiklik 0,58

Tetradekanal Aldehida 0,17

Mintsulfida Sulfur 0,20

(R)-2-(1',5'- dimetilheks-4'-enil)-5-metilfenil asetat

Aromatik 0,82

Neofitadiena Diterpen 0,30

Heksahidrofarnesil aseton


(64)

Neokembrena A Diterpen 1,78

4.4.3 Minyak Atsiri Tembelekan

Hasil identifikasi GC dari minyak atsiri tembelekan setidaknya memiliki 37 puncak. Kromatogram GC minyak atsiri tembelekan dapat dilihat pada gambar 4.13. Puncak tertinggi terdapat pada puncak nomor 27 yang menurut data MS diperkirakan senyawa 1H-siklopenta[1,3] siklopropa[1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-,[3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] dengan kandungan sekitar 21,73%.

1H-siklopenta[1,3] siklopropa[1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3- metilen-4-(1-metiletil)-,[3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] Int

en sit as


(65)

Gambar 4.13 Kromatogram GC Minyak Atsiri Tembelekan

Analisis dengan sprektrometer massa menunjukkan bahwa spektogram massa senyawa puncak nomor 27 pada Gambar 4.14a dengan waktu retensi 15,023 menit memiliki kemiripan 93% dengan spektrogram massa

1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena,


(66)

a.

b.

Keterangan:

a. MS puncak nomor 27

b. MS 1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)]

Gambar 4.14 Spektrogram Massa Puncak Nomor 27

Komponen-komponen senyawa minyak atsiri tembelekan paling banyak merupakan kelompok senyawa sesquiterpen. Komponen senyawa minyak atsiri tembelekan yang termasuk kelompok keton dan estsesquiterpen dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok Sesquiterpen

Senyawa Komposisi (%) Struktur

δ-Elemena 2,83

Keli mpa han relat if

Keli mpa han relat if

m/z


(67)

Kopaena 3,65

Longifolen-V1 0,45

Β-Bourbonena 0,46

-elemena 5,35

Kariofillena 13,16

-Muurolena 3,21

0,51

CH3

CH3


(68)

α-Guaiena 1,64

Sikloheksena, 1-metil-4-(5-metil-1-metilen-4-heksenil)-, (S)

0,46 0,43

1,4,7,-Sikloundekatrina, 1,5,9,9-tetrametil-, Z,Z,Z

3,08

Neoallookimena 1,64

1H-Siklopenta[1,3]siklopropa[1,2 ]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS-(3a.alfa. ,3b.beta., 4.beta.,7.alfa.,7aS)]

21,73

-Eudesmena 1,16

(+)-Epi-bisiklosesquifellandrena


(69)

Eliksena 7,53

δ-Guaiena 1,40

-Kadinena 0,33

δ-Kadinena 5,10

Germakrena B 5,59


(70)

Selain komponen senyawa kelompok sesquiterpen, minyak atsiri tembelekan juga banyak mengandung senyawa-senyawa monoterpen. Komponen senyawa minyak atsiri tembelekan kelompok monoterpen dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok

Monoterpen

Senyawa Komposisi (%) Struktur

1-Fellandrena 0,23

1,43

1R-α-Pinena 1,60

0,57

-Fellandrena 1,34

2- -pinena 1,87


(71)

α-Terpinena 0,46

δ-Limonena 2,27

1,8-Kineole 1,21

δ 3-Karena 1,80

-Terpinena 4,02


(72)

Selain komponen senyawa kelompok sesquiterpen dan monoterpen, minyak atsiri tembelekan juga mengandung senyawa-senyawa kelompok lainnya. Komponen senyawa minyak atsiri tembelekan kelompok lainnya dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Lainnya

Senyawa Kelompok Komposisi

(%)

Struktur

p-Kimena Aromatik 1,48

Asam linolenat Asam lemak 0,39

4.4.4 Minyak Atsiri Inggu

Hasil identifikasi GC dari minyak atsiri inggu yaitu minyak atsiri inggu setidaknya memiliki 26 puncak. Kromatogram GC minyak atsiri inggu dapat dilihat pada gambar 4.15. Puncak tertinggi terdapat pada puncak nomor 4 yang menurut data MS puncak nomor 4 adalah 2-nonanon dengan persenase sekitar 33,14%.


(73)

Gambar 4.15 Kromatogram GC Minyak Atsiri Inggu

Analisis dengan sprektrometer massa menunjukkan bahwa spektogram massa senyawa puncak nomor 4 pada gambar 4.16a dengan waktu retensi 8,103 menit memiliki kemiripan 97% dengan spektrogram massa 2-nonanon pada Gambar 4.16b.

2-Nonanon

Int en sit as


(74)

a.

b.

Keterangan:

a. MS puncak nomor 4 b. MS 2-Nonanon

Gambar 4.16 Spektrogram Massa Puncak Nomor 4

Komponen-komponen senyawa minyak atsiri inggu paling banyak merupakan kelompok senyawa keton dan ester. Komponen senyawa minyak atsiri inggu yang termasuk kelompok keton dapat dilihat pada tabel 4.16.

Tabel 4.16 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Keton

Senyawa Komposisi (%) Struktur

2-Oktanon 0,53

2-Nonanon 33,14

2-Dekanon 0,22

3,18

Keli mpa han relat if

Keli mpa han relat if

m/z


(75)

2-Dodekanon 0,37 2,51 1,40

2-Undekanon 32,94

2-Tridekanon 1,75

Selain komponen senyawa kelompok keton, minyak atsiri inggu juga memiliki banyak komponen senyawa kelompok ester yang dapat dilihat pada tabel 4.17.

Tabel 4.17 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Ester

Senyawa Komposisi (%) Struktur

Asam asetat, sek-oktil ester 0,46

10,13

Asam asetat, nonil ester 0,30

2-Asetoksitridekana 0,48

2-Heptadekanol, asetat 2,77

3-Asam heptanoat, 7-fenil-, etil ester, (E)

0,46

p-Asam anisat, 2,6-dimetilnon-1-en-3-in-5-il ester


(1)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Nurhaya, M.T. 2009. Bioautographic Screening for Natural Quinolone Antimicrobial Agents from Glycosmis pentaphylla (Retz) DC., Ruta angustifolia (L.) Pers. And Lunasia amara Blanco. International Islamic University Malaysia, Kuantan.

Permana, H. 2007. Tanaman Obat Tradisional. Bandung:Titian Ilmu Bandung. Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam

Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3. Jakarta:Departemen Farmasi, FMIPA-UI.

Rahayuningsih, Y. 1980. Pengaruh Infus Daun Kesembukan (Paederia foetida L.) terhadap kontraksi duodenum tikus putih betina terisolasi. Bandung:ITB. Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta:Liberty. Sherley, et. al. 2008. Taksonomi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup.

Jakarta:Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia.

Silverstein, R. M. 1984. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Terjemahan A. J. Hatomo dan Anny Viktor Purba. Edisi keempat. Jakarta:Erlangga. Siswoyo, E. A. M., Zuhud, D. Sitepu. 1994. Perkembangan Program Penelitian

Tumbuhan Obat di Indonesia dalam Pelestarian Keaneka Ragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Zuhud E.A.M. dan Haryanto (ed). Kerjasama antara Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Bogor:Fakultas Kehutanan IPB dan LATIN. 161-192.

Soediarto dan Affandi. 1990. Studi Serapan dan Pemanfaatan Simplisia Nabati dalam Industri Obat Tradisional Indonesia. Bogor:Seminar Nasional Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat.

Solikin, 2007, Potensi Jenis-jenis Herba Liar di Kebun Raya Purwodadi sebagai

Obat, http://fisika.brawijaya.ac.id/bssub/

proceeding/PDF%20FILES/BSS_118_2. pdf, 4 Mei 2009. Utami, P., 2008, Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta:Agromedia.


(2)

73

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sudaryanti, T dan Sugiharti, E. 1990. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Jakarta:Penebar Swadaya.

Sumantera, I.W. 1994. Daun Tahi Ayam, Penurunan Panas Dalam. Dalam Sidowayah Th IV No. 14.

Utami, E.T. 2011. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Sembukan (Paederia scandens) pada Tikus Wistar. Majalah Obat Tradisional, Vol. 16 (2), 5 halaman.

Walter, H.L. and L.P.E. F., Elwin. 1977. Medical Botany-Plants Affect in Man’s Health. New York:A Wiley & Sons.

Wardani, R.S. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara) Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Tembelekan, Vol. 6 (2).

Wijayakusuma, H.M.H., et. al. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta:Pustaka Kartini.


(3)

75

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(4)

76

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(5)

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(6)

78

Citra Pramesti Indriyanti , 2013

IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu