PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... ... 8

D. Manfaat Penelitian... ... 8

E. Definisi Operasional... ... 9

F. Hipotesis Penelitian... ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS... 11

A. Penalaran Matematik... 11

B. Indikator-indikator Penalaran... 24

C. Kegiatan Penalaran dalam Matematika... 26

D. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based learning)... 28

E. Model Masalah... 30

F. G. H. I. Pembelajaran Konvensional... ... Sikap Siswa Terhadap Matematika... Teori Belajar yang Mendukung... Penelitian yang Relevan... 39 40 42 47 BAB III METODE PENELITIAN... ... 49

A. Desain Penelitian... ... 49


(2)

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... ... 50

D. Pengembangan Bahan Ajar... ... 59

E. Prosedur Penelitian... ... 59

F. Teknik Analisis Data... ... 61

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian... ... 68

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN…... …... 69

A. Hasil Penelitian... ... 69

B. Pembahasan... ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 98

A. Kesimpulan... ... 98

B. Saran... ... 98

DAFTAR PUSTAKA... ... 100


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan Pembelajaran Konvensional dan PBM... ... 29

3.1 Pemberian Skor Soaln Matematik... ... 53

3.2 KarakteristikPenalaran Matematika Hasil Uji Coba... ... 58

3.3 Jadwa Pelaksanaan Penelitian... ... 70

4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Awal dan Tes Akhir dan Perolehan Belajar Penalaran Matematika... ... 72

4.2 Analisis Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Penalar... 73

4.3 Analisis Perbedaan Rerata Peningkatan Kemampuan Penalaran... 74

4.4 Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal Penalaran Matematika Kelompok Eksperimen... 75 4.5 Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal Penalaran Matematika Kelompok Kontrol... 75 4.6 Analisis Uji Normalitas Tes Awal... 77

4.7 Analisis Uji Homogenitas Tes Awal... 78

4.8 Analisis Uji Kesamaan Rerata Tes Awal... 79

4.9 Rekapitulasi Data Hasil Tes Akhir Penalaran Matematika Kelompok Eksperimen... 80 4.10 Rekapitulasi Data Hasil Tes Akhir Penalaran Matematika Kelompok Kontrol... 80 4.11 Analisis Uji Normalitas Tes Akhir... 82

4.12 Analisis Uji Homogenitas Tes Akhir... Rekapitulasi Rerata Skor Tes Awal, Tes Akhir dan Perolehan Belajar Penalaran Matematika... 83 4.13 Analisis Uji Perbedaan Rerata Tes Akhir... ... 84 4.14 Katagori Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Pada

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 84


(4)

4.15 Rekapitulasi Pendapat Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur...

86

4.16 Analisis Uji Hipotesis Sikap Siswa dalam Aspek Minat... ... 89 4.17 Analisis Uji Hipotesis Sikap Siswa dalam Aspek Kesungguhan... 91 4.18 Analisis Uji Hipotesis Sikap Siswa dalam Aspek Manfaat... 93


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Rerata Perolehan Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol... 71 4.2 Rerata Skor Tes Awal Penalaran Matematika pada Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 76 4.3 Rerata Skor Tes Akhir Penalaran Matematika pada Kelompok


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rencana Pembelajaran... 106

2. Lembar Kerja Siswa... 118

3. Kisi-kisi Soal... 135

4. Soal Tes... 138

5. Alternatif Jawaban... 140

6. Uji Coba Instrumen... 143 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Data Skor Tes Awal Kelompok Eksperimen... Data Skor Tes Awal Kelompok Kontrol... Data Skor Tes Akhir Kelompok Eksperimen... Data Skor Tes Akhir Kelompok Kontrol... Uji Normalitas, Homogenitas dan Kesamaan Rerata Hasil Tes Awal... Uji Normalitas, Homogenitas dan Perbedaan Rerata Hasil Tes Akhir... Perolehan Belajar (Gain) Kelompok Eksperimen... Perolehan Belajar (Gain) Kelompok Kontrol... Uji Normalitas, Homogenitas dan Perbedaan Rerata Perolehan Belajar... Kisi-kisi Skala Sikap... Instrumen Skala Sikap... Tanggapan Siswa... Skor Transformasi Jawaban Pernyataan Siswa... Perhitungan Reliabilitas Skala Sikap... Analisis Signifikasi Daya Pembeda Butir Pernyataan Skala Sikap... Uji Hipotesis Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur... 157 158 159 160 161 170 179 180 181 189 190 192 194 196 204 218


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, tetapi matematika juga dapat berguna dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Selain itu matematika merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan secara praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, dan generalitas. Untuk itulah matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah.

Matematika juga dapat berfungsi untuk melatih seseorang berpikir dengan baik dan dapat menemukan solusi-solusi yang tepat dalam me-nyelesaikan masalah yang dihadapi. Proses tersebut memerlukan daya nalar seseorang, oleh karena itu unsur penalaran dalam matematika sangat diperlukan.

Seseorang akan merasa mudah dalam menyelesaikan masalah jika ditunjang oleh daya pikir yang baik. Namun dalam kenyataannya berpikir dengan baik dan benar merupakan suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Di dalam kegiatan berpikir, benar-benar dituntut untuk memiliki kesanggupan pengamatan yang kuat dan cermat; dalam hal ini dituntut kesanggupan untuk melihat hubungan-hubungan, kejanggalan-kejanggalan, kesalahan-kesalahan yang terselubung, waspada terhadap pembenaran diri (Rasionalisasi) yang


(8)

dicari-cari terhadap segala yang tidak berkaitan (tidak ada relevansi) terhadap prasangka-prasangka pribadi atau kelompok, Puspoprojo dan Gilarso (dalam Dahlan, 2004)

Dikarenakan matematika sebagai suatu ilmu yang tersusun menurut struktur, maka pembelajaran matematika di sekolah hendaknya disajikan secara sistematis, teratur, dan logis sesuai perkembangan intelektual anak. Dengan cara penyajian seperti ini, siswa yang belajar akan siap menerima pelajaran sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Itulah sebabnya sajian matematika yang diberikan kepada siswa berbeda-beda sesuai jenjang pendidikan dan perkembangan intelektual anak. Ini sesuai dengan pendapat Piaget (Uno,2008), bahwa perkembangan intelektual terjadi secara pasti dan spontan. Sedangkan anak yang belajar matematika sifatnya fleksibel, tidak tergantung pada umurnya. Dalam hal ini siswa pada pendidikan tingkat dasar, sajiannya bersifat konkret, dan makin tinggi jenjang pendidikan siswa maka sajian matematika semakin abstrak.

Dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003:8) dinyatakan bahwa setelah pembelajaran siswa harus memiliki seperangkat kompetensi matematika yang harus ditunjukan pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika (standar kompetensi). Adapun kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA, adalah sebagai berikut:


(9)

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelas-kan keterkaitan antar konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Berdasarkan standar kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut, aspek penalaran adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa sebagai standar yang harus dikembangkan dalam belajar matematika. Oleh karena itu dalam aktifitas matematika yang dikembangkan oleh guru dapat dipahami secara rasional, logis dan mudah dimengerti siswa, sehingga meng-hasilkan kemampuan penalaran yang maksimal.

Proses Penalaran, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah merupakan aktivitas mental yang membentuk inti berfikir. Ketiga proses tersebut merupakan kegiatan berfikir atau proses kognitif. Proses kognitif itu saling berhubungan satu dengan yang lainnya (Matlin, 1994).


(10)

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika dalam aspek penalaran masih rendah. Kondisi ini ditunjukkan oleh hasil survey IMSTEP-JICA (1999), dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik seperti pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika sering disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa rasional dan logis. Akibatnya, kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Sebagai salah satu contoh soal yang menuntut siswa untuk menjawabnya melalui penalaran yang tinggi, misalnya: Perhatikan gambar, hitunglah luas daerah yang diarsir jika jari-jari ketiga lingkaran adalah 2 cm!

Penyelesaian soal tersebut memerlukan beberapa penalaran dalam memperkirakan jawaban dan proses solusi, yakni menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik. Misalnya pada soal di atas, untuk menentukan besar sudut pada lingkaran yang diarsir terlebih dahulu harus menelaah segitiga ABC dan menentukan besar sudut A, sudut B dan sudut C, kemudian menentukan luas daerah yang diarsir pada satu lingkaran dengan menggunakan rumus luas juring.

A

C


(11)

Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang di-alami siswa dalam mempelajari matematika yang memerlukan penalaran dalam penyelesaiannya. Guru harus dapat menentukan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan harus memandang berbagai aspek, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah kemampu-an intelektual siswa. Ini sesuai dengkemampu-an pendapat ykemampu-ang dikemukakkemampu-an Fowler (dalam Pandoyo 1997:1) bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupaya-kan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Oleh karena itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi.

Maonde (2004) menyatakan bahwa siswa yang memperoleh pem-belajaran konvensional secara dominan bersikap pasif, mendengarkan, dan membuat catatan tentang penjelasan dari guru. Oleh sebab itu dalam pem-belajaran matematika yang materinya memerlukan penalaran diperlukan suatu model pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa. Berdasar-kan hal tersebut, maka perlu diterapBerdasar-kan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Diduga dengan Pembelajaran Berbasis Masalah yang lebih lanjut disebut PBM dapat memberikan motivasi semangat belajar dan merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi berbasis masalah termasuk belajar bagaimana belajar, dan dapat mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran


(12)

ide secara terbuka adalah Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM). PBM memungkinkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses berpikir sehingga menghasilkan daya nalar yang baik. PBM merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah keseharian yang nyata (authentic) atau masalah yang disimulasikan, sehingga siswa dituntut untuk berfikir kritis dan menempatkan siswa sebagai problem solver, dalam proses tersebut jelas dituntut penalaran yang baik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Masalah yang dapat digunakan dalam PBM terdiri dua tipe masalah, yaitu masalah terbuka (open-ended problem) dan masalah terstruktur (well-structured problem). Dalam masalah terstruktur, untuk menjawab masalah yang diberikan, siswa dihadapkan dengan submasalah-submasalah sebagai pemandu untuk dapat menjawab masalah secara utuh. Dengan diberikannya submasalah-submasalah seperti ini, diharapkan siswa dapat belajar lebih mandiri dikarenakan intervensi guru yang dikurangi. Sedangkan dalam masalah terbuka, siswa dihadapkan dengan masalah yang menuntutnya berpikir variatif dan fleksibel, karena masalah yang dihadapinya memiliki banyak alternatif cara penyelesaian dengan jawaban tunggal atau memiliki banyak alternatif cara penyelesaian dengan multi jawaban yang benar.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini di-fokuskan pada pembelajaran matematika bagi siswa yang mempunyai ke-mampuan intelektual “menengah” dan “bawah” melalui model pembelajaran berbasis masalah masalah terstruktur. Model pembelajaran berbasis masalah


(13)

terstruktur ini diharapkan siswa kemampuan intelektual menengah dan bawah mampu meningkatkan kemampuan penalarannya. Model pembelajaran berbasis masalah terstruktur di sini ialah penyelesaian soal melalui tahapan-tahapan yaitu submasalah-submasalah yang ditanyakan secara terstruktur sehingga dapat membantu dan mengarahkan siswa menemukan solusi pemecahannya. Dengan model masalah terstruktur yang seperti ini siswa diharapkan terbiasa untuk menentukan langkah-langkah penyelesaiannya. Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa SMP?

Untuk menjawabnya masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan penalaran matematik siswa SMP menggunakan pembelajaran berbasis masalah terstruktur lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah ter-struktur?


(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran siswa pada pelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah ter-struktur dengan pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengkaji sikap siswa dalam pelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, diantara-nya:

1. Bagi siwa, dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan dan solusi dalam mempermudah meningkatkan penalarannya dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika.

2. Metode ini memberikan solusi bagi siswa untuk menyelesaikan masalah soal yang tidak rutin.

3. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai wawasan baru untuk meningkatkan ke-mampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika.


(15)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami pengertian-pengertian yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran Berbasis Masalah terstruktur adalah suatu pembelajaran yang penyelesaian masalahnya disajikan dengan submasalah-submasalah atau subpertanyaan-subpertanyaan untuk membantu mengarahkan siswa menuju jawaban akhir.

2. Kemampuan penalaran matematik dalam penelitian ini difokuskan pada penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif didefinisikan sebagai penarikan kesimpulan umum berdasarkan data empiris, dan penalaran deduktif didefinisikan sebagai penarikan kesimpulan berdasar-kan aturan inferensi.

3. Sikap siswa dalam penelitian ini ialah respon siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan.

F. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menetapkan hipotesisnya adalah:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematik Siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika berbasis masalah terstruktur.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan siswa dalam penalaran setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur dalam pembelajaran matematika. Karena itu penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang menguji pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terstruktur terhadap kemampuan penalaran.

Pada penelitian ini pembelajaran berbasis masalah terstruktur sebagai variabel bebas, dan meningkatkan kemampuan penalaran sebagai variabel terikat. Dipilih dua kelas secara acak, satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah terstruktur dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

O X O O O Keterangan:

O : Tes awal dan tes akhir yaitu tes berupa kemampuan penalaran

X : Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.


(17)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Subang. Penelitian dilakukan di SMP N 3 Pagaden Subang yang tergolong sekolah pada peringkat menengah kebawah. Hal ini didasarkan pada penerimaan siswa baru yang tidak lagi melalui tes dan tidak adanya batasan NEM terendah.

Pembagian kelas pada sekolah tersebut di dalam belajarnya tidak dibedakan dengan adanya kelas unggulan dan kelas rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa kelas-kelas yang ada menyebar secara seimbang. Berdasarkan pembagian kelas tersebut, Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak dua kelas dari populasi empat kelas IX paralel. Dari dua kelas yang dipilih, secara acak dipilih secara acak juga kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Instrumen Penelitian dan pengembangannya

Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yaitu:

1. Tes kemampuan penalaran matematika, yaitu untuk mengukur ke-mampuan siswa dalam penalaran matematika sebelum dan sesudah mendapat perlakuan. Tes kemampuan penalaran ini disusun dalam bentuk uraian. Pokok bahasan yang dipilih adalah kesebangunan.

2. Non tes dalam bentuk skala sikap, untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.


(18)

Instrumen-instrumen itu dikembangkan sebagai berikut: 1. Tes kemampuan penalaran dalam matematika

Pengembangan instrumen dimulai dengan menyusun kisi-kisi, dan dilanjutkan dengan menyusun butir tes yang sesuai. Tes kemampuan dalam penalaran ini disusun dalam bentuk uraian. Pokok bahasan yang dipilih sebagai materi uji adalah kesebangunan.

Pengembangan instrumen dimulai dengan menyusun kisi-kisi, dan

lanjutkan dengan menyusun butir tes. Instrumen yang telah disusun

di-konsultasikan dengan dosen pembimbing untuk dianalisis validitas isinya. Dalam

penyusunan kisi-kisi dan butir tes ini meminta pertimbangan juga dari

rekan-rekan mahasiswa matematika S2 yang satu angkatan. Aspek yang

diper-timbangkan meliputi kesesuaian kisi-kisi dengan butir soal, aspek bahasa dan

materi matematika. Pertimbangan dari rekan-rekan kemudian dikonsultasikan

lagi dengan dua doen pembimbing.

Setelah validitas isi terpenuhi, kemudian diujicobakan ke sekolah lain

yang mempunyai karakteristik sama dengan sekolah tempat penelitian.

Dikarenakan penelitian dilakukan di kelas IX, maka uji coba instrumen di

lakukan pada satu tingkat di atasnya dalam hal ini di SMA Negeri Pagaden kelas

X. Uji coba ini dilakukan untuk menganalisis validitas butir soal, reliabilitas,

daya beda dan tingkat kesukaran.

Adapun pemberian skor untuk soal-soal penalaran mengikuti pedoman dari


(19)

Tabel 3.1

Pemberian Skor Soal Penalaran Matematik

Respon siswa terhadap soal Skor

Tidak ada jawaban/Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/

Tidak ada yang benar 0

Hanya sebagian aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 1

Hampir semua aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 2

Semua aspek pertanyaan dijawab dengan lengkap/jelas dan

benar 3

Kegiatan analisis instrumen mengikuti pedoman sebagai berikut: 1.1. Analisis Validitas Butir Soal

Suatu butir soal disebut valid bila butir soal tersebut mengukur apa yang semestinya harus diukur. Pengukuran validitas suatu butir soal diantaranya dapat menggunakan rumus korelasi produk momen dari Person (Arikunto, 1996) sebagai berikut:

∑ NXY – ∑X∑Y r xy =

√ {N∑X2 – (∑X)2}{N∑Y2 – (∑Y)2}

keterangan:

r xy : Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y, dua variabel yang dikorelasikan

N : Jumlah responden. ∑X : Jumlah skor item ∑Y : Jumlah skor total


(20)

∑X2 : Jumlah kuadrat skor item ∑Y2 : Jumlah kuadrat skor total

Dengan menetapkan taraf signifikan 5% dan N yang sesuai data. Apabila rxy > rtabel maka item tersebut valid.

Interprestasi besarnya korelasi didasarkan pada pedoman yang di-kemukakan Arikunto (2001) sebagai berikut:

0,80 – 1,00 sangat tinggi 0,60 – 0,79 tinggi

0,40 – 0,59 cukup 0,20 – 0,39 rendah

0,00 – 0,19 sangat rendah

Selanjutnya untuk menentukan signifikan koefisien korelasi diguna-kan uji-t (Sugiyono, 2000), dengan rumus:

2

1 2 xy xy

r N r t

− − =

t = harga t

N = Banyaknya siswa

rxy= koefisien korelasi nilai-nilai X dan nilai-nilai Y Butir soal dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel.

Hasil perhitungan besarnya koefisien korelasi butir soal nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 0,88, 0,90, 0,90, 0,92, dan 0,90. Selain itu seluruh butir soal dinyatakan signifikan. Perhitungan koefisien korelasi dan signifikan butir soal selengkapnya terdapat pada lampiran 5 halaman 145 sampai 149.


(21)

1.2. Analisis reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah ketepatan (konsistensi) alat evaluasi dalam mengukur atau konsistensi siswa dalam menjawab alat evaluasi tersebut. Reliabilitas suatu tes dinyatakan dengan koefisien reliabilitas dan dalam penelitian ini perhitungannya menggunakan ketetapan intern, yaitu jawaban sebuah soal dikorelasikan dengan jawaban pada soal-soal sisanya.

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang berbentuk uraian, dilakukan pengujian reliabilitas dengan teknik Alfa Cronbach (Ruseffendi,2005)) sebagai berikut:

ri = 2

2 2

1 j

i j

DB DB DB

X b

b

− Keterangan :

i

r = koefisien reliabilitas b = banyaknya soal

DBj2 = variansi skor seluruh soal menurut skor siswa perorangan DBi2 = variansi skor soal tertentu (soal ke-i)

∑DBi2 = jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu. Rumus untuk varians total dan varians item:

) (

2 2

2

n X n

Y

DBJ =


(22)

2 2

2

) (

n x n

x

DBi =

i

i

Kemudian dengan menggunakan kriteria yang dibuat Guilford (Ruseffendi, 2005) :

0,00 – 0,19 tingkat reliabilitas kecil 0,20 – 0,39 tingkat reliabilitas rendah 0,40 – 0,69 tingkat reliabilitas sedang 0,70 – 0,89 tingkat reliabilitas tinggi 0,90 – 1,00 tingkat reliabilitas sangat tingi

Hasil perhitungan menunjukan besarnya koefisien reliabilitas adalah 0,95 dan termasuk katagori sangat tinggi. Perhitungan koefisien reliabilitas selengkapnya terdapat pada lampiran lampiran 5 halaman 143-144.

1.3. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk soal uraian perhitungan indeks daya pembeda menggunakan rumus:

DP =

nxMaks B

AB B

2 1

DP = indeks daya pembeda

AB = jumlah skor yang dicapai kelompok atas

BB = jumlah skor yamg dicapai kelompok bawah


(23)

Maks = sokor maksimum soal

Adapun klasifikasi indeks daya pembeda suatu soal pada penelitian ini, diinterpretasikan dengan mengikuti pedoman yang dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990) sebagai berikut:

DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Hasil perhitungan indeks daya pembeda butir nomor 1, 2, dan 3 diperoleh berturut-turut 0,54, 0,46, dan 0,54, sedangkan butir soal nomor 4 dan 5 masing-masing 0,41 dan 0,54. Perhitungan indeks daya pembeda selengkapnya terdapat pada lampiran 5 halaman 150-151.

1.4. Analaisis Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran suatu butir soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab benar soal itu dengan banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu. Untuk soal uraian perhitungan tingkat kesukaran menggunakan rumus:

TK =

nxMaks B

AB + B

TK = indeks tingkat kesukaran

AB = jumlah skor yang dicapai kelompok atas

BB = jumlah skor yang dicapai kelompok bawah

n = jumlah seluruh siswa kelompok atas dan kelompok bawah


(24)

Ketentuan tingkat kesukaran pada penelitian ini berpedoman kepada yang dikemukakan Suherman dan Sukjaya (1990) sebagai berikut:

TK ≤ 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 soal sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 soal sedang 0,70 < TK < 1,00 soal mudah TK = 1,00 soal terlalu mudah

Hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran butir soal nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 diperoleh berturut-turut adalah 0,60, 0,54, 0,68, 0,51, dan 0,70. Perhitungan indeks tingkat kesukaran selengkapnya terdapat pada lampiran 5 halaman 152-153

Hasil uji coba tersebut terangkum dalam kesimpulan analisis instrumen sebagaimana digambarkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Karakteristik Soal Penalaran Matematika Hasil uji Uoba Nomor

Soal Validitas

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Keterangan Indeks Makna Indeks Makna

1 Signifikan 0,538 Baik 0,602 Sedang Dipakai 2 Signifikan 0,461 Baik 0,538 Sedang Dipakai 3 Signifikan 0,538 Baik 0,679 Sedang Dipakai 4 Signifikan 0,410 Baik 0,513 Sedang Dipakai 5 Signifikan 0,538 Baik 0,705 Mudah Dipakai

Reliabilitas = 0,946 (Sangat tinggi)

Berdasarkan hasil uji coba ini disimpulkan bahwa semua soal dapat digunakan.

2. Skala Sikap

Skala pendapat bertujuan untuk mengungkap pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan tugas soal pertanyaan terstruktur. Skala tersebut mendeskripsikan tiga aspek yaitu


(25)

pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.

Pengembangan skala sikap dilakukan sebagai berikut:

a. Skala sikap disusun dalam model skala Likert dalam lima pilihan.pada masing-masing aspek tersebut di atas dibuat pernyataan-pernyataan yang harus ditanggapi oleh siswa. Tanggapan yang harus diberikan itu ialah mulai dari yang positif yaitu sangat setuju, sampai kepada yang paling negatif, sangat tidak setuju. Jadi jawabannya bisa SS (sangat setuju), S (setuju), tidak tahu/ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) atau, sangat tidak setuju (STS).

b. Skala sikap yang telah disusun telah mendapat pertimbangan dari Dosen Pembimbing. Pertimbangan yang diminta menyangkut isi dan bahasa yang digunakan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dilakukan perbaikan-perbaikan sesuai yang diperlukan. Sehingga diperoleh satu set skala yang memiliki kesahehan isi yang memadai. Skala sikap tersebut terdapat pada lampiran 16 halaman 187-188

Data skala sikap penelitian dianalisis dan diskor untuk setiap itemnya dengan menggunakan rumus skala sikap Likert. Selanjutnya setiap item diuji validitasnya dengan menggunakan rumus:

) 1 ( ) ( ) ( ) ( _ _ 2 2 _ _ − − + − − =

n n x x x x x x t b b a a b a (Subino, 1987)


(26)

Setelah dianalisis validitas itemnya, ternyata hasilnya terdapat tujuh buah pernyataan yang tidak signifikan, yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 9, dan 12 sehingga keenam pernyataan tersebut tidak diikutsertakan dalam pengolahan data. Dengan demikian pernyataan yang diolah datanya sebanyak 14 pernyataan. Selanjutnya diuji pula reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha (Ruseffendi, 1994). Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas 0,83, yang berdasarkan Guilford (Ruseffendi, 1991) tergolong reliabilitas tinggi.

D. Pengembangan Bahan Ajar

Untuk menunjang pembelajaran matematika berbasis masalah terstruktur disususn pula bahan ajar. Hal ini dilakukan untuk kelancaran dan efektivitas pelaksanaan pembelajaran. Bahan ajar terdiri dari beberapa soal yang harus diselesaikan, dengan disajikan dalam bentuk terstruktur mencakup pokok bahasan kesebangunan.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi empat tahapan kegiatan. Secara rinci, tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tahap Pendahuluan

Tahapan ini diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis berupa kajian kepustakaan terhadap teori-teori yang berkaitan.

Kegiatan selanjutnya adalah menyusun dan mengembangkan instrumen penelitian serta rancangan pembelajaran, baik untuk kelompok eksperimen maupun untuk kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri


(27)

dari soal-soal untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa serta kuesioner skala sikap.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah pertama pada tahap ini adalah pemilihan sampel sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelas kontrol dan satu kelas lainnya adalah kelas eksperimen.

Setelah itu kegiatan penelitian secara berturut-turut dilaksanakan sebagai berikut :

a. Melaksanakan pretest, yang dimaksudkan sebagai pengumpulan informasi awal tentang kemampuan penalaran matematis siswa. Pretest diberikan pada kelas kontrol dan juga kelas eksperimen

b. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan Pen-dekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur pada kelompok kelas eksperimen dan pembelajaran biasa pada kelompok kelas kontrol.

c. Memberikan posttest pada kedua kelompok kelas, yaitu kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan berupa pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur.

d. Memberikan kuesioner skala sikap atau pendapat kepada siswa untuk mengetahui pendapat-pendapat siswa terhadap pembelajaran


(28)

matematika dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur.

F. Teknik Analisis Data.

Untuk keperluan menjawab masalah dan untuk menguji hipotesis pe-nelitian ini, data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik inferensial.

Terdapat dua jenis data yang diperoleh, yaitu hasil tes awal dan tes akhir, serta data hasil skala pendapat siswa. Secara teknis pelaksanaan analisis data tersebut dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data Hasil Tes Penalaran

1.1 Uji kesamaan Rerata tes awal dan tes akhir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pengujian dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan rerata antara skor yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisanya diawali dengan beberapa pengujian yaitu:

a. Menghitung rata-rata skor hasil tes awal dan tes akhir menggunakan rumus:

n x x

k i

i

=

= 1

_

, Ruseffendi (1998)

b. Menghitung standar deviasi skor tes awal dan tes akhir menggunakan rumus:


(29)

= − = 1 _ 2 ) ( i i n x x k

s , Ruseffendi (1998)

c. Menguji normalitas kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah berdasarkan data yang diperoleh dari tes awal dengan menggunakan rumus:

=

e e o hitung f f f X 2

2 ( )

Xhitung2 = kay kuadrat

fo = frekuensi pengamatan fe = frekwensi harapan

d. Menguji homogenitas varians tes awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Rumus hipotesisnya adalah: HO :

σ

σ

2 2

k e= HA :

σ

2e

σ

2k

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan Uji F sebagai berikut:

.

Nilai Fhitung

F = 2

2

kecil besar S S


(30)

Ftabel pada taraf keberartian α = 0,05, dengan derajat kebebasan dk1 = ne – 1 dan dk2 = nk – 1 adalah Ftabel = 0,99Fne- 1, nk-1. Kriteria pengujian : Ho diterima jika Fhitung≤ Ftabel.

e. Uji kesamaan rerata kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Untuk menguji apakah hipotesis tes awal juga sama? Rumusan hipotesisnya adalah:

HO : µek HA : µe≠µk

Kriteria pengujian : Ho diterima satu arah, jika –ttabel≤ thitung ≤ ttabel Karena terdiri dari dua sampel bebas dan tidak terdapat peubah

kontrol, demikian juga sampel berdistribusi normal dan homogen pengujian kesamaan rerata menggunakan uji-t, dengan rumus:

k e k e n n s x x t 1 1 +

= dengan

2 ) 1 ( ) 1

( 2 2

2 − + − + − = k e k k e e n n s n s n s

t = harga t untuk sampel berkorelasi xe = rerata skor pada kelas eksperimen xk = rerata skor pada kelas kontrol s = varian gabungan

se = varian kelompok eksperimen sk = varian kelompok eksperimen

ne = banyaknya siswa pada kelompok eksperimen


(31)

f. Untuk menguji kemampuan penalaran kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah perlakuan, dilakukan langkah-langkah yang sama dengan pengujian kemampuan awal (a sampai d). Tetapi sebagai konsekwensi dari hipotesis penelitian maka dalam hal ini dilakukan pengujian pihak kanan. Data yang digunakan adalah skor hasil tes akhir.

g. Uji perbedaan rerata tes akhir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Untuk menguji apakah hipotesis tes akhir ada perbedaan? Rumusan hipotesisnya adalah:

HO : µek HA : µek

- Kriteria pengujian : Ho ditolak jika thitung > ttabel

Jika data itu normal dan homogenitas, maka pengujian perbedaan rerata menggunakan uji-t, dengan rumus:

k e k e n n s x x t 1 1 +

= dengan

2 ) 1 ( ) 1

( 2 2

2 − + − + − = k e k k e e n n s n s n s

h. Untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus Gain Score Ternormalisasi:

pre mak pre post s s s s g − −


(32)

Katagori: Tinggi : g > 0,7 Sedang : 0,3 < g < 0,7 Rendah : g < 0,3

Pengujian sama atau tidaknya dua nilai rerata gain ternormalisasi tersebut dapat menggunakan uji-t dengan syarat datanya normal dan homogen. Datanya normal tetapi tidak homogenitas maka digunakan rumus t' (Sudjana, 1992), dengan rumus:

      + − = 2 2 2 1 2 1 2 _ 1 _ ' n s n s x x t

2. Data Hasil Pengisian Skala Sikap

Dalam menganalisis data hasil skala sikap, diawali dengan pemberian skor terhadap setiap respon subyek atas pernyataan pada skala sikap. Penskoran pendapat pada penelitian ini diberikan secara apriori. Suatu pernyataan yang mendukung pendapat positif dikaitkan dengan angka atau nilai, yaitu SS = 5, S = 4, N = 3, TS = 2, dan STS = 1, sedangkan pernyataan yang mendukung pendapat negatif dikaitkan dengan angka atau nilai sebaliknya, yaitu SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4 dan STS = 5.

Hipotesis yang di uji dalam skala sikap ini adalah: Ho : r = 0


(33)

Langkah berikutnya adalah menghitung besarnya reliabilitas skala sikapt. Nilai koefisien reliabilitas tersebut ditentukan dengan meng-gunakan rumus Cronbach Alpha, sebagai berikut:

2 2 2 1 j i j DB DB DB b b

r × −

− =

R = koefisien reliabilitas B = banyaknya pernyataan

2

j

DB = variansi skor seluruh pernyataan menurut skor siswa perorangan

2

i

DB = variansi skor pernyataan tertentu (pernyataan ke-i)

2

i

DB = jumlah variansi skor seluruh pernyataan menurut skor pernyataan tertentu.

Pemilihan butir skala sikap didasarkan pada signifikan tidaknya daya pembeda butir skala tersebut. Daya pembeda suatu butir pernyataan pada skala sikap, dianalisis dengan uji-t dan menggunakan rumus:

) 1 ( ) ( )

( 2 2

− − + − − =

n n x x x x x x t b b a a b a Subino (1987) t = harga t

xa = skor rerata kelompok atas xb = skor rerata kelompok bawah

n = jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah

Suatu butir pernyataan skala pendapat dinyatakan mempunyai daya pembeda yang signifikan, jika thitung > ttabel dengan derajat kebebasan (na -1)+(nb-1). Apabila ditemukan butir pernyataan yang mempunyai daya


(34)

pembeda tidak signifikan, maka butir pernyataan tersebut tidak lagi diolah dalam analisis selanjutnya.

Interpretasi pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur didasarkan pada garis kontinum skala pendapat. Interpretasi pendapat siswa tersebut diklasifikasikan pada tiga kelompok, yaitu pendapat positif, pendapat netral atau pendapat negatif. Gambarnya seperti ditunjukan berikut ini (Nawawi dan Martini dalam Aminah 2002).

1 2 2,4 3 3,5 4 5

Negatif n 2,4n

Netral Positif 3,5n 5n

Dalam hal ini yang dimaksud dengan pendapat positif adalah 75% atau lebih dari subyek berpendapat positif (Ali dalam Aminah 2002) terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pem-belajaran berbasis masalah terstruktur. Untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan pendapat siswa ini, dilakukan dengan menghitung nilai Z berikut:

n p p

p n x Z

) 1 ( −

− =

Dengan : Z = harga Z

x. = banyak data yang termasuk katagori hipotesis n. = banyaknya data


(35)

p = proporsi pada hipotesis

Kriteria pengujian adalah hipotesis diterima jika –z0,5-α < Z < z0,5-α. Perhitungan nilai Z tersebut dilakukan setelah pengujian normalitas distribusi (Nurgana dalam Aminah, 2002)

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti jadwal yang telah dibuat sekolah. Baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mendapat porsi waktu belajar yang sama. Pelaksanaan tes awal, pembelajaran, tes akhir, dan pengisian skala pendapat terinci pada tabel 3.3.

Tabel 3.3

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Tanggal Kelompok

eksperimen

Kelompok Kontrol 1 Tes awal 22 Juli 2009 Jam ke -1 & 2 Jam ke -5 & 6 2 Pembelajaran 1 28 Juli 2009 Jam ke -1 & 2 Jam ke -5 & 6 3 Pembelajaran 2 31 Juli 2009 Jam ke -3 & 4 Jam ke -1 & 2 4 Pembelajaran 3 5 Agustus 2009 Jam ke -1 & 2 Jam ke -5 & 6 5 Pembelajaran 4 7 Agustus 2009 Jam ke -3 & 4 Jam ke -1 & 2 6 Tes akhir 12 Agustus 2009 Jam ke -1 & 2 Jam ke -5 & 6 7 Pengisian angket 14 Agustus 2009 Jam ke -3 -


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian yang dikemukakan terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah terstruktur lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah ter-struktur memiliki sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah terstruktur.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Untuk pengembangan pembelajaran dan penelitian selanjutnya penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemapuan penalaran matematik siswa.


(37)

2. Pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menumbuhkan sikap positif siswa dalam pembelajara matematika 3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian yang

memanfaatkan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur untuk meningkatkan kemampuan selain penalaran, misalnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi.

4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan pula agar obyek penelitiannya tidak hanya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama tetapi dapat dilakukan pada tingkat Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Atas untuk me-ningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa dengan mengguna-kan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.

5. Bagi guru matematika Sekolah Menengah Pertama disarankan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur dalam pembelajaran pada materi-materi pelajaran yang karakteristiknya sebagai berikut: menganalisis materi, dalam menyelesasikan masalahnya memerlu-kan submasalah-submasalah dalam penyelesaiannya, dan materi yang soalnya tidak rutin, supaya kemampuan penalaran matematik siswa lebih meningkat.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, N.A. (2008). Mudah Belajar Matematika untuk Kelas IX SMP/MTs. Depertemen Pendidikan Nasional.

Akdon, Hadi (2005).Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi &

Manajemen, Bandung, Dewa Ruchi.

Aminah, M (2002). Penerapan Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran untuk

Mengembangkan Kemampuan dan Pemahaman Matematika Siswa SMU. Tesis

UPI, Tidak diterbitkan.

Ansari, B. I. (2004). Proseding Seminar Nasional Matematika:’Kontribusi Aspek Talking

and Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa”. Bandung, UPI.

Arikunto, S (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan – Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Dahar, R.W (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis

Siswa sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open Ended. Bandung : Disertasi SPs UPI, tidak dipublikasikan.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2005). Kurikulum 2004 Sekolah

Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:

Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud.


(39)

Firdaus.A (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pembelajaran Menggunakan Tugas Bentuk Superitem. Tesis UPI, Tidak diterbitkan.

Herman. T (2006), Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Tingkat Tinggi, Disertasi UPI, Tidak diterbitkan.

Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Kontruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi. PPS IKIP Malang; Tidak diterbitkan.

Maesarah, S. (2007), Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA

Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan Tugas Bentuk Superitem, Tesis UPI, Tidak diterbitkan.

Maonde, F. (2004) Evaluasi Kualitas Soal Matematika SLTP pada EBTANAS di Kota

Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta,

Badan Penelitian dan Pengembangan Depertemen Pendidikan Nasional. Matlin, M. W. (1994). Cognition Orlando; Hardcourt Publisher.

Maulana (2002). Peranan Lembar Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran Aritmatika

Sosial Berdasarkan Pendekatan Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika

: Peranan Matematika dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Menghadapi Era Industri dan Informasi, ISSN : 1693-0800, UPI, Bandung, 23 Januari 2002.

MGMP Matematika Kabupaten Subang (2006). Penilaian Kemampuan Pemahaman

Konsep, Penalaran dan Komunikasi, dan Pemecahan Masalah Matematika SMP.

Tidak diterbitkan

Mundiri. (2000). Logika. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

NCTM (1989). Assesment Standars for School Matematics America; The National Council of Teacher of Matematics. Inc.

Pandoyo. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press.

Permana, Y. (2004). Memgembangkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA


(40)

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa Kelas III

SLTP di Kota Bandung. Bandung : Disertasi PPS UPI, tidak diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU

Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI; Tidak diterbitkan.

Riduwan (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian

Pemula. Bandung, Alfabeta.

Russefendi, H.E.T., (2006). Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan

Kopetensinya dalam Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:

Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa khususnya

dalam Pengajaran Matematika. Bandung : Modul Kuliah PPS UPI, tidak

diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Modul Kuliah PPS UPI, tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung : Tarsito

Rusmini (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik

Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Cabri Geometri II, Tesis, UPI, Tidak diterbitkan.

Sudjana (2005). Metode Statistika – Edisi Keenam. Bandung : Tarsito.

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta; Gramedia.

Subino. (1997). Kontruksi dan Analisis Tes. Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan

Pengukuran. Jakarta; Dikti PPLPTK.

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung, Alfabet


(41)

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusumah

Suherman, E. dan Winataputra U.S. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Suhito. (1990). Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang: FPMIPA IKIP Semarang.

Sumarmo, U (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA

dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logika Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Bandung : Disertasi PPS UPI. tidak diterbitkan

Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta; Sinar Harapan.

Uno. H.B (2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang


(1)

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian yang dikemukakan

terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh

pembelajaran berbasis masalah terstruktur lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah

ter-struktur memiliki sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah

terstruktur.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan ini

menunjukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah terstruktur dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika

siswa yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional. Untuk pengembangan pembelajaran dan penelitian selanjutnya

penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1.

Pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat dijadikan salah satu

alternatif dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan

kemapuan penalaran matematik siswa.


(2)

2.

Pembelajaran berbasis masalah terstruktur dapat dimanfaatkan oleh guru

untuk menumbuhkan sikap positif siswa dalam pembelajara matematika

3.

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian yang

memanfaatkan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur untuk

meningkatkan kemampuan selain penalaran, misalnya kemampuan

pemecahan masalah dan kemampuan koneksi.

4.

Bagi peneliti selanjutnya disarankan pula agar obyek penelitiannya tidak

hanya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama tetapi dapat dilakukan

pada tingkat Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Atas untuk

me-ningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa dengan mengguna-kan

model pembelajaran berbasis masalah terstruktur.

5.

Bagi guru matematika Sekolah Menengah Pertama disarankan untuk

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terstruktur dalam

pembelajaran pada materi-materi pelajaran yang karakteristiknya sebagai

berikut: menganalisis materi, dalam menyelesasikan masalahnya

memerlu-kan submasalah-submasalah dalam penyelesaiannya, dan materi yang

soalnya tidak rutin, supaya kemampuan penalaran matematik siswa lebih

meningkat.


(3)

100

DAFTAR PUSTAKA

Agus, N.A. (2008). Mudah Belajar Matematika untuk Kelas IX SMP/MTs. Depertemen

Pendidikan Nasional.

Akdon, Hadi (2005).Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi &

Manajemen, Bandung, Dewa Ruchi.

Aminah, M (2002). Penerapan Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran untuk

Mengembangkan Kemampuan dan Pemahaman Matematika Siswa SMU. Tesis

UPI, Tidak diterbitkan.

Ansari, B. I. (2004). Proseding Seminar Nasional Matematika:’Kontribusi Aspek Talking

and Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman

dan Komunikasi Matematika Siswa”. Bandung, UPI.

Arikunto, S (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan – Edisi Revisi. Jakarta : Bumi

Aksara

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Asdi

Mahasatya.

Dahar, R.W (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis

Siswa sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open

Ended. Bandung : Disertasi SPs UPI, tidak dipublikasikan.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2005). Kurikulum 2004 Sekolah

Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis

Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:

Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal

Perguruan Tinggi Depdikbud.


(4)

Firdaus.A (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pembelajaran Menggunakan Tugas

Bentuk Superitem. Tesis UPI, Tidak diterbitkan.

Herman. T (2006), Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Tingkat Tinggi, Disertasi UPI, Tidak diterbitkan.

Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Kontruktivistik.

Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran

Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi. PPS IKIP Malang;

Tidak diterbitkan.

Maesarah, S. (2007), Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA

Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan Tugas Bentuk

Superitem, Tesis UPI, Tidak diterbitkan.

Maonde, F. (2004) Evaluasi Kualitas Soal Matematika SLTP pada EBTANAS di Kota

Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta,

Badan Penelitian dan Pengembangan Depertemen Pendidikan Nasional.

Matlin, M. W. (1994). Cognition Orlando; Hardcourt Publisher.

Maulana (2002). Peranan Lembar Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran Aritmatika

Sosial Berdasarkan Pendekatan Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika

: Peranan Matematika dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk

Menghadapi Era Industri dan Informasi, ISSN : 1693-0800, UPI, Bandung, 23

Januari 2002.

MGMP Matematika Kabupaten Subang (2006). Penilaian Kemampuan Pemahaman

Konsep, Penalaran dan Komunikasi, dan Pemecahan Masalah Matematika SMP.

Tidak diterbitkan

Mundiri. (2000). Logika. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

NCTM (1989). Assesment Standars for School Matematics America; The National

Council of Teacher of Matematics. Inc.

Pandoyo. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press.

Permana, Y. (2004). Memgembangkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA

Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI; Tidak diterbitkan.


(5)

102

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa Kelas III

SLTP di Kota Bandung. Bandung : Disertasi PPS UPI, tidak diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU

Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI; Tidak diterbitkan.

Riduwan (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian

Pemula. Bandung, Alfabeta.

Russefendi, H.E.T., (2006). Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan

Kopetensinya dalam Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:

Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa khususnya

dalam Pengajaran Matematika. Bandung : Modul Kuliah PPS UPI, tidak

diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi –

Modul Kuliah PPS UPI, tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung : Tarsito

Rusmini (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik

Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program

Cabri Geometri II, Tesis, UPI, Tidak diterbitkan.

Sudjana (2005). Metode Statistika – Edisi Keenam. Bandung : Tarsito.

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta;

Gramedia.

Subino. (1997). Kontruksi dan Analisis Tes. Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan

Pengukuran. Jakarta; Dikti PPLPTK.

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung, Alfabet


(6)

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusumah

Suherman, E. dan Winataputra U.S. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika.

Jakarta : Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Suhito. (1990). Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang: FPMIPA IKIP

Semarang.

Sumarmo, U (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA

dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logika Siswa dan Beberapa Unsur

Proses Belajar Mengajar. Bandung : Disertasi PPS UPI. tidak diterbitkan

Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta; Sinar

Harapan.

Uno. H.B (2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang

Kreatif dan Efisien. Bumi Aksara


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 41

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 13

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 4 44

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING.

0 1 40

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH(Penelitian pada salah satu SMPN di Kabupaten Nias).

0 0 47

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 1 74

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING (Studi Eksperimen di Suatu SMP N di Kota Tangerang).

0 1 54

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK, KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 54

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

6 8 42