PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK, KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ……….. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

ABSTRAK ……… vi

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR DIAGRAM ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Pentingnya Masalah ……… 12

E. Definisi Operasional ………….……… 13

BAB II PEMAHAMAN MATEMATIK, KOMUNIKASI MATEMATIK DAN METAPHORICAL THINKING A. Pemahaman Matematik... 15

B. Komunikasi Matematik... 23

C. Kepercayaan Diri... 32

D. Metaphorical Thinking ... 44

E. Penelitian-Penelitian yang Relevan... 51

F Teori-Teori yang Mendukung... 60


(2)

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………..……. 75

C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ……….……… 77

D. Prosedur Penelitian .………. 84

E. Prosedur Pengolahan Data ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...…… 88

1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 90

2. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 116

3. Deskripsi Kepercayaan Diri Siswa ……… 140

4. Asosiasi antara Kualifikasi Kemampuan Pemahaman Matematik dan Komunikasi Matematik ... 148

5. Asosiasi antara Kualifikasi KAM dengan Kemampuan Pemahaman Matematik ………... 150

6. Asosiasi antara Kualifikasi KAM dan Komunikasi Matematik Siswa ………... 151

7. Asosiasi antara Kualifikasi KAM dan Kepercayaan Diri Siswa ………... 152

8. Gambaran Kinerja Siswa ………... 154

B. Pembahasan ..……… 164

1. Pemahaman Matematik ………. 164

2. Komunikasi Matematik ………. 170

3. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan KAM ……….. 175


(3)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. Kesimpulan ……….. 180

B. Implikasi ..………..………. 184

C. Saran-Saran…...………. 185


(4)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 2.1 Perbedaan Ketiga Aspek Komunikasi Matematik …………... 28 Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM ………... 76 Tabel 3.2 Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematik ……….. 82 Tabel 3.3 Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ……….. 82 Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan

Pemahaman Matematik dan Kemampuan Komunikasi

Matematik ………...………. 83

Tabel 3.5 Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik

Berdasarkan Level sekolah dan KAM ………... 86

Tabel 4.1 Rata-Rata Tes KAM ………. 89

Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Awal Pemahaman Matematik berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level sekolah, dan

KAM ... 91 Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematik

Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 92 Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Kemampuan Awal Pemahaman

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……... 93 Tabel 4.5 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematik

Siswa Berdasarkan Level sekolah …………... 94 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Kemampuan Awal Pemahaman

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran untuk

Sekolah Peringkat Tinggi ………. 95 Tabel 4.7 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Kemampuan Awal Pemahaman

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran untuk


(5)

Tabel 4.8 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal Pemahaman

Matematik Siswa Sekolah Peringkat Sedang ………... 97

Tabel 4.9 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Kemampuan Awal Pemahaman

Matematik Siswa Sekolah Peringkat Sedang ………... 98 Tabel 4.10 Deskripsi Kemampuan Akhir Pemahaman Matematik

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level sekolah, dan

KAM …... 100 Tabel 4.11 Uji Normalitas Skor Kemampuan Akhir Pemahaman Matematik

Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level

sekolah……… 105

Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Akhir Pemahaman Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

Level sekolah ………... 106 Tabel 4.13 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir

Pemahaman Matematik dengan Faktor Level sekolah dan

Pendekatan Pembelajaran ………. 107 Tabel 4.14 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Pemahaman Matematik

Berdasarkan Level Sekolah ……….. 108 Tabel 4.15 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Pemahaman Matematik

Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ……… 111 Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Akhir Pemahaman

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

KAM ………... 112 Tabel 4.17 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir

Pemahaman Matematik dengan Pendekatan Pembelajaran dan

KAM ……… 112

Tabel 4.18 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematik

Berdasarkan KAM ………... 114 Tabel 4.19 Deskripsi Kemampuan Awal Komunikasi Matematik


(6)

Tabel 4.20 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Komunikasi Matematik

Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran …... 118 Tabel 4.21 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal Komunikasi

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……... 119 Tabel 4.22 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……... 120 Tabel 4.23 Uji Normalitas Kemampuan Awal Komunikasi Matematik

Siswa Berdasarkan Level sekolah …………... 121 Tabel 4.24 Uji Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran untuk

Sekolah Peringkat Rendah ………... 122 Tabel 4.25 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah peringkat Tinggi dan Sedang ………. 123 Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa Sekolah Peringkat Tinggi ……….. 124 Tabel 4.27 Uji Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah Peringkat Sedang ………... 124 Tabel 4.28 Deskripsi Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik

berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level sekolah, dan

KAM ……… 126

Tabel 4.29 Uji Normalitas Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level

sekolah………... 131

Tabel 4.30 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

Level sekolah ………... 131

Tabel 4.31 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi Matematik dengan Faktor Level sekolah dan Pendekatan


(7)

Pembelajaran ……… 132 Tabel 4.32 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Komunikasi Matematik

Berdasarkan Level Sekolah ……….. 134 Tabel 4.33 Uji Normalitas Skor Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM …………... 136 Tabel 4.34 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

KAM ……… 136

Tabel 4.35 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi

Matematik dengan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ………. 137 Tabel 4.36 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematik

Berdasarkan KAM ………... 139 Tabel 4.37 Deskripsi Kepercayaan Diri Siswa berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran, Level sekolah, dan KAM …………... 141 Tabel 4.38 Uji Normalitas Kepercayaan Diri Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran ………. 146 Tabel 4.39 Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Kepercayaan Diri Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……… 147 Tabel 4.40 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematik ………. 148 Tabel 4.41 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas KAM dan Pemahaman

Matematik ……… 150

Tabel 4.42 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas KAM dan Komunikasi

Matematik Siswa ……….. 151

Tabel 4.43 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas KAM dan Kepercayaan

Diri Siswa Kelas Eksperimen ... 152 Tabel 4.44 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas KAM dan Kepercayaan

Diri Siswa Kelas Kontrol ... 153 Tabel 4.45 Kesulitan Siswa pada Tes Pemahaman Matematik Tiap Butir


(8)

Soal ………... 161 Tabel 4.48 Hasil Tes Komunikasi Matematik Tiap Butir Soal ……….. 162 Tabel 4.49 Kemampuan Pemahaman Matematik berdasarkan Faktor

Pendekatan Pembelajaran dan Level sekolah ………... 166 Tabel 4.50 Kemampuan Pemahaman Matematik Berdasarkan Faktor

Pendekatan Pembelajaran dan KAM ………... 168 Tabel 4.51 Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor

Pendekatan Pembelajaran dan Level sekolah ………... 171 Tabel 4.52 Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor


(9)

DAFTAR DIAGRAM

Hal. Diagram 2.1 Konsep Metaphorical Thinking ……… 46 Diagram 4.1 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan level sekolah

dalam Pemahaman matematik ………... 109 Diagram 4.2 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam

Pemahaman Matematik ………...

115 Diagram 4.3 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Level

sekolah dalam Komunikasi Matematik ………...

135 Diagram 4.4 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam

Komunikasi Matematik ………

140 Dagram 4.5 Kemampuan Pemahaman Matematik Berdasarkan Level

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ………

167 Dagram 4.6 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematik

Berdasarkan Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran..

167 Dagram 4.7 Kemampuan Pemahaman Matematik Berdasarkan KAM

dan Pendekatan Pembelajaran ………..

168 Dagram 4.8 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematik

Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ………... 169 Dagram 4.9 Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan Level

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ………

171 Dagram 4.10 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematik


(10)

Dagram 4.11 Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ………..

173 Dagram 4.12 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematik

Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ………... 174 Dagram 4.13 Kepercayaan Diri Siswa Berdasarkan Level Sekolah dan

Pendekatan Pembelajaran ………. 177 Diagram 4.14 Kepercayaan Diri Siswa Berdasarkan KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ………. 177


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skenario Pembelajaran

A-1 Bentuk Aljabar ………. 195

A-2 Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel …. 201 A-3 Perbandingan ………... 211

Lampiran B Instrumen Penelitian B-1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Matematik ………. 221

B-2 Tes Pemahaman Matematik ………. 222

B-3 Kisi-Kisi Tes Komunikasi Matematik ………. 224

B-4 Tes Komunikasi Matematik ………. 225

B-5 Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ……….. 227

B-6 Kisi-Kisi Skala Kepercayaan Diri ……… 234

B-7 Skala Kepercayaan Diri Siswa ………. 235

Lampiran C Hasil Uji Coba C-1 Hasil Analisis Uji Coba Soal Pemahaman Matematik … 239 C-2 Hasil Analisis Uji Coba Soal Komunikasi Matematik … 242 Lampiran D Hasil Penelitian D-1 Hasil Tes Awal Pemahaman Matematik ……….. 246

D-2 Hasil Tes Awal Komunikasi Matematik ……….. 252

D-3 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ……… 258

D-4 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematik Berdasarkan Level sekolah ………... 264

D-5 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematik Berdasarkan KAM………... 270

D-6 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematik Berdasarkan Level sekolah ……… 276

D-7 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematik Berdasarkan KAM ……….. 282


(12)

Lampiran E Uji Hipotesis

E-1 Analisis Tes Awal Pemahaman Matematik ………. 301 E-2 Analisis Tes Awal Komunikasi Matematik ………. 308 E-3 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman

Matematik ……… 316

E-4 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi

Matematik .………... 322

E-5 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman Matematik Berdasarkan KAM ………... 326 E-6 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi

Matematik Berdasarkan KAM ………... 331 E-7 Analisis Data Tes Skala Kepercayaan Diri ……….. 336 E-8 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Pemahaman

Matematik Berdasarkan Level sekolah dan Berdasarkan

KAM ………. 338

E-9 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Komunikasi Matematik Berdasarkan Level sekolah dan Berdasarkan

KAM ………. 342

E-10 Analisis Assosiasi Kontingensi ………... 346

Lampiran F Perizinan


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sitematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Untuk mengembangkan kompetensi tersebut, menurut TIM Kurikulum (2007:1) di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sekarang diberlakukan, disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai landasan pembelajaran matematika.

Di dalam KTSP pembelajaran matematika dianjurkan untuk dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). TIM Kurikulum (2007:1) mengatakan bahwa dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing menguasai konsep matematika. Dengan demikian pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik. Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran


(14)

tersebut. Efek iringan yang dimaksud menurut TIM MKPBM (2001:254) antara lain adalah: (1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik lainnya; (2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis; (5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah; (6) Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.

Matematika juga merupakan ilmu yang bernilai guna. Wahyudin (Tim LPMP Banten, 2003:1) mengatakan bahwa kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat dan tidak memiliki makna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Dengan demikian komunikasi matematik memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun bagi dunia keilmuan yang lain.

Komunikasi matematik menjadi kemampuan yang harus digali oleh guru agar siswa memiliki kemampuan memberikan informasi yang padat, singkat dan akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan. Kenyataan ini jelas karena matematika banyak digunakan dalam bidang ilmu lain yang berhubungan langsung dalam kehidupan kita. Matematika menjadi sangat penting peranannya bagi kegiatan-kegiatan di bidang bisnis, perdagangan, industri bahkan untuk dunia perkantoran yang memberikan jasa produksi.


(15)

3

Komunikasi matematik merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman siswa. Melalui komunikasi matematik ide-ide menjadi objek-objek yang direfleksikan untuk didiskusikan dan di ubah. Proses komunikasi membantu membangun makna dan ketetapan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematik siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannnya untuk memecahkan permasalahan yang ada.

Kenyataan di lapangan menurut Crockcroft (Tim LPMP Banten, 2003:1), Mathematics is difficult both teach and learn atau matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Kesulitan ini terjadi karena matematika merupakan pelajaran yang berstruktur vertikal. Keadaan ini diperparah dengan proses pembelajaran matematika di dalam kelas yang kurang komunikatif yang hanya menggunakan bahasa-bahasa angka. Mettes (1979: 82) mengatakan bahwa siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.

Terkadang banyak guru yang tidak memahami pentingnya pembelajaran matematika agar selaras dengan standar kurikulum dan evaluasi matematika (NCTM, 2000) yaitu membuat siswa memiliki kemampuan untuk:


(16)

1. Belajar nilai-nilai pada matematika

2. Menjadi percaya diri dengan kemampuannya untuk mengerjakan matematika

3. Mampu memecahkan masalah matematika 4. Belajar berkomunikasi matematika

5. Belajar untuk memberikan alasan/ berfikir secara matematik.

Ruseffendi (1991:.328) menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Menurut Rif’at (2001: 25) kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning.

Selain itu pada umumnya terindikasi bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993:55) terhadap siswa SMU, SLTP, dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Temuan Sumarmo didukung oleh temuan Wahyudin (1999:62) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Bahkan Wahyudin


(17)

5

(1999:6) menegaskan bahwa guru matematika pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori. Sumarmo (1994: 67) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya, maka siswa akan kesuliatan untuk menyelesaikan, karena mereka tidak memahami konsep.

Kramarski dan Slettenhaar (dalam Ansari, 2003: 3) menyatakan bahwa pada model pembelajaran yang ada sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan oleh siswanya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abdi (2004: 2) bahwa sebagian besar siswa merasa sangat sulit untuk bisa secara cepat menyerap dan memahami mata pelajaran matematika, tetapi sulitnya siswa memahami pelajaran matematika yang diajarkan itu diperkirakan berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, pendekatan yang digunakan oleh guru matematika pada umumnya kurang bervariasi. Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan tindakan serta cara mengajar apapun tidak menjadi masalah. Tetapi, bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah pelajaran matematika akan menjemukan yang mengakibatkan tidak senang belajar matematika

Selain cara mengajar guru, rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan lemahnya siswa dalam kemampuan dasar bermatematika lainnya. Wahyudin


(18)

(1999 : 22) mengatakan bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurang memiliki kemampuan untuk memahami (pemahaman) untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksiomatik, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan. Jenning dan Dunne (Suharta, 2001:4) mengatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan sehari-hari, indikasinya adalah pada pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya (prior-knowledge) yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.

Mengingat matematika adalah ilmu yang terstruktur artinya untuk menguasai suatu konsep matematika diperlukan penguasaan konsep dasar matematika lainnya, maka kemampuan kognitif awal siswa yang dinyatakan dalam kemampuan awal matematik (KAM) memegang peranan yang sangat penting untuk penguasaan konsep baru matematika. Oswald Kulpe (Purwanto, 1996:49) menyimpulkan bahwa pada waktu berpikir, aku atau pribadi orang itu memegang peranan penting. Si aku bukanlah faktor yang pasif melainkan faktor yang mengemudikan perbuatan sadar.

Selain itu usia siswa yang masih remaja, pada umumnya memiliki kondisi emosi yang masih labil. Adzikriyah (dalam Fasikhah, 1994:34) berpendapt


(19)

7

bahwa individu dengan kondisi masih labil tentu akan berbeda dalam menghadapi suatu situasi, jika dibandingkan dengan individu yang telah mencapai taraf kematangan emosi. Mereka yang telah mencapai kematangan emosi tinggi lebih dapat mengontrol emosinya melalui suatu tahap pemikiran dan pertimbangan rasional akan baik buruknya serta kemungkinan apa saja yang bisa ditimbulkan atau mampu mentolerir peningkatan emosinya tersebut, cenderung tenang dan tidak mengalami perasaan tertekan. Pada usia remaja seperti ini, kondisi pembelajaran yang tidak kondusif serta kurangnya penguasaan kemampuan dasar bermatematika akan mempengaruhi kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika.

Berkaitan dengan pentingnya komponen pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2002:2) juga menyatakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari

Menurut Sumarmo (2000:4) pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjengtur dan menalar secara logik, menyelesaikan soal yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan idea matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).


(20)

Carreira (2001: 262) memberikan gambaran bahwa menemukan hubungan antara matematika dan fenomena nyata adalah sebuah proses dan usaha memainkan model yang penting. Model matematika merupakan rangkuman sejumlah konsep matematika dan rangkuman sejumlah interpretasi yang memerlukan interpretasi yang akurat. Perlu proses yang integratif antara model dan aplikasi matematika dalam pembelajarannya di kelas. Seluruh aktivitas diharapkan mempunyai pengaruh positif pada belajar matematika sehingga belajar matematika menjadi bermakna.

Konsep berfikir menurut Carreira (2001: 67) yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena yang ada antara lain metaphorical thinking. Setiap deskripsi dari matematika membawa sebuah perubahan dan sejumlah asumsi yang dinyatakan dalam model. Model ini akan berceritera banyak jika didukung oleh kemampuan interpretasi pembacanya.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, terlihat bahwa pemahaman suatu konsep dan cara mengkomunikasikan konsep tersebut menentukan keberhasilan belajar matematika. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan metaphorical thinking belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya dengan tidak menganggap lagi matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya memiliki


(21)

9

kemampuan untuk mempelajari mata pelajaran ini sehingga pada akhirnyan siswa diharapkan lebih mempunyai kepercayaan diri dalam belajar matematika.

Untuk itu penulis tertarik meneliti peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Metaphorical thinking.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kualitas pemahaman matematik siswa ditinjau dari penggunaan pendekatan pembelajaran, level sekolah dan tingkat kemampuan awal matematik (KAM)?

Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

a.Apakah kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Metaphorical thinking lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional?

b.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah dalam menghasilkan kemampuan pemahaman matematik siswa? c.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat

kemampuan awal matematik (KAM) dalam menghasilkan kemampuan pemahaman matematik siswa?


(22)

2. Bagaimanakah kualitas kemampuan komunikasi matematik siswa ditinjau dari penggunaan pendekatan pembelajaran, level sekolah dan tingkat kemampuan awal matematik (KAM)?

Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

a.Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Metaphorical thinking lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional?

b.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah dalam menghasilkan kemampuan komunikasi matematik siswa? c.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat

kemampuan awal matematik (KAM) dalam menghasilkan kemampuan komunikasi matematik?

3. Apakah terdapat asosiasi antara kualitas kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa?

4. Mana di antara pendekatan pembelajaran, level sekolah dan kemampuan awal matematik (KAM) yang lebih berperan dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa?

5. Apakah kepercayaan diri siswa yang pembelajarannnya menggunakan pendekatan Metaphorical thinking lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional?

6. Apakah terdapat asosiasi antara kualifikasi KAM dengan kepercayaan diri siswa pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan MT?


(23)

11

7. Bagaimana gambaran kinerja siswa ditinjau dari: a.Proses pembelajaran

b.Penyelesaian soal-soal pemahaman matematik c.Penyelesaian soal-soal komunikasi matemaik

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menelaah :

1. Secara komprehensif tentang peningkatan kualitas kemampuan pemahaman matematik dan komunikasi matematik siswa ditinjau dari penggunaan pendekatan pembelajaran, level sekolah dan tingkat kemampuan awal matematik (KAM)

2. Asosiasi antara kualitas kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa.

3. Faktor yang lebih berperan dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa di antara pendekatan pembelajaran, level sekolah dan tingkat kemampuan awal matematik (KAM).

4. Kepercayaan diri siswa dan asosiasi antara kepercayaan diri siswa dengan tingkat kemampuan matematika secara umum.

5. Kinerja siswa ditinjau dari proses pembelajaran serta penyelesaian soal-soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematiknya.


(24)

D. Pentingnya Masalah

Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan metaphorical thinking sebagai salah satu sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep matematika sehingga konsep yang semula abstrak akan lebih cepat dipahami secara terintegrasi. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan metaphorical thinking belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya dengan tidak menganggap lagi matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya memiliki kemampuan untuk mempelajari mata pelajaran ini sehingga pada akhirnyan siswa diharapkan lebih mempunyai kepercayaan diri dalam belajar matematika. 2. Bagi guru yang terlibat dalam penelitian ini, diharapkan mendapat

pengalaman nyata menerapkan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking. Pendekatan pempelajaran metaphorical thinking dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk mengembangkan pemahaman dan komunikasi matematik serta mengembangkan kepercayaan diri siswa.


(25)

13

3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik pada berbagai jenjang pendidikan.

E. Definisi Operasional

1. Pendekatan Metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan. 2. Pemahaman matematik adalah kemampuan:

a.Mengemukakan pengertian suatu konsep matematika dengan bahasanya sendiri.

b.Mengidentifikasi konsep matematika yang terkandung dalam suatu masalah dan menjelaskan hubungan antar konsep tersebut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

c.Membandingkan dan membedakan konsep-konsep matematika d.Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya

3. Komunikasi matematik adalah kemampuan :

a.Mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-idenya secara visual dengan cara yang berbeda

b.Menganalisis, mengevaluasi dan mengajukan pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan.


(26)

c.Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

d.Menjelaskan ide-ide, situasi-situasi dan relasi-relasi di dalam matematika dengan benda nyata, gambar, grafik dan representasi aljabar.

4. Kepercayaan diri dalam belajar matematika adalah penilaian terhadap diri sendiri maupun terhadap matematika meliputi keyakinan yang dimiliki individu dalam menyelesaikan masalah matematika, keyakinan dalam belajar untuk memahami konsep, dan menyelesaikan tugas matematika.


(27)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menerapkan pendekatan metaphorical thinking. Penelitian ini melibatkan dua kelompok siswa yang diteliti tentang kemampuan pemahaman matematik dan komunikasi matematiknya. Kelompok pertama menggunakan penerapan pendekatan

metaphorical thinking (kelompok eksperimen) dan kelompok kedua

menggunakan cara konvensional (kelompok kontrol). Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, diadakan tes awal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa kemudian dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa setelah diberi perlakuan. Disain penelitiannya sebagai berikut :

A O X O A O O Keterangan :

A : Pemilihan sampel secara acak sekolah untuk tiap level sekolah dan secara acak kelas masing-masing level sekolah

O : Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Metaphorical thinking


(28)

Di dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhinya yang meliputi faktor interrnal dan eksternal. Untuk itu dalam mengkaji pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran yang digunakan terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa, dilibatkan 3 faktor lain yaitu level sekolah sebagai faktor eksternal, kemampuan matematika secara umum (KAM) dan kepercayaan diri siswa (KDS) sebagai faktor internal. Dilibatkannya ketiga faktor ini juga dilatarbelakangi karakteristik pendekatan metaphorical thinking yang mengaitkan suatu konsep matematika dengan konsep matematika lainnnya dalam mengeksplorasi metaphor siswa sehingga dibutuhkan kemampuan matematika secara umum. Selain itu pendekatan ini juga mengeksplorasi keberanian dan kemampuan siswa dalam mengemukakan ide dan pendapat serta tukar pendapat dengan siswa lain sehingga berkaitan dengan kepercayaan diri dan level sekolahnya.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Subyek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Cimahi. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melihat pengelompokan sekolah dalam kualifikasi kelompok tinggi, sedang dan rendah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Cimahi. Dari setiap kelompok sekolah diambil satu sekolah mewakili kelompok tinggi, sedang dan rendah.

Dari tiap kelompok sekolah ini diambil sampel pada siswa kelas VII. Pengambilan sampel pada siswa kelas VII ini dengan mempertimbangkan


(29)

76

pengalaman belajar mereka relatif belum banyak dibandingkan kelas di atasnya, sehingga diharapkan dapat dibentuk kebiasaan belajar yang baik.

Dari siswa kelas VII masing-masing sekolah yang mewakili sekolah peringkat tinggi, sekolah peringkat sedang dan sekolah peringkat rendah diambil masing-masing dua kelas secara acak, kemudian diambil secara acak pula untuk menentukan masing-masing satu kelas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 237 orang.

Pada penelitian ini dikelompokkan pula kemampuan awal matematik (KAM) pada masing-masing kelas meliputi KAM baik, KAM sedang dan KAM kurang. Untuk mengetahuinya dilakukan tes KAM dengan menggunakan seperangkat alat tes dari soal-soal UAN SD tahun 2008. Dari hasil tes KAM ini kemudian dikelompokan siswa baik, sedang dan kurang dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3.1

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM

Interval Skor Tes KAM Kategori

xi ≥80 Baik

55<xi<80 Sedang


(30)

C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Skenario Pembelajaran

Skenario Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat pembelajaran dalam bentuk tulisan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking. Bahan ajar ini dikembangkan melalui langkah-langkah:

a. Kememadaian materi dan langkah-langkah pembelajaran yang disajikan didasarkan pada literatur tentang metaphorical thinking dan pertimbangan dosen pembimbing.

b. Mengujicobakan skenario pembelajaran ini secara terbatas dengan tujuan: (1) Mengukur berapa pertemuan waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan satu skenario pembelajaran untuk satu pokok bahasan; (2) Untuk melihat kesesuaian latihan-latihan yang disajikan dengan tujuan pemahaman dan komunikasi matematik; (3) Untuk melihat kememadaian materi yang disajikan.

c. Setelah ujicoba dilakukan diadakan revisi seperlunya terhadap skenario pembelajaran tersebut. Revisi tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru matematika.

2. Instrumen penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa seperangkat alat tes untuk tes pemahaman matematik, dan tes komunikasi matematik. Tes pemahaman dan


(31)

78

komunikasi matematik siswa disusun oleh peneliti, untuk pengembangannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator kemampuan koneksi dan komunikasi matematika serta indikator hasil belajar siswa

b. Menyusun soal tes

c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi. Kesesuaian tersebut diperoleh melalui konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru matematika.

d. Setelah validitas isi dipenuhi, selanjutnya penulis mengujicobakan soal tes ini.

Setelah ujicoba dilakukan, maka penulis akan menghitung validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran tes. Untuk menghitung validitas tes digunakan korelasi produk moment dari Karl Pearson (Sudjono,1998:181) dengan rumus sebagai berikut:

rxy=

[

][

]

− − − 2 2 2 2 ) ( . ) ( . ) )( ( . Y Y N X X N Y X XY N dimana:

rxy = koefisien korelasi

N = jumlah siswa

X = Skor siswa pada tiap butir soal Y = Skor total


(32)

Karena baik tes kemampuan berpikir kritis maupun tes berpikir kreatif matematik bentuknya soal uraian, maka untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus cronbach alpha (Sudjono,1998:212) yaitu:

r11=

        −       −

2 2 1 1 t i S S p p dimana:

r11 = koefisien korelasi p = banyaknya butir soal

2

i

S = jumlah varians skor dari tiap butir soal

St2 = varians skor total

Untuk menginterpretasikan koefisien korelasi validitas dan reliabilitas tes digunakan klasifikasi dari Guilford (Ruseffendi, 1994:44) sebagai berikut:

0,00 ≤ r < 0,20 : kecil 0,20 ≤ r < 0,40 : rendah 0,40 ≤ r < 0,70 : sedang 0,70 ≤ r < 0,90 : tinggi

0,90 ≤ r ≤ 1,00 : sangat tinggi

Untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu ditentukan jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Setelah data diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil maka siswa kelompok atas adalah 27 % siswa teratas dari jumlah


(33)

80

siswa keseluruhan, dan siswa kelompok bawah 27% siswa terbawah dari jumlah siswa keseluruhan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

SMI JS

JB JB DP

A B A

.

=

(Jauhara dan Zauhari,1999:7) Dimana:

DP = Daya Pembeda

JBA = Jumlah skor dari kelompok atas JBB = Jumlah skor dari kelompok bawah

JSA = Jumlah siswa kelompok atas = Jumlah siswa kelompok bawah SMI = Skor Maksimum Ideal

Untuk menginterpretasikan daya pembeda digunakan klasifikasi sebagai berikut:

DP ≤0,00 : sangat kurang 0,00<DP≤0,20 : kurang 0,20<DP≤0,40 : cukup 0,40<DP≤0,70 : baik

0,70<DP≤1,00 : sangat baik

(Suherman dan Sukjaya, 1990:102)

Selanjutnya untuk menghitung indeks kesukaran tiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut:


(34)

SMI JS

JB JB IK

A B A

. . 2

+ =

Dimana:

IK = Indeks kesukaran soal

JBA = Jumlah skor dari kelompok atas JBB = Jumlah skor dari kelompok bawah

JSA = Jumlah siswa kelompok atas=Jumlah siswa kelompok bawah SMI = Skor Maksimum Ideal

Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran digunakan klasifikasi sebagai berikut:

IK = 0,00 : Soal terlalu sukar 0,00 <IK≤0,30 : Soal sukar

0,30 <IK≤0,70 : Soal sedang 0,70 <IK<1,00 : Soal mudah IK = 1,00 : Soal terlalu mudah

(Suherman dan Sukjaya,1990:213

Rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, indeks kesukaran dan indeks kesukaran dari tes pemahaman matematik yang mencerminkan karakteristik dari tes kemampuan pemahaman matematik disajikan pada Tabel 3.2.


(35)

82

Tabel 3.2

Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematik No.

Soal

Validitas Reliabilitas DP IK

Ket

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1 0,69 Sedang

0,67 Sedang

0,32 Cukup 0,16 Sukar Dipakai

2 0,56 Sedang 0,45 baik 0,40 Sedang Dipakai

3 0,69 Sedang 0,29 Cukup 0,31 Sedang Dipakai

4 0,62 Sedang 0,42 Baik 0,39 Sedang Dipakai

5 0,74 Tinggi 0,68 Baik 0,45 Sedang Dipakai

Sedangkan rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, indeks kesukaran dan indeks kesukaran dari tes komunikasi matematik yang mencerminkan karakteristik tes kemampuan komunikasi matematik disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematik No.

Soal

Validitas Reliabilitas DP IK

Ket

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1 0,65 Sedang

0,62 Sedang

0,42 Baik 0,29 Sukar Dipakai

2 0,80 Tinggi 0,40 Cukup 0,21 Sukar Dipakai

3 0,45 Sedang 0,28 Cukup 0,38 Sedang Dipakai

4 0,55 Sedang 0,43 Baik 0,37 Sedang Dipakai

5 0,70 Tinggi 0,27 Baik 0,49 Sedang Dipakai

Hasil tes kemampuan pemahaman matematik dengan SMI=40, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Demikian pula untuk tes kemampuan komunikasi matematik dengan SMI=30, siswa


(36)

dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematik dan

Kemampuan Komunikasi Matematik

Kemampuan

Siswa SMI

Interval Skor Tes Kemampuan Pemahaman/Komunikasi

Matematik

Kategori

Kemampuan Pemahaman Matematik

40

xi ≥32 Baik

22<xi<32 Sedang

xi ≤22 Kurang

Kemampuan Komunikasi

Matematik 30

xi ≥24 Baik

16,5<xi<24 Sedang

xi ≤16 Kurang

3. Skala Kepercayaan Diri Siswa

Dalam penelitian ini disusun skala kepercayaan diri yang disusun berdasarkan indikator menurut pemikiran Lauster (dalam Fasikhah, 1994) yang meliputi: (1) Percaya kepada kemampuan sendiri terdiri dari 13 item; (2) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan terdiri dari 9 item; (3) Memiliki konsep diri yang positif terdiri dari 9 item; (4) berani mengungkapkan pendapat terdiri dari 9 item.

Untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata keyakinan diri siswa yang menggunakan pendekatan metaphorical thinking dan cara konvensional diolah


(37)

84

dengan menggunakan minitab 14. Selain itu dilihat pula hubungan antara KAM dengan kepercayaan diri siswa dengan menggunakan asosiasi kontingensi.

D. Prosedur Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu diadakan persiapan-persiapan yang yang dipandang perlu, antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang pemahaman matematik, komunikasi matematik dan pendekatan metaphorical thinking, serta membuat rancangan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel yaitu dengan memilih 2 kelas dari kelas paralel yang ada di tiap-tiap level sekolah untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Langkah kerja selanjutnya adalah memberikan tes awal terhadap kedua kelompok tersebut. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok pada awal penelitian mengenai kemampuan pemahaman matematik dan komunikasi matematik siswa. Di samping itu, berdasarkan kepada tes akhir, tes awal ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa pada kedua kelompok antara sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan.

Di samping tes awal, karena dalam penelitian ini selain level sekolah dikelompokan pula siswa berdasarkan kemampuan awal matematik (KAM). Sehingga dilakukan tes KAM pada awal penelitian dengan menggunakan soal-soal UAN SD tahun 2008.


(38)

Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metaphorical thinking di kelas eksperimen, maka diadakan sosialisasi dengan memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang diterapkan dalam pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang mengajar dan memimpin diskusi kelas. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking. Selain itu aktivitas siswa yang menggunakan pendekatan metaphorical thinking juga diamati oleh peneliti ketika pembelajaran berlangsung.

Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik serta skala sikap kepercayaan diri kepada kedua kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam bagian sebelumnya.

E. Prosedur Pengolahan Data

Data dalam penelitian ini ditelaah dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB-14 dan Microsoft-Office-Excel 2007, dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan Uji t, ANOVA dan uji Scheffe, tetapi sebelumnya diuji normalitas dan homogenitas varians populasi.

Berdasarkan level sekolah dan kemampuan matematik siswa secara umum, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa disajikan pada Tabel 3.5.


(39)

86

Tabel 3.5

Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik berdasarkan Level sekolah dan KAM

Level sekolah KAM

Pendekatan Pembelajaran

Total

MT Konvensional

Rerata SD n Rerata SD n Rerata SD n

Tinggi

Baik T1 ST1 NT1 T1’ ST1’ NT1’ MT1 SD1 N1

Sedang T2 ST2 NT2 T2’ ST2’ NT2’ MT2 SD2 N2

Kurang T3 ST3 NT3 T3’ ST3’ NT3’ MT3 SD3 N3

Total TT STT NTT TT’ STT’ NTT’ MTT SDT NT

Sedang

Baik S1 SS1 NS1 S1’ SS1’ NS1’ MS1 SD4 N4

Sedang S2 SS2 NS2 S2’ SS2’ NS2’ MS2 SD5 N5

Kurang S3 SS3 NS3 S3’ SS3’ NS3’ MS3 SD6 N6

Total ST SS NTS ST’ SS’ NTS’ MTS SDS NS

Rendah

Baik K1 SK1 NK1 K1’ SK1’ NK1’ MK1 SD7 N7

Sedang K2 SK2 NK2 K2’ SK2’ NK2’ MK2 SD8 N8

Kurang K3 SK3 NK3 K3’ SK3’ NK3’ MK3 SD9 N9

Total KT SK NTK KT’ SK’ NTK’ MTK SDK NK

Total

Baik B SB NB B’ SB’ NB’ TB STB N10

Sedang S SS NS S’ SS’ NS’ TS STS N11

Kurang K SK NK K’ SK’ NK’ TK STK N12

Total MT ST NT MT’ ST’ NT’ M S N

Data yang berasal dari tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada kedua kelompok siswa diolah dengan perincian langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menguji normalitas data dari distribusi masing-masing kelompok b. Melakukan pengetesan homogenitas kedua varians


(40)

c. Melakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata

d. Untuk melihat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematik, komunikasi matematik siswa, KAM dan Kepercayaan diri digunakan uji chi kuadrat


(41)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematik siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan metaphorical thinking (MT) lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional (KONV). Kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MT dan KONV berada dalam kualifikasi sedang.

2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematik siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan level sekolah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemahaman matematik siswa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan klasifikasi kemampuan awal matematik (KAM) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematik siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan KAM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemahaman matematik siswa. 4. Kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional, dimana kemampuan komunikasi


(42)

matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MT berada dalam kualifikasi sedang dan yang memperoleh pembelajaran KONV berada dalam kualifikasi kurang.

5. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan level sekolah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Pendekatan pembelajaran memberikan peran yang signifikan pada peni gkatan kemampuan pemahaman matematik siswa. Karena pada setiap level sekolah kemampuan pemahaman matematik siswa dengan MT lebih baik dibandingkan dengan KONV.

6. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kualifikasi kemampuan awal matematik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan KAM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

7. Terdapat asosiasi antara kualitas kemampuan pemahaman matematik siswa dengan kemampuan komunikasi matematiknya. Asosiasinya termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa yang kemampuan pemahaman matematiknya baik, kemampuan komunikasi matematiknya baik pula; (2) Siswa yang kemampuan pemahaman matematiknya sedang kemampuan komunikasi matematiknya sedang


(43)

182

pula; (3) Siswa yang kemampuan pemahaman matematiknya kurang kemampuan komunikasi matematiknya kurang pula.

8. Terdapat asosiasi antara kualifikasi KAM siswa dengan kemampuan pemahaman matematiknya. Asosiasinya termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa dengan KAM baik, kemampuan pemahaman matematiknya baik pula; (2) Siswa dengan KAM sedang, kemampuan pemahaman matematiknya sedang pula; (3) Siswa dengan KAM kurang, kemampuan pemahaman matematiknya kurang pula.

9. Terdapat asosiasi antara kualifikasi KAM siswa dengan kemampuan komunikasi matematiknya. Asosiasinya termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa dengan KAM baik, kemampuan komunikasi matematiknya cenderung baik pula; (2) Siswa dengan KAM sedang, kemampuan komunikasi matematiknya cenderung sedang pula; (3) Siswa dengan KAM kurang, kemampuan komunikasi matematiknya cenderung kurang pula.

10. Faktor KAM lebih berperan daripada faktor pendekatan pembelajaran, level sekolah dalam menghasilkan kemampuan pemahaman matematik siswa. Hal ini menunjukkan bahwa faktor bawaan individu siswa dengan penguasaan konsep dasar matematik yang baik lebih memiliki peran dalam pencapaian kemampuan pemahaman matematiknya.

11. Faktor KAM lebih berperan daripada faktor pendekatan pembelajaran, level sekolah dalam menghasilkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini menunjukkan bahwa faktor bawaan individu siswa dengan


(44)

penguasaan konsep dasar matematik yang baik lebih memiliki peran dalam pencapaian kemampuan pemahaman matematiknya.

12. Kepercayaan diri siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking (MT) lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional (KONV), kepercayaan diri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MT dan KONV berada dalam kualifikasi sedang.

13. Pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking (MT), terdapat asosiasi antara kualifikasi KAM siswa dengan kepercayaan dirinya. Asosiasinya termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa dengan KAM baik, kepercayaan dirinya cenderung baik pula; (2) Siswa dengan KAM sedang, kepercayaan dirinya cenderung sedang pula; (3) Siswa dengan KAM kurang, kepercayaan dirinya cenderung sedang.

14. Pada siswa yang pembelajarannnya menggunakan Cara konvensional (KONV), terdapat asosiasi antara kualifikasi KAM siswa dengan kepercayaan dirinya. Asosiasinya termasuk kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa dengan KAM baik, kepercayaan dirinya cenderung sedang; (2) Siswa dengan KAM sedang, kepercayaan dirinya cenderung sedang pula; (3) Siswa dengan KAM kurang, kepercayaan dirinya cenderung sedang.

15. Gambaran kinerja siswa pada saat pembelajaran, pada umumnya siswa kelas eksperimen harus beradaptasi dulu dengan pendekatan baru


(45)

184

sehingga pada awal pembelajarannnya memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan suatu materi. Tetapi setelah terbiasa kelas eksperimen menjadi lebih hidup dan lebih mampu menguasai suatu konsep. Pada saat penyelesaian soal-soal pemahaman matematik, kelas eksperimen lebih mampu mengingat konsep, menghubungkan konsep matematika yang satu dengan lainnya dan lebih mampu menyelesaikan soal yang mengandung variabel. Sedangkan pada penyelesaian soal komunikasi matematik, kelas eksperimen lebih mampu menyajikan gambar, soal cerita dan argumen secara variatif dan sistematis.

B. Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran dengan pendekatan MT lebih efektif mengembangkan kemampuan pemahaman matematik pada siswa sekolah level rendah dan sedang daripada cara konvensional.

2. Pembelajaran dengan pendekatan MT lebih efektif mengembangkan kemampuan komunikasi matematik pada siswa dengan KAM sedang dan kurang daripada cara konvensional.

3. Pembelajaran dengan pendekatan MT dan KONV sama-sama efektif meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan KAM kurang, tetapi pembelajaran dengan pendekatan KONV tidak efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan KAM baik.


(46)

4. Pembelajaran dengan pendekatan MT akan berjalan lebih efektif jika didukung oleh penguasaan materi prasyarat yang baik dari siswa untuk mendukung penguasaan materi selanjutnya serta penguasaan siswa tersebut dalam mengkomunikasikan pengetahuan matematikanya.

5. Pembelajaran dengan pendekatan MT untuk siswa sekolah level sedang dan rendah atau KAM sedang dan kurang akan berjalan efektif jika didukung oleh ketekunan, kesabaran guru dalam membimbing dan memotivasi siswanya serta didukung kemampuan awal konsep matematika yang baik dari siswanya.

6. Pembelajaran dengan pendekatan MT akan lebih menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, lebih meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, serta pembelajaran akan berpusat pada siswa, dengan interaksi yang lebih hidup dan multi arah serta komunikasi tidak didominasi siswa pandai saja jika setting pembelajaran berupa kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan siswa yang heterogen.

7. Pembelajaran dengan pendekatan MT memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu materi pelajaran dibandingkan dengan cara konvensional.

C. Saran-Saran

Berdasarkan implikasi dari penelitian ini, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut:


(47)

186

1. Pembelajaran dengan pendekatan MT hendaknya dijadikan alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru-guru di sekolah terutama untuk siswa sekolah peringkat sedang dan kurang atau siswa dengan KAM sedang dan kurang dalam pembelajaran topik-topik tertentu terutama topik-topik baru yang berkaitan dengan topik-topik sebelumnya yang sudah dipelajari siswa, sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.

2. Untuk siswa sekolah peringkat sedang dan kurang atau siswa dengan KAM sedang dan kurang, pembelajaran dengan pendekatan MT lebih banyak membutuhkan ketekunan, kesabaran dan intervensi guru dalam membimbing dan memotivasi siswanya serta harus disertai kemauan siswa untuk memiliki kemampuan awal matematika yang baik.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pendekatan MT hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (1) Guru harus kreatif dan cermat dalam memilih metafora yang cocok untuk merepresentasikan sebuah konsep; (2) Guru harus memberikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing siswanya memberikan metafora yang tepat yang merepresentasikan penguasaan konsepnya; (3) Bantuan yang diberikan guru hendaknya seminimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang lebih optimal; (4) Guru hendaknya memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa diorganisasikan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga komunikasi yang terjalin lebih berkualitas dan lebih multiarah.


(48)

4. Pada saat pembelajaran dengan pendekatan MT, siswa dengan KAM sedang dan kurang hendaknya lebih banyak diberi kesempatan untuk mengemukakan metafora-metafora yang merepresentasikan penguasaan konsepnya untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dan melatihnya berkomunikasi dan berargumentasi dengan baik.

5. Pengetahuan awal siswa terhadap materi prasyarat memiliki peran yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai dan mengkomunikasi konsep yang dipelajarinya, untuk itu sebelum konsep baru disajikan, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui teknik schafolding dan probing yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.

6. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya diteliti penggunaan pendekatan MT yang diaplikasikan dengan ICT agar lebih menarik perhatian siswa.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, A. (2004). Senyum Guru Matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa. [Online].Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artike l.php?article_id=6722 [28 Maret 2005]

Alfeld, P. (2004). Understanding Mathematics. [online]. Tersedia: http://www.math.utah.edu/-pa/math.html. (30desember2008)

Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Strategi Think Talk Write. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of Human Behavior, Vol. 4. New York: Academic Press. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

______. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

______. (1989). Human agency in social cognitive theory. American Psychologist, 44. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/Bandura 1989.pdf Brenner,M.E. (1998). Development of Mathematical Communication in Problem

Solving Groups by Language Minority Students. Santa Barbara : University of California

Carreira, S. (2001). Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understanding of a Mathematical Model. An International Journal Mathematical Thinking and Learning. 3(4), 261-287 Clark, K,K (2005). Strategies for Building Mathematical Communication in the

Middle School Classroom: Modeled in Professional Development,

Implemented in the Classroom. [Online]. Tersedia:

http://209.85.175.104/search? q=cache:4Ygu7uwVgMJ:www.kennesaw. edu/education/mge/napomle/cimle/fall2005/clark_fa05.pdf+mathematical+ communication&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&client=firefox-a

Covey (1985) 7 habits of highly effective people http://www.des.emory. edu/mfp /Bandura 1989. pdf


(50)

Dahar, R,W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga

Dahlan (2004) Pendekatan Open Ended untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa SLTP. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. UPI tidak diterbitkan

Dewanto,S.P (2007) Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis Mahasiswa melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. UPI tidak diterbitkan

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Hamisphere: The Parmer Press.

Fasikhah, S.S. 1994. Peranan Kompetensi Sosial Pada T.L Koping Remaja Akhir. Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Ferarra, F (2005). Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and Imagery Play?. Torino: Universita di Torino.

Fukuyama. (1995). Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. Free Press, ISBN 0-02-910976-0

Greenes. C. & Schulman, L. (1996). Communication Prosesses in Mathematical Explorations and Investigations. In P.C Elliot and M.J Kenney (Ed.) 1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM.

Grennon J.B., et al. (1993). In Search of Understanding. Paperback.

Hackett, G. (1985). The Role of Mathematics Self-Efficacy in the Choice of Math-related Majors of College Women and Men: A Path Analysis. Journal of Counseling Psychology, 32.

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in Mathematics Education, 20.

Hendra (2007). Komunikasi. [Online]. Tersedia: http: /indonesia. siutao.com/tetesan/ komunikasi.php. (12 Desember 2008)

Hickey,D,J. (1999). Figures of Trought : For College Writers. Michigan: Mayfield Publishing


(51)

190

Jauhara dan Zauhari, D. M. (1999). Analisis Kualitas Alat Evaluasi Matematika. Hand Out. Bandung: Local Education Centre (LEC) Arjasari.

Kamarski (2000). The Effects of Different Instructional Methods on The Ability to Communicate Mathematical Reasoning. Proceeding of the 24th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. 167-174

Kusnadi (2008). 16 Cara Membangun Kepercayaan Diri. [Online]. Tersedia: http://mykusnadi.com/2009/01/16-cara-membangun-kepercayaan-diri/. (13 April 2009)

Lakoff,G and Johnson,M (1980). Philosophy in the Flesh. Basic Books

Ludlow, SA (2004). Metaphor and Numerical Diagram in the Aritmetic Activity of a Fourth-Grade Class. Carolina: University of North Carolina.

Mettes, C. T. W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A General Strategy. International Journal of Science Education, 57(3), 882-885.

National Council of Teachers of Mathematics (1989). Assessment Standar for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia: http:// www.nctm. org/standars/ overview. htm [25 Januari 2004]

Nindiasari, H (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.

Pajares, F., dan Miller, M. D. (1995). Mathematics Self-Efficacy and Mathematics Outcomes: The Need for Specificity of Assessment. Journal of Counseling Psychology, 42.

______. (1994). The Role of Self-Efficacy and Self-Concept Beliefs in Mathematical Problem-solving: A Path Analysis. Journal of Educational Psychology, 86.

Priatna, N (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 SLTPN di Kota Bandung. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Prijosaksono, (2007). Komunikasi yang Efektif. [Online]. Tersedia: http://bocahalas.lingkungan.org/?p=20 - 18k (4 Desember 2008).


(52)

Purwanto, N (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rakhmat, J. (2000). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ratnaningsih, N (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Ricouer, (2002). The Rule of Metaphor: Multi-Disciplinary Studies in the Creation of Meaning in Language, trans. London: Robert Czerny with Kathleen McLaughlin and John Costello, S. J.,

Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika. Disertasi PPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Rohaeti, E.E. (2004). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode

IMPROVE untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa SLTP. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Ruseffendi,E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Saragih, S (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Realistik. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Shell, D. F., Colvin, C., dan Bruning, R. H. (1995). Self-Efficacy, Attributions, and Outcome Expectancy Mechanisms in Reading and Writing Achievement: Grade-level and Achievement-level Differences. Journal of Educational

Psychology, 87. [Online]. Tersedia:

http://www.des.emory.edu/mfp/effchapter.html.

Shepardson, D.P. (1997). The nature of student thinking in life science laboratories. School Science and Mathematics, 97 (1), 37-44

Sponsel (2003). Mathematical Understanding. [Online]. Tersedia: http://209.85. 175.104/search?q=cache:WS7hu4ibvjIJ:www.math.ksu.edu/math791/midt erms03/barbaracomment.pdf+mathematical+understanding&hl=id&ct=cln k&cd=5&gl=id&client=firefox-a (12 Februari 2009)


(53)

192

Sudjono, A (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudrajat (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika SMU. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan

Suherman, E dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sumarmo, U (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FPMIPA IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Hibah Bersaing Tahap I, Tahap II, dan Tahap III.: tidak diterbitkan.

Sumarmo,U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Sumarmo (2002) Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasia Kompetensi. Makalah disajikan pada pelatihan Guru MTS Agustus 2002 di Bandung.

Suharta, I.G.P. (2001). Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana?. [Online]. Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/Matematika%20Realistik.htm [28 Maret 2005]

Tim LPMP Banten (2003). LKS Komik Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. [Online]. Tersedia: lpmpbanten.net/index.php?p= detailart&kod=8949 - 34k –9(12 Februari 2009)


(54)

Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI: JICA.

Tim (2003). Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/ SPMKK/3d- (11Desember 2008).

Utami, S.W (2008). Korelasi Kepercayaan Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Kompetensi Sosial Remaja di Pondok Pesantren. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Vygotsky,L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge: Harvard University

Wahab,A. (1995). Isu Linguistik : Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan

Wihatma, U (2004). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Cooperative Learning Tipe STAD. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Williams (2002) . Development of Metaphorical Thinking in English Learning. [Online]. Tersedia:Development%20of%20Metaphorical%20Thinking %20in% 20English%20Learning.doc


(1)

Abdi, A. (2004). Senyum Guru Matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa. [Online].Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artike l.php?article_id=6722 [28 Maret 2005]

Alfeld, P. (2004). Understanding Mathematics. [online]. Tersedia: http://www.math.utah.edu/-pa/math.html. (30desember2008)

Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Strategi Think Talk Write. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of Human Behavior, Vol. 4. New York: Academic Press. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

______. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

______. (1989). Human agency in social cognitive theory. American Psychologist, 44. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/Bandura 1989.pdf Brenner,M.E. (1998). Development of Mathematical Communication in Problem

Solving Groups by Language Minority Students. Santa Barbara : University of California

Carreira, S. (2001). Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understanding of a Mathematical Model. An International Journal Mathematical Thinking and Learning. 3(4), 261-287 Clark, K,K (2005). Strategies for Building Mathematical Communication in the

Middle School Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in the Classroom. [Online]. Tersedia: http://209.85.175.104/search? q=cache:4Ygu7uwVgMJ:www.kennesaw. edu/education/mge/napomle/cimle/fall2005/clark_fa05.pdf+mathematical+ communication&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&client=firefox-a

Covey (1985) 7 habits of highly effective people http://www.des.emory. edu/mfp /Bandura 1989. pdf


(2)

Dahar, R,W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga

Dahlan (2004) Pendekatan Open Ended untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa SLTP. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. UPI tidak diterbitkan

Dewanto,S.P (2007) Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis Mahasiswa melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. UPI tidak diterbitkan

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Hamisphere: The Parmer Press.

Fasikhah, S.S. 1994. Peranan Kompetensi Sosial Pada T.L Koping Remaja Akhir. Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Ferarra, F (2005). Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and Imagery Play?. Torino: Universita di Torino.

Fukuyama. (1995). Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. Free Press, ISBN 0-02-910976-0

Greenes. C. & Schulman, L. (1996). Communication Prosesses in Mathematical Explorations and Investigations. In P.C Elliot and M.J Kenney (Ed.) 1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM.

Grennon J.B., et al. (1993). In Search of Understanding. Paperback.

Hackett, G. (1985). The Role of Mathematics Self-Efficacy in the Choice of Math-related Majors of College Women and Men: A Path Analysis. Journal of Counseling Psychology, 32.

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in Mathematics Education, 20.

Hendra (2007). Komunikasi. [Online]. Tersedia: http: /indonesia. siutao.com/tetesan/ komunikasi.php. (12 Desember 2008)

Hickey,D,J. (1999). Figures of Trought : For College Writers. Michigan: Mayfield Publishing


(3)

Jauhara dan Zauhari, D. M. (1999). Analisis Kualitas Alat Evaluasi Matematika. Hand Out. Bandung: Local Education Centre (LEC) Arjasari.

Kamarski (2000). The Effects of Different Instructional Methods on The Ability to Communicate Mathematical Reasoning. Proceeding of the 24th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. 167-174

Kusnadi (2008). 16 Cara Membangun Kepercayaan Diri. [Online]. Tersedia: http://mykusnadi.com/2009/01/16-cara-membangun-kepercayaan-diri/. (13 April 2009)

Lakoff,G and Johnson,M (1980). Philosophy in the Flesh. Basic Books

Ludlow, SA (2004). Metaphor and Numerical Diagram in the Aritmetic Activity of a Fourth-Grade Class. Carolina: University of North Carolina.

Mettes, C. T. W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A General Strategy. International Journal of Science Education, 57(3), 882-885.

National Council of Teachers of Mathematics (1989). Assessment Standar for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia: http:// www.nctm. org/standars/ overview. htm [25 Januari 2004]

Nindiasari, H (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.

Pajares, F., dan Miller, M. D. (1995). Mathematics Self-Efficacy and Mathematics Outcomes: The Need for Specificity of Assessment. Journal of Counseling Psychology, 42.

______. (1994). The Role of Self-Efficacy and Self-Concept Beliefs in Mathematical Problem-solving: A Path Analysis. Journal of Educational Psychology, 86.

Priatna, N (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 SLTPN di Kota Bandung. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Prijosaksono, (2007). Komunikasi yang Efektif. [Online]. Tersedia: http://bocahalas.lingkungan.org/?p=20 - 18k (4 Desember 2008).


(4)

Purwanto, N (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rakhmat, J. (2000). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ratnaningsih, N (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Ricouer, (2002). The Rule of Metaphor: Multi-Disciplinary Studies in the Creation of Meaning in Language, trans. London: Robert Czerny with Kathleen McLaughlin and John Costello, S. J.,

Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika. Disertasi PPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Rohaeti, E.E. (2004). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode IMPROVE untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SLTP. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Ruseffendi,E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Saragih, S (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Realistik. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Shell, D. F., Colvin, C., dan Bruning, R. H. (1995). Self-Efficacy, Attributions, and Outcome Expectancy Mechanisms in Reading and Writing Achievement: Grade-level and Achievement-level Differences. Journal of Educational

Psychology, 87. [Online]. Tersedia:

http://www.des.emory.edu/mfp/effchapter.html.

Shepardson, D.P. (1997). The nature of student thinking in life science laboratories. School Science and Mathematics, 97 (1), 37-44

Sponsel (2003). Mathematical Understanding. [Online]. Tersedia: http://209.85. 175.104/search?q=cache:WS7hu4ibvjIJ:www.math.ksu.edu/math791/midt erms03/barbaracomment.pdf+mathematical+understanding&hl=id&ct=cln k&cd=5&gl=id&client=firefox-a (12 Februari 2009)


(5)

Sudjono, A (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudrajat (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika SMU. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan

Suherman, E dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sumarmo, U (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FPMIPA IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Hibah Bersaing Tahap I, Tahap II, dan Tahap III.: tidak diterbitkan.

Sumarmo,U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Sumarmo (2002) Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasia Kompetensi. Makalah disajikan pada pelatihan Guru MTS Agustus 2002 di Bandung.

Suharta, I.G.P. (2001). Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana?. [Online]. Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/Matematika%20Realistik.htm [28 Maret 2005]

Tim LPMP Banten (2003). LKS Komik Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. [Online]. Tersedia: lpmpbanten.net/index.php?p= detailart&kod=8949 - 34k –9(12 Februari 2009)


(6)

Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI: JICA.

Tim (2003). Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/ SPMKK/3d- (11Desember 2008).

Utami, S.W (2008). Korelasi Kepercayaan Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Kompetensi Sosial Remaja di Pondok Pesantren. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Vygotsky,L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge: Harvard University

Wahab,A. (1995). Isu Linguistik : Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan

Wihatma, U (2004). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Cooperative Learning Tipe STAD. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Williams (2002) . Development of Metaphorical Thinking in English Learning. [Online]. Tersedia:Development%20of%20Metaphorical%20Thinking %20in% 20English%20Learning.doc