PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL TERHADAP TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN :Studi pada Masyarakat Bajo di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Pertumbuhan pendapatan nasional sebagai tujuan dari pembangunan ekonomi mempunyai hubungan positif dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian/perikanan sebagai sektor utama ke ekonomi moderen yang di dominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur.

Transformasi ekonomi merupakan suatu proses perubahan terencana dan terus-menerus yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas interaksi ekonomi antar-pelakunya. Ini menunjukkan bahwa proses transformasi permanen merupakan bagian penting dari perubahan kelembangan dalam masyarakat, basis utama dari transformasi permanen adalah kesadaran bahwa aspek-aspek sosial terus berkembang sebagai respon dari perubahan pada bidang ekonomi, budaya, pendidikan dan lain sebagainya, namun disisi lain rekayasa sosial dimungkingkan sebagai upaya untuk mengubah struktur ekonomi, politik, hukum dan budaya agar berjalan ke arah yang diharapkan. Rekayasa sosial inilah yang bisa menjadi sumber perubahan kelembagaan dalam konteks perubahan pola interaksi ekonomi, budaya antarpelaku untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonominya.

Oleh karena itu, transformasi struktural ekonomi merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan,


(2)

sekaligus pendukung bagi kelanjutan pembangunan. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang artinya titik balik untuk aktivitas ekonomi tercapai lebih dahulu dibanding titik balik penggunaan tenaga kerja. Proses yang demikian menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan kerkapita mengalami perlambatan. Sejalan dengan itu, menurut Chenery (1979), dalamSukirno (2010: 143) menyatakan bahwa: Perubahan struktur ekonomi merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses pembangunan atau industrialisasi. Rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi permintaan, penawaran dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang menunjukkan peningkatan secara terus-menerus disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Proses transformasi struktural akan mencapai taraf peningkatan yang memadai bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output dari industri pengolahan (manufaktur) diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan dengan dunia luar.

Kabupaten Wakatobi sebagai satu-satunya kabupaten yang terdiri atas empat pulau utama dan beberapa pulau-pulau kecil, pisah jauh dari daratan Pulau Buton apalagi Sulawesi Tenggara. Sebagian besar wilayahnya adalah lautan, memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar. Secara kualitatif hal ini dapat di lihat dari banyaknya nelayan pendatang yang merupakan pesaing nelayan lokal melakukan


(3)

aktifitas penangkapan di perairan Wakatobi. Sebagai gambaran kontribusi sektor sekunder dan tertier terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wakatobi terus mengalami perubahan dan meningkat selama 5 tahun terakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2006-2010 (Jutaan rupiah) Revisi Hasil Sensus Ekonomi

No Lapangan Usaha TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 277 083.80 244 217.20 310 920.10 362 785.23 404 053.38 2 Pertambangan &

Galian 12 128,66 13 433.60 22 198,60 25 759,13 29 317,31 Sektor Primer 289 212,50 257 650,80 333 118,70 388 544,40 433 370,69

(persen) 66,15% 52,32% 49,88% 47,51% 44,88%

3 Industri Pengolahan 12 184,24 14 376,74 19 643,02 23 759,17 26 952,34 4 Listrik, gas & Air

Minum 3 685,15 4 070,03 5 165,11 6 325,97 7 749,82

5 Bangunan 15 543,28 18 496,69 28 975,38 38 728,53 54 063,39 Sektor sekunder 31 412,67 36 943,46 53.783,51 68.813,67 88.765,55

(persen) 7,19% 7,50% 8,05% 8,42% 9,19%

6 Perdagangan, Hotel

& Restoran 59 290,32 74 541,07 109 889,69 154 113,89 185 043,32 7 Pengankutan &

Komunikasi 9 485,96 11 611,70 15 126,06 18 755,78 22 222,09 8 Keuangan, sewaan

Bangunan & Jasa

Perusahaan 28 428,60 31 022,35 41 212,22 46 232,45 51 819,59 9 Jasa-Jasa lain 69 385,46 80 733,51 114 674,48 141 320,88 182 321,01 Sektor Tertier & Jasa 166 590,34 197 908,63 280 902,45 360 423,00 441 406,01

(persen) 38,10% 40,18% 42,06% 44,07% 45,72%

PDRB 437.215,45 492.502,90 667.804,12 817.781,03 965.542,24

PDRB perkapita 4,76 5,35 7,23 8,82 10,38

Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2011, di olah (2012).

Dari Tabel 1.1 menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wakatobi mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir, di mana sektor


(4)

primer memberi kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Kabupaten Wakatobi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 52,15% setahun, dan konstribusi sektor sekunder (perdagangan/tertier), menempati peringkat kedua, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 42,03% pertahun disusul sektor sekunder (industri pengolohan, listrik dan air minum), pada posisi ketiga.

Dari gambaran tersebut di atas, selama lima tahun terakhir memperlihatkan bahwa sektor primer masih memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Wakatobi, namun terus mengalami pelambatan, sementara sektor sekunder dan tertier memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan. Adanya perlambatan di sektor primer, di satu sisi sektor sekunder dan tertier terus tumbuh, dan pendapatan perkapita masyarakat Wakatobi juga meningkat dua kali lipat. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur ekonomi masyarakat secara perlahan telah mengalami proses transformasi ke sektor sekunder (tertier dan industri).

Dalam kaitannya dengan perubahan kelembagaan sebagai proses transformasi permanen yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Sejalan dengan itu menurut Manig (1992), dalam Yustika (2010: 206) bahwa tujuan utama dari setiap perubahan adalah untuk mengintegrasikan potensi produktivitas yang lebih besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang kemudian secara simultan menciptakan keseimbangan baru, misalnya; keadilan sosial.

Demikian juga proses transformasi pada struktur ekonomi masyarakat Bajo yang bermukim di Desa Mola dari nelayan tradisonal kenelayan moderen, diharapkan bukan hanya dari sudut materi tetapi juga dari segi perilaku, berupa perubahan pola


(5)

pikir, pola sikap, dan pola tindakan mengarah ke arah lebih baik. Salah satunya terlihat dari tumbuhnya kesadaran secara sosial untuk pelestarian laut sebagai simbol dan instrumen keberlanjutan hidup masa depan generasi muda.

Begitu pula perubahan dan pergeseran nilai budaya terutama kesadaran akan pentingnya pendidikan, terciptanya budaya belajar yang mulai tertanam dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh peranan pendidikan yang secara sistematis mengarahkan pola pikir mereka khususnya masyarakat diperkampungan Desa Mola Utara dan Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kebupaten Wakatobi. Pergeseran nilai-nilai sosial akan membawa tumbuhkembangnya motivasi diri dari kalangan generasi muda untuk maju, yang kadangkala berbenturan dengan keinginan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai lama. Kondisi ini menurut Teori moral sosial yang berpandangan bahwa “motivasi dibalik kehendak sosial adalah kebahagiaan (happiness). Smith menempatkan the original nature (self-interest) dan social nature (sympathy) yang ada dalam diri manusia sebagai watak dasarnya, analog dengan sifat dasar gravitasi, di mana adanya kekuatan yang berlawanan akan menciptakan keseimbangan (Sugiyanto, 2007: 14).

Pergeseran dan pewarisan nilai-nilai budaya yang efektif dapat dilakukan melalui media pendidikan. Pendidikan dalam kontek upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman, kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan


(6)

kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa.

Pendidikan juga dipetakan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang komplek. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang komplek menunjukkan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholders terkait.

Pandangan masyarakat nelayan terhadap pentingnya pendidikan anak masih sangat kurang, hal ini erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah, sehingga tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan dasar mengalahkan kemauan untuk dan usaha meningkatkan pendidikan anak nelayan. Badiran (2009). Kenyataannya, pada usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan ikut melaut, sehingga mereka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa kehidupan nelayan memerlukan perhatian yang multidimensi. Tantangan yang terbesar adalah bagaimana membangun kehidupan nelayan menjadi meningkat kesejahterannya. Besar kemungkinannya hal ini dapat dicapai melalui pendidikan yang akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun


(7)

masyarakat lainnya, terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir. Usaha ke arah ini haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan nelayan, terutama nelayan kecil dan petani ikan, (Indrawadi, 2009, dalam Badiran, 2009). Hal ini berarti, perlu usaha agar dapat merubah paradigma berpikir masyarakat nelayan agar mau memperdulikan pendidikan anaknya, sehingga anaknya dapat memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan orang tuanya sendiri.

Kemajuan komunitas suku Bajo seharusnya menjadi perhatian pemerintah, karena bagaimanapun mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini menjadi komunitas yang terpinggirkan, sementara di lain pihak budaya masyarakatnya Bajo memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat memperkaya potensi dan menambah daya tarik wisata bahari Wakatobi yang sekarang lagi dikembangkan.

Permukiman masyarakat Bajo sebagai lokasi penelitian dapat di deskripsikan sebagai berikut: Desa Mola Utara dan Mola Selatan sebagai desa induk, sekarang telah dimekarkan menjadi lima desa, merupakan hasil reklamasi, berasal dari timbunan batu karang yang diperoleh penduduk melalui penambangan batu karang. Reklamasi laut ini mulai dilakukan sejak tahun 1970-an. Hasil reklamasi berupa tumpukan batu karang tersebut selanjutnya dijadikan tempat rumah penduduk.

Data tahun 2010 menunjukkan, jumlah penduduk Desa Mola Utara sebanyak 2.740 jiwa dan terdiri dari 619 KK dengan perincian 1.332 jiwa laki-laki dan 1.408 jiwa perempuan. Jumlah penduduk Desa Mola Salatan sebanyak 3.448 jiwa dan


(8)

terdiri dari 844 KK dengan perincian 1.673 jiwa laki-laki dan 1.520 jiwa perempuan (BPS Wakatobi, 2010).

Kondisi oseonografis Desa Mola dipengaruhi oleh keadaan laut Flores dan laut Banda. Pada saat musim Barat di perairan Desa Mola akan terjadi ombak dan arus yang cukup besar, sedang pada musim Timur kondisinya relatif agak tenang. Tingkat salinitas perairannya bervariasi dari pesisir pantai sampai ke off-shore dan laut lepas. Salinitas pada daerah pesisir pantai rata-rata 27- 28 per mil, semantara daerah off-shore dan laut lepas salinitasnya relatif sama, yaitu berkisar 30 - 32 per mil.

Secara bio-ekologis perairan Desa Mola terdiri dari beberapa ekosistem penting, yaitu lamun dan terumbu karang dimana pada ekosistem ini hidup beragam jenis biota. Pada ekosistem lamun dihuni oleh jenis ikan boronang, kepiting, teripang, kerang, dan lain-lain, sedangkan pada ekosistem terumbu karang dihuni oleh ratusan jenis biota laut.

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan di Desa Mola sangat beragam, mulai dari yang tradisional sampai yang moderen, dimanfaatkan untuk menangkap ikan. Selama ini di Desa Mola terdapat tempat pendaratan ikan seperti TPI berupa pasar tradisional. Pasar ini terletak di Kelurahan Mandati II yang berjarak sekitrar 100 meter dari Desa Mola Utara.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Mola Utara relatif sangat rendah. Jumlah penduduk yang mempunyai pendidikan SD sederajat sebanyak 955 orang, tamatan SLTP 125 orang, tamatan SLTA 90 orang, tamatan Diploma 3 orang dan sarjana 8 orang (Monografi Desa Mola Utara, 2010). Minimnya partisipasi sekolah di kedua


(9)

desa tersebut akibat rendahnya kepedulian orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sebagaimana di jelaskan oleh Abdul Manan Ketua Kerukunan Keluarga Bajo. Nuryadin (2010) mengatakan bahwa:

Pendidikan belum dipandang sebagai prioritas hidup bagi orang Bajo. Anak-anak suku Bajo memang tidak didorong bersekolah oleh orang tuanya, sehingga mereka sangat tertinggal. Tingkat partisipasi sekolah di Sulawesi Tenggara 64 %, namun Suku Bajo cuma mencapai 0,5 %. Kita tidak ingin muluk-muluk, mencapai satu persen saja sudah bagus.

Secara umum, kelembagaan masyarakat dapat berupa organisasi formal maupun non-formal yang berkaitan dengan kegiatan kemasyarakatan. Keberadaan kelembagaan ini cukup penting bagi pengembangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat serta dalam menjalankan pemerintahan setempat. Di samping itu, terdapat Remaja Masjid yang berperan sekaligus sebagai Karang Taruna, kelembagaan nelayan ikan hidup, dan koperasi. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Desa Mola adalah sebagai nelayan dengan aktivitas dilakukan dalam dua bentuk, yaitu: 1) penangkapan kawasan laut dalam, rata-rata masyarakat melakukannya pada musim Timur untuk menangkap ikan tuna, cakalang, dan tongkol; 2) penangkapan kawasan laut dangkal yang dilakukan masyarakat pada musim Barat untuk menangkap jenis-jenis ikan karang.

Melihat kondisi kesejahteraan masyarakat Bajo, sebahagian besar masih rendah dan menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut yang tidak menentu maka harus ada upaya untuk merobah kondisi tersebut. Kondisi yang tidak menentu tersebut bersifat struktural, sehingga upaya untuk mentransformasi struktur ekonomi dari struktur ekonomi perikanan tradisional ke struktur ekonomi industri. Struktur


(10)

ekonomi industri yang dimaksud adalah struktur ekonomi yang menitik beratkan pada penggunaan teknologi alat tangkap moderen. Untuk dapat beralih ke alat tangkap moderen dibutuhkan keterlibatan dan perhatian dari berbagai pihak, terutama investor dalam membangunan industri perikanan di daerah seperti industri pengolahan ikan, industri es dan industri perkapalan rakyat. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat Bajo ternyata tidak bisa diseragamkan dengan pemberdayaan masyarakat pesisir lainnya, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi aktual masyarakat setempat. Jika ini dilakukan maka efek multiplayer dari transformasi struktur ekonomi itu dapat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat akan diiringi oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan anak-anak mereka. Di lain pihak masyarakat Bajo akan terbebas dari jeratan tengkulak. Tengkulak yang bercokol pada masyarakat Bajo sudah menjadi mafia ekonomi yang menguasai dan mengendalikan kehidupan ekonomi masyarakat kecil dan sekaligus menjadi penghambat dari setiap program pemberdayaan masyarakat. Karena itu pendidikan dan pengembangan nilai-nilai budaya sebagai bagian dari kearifan lokal harus diberikan dengan memperhatikan budaya serta kondisi psikologis masyarakatnya.

Secara fisik permukiman masyarakat Bajo, terlihat kumuh dan tidak beraturan menggambarkan realitas kemiskinan akibat penghasilan yang rendah dan sanitasi kesehatan jauh dari memadai. Namun delapan tahun terakhir (sejak pemekaran Kabupaten Wakatobi tahun 2003) gambaran pemukiman kumuh sudah mengalami perubahan menjadi pemukiman yang ditata teratur dari rumah kayu tancap bergeser


(11)

ke rumah yang berdindingkan batu bata. Bukan itu saja perubahan juga terjadi hampir diseluruh aspek sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

Ungkapan di atas, mengisyaratkan bahwa rekayasa sosial dalam proses perubahan kelembagaan dalam masyarakat dianggap mendesak dalam arti, perubahan di dalam prinsip regulasi, perilaku, dan pola-pola interaksi. Arah perubahan tersebut menuju ke peningkatan kebutuhan untuk melakukan integrasi di dalam sistem sosial yang kompleks, saling ketergantungan dan menuntut adanya integrasi. Dalam posisi ini perbedaan dan integrasi merupakan proses pelengkap (complementary process).

Isu-isu tersebut di atas harus segera ditangani mengingat situasi yang terus berkembang akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat dan tuntutan akan persamaan hak untuk hidup layak serta memperoleh penghidupan yang lebih baik. Apabila isu-isu ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan dipolitisir dan menjadi tuntutan atas perlakuan diskriminasi negara terhadap kelompok marginal warganya.

Dengan demikian, penelitian ini berada di dalam domain kependidikan menggunakan pendekatan interdisiplin maupun multidisiplin dalam pengertian masalah kesejahteraan keluarga nelayan pada masyarakat Bajo di lihat dari prospektif (tingkat pendidikan, ekonomi, budaya dan sosiologi). Tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Menemukan landasan kebutuhan pengembangan pendidikan ekonomi yang berbasis kearifan lokal di perguruan tinggi dengan pendekatan multidisiplin dan atau interdisiplin serta kebutuhan praktis mencakup kebutuhan dosen, mahasiswa


(12)

dan atau kebutuhan perencanaan wilayah (ekonomi kelautan) serta kebutuhan proses pembelajaran (perkuliahan);

2. Menemukan dan menghasilkan substansi permasalahan penentasan kemiskinan/ tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir, berupa panduan yang dapat diterapkan bagi pendidikan ekonomi dan atau pengembangan/ pemberdayaan masyarakat nelayan (pesisir);

3. Meningkatkan produk atau hasil pembelajaran Pendidikan IPS-Ekonomi di perguruan tinggi yang menggunakan model pengembangan pendidikan ekonomi (ekonomi pembangunan), sosiologi (sosiologi ekonomi) dan budaya (kearifan lokal) serta psikologi pendidikan masyarakat pesisir (khususnyan etnis Bajo).

Berdasarkan latar belakang dan data di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan, Nilai-nilai Budaya Lokal terhadap Transformasi Struktur Ekonomi dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan. (Studi pada Masyarakat Bajo di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara).

B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mendorong percepatan transformasi struktur ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya keluarga nelayan dan bagaimana menumbuh-kembangkan nilai-nilai budaya lokal yang dapat mendukung kemajuan sosial ekonomi masyarakat


(13)

Bajo. Urgensi dan keistimewaan dari nilai-nilai budaya lokal masyarakat Bajo adalah tidak ditemukan pada masyarakat lain dan hanya ada pada masyarakat Bajo dan menjadi ciri khas suku Bajo di manapun berada. Oleh karena itu, peranan pendidikan formal sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai solusi permasalahan di atas. Atas dasar itu, peneliti melihat kondisi ini dari aspek tingkat pendidikan formal dan nilai-nilai budaya lokal berperan penting dalam mendorong percepatan transformasi struktur ekonomi, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Bajo. Dengan demikian, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?

2. Seberapa besar pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?

3. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo?

4. Seberapa besar pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo?

5. Seberapa besar pengaruh transformasi struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo?

6. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?

7. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan, dan nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan, melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?


(14)

8. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan, melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?

9. Seberapa besar pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan, melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo?

C.TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji model struktural dan pengukuran model sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui, yaitu:

4. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo;

5. Pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo;

6. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo; 7. Pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo; 8. Pengaruh transformasi struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat

Bajo;

9. Pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo;

10. Pengaruh tingkat pendidikan, dan nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo;


(15)

11. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo;

12. Pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo.

D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini berusaha mengkaji pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bajo melalui pendekatan positivisme dengan metode pembelanjaran proses pendekatan Andragogi bagi masyarakat setempat

b. Manfaat Paktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1. Dengan penelitian ini diharapkan mampu menggali aspek-aspek psikologis budaya, sosial-ekonomi masyarakat Bajo, dalam mendukung peranserta masyarakat dalam pembangunan di Kabupaten Wakatobi

2. Dengan memahami aspek-aspek sosial-ekonomi, psikologis, nilai-nilai budaya, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat Bajo dapat tercapai 3. Dengan memiliki konsep pendidikan berbasis masyarakat diharapkan


(16)

ekonomi kerakyatan dalam menciptakan pemerataan distribusi pendapatan untuk masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Bajo.

E. SISTIMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian mengenai transformasi struktur ekonomi, dan kesejahteraan di mana secara teori pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruh faktor tingkat pendidikan, nilai-nilai budaya lokal, permasalahannya dan keterkaitan beserta hubungan sebab akibat antarvariabel. Bab ini juga menjelaskan, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

Bab II: Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

Bab ini berisi landasan-landasan teori, dalil/hukum, dan konsep yang menjadi dasar yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini yaitu teori-teori yang relevan dan mendukung bagi tercapainya hasil penelitian yang ilmiah. Dasar teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini antara lain teori, dalil/hukum tentang kesejahteraan, teori pembangunan (teori transformasi struktur ekonomi Negara-negara berkembang, teori pertumbuhan neokalsik, teori pertumbuhan pertumbuhan baru). Hasil penelitian terdahulu yang merupakan penelitian


(17)

yang menjadi dasar pengembangan bagi penulisan penelitian ini. Dalam bab ini juga terdapat kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

Bab III: Metode Penelitian

Bab ini berisikan dekripsi tentang bagaimana penelitian dilaksanakan secara operasional yang dimulai dari lokasi dan sampel penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasionalisasi varaibel penelitian. Bab ini, juga menjelaskan instrumen dan proses pengembangan instrumen yang digunakan, teknik pengumpulan data dan diakhiri dengan analisis data penelitian yang merupakan bentuk pemodelan melalui analisis

Structural Equation Modeling (SEM).

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Pada permulaan bab ini digambarkan secara singkat keadaan atau gambaran umum lokasi penelitian, tingkat pendidikan, pengeluaran pemerintah. Di lanjutkan dengan hasil analisis data, yang dimulai dari deskripsi data, uji hipotesis dan analisis hasil estimasi. Bab ini juga memuat pembahasan hasil penelitian dan bagian terakhir mengenai hasil penelitian ini sebagai bahan belajar IPS.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan. Dalam bab ini juga berisi saran-saran yang direkomendasikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar hasil penelitian.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. LOKASI dan SAMPEL PENELITIAN 1. Lokasi

Lokasi penelitian ditetapkan di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pertimbangan, pertama-tama dan utama karena memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang relatif masih rendah. Struktur ekonominya yang tradisional dan berorientasi bahari dalam kaitannya dengan tingkat pendidikan formal, retatif masih sangat rendah serta keunikannya nilai-nilai budaya lokal masyarakat etnis Bajo.

2. Populasi, dan Sampel Penelitian

Subjek penelitian ini adalah masyarakat nelayan Bajo (kepala keluarga) yang bermukim di Desa Mola Utara dan Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Populasi ini dipilih dengan pertimbangan :

a) Masyarakatnya sudah dapat menentukan dan mengarahkan pilihan-pilihan hidupnya serta mampu bertindak relatif otonom.

b) Mereka merupakan kelompok masyarakat yang termarginalkan dari hasil pembangunan. Mereka mulai mengadopsi dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya.


(19)

c) Mereka merupakan masyarakat terisolasi dan memiliki lingkungan unit yang terus diberdayakan.

d) Secara ekonomis mereka adalah pelaku ekonomi yang potensial dalam menunjang dan memajukan kegiatan ekonomi Wakatobi, namun masih hidup dibawa garis kemiskinan.

e) Secara praktis mereka mudah dijangkau oleh peneliti

Teknik penarikan sampel dilakukan secara stratified random samplingterhadap kepala keluarga (suami-istri) yang sudah memiliki anak dari masing-masing Desa dengan rincian (jumlah KK sebagai berikut: Desa Mola Bahari = 241 KK, Desa Mola Samaturu = 283 KK, Desa Mola Utara = 359, Desa Mola Selatan = 322 KK, dan Desa Nelayanbakti = 258 KK). Ukuran populasi sebanyak 1.463 KK, sedangkan ukuran sampel minimal yang diambil dari populasi, berdasarkan pada rumus Taro Yamane, dalam Riduwan & Kuncoro (2008: 44) sebagai berikut:

N Rumus : n = --- Nd² + 1

N = ukuran populasi n = ukuran sampel

d = presisi yang di tetapkan 1 = angka konstan

1.463

n = --- = 314,12 di bulatkan ke bawah 314 1.463(0,05)² + 1

Jadi ukuran sample minimal yang sebanyak n = 314. Jumlah sampel sebesar 314 responden dengan pertimbangan bahwa model estimasi menggunakan Weighted Least


(20)

Square (WLS) atau Maximum Likelihood (ML). Semakin besar jumlah sampel semakin meningkatkan sensitivitas metode ML.

Penentuan individu sampel pada masing-masing desa, dengan formulasi sebagai berikut:

Ni

ni = --- X n N

Di mana : n = Ukuran sampel keseluruhan N = Ukuran Populasi

Ni = Ukuran Stratum – i

ni = Ukuran sample yang diambil dari stratum – i

Ukuran Sampel pada masing-masing desa sebagai berikut; 241

Mola Bahari n1 = --- x 100 = 16,5 dibulatkan ke atas jadi 17 1.463

283

Mola Samaturu n2 = --- x 100 = 19,34 dibulatkan ke bawah jadi 19 1.463

359

Mola Utara n3= --- x 100 = 24,54 dibulatkan ke atas jadi 25 1.463

322

Mola Selatan n4 = --- x100 = 22,01 dibulatkan ke bawah jadi 22 1.463

258

Mola Nelayan Bakti n5 = --- x 100 = 17,64 dibulatkan ke atas jadi 18 1.463


(21)

B. DESAIN PENELITIAN

Secara visual, keterkaitan antarvariabel dapat digambarkan dalam model paradigma penelitian, sebagai berikut;

Gambar 3.1: Paradigma Penelitian

Keterangan;

X1 = Pendidikan

X1.1 = Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah X1.2 = Tingkat pendidikan formal dasar X1.3 = Tingkat pendidikan formal menengah X1.4 = Tingkat pendidikan formal tinggi

X2 = Nilai-Nilai Budaya Lokal

X2.1 = Bendera Ula-ula

X2.2 = Tradisi Pengobatan Duata X2.3 = Norma/pantangan melaut X2.4 = Kesenian

Y1 = Transformasi Struktur Ekonomi Keluarga Nelayan

Y1.1 = Pendapatan Keluarga

Y1.2 = Pembentukan modal keluarga X1 X2 Y1 X1.3 1 X1.2 X2.3 X2.1 X2.2 Y13 Y14 Y12 γγγγ1 λλλλ1.2 (x) λλλλ1.3 (x) δδδδ1.2 δδδδ1.3 δδδδ2.1 δδδδ2.2 δδδδ2.3 λλλλ1.2

(y) ε1.2

ε1.3 ε1.4 λλλλ1.3 (y) λλλλ1.4 (y) λλλλ2.1 (x) λλλλ2.2 (x) λλλλ2.3 (x) ζ1 Y2 ζ2 Y21 Y22 ε2.1 ε2.2 λλλλ2.1 (y) λλλλ2.2 (y) X1.4 1 δδδδ1.4 λλλλ1.4 (x) γγγγ2

β 21

Y23 Y24 ε2.3 ε2.4 λλλλ2.3 (y) λλλλ2.4 (y) X2.4 λλλλ2.4 (x) Y11 λλλλ1.1 (y) ε 1.1 X1.1 δδδδ1.1 λλλλ1.1 (x) δδδδ2.4 γγγγ3 γγγγ4


(22)

Y1.3 = Penggunaan Tenaga Kerja keluarga Y1.4 = Kependudukan

Y2 = Kesejahteraan Keluarga Nelayan

Y2.1 = Pra sejahtera Y2.2 = Sejahtera

Y2.3 = Kepemilikan asset

Y2.4 = Partisipasi politik dan akses kepada informasi

Persamaam Model Struktural

η1 = γ1X1 + γ2X2 + ζ1

η2 = γ2X2 + γ3X3 + ζ2

η3 = γ3ξ + βη21 + ζ2

Model Pengukuran (Measurement Model) secara matematik adalah sebagai berikut :

X1 = λ1(x) ξ1 + δ1 Y1 = λ1 (y) η1 + ε1 X2 = λ2(x) ξ2 + δ2 Y2 = λ2(y) η2 + ε2 X3 = λ3(x) ξ3 + δ3 Y3 = λ3(y) η3 + ε3

X4 = λ4(x) ξ4 + δ4 Y4 = λ4(y) η4 + ε4 X5 = λ5(x) ξ5 + δ5 Y5 = λ5(y) η5 + ε5 X6 = λ6(x) ξ6 + δ6 Y6 = λ6(y) η6 + ε6

X7 = λ7(x) ξ6 + δ7 Y7 = λ7(y) η7 + ε7 Y8 = λ8(y) η8 + ε8

Keterangan Simbol :

ξ = Ksi, variabel laten X

η = Eta, variabel laten Y

λ = Lamnda, Loading faktor

ζ = Zeta, galat model

γ = Gama, Koefisien pengaruh variabel exogen terhadap variabel endogen

β = Beta, koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen

η1= Pengaruh tingkat pendidikan terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo


(23)

η2 = Pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo

η3 = Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo

η4 = Pengaruh nilai-nilai budaya lokal terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo

β21 = Pengaruh transformasi struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat Bajo

ε1,.n = Epsilon, galat pengukuran pada variabel manifes untuk variabel laten Y

δ1,.n = Delta, galat pengukuran pada variabel manifes untuk variabel laten X

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif (infrensial) yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bajo melalui variabel peubah yaitu; tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal, dengan menggunakan pendekatan positivisme (kuantitatif), metode survey. Objek yang ditelaah adalah pengaruh antarvariabel, kemudian dirumuskan dalam hipotesis penelitian.

D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Ditinjau dari keberadaan, keterkaitan dan struktur pengaruhnya di dalam hipotesis (permasalahan) penelitian, maka perlu dipaparkan keterkaitan antarvariabel penelitian. Untuk jelasnya mengenai keterkaitan antarvarabel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Variabel Penelitian

Creswell (2003: 3-16)) menyarankan tiga elemen kerangka kerja untuk mendesain sebuah penelitian, baik kuantitatif, kualitatif, maupun campuran dari


(24)

keduanya (mix methods). Ketiga elemen tersebut adalah asumsi filosofis pengetahuan, strategi inkuiri, dan metode. Mengikuti Creswell, berikut ini dipaparkan ketiga elemen tersebut sejauh berkaitan dengan penelitian ini.

Adapun batasan istilah dari variabel bebas (independent variables) maupun variabel terikat (dependent variabel) pada desain paradigma di atas, adalah sebagai berikut :

a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini, yakni pendidikan dan nilai budaya Bajo; 1). Tingkat Pendidikan formal sebagai variabel (X1), dengan indikator: (a) tidak

tamat SD/tidak sekolah; (b) pendidikan dasar; (c) pendidikan menengah; (d) pendidikan tinggi. Diukur menggunakan angket skala ordinal.

2). Nilai-Nilai Budaya masyarakat Bajo sebagai variabel (X2) dengan indikator: (a) nilai-nilai bendera ula-ula; (b) Pengobatan tradisional duata; (c) norma-norma pantangan di laut dalam masyarakat; (d) kesenian. Diukur menggunakan angket skala ordinal, diadopsi dari teknik Likert yang dimodifikasi.

b. Variabel Tergantung (Y)

Variabel dependent dalam penelitian ini, yakni transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan keluarga nelayan Bajo:

1). Transformasi Struktur ekonomi masyarakat, sebagai variabel (Y1) dengan sub

variabel meliputi: (y11) Pendapatan Keluarga, dengan indikator: (a) pendapatan sebelum 3 tahun terakhir; (b) pendapatan selama 3 tahun


(25)

terakhir. (y11) Pembentukan modal, dengan indikator: (a) pendapatan; (b) tabungan; (c) pengeluaran untuk pendidikan. (y12) Penggunaan Tenaga kerja, dengan indikator: (a) sektor perikanan; (b) sektor industri/perdagangan; (c) sektor jasa. (y13) Kependudukan, dengan indikator: (a) tingkat kelahiran; (b) tingkat kematian. Diukur menggunakan angket skala ordinal diadopsi dari teknik Likert/Guttman, modifikasi.

2). Kesejahteraan Masyarakat sebagai variabel (Y2) dengan sub variable (y21) Pra Sejahtera, dengan indikator: (y1) Menjalankan ibadah sesuai agamanya; (y2) Makanan minimal 2 kali sehari; (y3). Pakaian lebih dari satu pasang; (y4) Sebagian besar lantai rumahnya bukan dari tanah; (y5) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan. (y22) Sejahtera, dengan indikator: (y1) Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan; (y2). Minimal memiliki baju baru sekali dalam

setahun; (y3) Luas lantai rumah rata-rata 8 m2 per anggota keluarga; (y4) Semua anak berusia 7 sampai dengan 15 tahun bersekolah; (y5)Salah satu

anggota keluarga memiliki penghasilan tetap; (y6) Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit; (y7) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin. Y23. Kepemilikan aseet; dengan indikator: (y1) memiliki kulkas; (y2) memiliki telepon selular/genggam; (y3)memiliki antena parabola; (y4) memiliki sepeda. Y24. Partisipasi politik dan akses kepada informasi; dengan indikator: (y1) sedikitnya satu anggota keluarga pernah ikut memilih dalam pemilu terakhir; (y2) menonton televisi sedikitnya sekali seminggu.


(26)

Diukur menggunakan angket skala ordinal, diadopsi dari teknik Likert/Gutman yang dimodifikasi

2. Definisi Konsep/Istilah

Untuk memberikan pemahaman yang sama atas variabel yang diteliti, maka perlu diberikan suatu konsep operasional variabel sebagai berikut :

1. Konsep Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, terdiri atas; pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi.

2. Pengertian budaya Masinambow (2004), dalam Rahyono (2009: 46) menjelaskan bahwa istilah budaya digunakan untuk mengacu kepada nilai-nilai dan adat-istiadat, sedangkan istilah "kebudayaan" digunakan untuk suatu kompleks gejala termasuk nilai-nilai dan adat-istiadat yang memperlihatkan kesatuan sistemik. Juga, Murdowo, dalam Suratman, dan Salamah (2010: 32) mengatakan bahwa “budaya itu mengenai nilai kerohanian, moral, etik, dan estetik yang telah dicapai oleh suatu bangsa”. 3. Transformasi struktur ekonomi masyarakat yang diteliti yakni; (a) pembentukan

modal (pendapatan, tabungan, dan pengeluaran untuk pendidikan), (b) Penggunaan tenaga kerja (sektor primer, industri, dan jasa), (c) Kependudukan (tingkat kelahiran dan tingkat kematian) Chenery dan Syrquin (1970). Sukirno (2006: 162) menjelaskan bahwa, berdasarkan lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:


(27)

1). Sektor primer, terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian; 2). Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan; 3). Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan). Pada umumnya, transformasi yang terjadi di negara berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri, atau terjadinya transformasi dari sektor primer kepada sektor non primer (sekunder dan tertier).

4. Kesejahteraan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN (1996: 10) adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaarkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian Pembangunan Keluarga Sejahtera diidentikkan dengan kondisi keluarga sebagai berikut:

4.1. Pra Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:

a. Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; b. Makan minimal 2 kali per hari;


(28)

d. Sebagian besar lantai rumahnya bukan dari tanah; e. Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan.

4.2. Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dengan keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tidak mampu memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:

a. Menjalankan ibadah secara teratur;

b. Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan; c. Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun; d. Luas lantai rumah rata-rata 8 m2 per anggota keluarga;

e. Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;

f. Semua anak berusia 7 sampai dengan 15 tahun bersekolah; g. Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap;

h. Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

Menurut Filmer dan Pritchett, dalam Suryadarma, et al. (2005: 6), ini mengusulkan penggunaan Metode (Estimating Wealth) atau Analisis Komponen Dasar, khususnya untuk menghitung kesejahteraan rumah tangga jangka panjang, yang memanfaatkan informasi kepemilikan aset seperti kondisi rumah, fasilitas WC/kamar mandi, dan lain-lain sebagai alternatif pencatatan pengeluaran


(29)

konsumsi secara rinci. Karena hasil pengestimasian tingkat kesejahteraan dengan menggunakan aset tidak jauh berbeda dengan menggunakan pengeluaran konsumsi rinci, namun lebih mudah mengumpulkannya.

Untuk jelasnya gambaran mengenai variabel dalam penelitian ini, disajikan dalam bentuk Tabel 3.1. operasionalisasi variabel penelitian dan pengukurannya sebagai beriktu:


(30)

Tabel 3.1 : Operasionalisasi Variabel Penelitian dan Pengukurannya

KONSEP VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN

(X1) Pendidikan

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

X11. Pendidikan

Dasar formal

X12. Pendidikan

Menengah formal X13. Pendidikan

Tinggi formal

Jumlah skor ordinal dengan pengukuran didasarkan jenjang dan lamanya belajar

- Tidak tamat SD (skor 1)

- Tamat SD/MI (skor 2)

- Pernah sekolah di SMP/MTs tapi tidak selesai (skor 3)

- Tamat SMP/MTs (skor 4)

- Pernah sekolah di SMA/MA tapi tidak selesai (skor 5)

- Tamat SMA/MA (skor 6)

- Pernah kuliah tapi tidak selesai (skor 7)

- Tamat Diploma (D2) (skor 8)

- Tamat Diploma (D3) (skor 9)

- Sarjana (skor 10)

Jumlah item pertanyaan sebanyak 2 item (lampiran: Angket)

1. Pendidikan Terakhir Kepala Keluarga Suami & Istri: pilih salah satu yang sesuai

2. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima perubahan, pilihan(SS, S, Netral, TS, STS)

3. Sekolah sekedar tamat SD hanya untuk dapat membaca, pilihan (SS, S, Netral, TS, STS) 4. Sekolah setinggi-tingginya agar

dapat bekrja dikantoran, pilihan (SS, S, Netral, TS, STS) (X2) Nilai-Nilai Budaya

Murdowo (dalam, Suratman et, al (2010;32) mengatakan bahwa budaya itu mengenai nilai kerohanian, moral, etik, dan estetik yang telah dicapai oleh suatu bangsa.

Masinambow (2004, dalam

Rahyono, 2009: 46) menjelaskan bahwa istilah "budaya" digunakan untuk mengacu kepada 'nilai-nilai' dan 'adat-istiadat', sedangkan istilah "kebu-dayaan" digunakan untuk suatu kompleks gejala termasuk nilai-nilai dan adat-istiadat yang memper-lihatkan kesatuan sistemik.

X21. Pengibaran

Bendera Ula-ula

X22. Tradisi

Pengobatan Duata X23. Norma/

pantangan melaut

Jumlah skor pengukuran Nilai budaya; bendera ula-ula, tradisi pengobatan duata, dan pantangan melaut, dengan menggunakan skala Likert; 5 opsi.(skor 1, 2, 3, 4, & 5)

- adat perkawinan - Tradisi bangsawan

- Simbol dari stratifikasi sosial - Ritual pengobatan penyakit - Ritual Keselamatan - Kesenian duata

- Pantangan membuang ampas kopi

- Pantangan merusak terumbuh karang

Jumlah item pertanyaan sebanyak 8 item (lampiran: Angket)

- Bendera Ula-Ula sebagai simbol keberadaan etnis Bajo, harus dijaga dan dilestarikan sebagai budaya yang memiliki nilai patriotisme. Setujuhkan anda dengan pernyataan tersebut

- Apakah anda merasa bangga bila bendara Ula-Ula dikibarkan diperkampungan Mola

- Masyarakat Bajo memiliki tradisi pengobatan yang disebut Duata, apakah pengobatan dengan tradisi duata ini masih digunakan oleh bapak/ibu untuk menyembuhkan penyakitnya

- Apakah Bapak/Ibu percaya bahwa upacara duata dalam

menyembuhkan penyakit masih lebih baik dari pada ke rumah sakit/puskesmas

(Y1) Transformasi Struktur

Ekonomi Masyarakat

Ringkasan dari teori Arthur Lewis, (Kuncoro, 2006: 57-58)

1. Perekonomian tradisional. Di pedesaan, partumbuhan pendu-duknya tinggi sehingga terjadi

kelebihan suplai tenaga kerja. y11. Pembentukan

Jumlah skor pengukuran nilai transformasi struktur

ekonomi;pembentukan modal keluarga, penggunaan tenaga kerja, dan kependudukan, dengan menggunakan skala Likert; 5 opsi. (skor 1, 2, 3, 4, & 5)

- Tabungan keluarga

Jumlah item pertanyaan sebanyak 12 item (lampiran: Angket)

- Apakah bapak memiliki tabungan/ simpanan di rumah

- Apakah bapak memiliki tabungan di bank


(31)

Akibat over supply tenaga kerja ini, tingkat upah menjadi sangat rendah.

2.Perekonomian Industri. Di perkotaan, sektor industri meng-alami kekurangan tenaga kerja. Hal ini menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor-sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri (pertama ke sektor kedua) sehingga terjadi suatu proses migrasi dan urbanisasi, selain itu tingkat pendapatan di negara bersangkutan meningkat sehingga masyarakat cenderung mengkonsumsi macam-macam produk industri dan jasa. Hal ini menjadi motor utama pertumbu-han output di sektor-sektor non-pertanian.

Modal Keluarga

y12. Penggunaan

Tenaga kerja Keluarga y13. Kependudukan

- Pembentukan modal usaha

- Pengeluaran pendidikan untuk anak

- Tingkat pemasukan anak-anak ke sekolah dasar dan menengah - Sektor perikanan

- Sektor perdagangan - Sektor jasa

- Urbanisasi

- Tingkat kelahiran selama 3 tahun terakhir

- Tingkat kematian selama 3 tahun terakhir

minta jajan disekolah

- Apakah Keluarga bekerja sebagai nelayan

- Apakah Keluarga bekerja sebagai perdagangan

- Apakah Keluarga bekerja sebagai jasa

- Apakah Pernah mengalami kematian bayi selama tiga tahun terakhir

(Y2) Kesejahteraan Masyarakat

Bajo

Menurut BKKBN (1996: 10) Pembangunan Keluarga Sejahtera memiliki variabel dan indikator sebagai berikut:

1. Pra Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutu-han spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga berencana.

2. Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutu-han sosial dan psikologis, seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dengan keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

Filmer dan Pritchett (Estima-ting Wealth). Metode ini mengu-sulkan penggunaan Analisis Komponen Dasar (PCA), yang

Y21. Pra Sejahtera

Y22. Sejahtera I

Jumlah skor pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat Bajo; pra-sejahtera, sejahtera I,

kepemilikan asset, dan Partisipasi politik dan akses kepada

informasi , dengan menggunakan skala Guttman 2 opsi. Ya (skor 2), Tidak (skor 1)

- Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya

- Makan minimal 2 kali per hari - Pakaian lebih dari satu pasang - Sebagian besar lantai rumahnya

bukan dari bamboo - Jika sakit dibawa ke sarana

kesehatan.

- Menjalankan ibadah secara teratur,

- Minimal seminggu sekali makan ikan;

- Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun;

- Luas lantai kamar rata-rata 4x4 m2

- Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;

- Semua anak berusia 7 sampai

Jumlah item pertanyaan sebanyak 43 item (lampiran: Angket)

- Apakah setiap hari bapk/ibu menjalankan ibadah dengan teratur - Apakah Bapak/Ibu Makan dua kali

sehari

- Apakah Bapak/Ibu Mengkonsumsi ikan sedikitnya sekali seminggu - Apakah Bapak sebagai Kepala

keluarga bekerja

- Apakah Tinggal di rumah berlantai semen/keramik

- Apakah Sedikitnya satu anak usia sekolah yang putus sekolah - Apakah Kebanyakan anggota

keluarga membeli pakaian baru setidaknya sekali setahun

- Apakah Luas rumah per orang 4 x 4 m2


(32)

memanfaatkan informasi kepemi-likan aset seperti kondisi rumah, fasilitas WC/kamarmandi, dan lain-lain sebagai alternatif penca-tatan pengeluaran konsumsi secara rinci. Karena hasil penges-timasian tingkat kesejahteraan dengan menggunakan aset tidak jauh berbeda dengan mengguna-kan pengeluaran konsumsi rinci, namun lebih mudah mengumpul-kannya, Filmer dan Pritchett beragumentasi bahwa metode mereka lebih baik, khususnya untuk menghitung kesejahteraan rumah tangga jangka panjang. (dalam, Suryadarma, et al, 2005; 6).

Y23. Kepemilikan

aseet

Y24. Partisipasi

politik dan akses kepada informasi

dengan 15 tahun bersekolah; - Salah satu anggota keluarga

memiliki penghasilan tetap; - Dalam 3 bulan terakhir tidak

sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

- Memiliki kulkas - Memiliki telepon

selular/genggam

- Memiliki antene parabola - Memiliki sepeda

- Sedikitnya satu anggota keluarga pernah ikut memilih dalam pemilu terakhir - Menonton TV atau membaca

koran sedikitnya sekali seminggu


(33)

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Bagian ini berisi tentang langkah-langkah penyusunan kuesioner sampai dengan uji validitas dan reliabilitasnya. Pengukuran atas indikator pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat Bajo, diukur dengan menggunakan skala Likert (ordinal).

Menurut Indriantoro dan Supomo (1999: 104) bahwa skala Likert merupakan metode mengukur sikap dengan menyatakan setuju dan ketidak setujuannya terhadap subjek, objek atau kejadian tertentu. Skala ini pada umumnya menggunakan lima angka penelitian, yaitu: (1) sangat setuju; (2) setuju; (3) tidak pasti atau netra; (4) tidak setuju; dan (5) sangat tidak setuju. Mengacu pada skala Likert di atas, maka diberikan skor pada setiap alternatif yang dipilih oleh responden. Adapun skornya sebagai berikut :

- Skor 5 untuk jawaban sangat setuju - Skor 4 untuk jawaban setuju

- Skor 3 untuk jawaban ragu-ragu/kadang-kandang - Skor 2 untuk jawaban tidak setuju

- Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju

Untuk pertanyaan yang bersifat negatif, skor yang diberikan dibalik dengan skor yang ada pada jawaban di atas, yaitu :

- Skor 1 untuk jawaban sangat setuju - Skor 2 untuk jawaban setuju

- Skor 3 untuk jawaban ragu-ragu/kadang-kandang - Skor 4 untuk jawaban tidak setuju

- Skor 5 untuk jawaban sangat tidak setuju

Penggunaan berbagai skala dalam penelitian ini dimungkinkan, karena alat analisis data menggunakan SEM dan itu direkomendasikan secara teoritis. Data penelitian ini selanjutkan di uji untuk mengetahui tingkat akurasinya.


(34)

F. PROSES PENGEMBANGAN INSTRUMEN

Ada tiga macam pengujian data yaitu uji validitas (test of validity), uji reliabilitas (test of reliability) guna menguji ke akuratan dan kesungguhan dari jawaban responden, serta uji goodness of fit. Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan terhadap item-item pertanyaan yang disusun berdasarkan skala Likert/ Gutman. Uji goodness of fit merupakan bagian utaman dari analisis SEM, dilakukan untuk mengetahui kecocokan model yang dihipotesiskan dengan model akhir yang signifikan.

1. Pengujian Validitas Instrumen

Pengujian validitas dimaksudkan untuk mendapatkan (alat ukur) yang mempunyai kesamaan antara data yang terkumpul dengan data sesungguhnya terjadi pada objek yang di teliti. Secara tradisional, untuk mengetahui valid atau tidak maka setiap butir dalam instrumen dikorelasikan antara skor butir dengan skor total. Friedenberg (1995), dalam Halim (2003) menyatakan bahwa:

Biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunaka harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0,30 dapat disisihkan, dan item yang akan dimasukan dalam alat test adalah item-item yang memiliki korelasi di atas 0,30 dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka (1,00) maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya)

Meskipun validitas tidak akan pernah dapat dibuktikan, tetapi dukungan kearah pembuktian tersebut dapat dikembangkan. Menurut Doll, Xia, dan Torkzadeh, 1994, dalam Wijanto (2008: 65) bahwa secara tradisional, validitas dapat dibedakan atas, content validity, criterion validity, construct validity, dan


(35)

convergent and discriminant validity. Untuk mengukur validitas variabel dalam

Confirmatory Factor Analysis (CFA) model, sebagai berikut:

1. Pada first-order model pengukuran, standar factor loading (muatan faktor standar) variabel-variabel teramati (indikator) terhadap variabel laten (factor) merupakan estimasi validitas veriabel-variabel teramati tersebut.

2. Pada scond or higher level model pengukuran, standar structural coefficients dari faktor-faktor (variabel-variabel laten) pada konstruk (variabel laten) yang lebih tinggi adalah estimasi validitas dari faktor-faktor tersebut.

Menurut Rigdon dan Furguson (1991), Doll, Xia, dan Torkzadeh (1994), dalam Wijanto (2008: 65) suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika:

• Nilai t muatan faktornya (loading factor) lebih besar dari nilai kritis (≥ 1,96) atau untuk parktisnya ≥ 2)

• Muatan faktor standarnya (standardized loading factors) ≥ 0,70

Sementara itu, Igbaria et al. (1997) menggunakan guidelines dari Hair et.al

(1995) tentang relative importance and significant of the factor loading of each item, menyatakan bahwa muatan faktor standar ≥ 0,50 adalah very significant

2. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran atau tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Secara umum teknik untuk mengestimasi reliabilitas adalah test-retest,


(36)

alternative forms, split-halves, dan Cronbach’s alpha. Dari berbagai pendekatan ini, ternayata Koefisien Alpha Cronbach’s, menggunakan batasan asumsi paling sedikit. Meskipun demikian, alpha akan memberikan estimasi terlalu rendah jika digunakan untuk mengestimasi reliabilitas congneric measure Bollen (1989). Berdasarkan hal tersebut, untuk mengukur reliabilitas dalam SEM akan digunakan Composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan

variance axtracted measure (ukuran ekstrak varian).

Reliabilitas komposit suatu konstruk dihitung sebagai berikut; (∑standardized loading)2

Construct Reliability = --- (∑standardized loading)2 + ∑ej

di mana standardized loading diperoleh secara langsung dari keluaran program LISREL dan ej adalah measurement error untuk setiap indikator atau variabel teramati. (Fornel dan Larker, 1981, dalam Wijanto, 2008: 66).

Fornel dan Larker (1981), dalam Wijanto (2008; 66) bahwa ‘ekstrak varian mencerminkan jumlah varian keseluruhan dalam indikator-indikator (variabel-variabel teramati) yang dijelaskan oleh (variabel-variabel laten”. Menurut Hair, et al.

(2007) bahwa ukuran ekstrak varian dapat dihitung sebagai berikut; ∑standardized loading2

Variance Extracted = ---

standardized loading2 + ∑ej atau

standardized loading2 Variance Extracted = ---


(37)

di mana N adalah banyaknya variabel teramati dari model pengukuran Hair et al. (1998), menyatakan bahwa sebuah konstruk meliputi reliabilitas yang baik jika:

• Nilai Construct Reliability (CR)-nya ≥ 0,70

• Nilai Variance Extracted (VE)-nya ≥ 0,50

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Kuesioner

Teknik ini untuk mengungkap data tentang keempat variabel di atas beserta indikatornya menggunakan instrumen angket dengan mengadopsi skala Likert modifikasi yang dikembangkan oleh penelitian dibawa arahan tim pembimbing (Promotor, Ko-promotor dan Anggota), (lihat lampiran: 1, hlm 278)

2. Observasi

Teknik ini dilakukan untuk memperoleh gambaran perilaku dan kebiasaan masyarakat Bajo dalam bertransaksi, sehingga lebih konkrit dan lebih realistik. Di samping di dalam keluarga/masyarakat, pengamatan dilakukan pula di tempat-tempat yang biasa digunakan masyarakat dalam beraktivitas. Data hasil pengamatan ini digunakan untuk memperdalam pemahaman peneliti dalam pembahasan hasil penelitian

3. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap kepala keluarga nelayan (responden) dan tokoh masyarakat sebagai cross-chek data. Pertanyaan yang diajukan seputar


(38)

kebiasaan kegiatan ekonomi dan perilaku kebiasaan terutama dalam pengobatan tradisional yang disebut duata dan arti simbolik dari bendera ula-ula yang dikibarkan di rumah bangsawan Bajo (Lolo Bajo), juga untuk mengetahui stratifikasi sosial dalam masyarakat Bajo. Data hasil wawancara digunakan untuk memperdalam pemahaman tradisi budaya Bajo, bagi peneliti dalam pembahasan hasil penelitian

H. ANALISIS DATA

Aplikasi program LISREL 8.70 secara default akan memeriksa kemungkinan adanya beberapa masalah tersebut dan kemudian memberikan notifikasi peringatan melalui output hasil estimasinya apabila kemudian terdapat masalah. Berdasarkan

output hasil perhitungan yang disajikan pada lampiran menunjukkan bahwa di dalam model tidak ditemui permasalahan, maka semua variabel diikutsertakan di dalam model.

1. Hasil Estimasi Parameter

Estimator yang digunakan dalam penelitian ini adalah Maximum Likelihood Estimator (MLE) dengan menambahkan estimasi asymptotic covariance matrix

estimator seperti ini disebut juga dengan Robust Maximum Likelihood Wijanto (2008: 87). MLE merupakan estimator yang populer dan paling banyak digunakan dalam SEM. MLE mempunyai beberapa karakteristik yang penting dan karakteristik asimptotik berlaku untuk sampel yang besar. Menurut Bollen (1989) bahwa ada tiga karakteirstik dari MLE, pertama, meskipun estimator tersebut


(39)

mungkin bias untuk sampel kecil, MLE secara asimptotik tidak bias. Kedua, MLE memiliki konsistensi yang baik. Ketiga, MLE adalah asymptotically efficient, sedemikian sehingga diantara estimators yang konsisten, tidak ada yang mempunyai asymptotic variance lebih kecil.

2. Analisis Model Pengukuran

Evaluasi ini dilakukan terhadap setiap konstruk atau model pengukuran (hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati) secara terpisah melalui validitas dan reliabilitas dari model pengukuran. Pengukuran validitas model SEM di dalam penelitian ini menggunakan First Order Confirmatory Factor Analysis (First Order CFA), di mana suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika nilai muatan faktor standarnya (standardized loading factor) lebih besar dari atau sama dengan nilai kritis sebesar 0,05. (Igbaria et al. 1997; Hair et al. 1995) atau nilai thitung muatan faktor standarnya (standardized loading factor) lebih besar dari atau sama dengan nilai kritis sebesar ttabel 1,96. (Ghozali, 2005). Sedangkan pengukuran reliabilitas menggunakan construct reliability measure (ukuran reliabilitas konstruk) dengan rumus sebagai berikut:

(

)

(

)

2

2 Standardized Loading Construct Reliability =

Standardized Loading + εj

2 1 (Standardized Loading) j


(40)

Di mana standardized loading dapat diperoleh secara langsung melalui output

aplikasi program LISREL 8.70, dan εj adalah measurement error untuk setiap indikator atau variabel teramati (Fornel dan Larcker, 1981). Tingkat cut-off untuk dapat mengatakan bahwa construct reliability baik adalah lebih besar dari 0,60 (Bagozzi dan Yi, 1992; Ghozali, 2005).

3. Uji Kecocokan Model (Goodness Of Fit)

Analisis terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikasi koefisien-koefisien yang diestimasi. Metode Structural Equation Modeling (SEM) dan Linear Structural Relationship (LISREL) tidak saja menyediakn koefisien-koefisien yang diestimasi tetapi juga nilai t-hitung untuk setiap koefisien. Dalam uji analisis SEM tidak ada alat statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model, Haie et al. (1995), Joreskog & Sorbom (1989); Long (1983), Tabachnick & Fidell (1996) dalam Ferdinand (2002: 54). Umumnya terdapat berbagai jenis “fit index” yang digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan. Peneliti diharapkan untuk melakukan pengujian dengan menggunakan beberapa “fit model” untuk mengukur kebenaran model yang diajukan.

a. Kecocokan Keseluruhan Model

Tahap pertama dari uji kecocokan ini ditujukan untuk mengevaluasi secara umum kecocokan (goodness of fit) antara data dengan model. Penggunaan ukuran secara kombinasi dapat dimanfaatkan untuk menilai model dari 3 sudut


(41)

pandang, yaitu kecocokan keseluruhan (overall fit), kecocokan komparatif terhadap model dasar (comparative fit to base model), dan parsimoni model

(model parsimony). Hair, et al. (1998) dalam Wijanto (2008: 51), mengelompokan GOFI yang ada menjadi 3 bagian, yaitu; ukuran kecocokan absolut (absolute fit measures), ukuran kecocokan Inkremental (incremental fit measures) dan ukuran kecocokan pasimoni (pasimonious measures).

1). Ukuran Kecocokan Absolut

Ukuran kecocokan absolut menentukan derajat prediksi model keseluruhan (model struktural dan pengukuran) terhadap matrik korelasi dan kovarian. Ukuran ini mengandung ukuran-ukuran yang mewakili sudut pandang

overall fit yang disebut sebelumnya. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi SEM ialah:

Tabel 3.2 Kecocokan Absolut

No Goodness of Fit Significant Level

a. Chi-Square χ2 > 0.05

b. GFI GFI ≥ 0.90

c. RMR RMR < 0.05

d. RMSEA RMSEA < 0.05

e. ECVI

ECVI

ECVI Saturated ECVI Independence Keterangan:

• Nilai ≤ GFI ≥ 0,90 merupakan good fit, dan 0,80 ≤ GFI < 0,90 sebagai


(42)

• RMSEA 0,05 < RMSEA ≤ 0,08 merupakan good fit, dan > 0,08 RMSEA ≥ 0,10 sebagai marginal fit, serta > 0,10 poor fit (Brown dan Cudeck, 1993, dalamWijanto, 2008: 53-54)

2). Ukuran Kecocokan Inkremental

Ukuran Kecocokan Inkremental membandingkan model yang diusulkan dengan model dasar. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan ialah:

Tabel 3.3

Ukuran Kecocokan Inkremental

No Goodness of Fit Significant Level

a. AGFI AGFI ≥ 0.90

b. NNFI NNFI ≥ 0.90

c. NFI NFI ≥ 0.90

d. RFI RFI ≥ 0.90

e. IFI IFI ≥ 0.90

f. CFI CFI ≥ 0.90

Keterangan:

• Nilai AGF ≥ 0,90 menunjukkan good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 disebut

marginal fit (Joreskog dan Sorbon, 1989, dalam Wijanto, 2008: 56).

• Nilai NFI ≥ 0,90 menunjukkan good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 disebut

marginal fit (Bentler dan Bonnet, 1980, dalam Wijanto, 2008: 56).

• Nilai RFI ≥ 0,90 menunjukkan good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 disebut

marginal fit (Bollen, 1989, dalam Wijanto, 2008: 57).

• Nilai IFI ≥ 0,90 menunjukkan good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 disebut


(43)

• Nilai CFI ≥ 0,90 menunjukkan good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 disebut

marginal fit (Bentler, 1990, dalam Wijanto, 2008: 58)

3). Ukuran Kecocokan Pasimoni

Ukuran Kecocokan Pasimoni mengaitkan GOFI model dengan jumlah parameter yang diestimasi, yakni yang diperlukan untuk mencapai kecocokan pada tingkat tersebut. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi SEM ialah

Tabel 3.3

Ukuran Kecocokan Pasimoni

No Goodness of Fit Significant Level

a. PNFI PNFI > 0.06

b. PGFI PGFI ≥ 0.60

c. AIC

AIC Model AIC Saturated

AIC Independence

d. CAIC

CAIC Model CAIC Saturated

CAIC Independence

Keterangan:

• Nilai PNFI lebih tinggi lebih baik > 0,06 (Hair, et al. 1998)

• Nilai PGFI lebih tinggi lebih baik > 0,06 (Mulaik, et al. 1998)

• Nilai AIC mendekati Saturated menunjukkan good fit (Akaike, 1987)

• Nilai CAIC mendekati nilai Saturated menunjukkan good fit (dalam Wijanto, 2008: 56-58)


(44)

b. Kecocokan Model Pengukuran

Uji kecocokan model pengukuran dilakukan melalui:

• Evaluasi terhadap validitas dari model pengukuran. Nilai t muatan faktornya (loading factor) lebih besar dari nilai kritis (≥ 1,96) atau untuk parktisnya ≥ 2)

• Evaluasi terhadap realibilitas dari model pengukuran. Muatan faktor standarnya (standardized loading factors) ≥ 0,70

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tahapan dan langka-langka penelitian ini, dapat di lihat pada gambar berikut:

Gambar 3.3: Prosedur dan Tahapan Penelitian

Berdasarkan gambar 3.3. di atas, maka tahapan penelitian secara makro dapat diuraikan sebagai berikut:

Studi Kepustakaan Teori dan Hasil Penelitian yang relevan Studi Lapangan dan Identifikasi Masalah Identifikasi Variabel - Operasionalisasi variabel dan indikator – Desain Penelitian - Penyusunan Instrumen Ujicoba terbatas Ujicoba lebih luas - Validasi - Reliabilitas

- goodness of fit

Validasi Model SEM Uji Statistik SEM Tabulasi Data - Kesimpulan - Temuan Penelitian - Penyusuanan laporan akhir - Publikasi


(45)

1. Peneliti mengadakan telaah dan kajian pustaka dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bajo

2. Peneliti mengadakan obseravasi/pra-penelitian dilapangan (perkampungan Bajo) se-Kabupaten Wakatobi dan memiliki 3 lokasi, yakni; Bajo Mola bermukim di sekitar perairan Wangi-Wangi Selatan, Bajo Sampela, Lohoa dan Mantigola bermukim di perairan Kecamatan Kaledupa, dan Bajo Lamanggu bermukim di perairan Kecamatan Tomia

3. Dari hasil telaah pustaka, hasil penelitian terdahulu dan pra-penelitian lapangan, diidentifikasi masalah dan disusun paradigma desain penelitian, yakni; pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bajo

4. Berdasarkan hasil telaah pustaka dan hasil penelitian yang relevan serta paradigma desain penelitian tersebut kemudian disusun instrumen (angket) penelitian dan dilakukan ujicoba di 5 Desa Mola, sambil monitoring dan evaluasi instrumen (uji validitas dan reliabilitas)

5. Berdasarkan hasil ujicoba (uji validitas & reliabilitas) item-item yang tidak valid & reliabel direvisi. Data dari instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk mengadakan uji kecocokan model (goodness of fit)


(46)

6. Hasil validasi model structural equation modeling (SEM) pengaruh tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal terhadap transformasi struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bajo, siap untuk dipublikasikan

7. Hasil uji hipotesis dan kesimpulan statistik sebagai hasil temuan penelitian 8. Penyusunan laporan akhir dan publikasi hasil penelitian.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa:

1. Tinggi rendahnya transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo positif dipengaruhi langsung oleh tingkat pendidikan. Hal ini memberikan makna bahwa dengan pendidikan yang memadai telah memberikan perubahan pola pikir dan tingkah laku kepala keluarga sehingga muncul kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam mengangkat harkat serta martabat mereka melalui transformasi struktur ekonomi dari sektor primer (nelayan tradisional) ke sektor sekunder (industrialisasi alat tangkap, sektor perdagangan dan sektor jasa lainnya). Namun demikian, harus disadari bahwa proses transformasi struktur ekonomi, secara mikro belum berjalan sesuai dengan harapan karena banyak kendala berkaitan dengan sumberdaya manusianya, dan masih ada diskriminasi lapangan kerja khususnya untuk menjadi pegawai negeri sipil, serta tekanan dari nelayan kaya secara sosial-ekonomi terhadap nelayan miskin

2. Nilai-nilai budaya lokal berpengaruh signifikan dan arahnya negatif terhadap transformasi struktur ekonomi. Hal ini, memberikan isyarat bahwa transformasi struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder, harus di lihat bukan hanya dari perubahan fisik semata, tetapi lebih pada perubahan sikap dan


(48)

perilaku. Perubahan sikap dan perilaku tersebut membutuhkan kesadaran dan kecerdasan dari semua pihak khususnya masyarakat Bajo. Bentuk kesadaran dan kecerdasan diarahkan pada sikap dan kemauan untuk mengadopsi nilai-nilai budaya baru seperti penerimaan teknologi alat tangkap moderen dan kemauan untuk menjalin hubungan dengan etnis lain. Oleh karena itu, dalam menyikapi perubahan sosial budaya, dan sosial ekonomi, dibutuhkan kearifan agar tercipta keharmonisan antara kepentingan untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal sebagai indentitas etnis Bajo yang cenderung menurun secara signifikan. Dengan demikian transformasi struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder adalah sebagai tuntutan untuk meningkatkan harga diri.

3. Transformasi struktur ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai kesjahteraan, secara makro dibutuhkan proses transformasi struktur ekonomi dan struktur ketenaga kerjaan dari sektor primer (nelayan tradisional) ke sektor primer (teknologi penangkapan ikan, sektor perdagangan, dan sektor jasa). Untuk itu, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan (pendidikan) serta modal (capital) yang memadai, sehingga kehadiran investor dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan (tenaga kerja terlatih, dan terdidik), sangat mendesak. Di satu sisi, transformasi struktur ekonomi yang berjalan lambat, mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat yang telah dicapai saat ini, kondisinya masih labil atau masih rentan terhadap


(49)

kemiskinan, karena pendapatan dari pekerjaan sebagai nelayan yang tidak menentu.

4. Tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap transformasi struktur ekonomi keluarga nelayan dalam masyarakat Bajo. Artinya, transformasi struktur ekonomi keluarga nelayan dari sektor primer (nelayan tradisional) ke sektor primer (teknologi penangkapan ikan, sektor perdagangan, dan sektor jasa), dibutuhkan pendidikan formal yang memadai dan perubahan budaya (pola pikir), yang mengarah pada penciptaan efisiensi. Kenyataan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat yang masih rendah dan nilai-nilai budaya lokal yang masih kental mewarnai kehidupan dan kegiatan ekonomi masyarakat menjadi salah satu faktor in-efisiensi yang menjadi penghambat dalam proses percepatan transformasi struktur ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dari sektor primer (nelayan tradisional) ke sektor primer (teknologi penangkapan ikan, sektor perdagangan, dan sektor jasa). Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan adalah faktor utama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Bajo.

5. Tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya lokal secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kesejahteraan keluarga nelayan melalui transformasi struktur ekonomi masyarakat Bajo. Artinya, kesejahteraan keluarga nelayan secara simultan ditentukan oleh tingkat pendidikan formal dan nilai-nilai budaya melalui trasformasi struktur ekonomi dari sektor primer (nelayan


(50)

tradisional) ke sektor primer (teknologi penangkapan ikan, sektor perdagangan, dan sektor jasa) menjadi prasyarat dalam pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara

Perubahan struktur ekonomi harus diikuti dengan kesiapan sumberdaya manusianya oleh karena itu, peran pendidikan dalam menggali nilai-nilai, norma-norma, dan pola perilaku pengelolaan sumberdaya alam, baik itu, masyarakat maupun penguasa harus di mulai dari kampus sebagai institusi yang menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu; memperkaya khasanah ilmu pengetahuan (body of knowledge) khususnya Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) yang berusaha mencari dan mengkaji fenomena dalam masyarakat dan menemukan solusinya melalui berbagai macam pendekatan, sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran IPS di perguruan tinggi.

B. SARAN/REKOMENDASI

1. Untuk Keluarga Nelayan

Pertama, dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga nelayan, orang tua diharapkan mulai berani berpikir dan bertindak lebih rasional dengan mengutamakan pendidikan anak-anak daripada sekedar tuntutan kebutuhan sesaat yang kadang kala mengorbankan masa depan anak sendiri.

Kedua, dalam hal pelestarian nilai-nilai budaya lokal, menjadi tanggung jawab semua pihak, orang tua, pemuka adat, dan diharapkan memiliki kepekaan serta


(1)

Sarjono, A (Eds) (1999). Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Siagian, S.P (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta Silalahi, U (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama

Sudjana, D (2007). “Pendidikan Nonformal”, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogia

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Badung: Alfabeta.

Soekatawi (1990). Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sukidin (2009). Sosiologi Ekonomi. Jember: Center for Society Studies. Pesona Surya Milinia.

Sukirno, S (2010). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta: Kencana

Sukmadinata, N.S (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suparda, D (2009). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksaya.

Suratman, M, dan Salamah, U (2010). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Malang: Intimedia Suryabrata, S (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Suryadi, H K dan Malihah, E. (Eds) (2011). “Prosiding Konvensi Nasional Pendidikan IPS (KONASPIPS) ke 1 Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pendidikan IPS Untuk Membangun Karakter Bangsa”. Tanggal 13-14 Juli 2011. Bandung: Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial - UPI

Suseno, F.M (1992). Filsafat Kebudayaan Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Suwarsono dan Alvin Y.S (2006). Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta:

Pustaka LP3ES.

Soelaeman, M (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.


(2)

Solimun (2002). Structural Equation Modeling Lisrel & Amos. Malang: Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Skousen, M (2009). Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern, Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada Media Group.

Slameto (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Cetakan keempat. Jakarta: Rineka Cipta.

Strinati, D (2010). Popular Culture (penerjemah Abdul Muchid). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Syah, M (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Taylor, S.E, Peplau, L.A, dan Sears, D.O (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana Tirtarahardja, dan La Sula (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Todaro, M, dan Smith, S.C (2006). Pembangunan Ekonomi, edisi Kesembilan.

Jakarta: Erlangga

Usaman, H, dan Setiady, P (2003). Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara

Wijanto, S.H (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu

Winkel, WS (2009). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi Wiranata, I.A.B (2002). Antropologi Budaya. Bandung: Citra Aditya Bakti

Yustika, A.E (2010). Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, dan Strategi. Malang: Baumedia Publishing


(3)

ARTIKEL/JURNAL INTERNET

Ahmil (2010). Versi Lain Suku Bajo. [Online].Tersedia: http://ahmilanakwajo. blogspot.com/versi-lain- suku-bajo.html. [5 Oktober, 2011].

Badiran, M (2009). Kajian Model Pendidikan Dasar Untuk Anak Masyarakat Nelayan Di Sumatera Utara. [Online].Tersedia: http://blogger-pendidikan-pada-masyarakat-nelayan.html. [5 Oktober, 2011].

Bappeda Jabar (Direktorat Kewilayahan. 1 Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah (2007), Meninjau Konsep Kesenjangan Kesejahteraan. [Online]. Tersedia: http://bappeda.jabarprov.go.id/docs/perencanaan/.pdf. [25 Desember, 2011].

BPS (2008). Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan. [Online]. Tersedia: www.scribd.com/doc/Pendekatan-BKKBN. [25 Desember, 2011].

Dahlan (2009). Kebudayaan Nasional. [Online]. Tersedia: http://dahlanforum. wordpress.com/kebudayaan-nasional [25 Desember, 2011].

Depsos (2010) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. [Online]. Tersedia: www.depsos.go.id/modules.php? name=Downloads & dop... pdf. [25 Desember, 2011].

Eko, S (2009). Menuju Kesejahteraan Rakyat Melalui Rute Desentralisasi. [Online]. Tersedia:http://ireyogya.org/sutoro/kesejahteraan_melalui_desentralisasi.pdf. [25 Desember, 2011].

Gamal, M (2006). Ekonomi-Nasional Visi Kesejahteraan. [Online]. Tersedia:

www.mail-archive. com /ekonomi...com/msg.html.[25 Desember, 2011]. Gregorius, S (2005). Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan. [Artikel - Maret 2005]

[Online]. Tersedia:http://www.ekonomirakyat.org/index4.php, [7 Oktober, 2011]. Hakim, A.F (2009). Bendera Bajo Sebagai Sebuah Asset Budaya yang perlu Dilestarikan (Peran Bendera Bajo Dalam Prosesi pernikahan Suku Bajo). [Online]. Tersedia:http://bajowuring.blogsprot.com/feeds/post. [25 Desember, 2011].


(4)

Ismifauziahulfah (2010). Bumi Cinta Konsep, Transmisi, Dan Perubahan Budaya

Belajar. [Online]. Tersedia:http://ismifauziahulfah.blogspot.com/2010/10/

konsep-transmisi-dan-perubahan-budaya.html. [25 Desember, 2011].

Jöreskog, K (1999). Interpretation of R2 revisited. [Online]. Tersedia: http://www.ssicentral.com/lisrel/advancedtopics.html. [25 Desember, 2011].

Kusnadi (2010) “Kebudayaan Masyarakat Nelayan” Dalam Prosiding. “Ekspresi Budaya Masyarakat Nelayan di Pantai Utara Jawa”, oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Kementeian Kebudayaan dan Pariwisata, di Yogyakarta, tanggal 12-15 Juli 2010. [Online]. Tersedia: www.javanologi.info/Budaya_Masyarakat_Nelayan-kusnadi.pdf. [25 Desember, 2011].

Kompas (2010). Balada Pengembara Wakatobi. [Online]. Tersedia: http://www.kompas.com/read/xml/balada.pengembara.wakatobi. [2 Desember, 2011].

Masrur, M (2008). Kewajiban Negara Terhadap Kesejahteraan Rakyat. [Online]. Tersedia:http://masadmasrur.blog.co.uk/kewajiban-negara-terhadap-kesejahtera-an rakyat/. [20 Desember, 2011].

Mintaroem, K dan Farisi, M.I (2008). Aspek Sosial-Budaya Pada Kehidupan

Ekonomi Masyarakat Nelayan Tradisional. [Online]. Tersedia: www.

kebudayaan/aspek sosial-budaya pada ekonomi masyarakat nelayan tradisional xml/kliping dunia ikan dan mancing.html. [25 Desember, 2011].

Mubyarto, at al. (2005). Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat Yogyakarta. [Artikel - Th. I - No. 1 - Maret 2002]. [Online]. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/ index4. php. [7 Oktober 2011].

Mubyarto, at al. (2003). Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia. [Artikel - Th. II - No. 2 - April 2003]. [Online]. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/ index4.php [7 Oktober 2011]

Namba, A (2003). Pendekatan Ekosistem dalam Penanggulangan Kemiskinan: Refleksi Penanggulangan Kemiskinan Di Sulawesi Tengah. [Artikel - Th. II -


(5)

No. 1 - Maret 2003]. [Online]. Tersedia: http://www.ekonomirakyat.org/index4. php. [7 Oktober 2011]

Nizar, A, dan Sun TV (2011). Menyimak Tradisi Duata Suku Bajjau (Bajo). [Online]. Tersedia:http://hileud.com 07/02/2011 Uncategorized. [25 Desember, 2011]. Nuryadin, L.T (2010). Kapital Sosial Komunitas Bajo. Disertasi Doktor Program

Pascasarjana Universitas Indonesia). [Online]. Tersedia:www.lontar.ui.ac.id/file? file=digital/Kapital sosial-HA.pdf. [2 Desember, 2011].

Putra, Y.S (2011). Ilmu Ekonomi: Teori Pertumbuhan Ekonomi: Mahzab Historis. [Online]. Tersedia: http// speunand.blogspot.com/teori-pertumbuhan-ekonomi-mahzab.html. [23 Pebruari, 2012].

Santoso, P.B (2008). “Relevansi dan Aplikasi Aliran Ekonomi Kelembagaan”. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan. [Online]. Vol.9 (1), 15 halaman. Tersedia: jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/.pdf. [5 Pebruari, 2012].

Sihnata (2010) Budaya Belajar Siswa Studi Situs SMPN 2 Temanggung. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. [Online]. Tersedia:http://etd.eprints.ums.ac.id/. [5 Pebruari, 2012].

Suara Komunitas (2011). Duata, Prosesi Pengobatan dari Suku Bajo. [Online]. Tersedia:http://suarakomunitas.net/.../duata--prosesi-pengobatan-dari-suku-bajo. htm. [5 Nopember, 2011].

Suharto, E (2007). “Paradigma Ilmu Kesejahteraan Sosial” Dalam Prosiding “Paradigma Kesejahteraan Sosial” oleh Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 5-6 September 2007 [Online]. Tersedia:www.policy.hu/suharto/.../UINYogyaParadigmaKesos. Pdf. [5 Pebruari, 2012].

Sugiyanto, FX (2007) Metode Berpikir Ekonomi Mainstream, Etika dan Keadilan, Pidato Pengukuhan Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam IImu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas DiponegoroSemarang. [Online]. Tersedia:www.eprints.undip.ac.id/FX_sugiyanto.pdf. [5 Nop, 2011]. Sugiyarto (2007). Perubahan Pandangan Bekerja Masyarakat Nelayan Desa

Ujungwatu, Jepara. [Online]. Tersedia:www. eprints.undip.ac.id/


(6)

Sulekale, D.D (2003). Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah. (Artikel Th. II No. 2 April 2003). [Online]. Tersedia: http://www.ekonomi rakyat.org/index4.php. [7 Oktober 2011].

Suryadarma, D, et al. (2005). Ukuran Objektif Kesejahteraan Keluarga untuk

Penargetan Kemiskinan: Lembaga Penelitian SMERU, Hasil Uji Coba Sistem

Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat di Indonesia, Desember 2005, [Online]. Tersedia: www.smeru.or.id/report/research/cbms/CBMSeport.pdf. [15 Nop, 2011].

Soembodo, B (2006) “Aspirasi Sosial Budaya Masyarakat Pedesaan Terhadap Kesejahteraan Keluarga”. Dalam “Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik” Th XIX, No. 4, Oktober 2006, 75-88. [Online]. Tersedia: www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/ jurnal/.pdf [15 Nop, 2011].

Tarmizi (2008). Budaya Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://tarmizi.wordpress. com/2008/11/19/budaya-belajar-siswa/. [25 Oktober 2011]

Teguhsantoso (2010) Sejarah, Keunikan dan Budaya Suku Bajo. [Online]. Tersedia:www.teguhsantoso.com/…/sejarah-keunikan-dan-budaya-suku-bajo. html.[25 Oktober 2011]

Yanti, B.V.I (2011). Menyimak Tradisi Duata. [Online]. Tersedia:http://www.travel. okezone.com/read/.../menyimak-tradisi-duata-suku-bajjau-bajo. [7 Oktober 2011].

Yanti, B.V.I (2011). Penyelamatan Bendera Bajo Sebagai Sebuah Asetbudaya Yang Perlu Diselamatkan. [Online]. Tersedia:www.cyberax.eu/.../an-bendera-bajo-sebagai-sebuah-as...Britania Raya kisah bendera Bajo, bendera suku yang menjadi simbol pelindung masyarakat. [7 Oktober 2011].