laporan kasus Tuberkulosis Paru Bakterio

TUBERKULOSIS PARU
Dipresentasikan oleh:

Puji Yunisyah Rahayu
1608437723

Pembimbing:
dr. Zarfardy Aksa Fauzi, Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK PULMONOLOGI DAN
KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

LATAR BELAKANG
Laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2013:
• Terdapat 8,6 juta kasus TB di dunia

2011

dimana 1,1 juta (13%) diantaranya adalah

pasien TB dengan HIV positif.
• Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
Afrika

2012

• Diperkirakan terdapat 450.000 menderita
Tuberkulosis Multi Drug Resistant (TB
MDR) dan 170.000 orang diantaranya
meninggal dunia

2012

• Separuh dari orang dengan HIV positif yang
meninggal karena TB adalah wanita, yaitu
160.000 dari 410.000 kasus.

Prevalensi TB di Indonesia
2004
Global TB

Report 2014
Profl
kesehatan
kota
Pekanbaru
pada tahun

• Sumatera menempati peringkat kedua tertinggi angka prevelansi TB
BTA positif di Indonesia yaitu 90 per
100.000 penduduk.
• Terdapat 680.000 kasus TB, dengan
460.000 diantaranya adalah kasus
baru atau 272 per 100.000
penduduk.
• jumlah seluruh kasus TB semua tipe
berjumlah 1.723 kasus, sementara
jumlah kasus baru TB paru BTA+
berjumlah 1.180 kasus

Program

penanggulang
an TB paru

Directly
Observed
Treatment
Short-course
(DOTS)

International
Standard for
Tuberculosis
Care (ISTC)

DEFINI
SITuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit yang



menyerang jaringan paru yang disebabkan infeksi

basil Mycobacterium tuberculosis.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mendefinisikan TB Paru sebagai penyakit yang
disebabkan
oleh
infeksi
Mycobacterium
tuberculosis complex.

Etiolo
gi
Mycobacterium tuberculosis :
o
o
o
o
o
o
o


Batang
Panjang 1-4 mikron
Tebal 0,3-0,6 mikron
Tahan terhadap asam pada pewarnaan
Mati dengan sinar matahari langsung
Bertahan hidup beberapa jam  lembab dan gelap
Dapat dorman beberapa tahun

Faktor Risiko
Imunitas tubuh
yang rendah.

Infeksi HIV/ AIDS.

Kurang gizi/
malnutrisi.

Tidak ada/
kurangnya
ventilasi dalam

ruangan.

Padatnya
penduduk di
daerah tempat
tinggal / di rumah.

Perilaku dan
gaya hidup.

Cara penularan
Sumber Penularan:
Penderita TB Paru BTA positif
Ditularkan melalui droplet (percikan dahak) oleh
penderita TB BTA positif pada waktu batuk,
bersin atau meludah.
Droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan
orang lain di sekitarnya

Patogenesis


Klasifkasi
TB

Gejala
Klinis

Diagnosis Pasien TB
Berdasarkan hasil konfrmasi pemeriksaan
bakteriologis
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfrmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang
terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
  


Berdasarkan diagnosis klinis
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfrmasi bakteriologis.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium


Darah : Anemia ringan dengan gambaran normokrom
normositer, gama globulin meningkat.
• Sputum :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung : diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB

datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di fasyankes.
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifkasi Mycobacterium
tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis
pasti TB pada pasien tertentu, seperti :
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung BTA negatif.
• Tes Tuberkulin
Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux

yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.D.D (Prurified
Protein Derivative) intrakutan.

Foto Toraks
• Bayangan berawan/nodular di
segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus
bawah.
• Kavitas, terutama lebih dari satu,
dikelilingi bayangan opak berawan
atau nodular.
• Bayangan bercak milier

• Efusi pleura unilateral (umumnya)

Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TB:
– OAT kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah
cukup ,dosis tepat dan sesuai kategori.
– Tidak boleh diberikan OAT tunggal (monoterapi).

– Dianjurkan pemberian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT).
– Ditunjuknya Pengawas Menelan Obat (PMO).
– Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan
lanjutan.

Dosis obat
• Isoniazid (INH) dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3 x
seminggu atau 15 mg/kgBB 2 x seminggu, bersifat bakterisid, dapat
membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan.

• Rifampisin dosis 10 mg/ kg BB, maksimal 600 mg 2-3X/ minggu,

Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman
yang tidak dapat dibunuh INH.

• Pirazinamid fase intensif 25 mg/kg BB atau 35 mg/kgBB 3 x seminggu
atau 50 mg/kgBB 2 x seminggu, bersifat bakterisid, dapat membunuh
kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

• Streptomisin 15mg/kgBB atau BB > 60 kg: 1000 mg, BB 40-60 kg: 750
mg, BB < 40 kg sesuai dosis, bersifat bakterisid.

• Ethambutol fase intesif 15 mg /kg BB dan fase lanjutan 15 mg/kgBB
atau 30mg/kgBB 3 x seminggu, bersifat bakteriostatik.

Evaluasi
Evaluasi pengobatan
• Evaluasi klinis (Keluhan, BB, PF, respon, efek
samping, komplikasi)
• Evaluasi bakteriologik (0-2-6/8 bulan
pengobatan)
• Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
• Evaluasi pasien yang telah sembuh

EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi klinik
   Pasien dievaluasi setiap 2 minggu
pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
 Evaluasi : respons pengobatan dan ada
tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
 Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat
badan, pemeriksaan fsis.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan
pengobatan)·
•   Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
  -    Sebelum pengobatan dimulai
  -    Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase
intensif)
  -    Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan
pengobatan)
• Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks
dilakukan pada:
-    Sebelum pengobatan
-    Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali
pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan
1 bulan pengobatan)
-    Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap.
• Fungsi hati: SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau
efek samping pengobatan.
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila
ada keluhan).
• Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri (bila ada keluhan).
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan
awal tersebut.  Yang paling penting  adalah evaluasi klinis kemungkinan
terjadi efek samping obat.  Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.

Evalusi keteraturan
berobat
 Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan
berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut.  Dalam hal ini
maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan
dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
 Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya
masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
-  BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
-  Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/
perbaikan
-  Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negatif.

Evaluasi pasien yang telah sembuh
 Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh
sebaiknya tetap dievaluasi  minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan.
 Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA
dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak
3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada
gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi
foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan
sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas:
• Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, dan
laringitis
• Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas (SOPT:
Sindrom Obstruksi Paska Tuberkulosis), kerusakan
parenkim berat, fbrosis paru, kor-pulmonal, sindrom
gagal napas, yang sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.
• Komplikasi sistemik : menigitis TB, tamponade
jantung, kerusakan Ginjal dan Hepar

Laporan Kasus

IDENTITAS
Nama pasien
: Tn. BN / 981394
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 42 tahun
Pekerjaan
: Tukang ojek
Alamat
: Tenayan Raya,
Pekanbaru
Tanggal masuk RS : 16 Maret 2018
Tanggal keluar RS : 20 Maret 2018

Keluhan Utama:

Sesak nafas yang memberat 1
minggu SMRS

Pemeriksaan
fsis

Pemeriksaan fsik

Pemeriksaan
fsik

Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin (16/03/2018)







HGB
HCT
RBC
WBC
PLT

:
:
:
:
:

12,7 gr/dl
39,5 %
4,48x 106 /uL
7.600 /ul
403.000 /ul

• Elektrolit
(16/03/2018)
• Na+ : 135 mmol/L
• K+ : 3,3 mmol/L
• Cl : 98 mmol/L

Kimia Darah
(16/03/2018)
• GDS
: 93 g/dL
• Ureum : 9 mg/dL
• Kreatinin: 0,66 mg/Dl
• SGOT : 25 U/L
• SGPT : 27 U/L

Foto Toraks

Pemeriksaan
Penunjang
Interpretasi:













Identitas sesuai
Marker R
Foto thorak posisi PA
Foto simetris
Kekerasan cukup
Tulang dan jaringan lunak baik
Kedua sudut kostofrenikus
lancip
Trakea di midline
Cor : CTR 3 minggu
batuk berdarah
sesak nafas
nyeri dada

• Gejala sistemik






Demam
Malaise
keringat malam
Anoreksia
berat badan menurun

Pada pasien
– Gejala respiratorik
– batuk >3 minggu
– Sesak nafas
– Nyeri dada

• Gejala sistemik






Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun

Pembahasan
• Batuk kronik  Mycobacterium tuberculosis
berkembang dalam paru + perlawanan
dari sistem pertahanan tubuh sehingga
 peningkatan produksi mukosa dan
infamasi pada sal. Nafas  produksi
sputum  menyumbat saluran nafas 
sesak nafas.

Pembahasan
• Diagnosis TB  gejala klinis TB + ditemukan kuman
tuberkulosis  Dahak SPS
• lnterpretasi 
– ++-  mikroskopik positif
– +--  periksa ulang BTA 3 kali
– +--  mikroskopis positif
– ---  mikroskopik negatif

• Radiologik  tuberkulosis aktif  jika BTA +-- tidak
perlu ulang BTA  sudah bisa ditegakkan TB
• Pada pasien ini  gejala klinis TB + 1 kali pemeriksaan
sputum BTA I dan II (+) + radiologis menunjukkan
gambaran tuberkulosis  TB paru bakteriologis
kasus baru

Pemberian FDC (Fixed Drugs Combination) bertujuan
agar memudahkan pasien dalam minum OAT, sehingga
kepatuhan pasien dalam minum obat dapat ditingkatkan
dibandingkan pemberian OAT dalam tablet yang terpisah.
Selain itu, dosis FDC disesuaikan dengan berat badan
pasien dan jumlah komponen obat yang harus diminum
pasien, sehingga dapat meminimalisasi efek samping
OAT. Penatalaksanaan TB pada pasien ini berupa OAT
kategori 1 yaitu 4FDC dengan dosis 1x3 tablet.
Pemberian ambroxol bertujuan untuk mengencerkan
dahak dan Paracetamol untuk menurunkan panas tubuh
pasien.

• Pasien juga mengalami sindrom dispepsia, hal ini didasari
dari anamnesis pasien yang mengeluhkan mual dan
muntah setiap kali selesai makan, berisi makanan
disertai penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fsik
ditemukan nyeri tekan epigastrium (+). Pasien diberikan
injeksi Ranitidin 2x50 mg untuk mengatasi keluhan
dispepsia.
• Pada pemeriksaan elektrolit juga didapatkan hipokalemia
(K+= 3,3 mmol/L). koreksi kalium pada pasien adalah
Δkalium x BBx 1/3 = (3,5 -3,3 mmol/L) x 40 kg x 1/3 =
13,3. Pasien diberikan KSR 2x1 mg tablet.

TERIMA KASIH

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

17 93 118

Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon

10 140 105

Keabsahan praktik wakaf (studi kasus daerah Pebayuran KM 08 Kertasari-Pebayuran KAB.Bekasi-Jawa

1 43 117

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19