Pengaruh paparan bising terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. ge lighting Indonesia Yogyakarta

PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING INDONESIA YOGYAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

MUSLICHAH IRIANI R0205024 PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul :

Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta

Oleh :

Muslichah Iriani, R0205024, Tahun 2009

Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari: ………, Tanggal: ……………., Tahun: 2009

Pembimbing Utama

Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok NIP. 19481105 198111 1 001

Pembimbing Pendamping

Sumardiyono, SKM, M.Kes. NIP. 19650706 198803 1 002

Penguji

Hardjanto, dr., MS, Sp.Ok ..................................................

Tim Skripsi Ketua Program

D.IV Kesehatan Kerja FK UNS

Vitri Widyaningsih, dr. Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok

NIP. 19820423 200801 2 011 NIP. 19481105 198111 1 001

ABSTRAK MUSLICHAH IRIANI, 2009 PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING

INDONESIA YOGYAKARTA. Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan bising terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel (bising dengan gangguan penedengaran). Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent dan bagian Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang (bagian incandescent 15 orang dan bagian FCL

15 orang pekerja). Teknik sampel yang digunakan yaitu purposive random sampling . Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.0.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil p value 0,02. Maka dapat disimpulkan bahwa p < 0,05 yang berarti signifikan. Jadi ada pengaruh paparan kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia.

Kata Kunci : Bising dan Gangguan Pendengaran Kepustakaan : 19 : 1993-2009

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 27 Juli 2009

Muslichah Iriani

NIM. R0205024

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya. Sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia”.

Penulisan laporan ini dalam rangka tugas akhir serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof., Dr. A.A Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok, selaku Dosen Pembimbing I.

3. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II.

4. Bapak Slamet Sri Santoso, ST, selaku pembimbing perusahaan yang telah memberikan bimbingannya dalam melaksanakan penelitian.

5. Semua karyawan PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta, atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan.

6. Bapak, Ibu, dan orang-orang terdekat yang aku sayangi, atas segala doa, cinta, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

7. Semua teman-teman D.IV Kesehatan Kerja angkatan pertama, yang sama- sama berjuang meraih kelulusan.

8. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penyusun senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan ............................................

11 Tabel 2. Akibat-akibat Kebisingan .................................................

17 Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari ....................................

19 Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran ..

22 Tabel 5. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan

33 Tabel 6. Data Responden Bagian Incandescent ..............................

Pendengaran ......................................................................

35 Tabel 7. Data Responden Bagian FCL ............................................

36 Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent ..................

36 Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL ................................

37 Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran ................................

37 Tabel 11. Hasil Pengukuran SPSS ....................................................

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 2. Daftar Responden bagian Incandescent LAMPIRAN 3. Daftar Responden bagian FCL LAMPIRAN 4. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian Incandescent LAMPIRAN 5. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian FCL LAMPIRAN 6. Hasil Pengukuran Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 7. Hasil Pengukuran Bising terhadap Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 8. Surat Keterangan dari PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dibidang industri yang semakin maju, canggih dan modern berdampak terhadap bentuk teknologi yang dipergunakan. Hal tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja yang mengoperasikan. Penerapan teknik dan teknologi yang canggih disamping membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan kerja, serta pencemaran lingkungan umum yang menimpa tenaga kerja dan masyarakat. Penerapan akan teknologi pengendalian yang mengantisipasi segala dampak negatif perlu dipikirkan sehingga efek dapat ditekan sekecil mungkin. Peran kesehatan kerja sangat diperlukan didalamnya.

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit- penyakit umum (Suma’mur, 1996).

Menurut Suma’mur (1996), dalam suatu lingkungan kerja terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban tambahan dan menimbulkan gangguan kesehatan bila tidak dikendalikan. Secara umum di dalam lingkungan kerja terdapat faktor-faktor bahaya yang meliputi :

1. Faktor fisik yaitu penerangan, kebisingan, tekanan panas, getaran dan radiasi.

2. Faktor biologi yaitu golongan bakteri, jamur serta golongan mikrobiologi lainnya.

3. Faktor kimia yaitu debu, uap, fume, gas dan lain-lainnya.

4. Faktor fisiologi yaitu konstruksi mesin, sikap kerja, keserasian mesin dengan manusia dan lainnya.

5. Faktor mental psikologis yaitu mengenai suasana kerja, hubungan antar kerja dan sebagainya. Dampak kepada manusia atas keterpaparan bising yang tinggi yang terkutip dari Dirjen Pertambangan Umum (2000) menyebutkan bahwa : ”Tingginya tingkat kebisingan merupakan bahaya fisik yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pendengaran pekerja. Selain itu juga, kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis pekerja yang dapat menurunkan produktifitas kerja karena kebisingan dapat menyebabkan kejenuhan dan kebosanan yang akan menyebabkan kecelakaan serta penyakit akibat kerja.”

Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang

Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan maupun riwayat penyakit yang pernah diderita, obat - obatan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi masa kerja, tingkat intensitas suara disekitarnya, lamanya terpajan dengan kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar tersebut, yang paling menonjol adalah faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan (masa kerja di tempat tersebut) (Tarwaka dkk, 2004).

Aktivitas di tempat kerja yang membuat pekerja harus berhadapan dengan kebisingan yang memiliki intensitas yang cukup besar, misalnya apabila seorang tenaga kerja berada dalam high noise areas dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada pendengaran tenaga kerja. Gangguan pendengaran secara permanen dapat juga disebabkan karena tenaga kerja terlalu sering dalam waktu yang cukup lama di dalam tempat kerja yang bising, walaupun mungkin intensitasnya tidak terlalu besar (Sihar Tigor, 2005).

PT. GE Lighting Indonesia merupakan industri elektrik yang dalam proses produksinya menggunakan peralatan produksi yang modern yang termasuk ke dalam jenis bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Dengan penggunaan peralatan modern tersebut akan dapat menimbulkan faktor bahaya seperti kebisingan. Malalui pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa di tempat kerja pada proses produksi di PT. GE Lighting Indonesia kebisingannya melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang seharusnya untuk 8 jam kerja sehari yaitu 85 dB dan tidak semua karyawan disiplin memakai APD (Alat Pelindung Diri). Kebisingan yang berada di atas NAB dapat menimbulkan berbagai macam gangguan, salah satunya gangguan pendengaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian mengenai Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : “Adakah Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia

Yogyakarta?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

a. Teoritis Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa kebisingan dapat mempengaruhi gangguan pendengaran pada tenaga kerja yang terpapar.

b. Aplikatif

1) Diharapkan tenaga kerja mau disiplin memakai ear plug.

2) Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang akibat yang ditimbulkan oleh kebisingan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bunyi Bunyi atau suara adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, serta gas (Prabu, 2009).

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responnya (Prabu, 2009).

Tipe bunyi menurut Prabu (2009) dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut :

a. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0 - 16 Hz. Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadang-kadang mengalami perubahan penglihatan.

b. Sonic, bila gelombang suara antara 16 - 20.000 Hz.

Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia.

c. Ultra sonic, bila gelombang > 20.000 Hz. Frekuensi diatas 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang kedokteran seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus jaringan yang cukup besar sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh manusia.

Menurut Suma’mur (1996) intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002

dyne 2 /cm yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Perbandingan logaritmis

tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

dB : 20 10 log (P/ Po)

Dimana: P : tegangan suara yang bersangkutan.

Po : tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm 2 )

2. Suara di Tempat Kerja Menurut Sihar Tigor (2005), suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara :

a. Fisik, dapat menyakitkan telinga pekerja.

b. Psikis, dapat mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi. Menurut Sihar Tigor (2005), jenis dan jumlah sumber suara di tempat kerja sangat beragam. Beberapa diantaranya yaitu :

a. Suara mesin Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Antara lain mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset dan mesin diesel. Di tempat kerja, mesin pembangkit listrik pada umumnya menjadi sumber- sumber kebisingan berfrekuensi rendah (< 400 Hz).

b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya pekerjaan penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat

(sand blasting), penggilingan (riveting), memalu (hammering) dan pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting, merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja (material-material solid, liquid atau kombinasi antara keduanya) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara

80 dBA-120 dBA.

c. Aliran material Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Demikian pula pada proses-proses transportasi material-material padat seperti batu, kerikil, potongan-potongan metal yang melalui proses pencurahan (gravity based).

d. Manusia Dibandingkan dengan sumber suara lainnya, tingkat kebisingan suara manusia jauh lebih kecil, namun suara manusia tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat kerja.

3. Kebisingan Berdasarkan KEPMENAKER No. KEP 51/MEN/1999 pasal 1

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Pungky W, 2003).

Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dibagi dalam 5 jenis yaitu :

a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (=steady state, wide band noise ), misalnya : mesin- mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (=steady state, narrow band noise ), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.

c. Kebisingan terputus-putus (=intermittent), misalnya suara lalu-lintas, suara pesawat terbang

d. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa.

e. Kebisingan impulsif (=impact or impulsive noise), misalnya: ledakan, pukulan. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat dengan NAB menurut Kepmenaker No. Kep. 51/MEN/1999 adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Pungky W, 2003).

Nilai ambang batas kebisingan di Indonesia ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : “NAB Kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA)” (Pungky W,

Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan

Intensitas Kebisingan Waktu Pemajanan Perhari Dalam dB (A)

Jam

3.75 Menit

3.52 Detik

0.11 139 Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Sumber : Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2003.

Tipe-tipe kebisingan lingkungan menurut Arif Susanto (2006) adalah sebagai berikut :

a. Jumlah kebisingan, semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu.

b. Kebisingan spesifik, kebisingan diantara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik dan sering kali sumber kebisingan dapat diidentifikasi.

c. Kebisingan residual, kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu.

d. Kebisingan latar belakang, semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu.

4. Sistem Pendengaran

Menurut Buchari (2007), telinga terdiri dari 3 bagian utama, yaitu :

a. Telinga bagian luar Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal),

dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya.

b. Telinga bagian tengah Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran

yang halus) martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar yang halus) martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar

c. Telinga bagian dalam Telinga bagian dalam disebut cochlea yang berbentuk rumah

siput. Cochlea mengandung cairan, didalamnya terdapat membrane basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan dalam cochlea, mengantarkan membrane basiler . Getaran ini merupakan impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (nervus cochlearis) .

Tingkat kepekaan telinga manusia tidak sama sensitifitasnya untuk semua frekuensi, untuk mendengar kenyaringan yang sama dari bunyi yang berbeda frekuensi dibutuhkan intensitas yang berbeda. Pada intensitas yang lebih rendah, telinga kita relatif tidak sensitif terhadap frekuensi tinggi dan rendah daripada frekuensi tengah (Douglas C. Giancoli, 2001).

5. Pengaruh Bising terhadap Kesehatan Manusia Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja,

seperti gangguan fisiologis, ganguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan audiotory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non audiotory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya kecelakaan, menurunnya performance kerja, kelelahan, dan stress (Buchari, 2007).

Lebih rinci lagi menurut Buchari (2007), maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai berikut :

a. Gangguan fisiologis Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

b. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.

c. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan menyebabkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.

d. Ganggan keseimbangan Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan fisiologis

seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.

e. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian) Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh

bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau keulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus- kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut (Buchari, 2007).

Selain dapat mengganggu fungsi pendengaran, kebisingan juga mempunyai efek yang merugikan terhadap daya kerja. Menurut Suma’mur (1996) efek-efek tersebut antara lain :

a. Gangguan Menurut definisinya, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki. Maka dari itu kebisingan sering mengganggu. Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu lebih-lebih yang terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga. Pengaruhnya sangat terasa jika sumber kebisingan tersebut tidak diketahui.

b. Komunikasi dengan pembicaraan

Resiko potensional kepada pendengaran terjadi apabila komunikasi pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada peristiwa penggunaan tenaga baru.

c. Kriteria kantor Kebutuhan pembicaraan baik langsung maupun lewat telepon adalah sangat penting di kantor. Apabila intensitas kebisingan tinggi, maka pembicaraan atau komunikasi di kantor menjadi tidak efektif.

d. Efek pada pekerjaan Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus dicurahkan. Maka dari itu tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap satu proses produksi atau hasil dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya konsentrasi.

e. Reaksi masyarakat Pengaruh kebisingan akan lebih besar apabila kebisingan dari suatu proses produksi yang sangat tinggi, sehingga masyarakat sekitar proses agar kegiatan produksi di tempat tersebut dihentikan.

Tabel 2. Akibat-akibat kebisingan

Tipe

Uraian

Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan

Akibat- Kehilangan pendengaran ambang batas permanen akibat akibat

kebisingan

badaniah Rasa tidak nyaman atau stress Akibat-akibat fisiologis meningkat, takanan darah meningkat, badaniah Rasa tidak nyaman atau stress Akibat-akibat fisiologis meningkat, takanan darah meningkat,

Kejengkelan, kebingungan Gangguan tidur atau istirahat, hilang

Akibat- Gangguan gaya hidup konsentrasi waktu bekerja, membaca, akibat

dsb

psikologis Merintangi kemampuan Gangguan pendengaran

mendengarkan TV, radio, percakapan, telpon,dsb

Sumber : Buchari, 2007

6. Sumber Bising Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga (Prabu, 2009).

Menurut Sihar Tigor (2005) di tempat kerja disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah tingkat keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya :

a. Mengoperasikan mesin yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja yang cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang tidak teratur, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau terlalu longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection)

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu atau pemukul sebagai alat pembengkok benda- benda metal atau alat bantu pembuka baut.

7. Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat

pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari (Buchari, 2007).

Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari

Gradasi

Parameter

Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang

Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m Menengah

Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m Berat

Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m Tuli total

Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi Sumber : Buchari, 2007

Jenis-jenis ketulian menurut Buchari (2007) yaitu :

a. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS) Diakibatkan pemaparan dari bising dengan intensitas tinggi,

tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya

b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS) Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya

PTS dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Tingginya level suara

2) Lama pemaparan

3) Spektum suara

4) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinu maka kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar

5) Kepekaan individu

6) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaaan dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin, streptoycin, kansmycin dan beberapa obat lainnya.

7) Keadaan kesehatan Paparan tingkat suara yang tinggi untuk waktu yang berlebihan

mempunyai pengaruh terhadap pengurangan ketajaman pada frekuensi tinggi secara permanen, biasanya dengan pengurangan pendengaran sekitar 4.000 Hz. Pengaruh ini disebut permanent threshold shift. Kebisingan juga dapat menyebabkan rambut-rambut halus dalam cochlea menjadi mati rasa atau tidak bertenaga untuk satu atau dua hari. Reaksi ini disebut sebagai temporary threshold shift (Pasiak, 2000).

Suara yang keras dapat memecahkan selaput gendang telinga. Ini biasanya dapat menjadi sembuh, tetapi meninggalkan lubang yang menyebabkan cacatnya atau melemahnya pendengaran. Istilah tuli menunjukkan bagian ini kehilangan pendengaran. Menjadi stone deaf berarti tidak mendengar sama sekali (Pasiak, 2000). Jenis-jenis gangguan pendengaran menurut Alfian Taher (2007) :

1. Gangguan pendengaran konduktif Gangguan pendengaran konduftif terjadi akibat adanya benturan atau karena sebab lain.

2. Gangguan pendengaran sensori neukal Gangguan sensori disebabkan adanya penyakit di dalam bagian dalam telinga (syaraf pendengaran). Selain itu gangguan pendengaran sensori neural dikelompokkan lagi menjadi gangguan pendengaran sensorik dan gangguan pendengaran neural. Gangguan pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan trauma akustik (suara yang sangat keras), infeksi virus pada telinga dalam, obat-obatan tertentu dan penyakit meniere.

Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, syaraf pendengaran atau jalur syaraf pendengaran di otak. Kemudian getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang cochlea di telinga dalam. Cochlea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang syaraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang syaraf pendengaran (Alfian Taher, 2007). Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan tuli konduktif. Namun jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensori neural. Terkadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensori neural terjadi secara bersamaan. Dalam kondisi seperti ini bisa menggunakan alat bantu dengar (Alfian Taher, 2007).

Penderita penurunan fungsi pendengaran menurut Medicastore (2007) bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:

a. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik

b. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)

c. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal

d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar

Rentang Batas Atas Kekuatan Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Suara yang Didengar (dB)

Sistem Pendengaran

Rentang normal Gangguan pendengaran ringan :

1. Mengalami sedikit gangguan dalam

26 - 40 membedakan beberapa jenis konsonan

2. Mengalami sedikit masalah saat berbicara

41 - 55 Gangguan pendengaran sedang

56 - 70 Gangguan pendengaran cukup serius

71 - 90 Gangguan pendengaran serius Lebih dari 90

Gangguan pendengaran sangat serius Sumber : Sihar Tigor, 2005

8. Faktor yang Berpengaruh Pada Ketulian Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational

hearing loss), misalnya akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh bukan karena kerja (non occupational hearing loss).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (occupational hearing loss) menurut Buchari (2007) adalah sebagai berikut :

a. Intensitas suara yang terlalu tinggi

b. Usia karyawan

c. Tekanan dan frekuensi bising tersebut

d. Lamanya bekerja

e. Jarak dari sumber suara Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian bukan akibat kerja

(non occupational hearing loss) menurut Nur Cahyo (2007) adalah sebagai berikut :

a. Benturan di kepala

b. Penyakit oleh virus

c. Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja

d. Ketulian yang sudah ada sebelumnya

Intensitas kebisingan dari perusahaan ke masyarakat harus ditinjau dari berbagai faktor, menurut Anhar Hadian (2000) yaitu :

a. Perbandingan kebisingan akibat perusahaan terhadap kebisingan yang semula ada di masyarakat bersangkutan.

b. Waktu terjadinya kebisingan (siang atau malam).

c. Musimnya

d. Keadaan masyarakat (desa, kota). Rerata ambang dengar kelompok umur 41 –50 tahun pada seluruh

frekuensi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 31 –40 tahun dan 21 –30 tahun. Masa kerja berpengaruh terhadap tingkat ambang dengar tenaga kerja, khususnya pada tenaga kerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun (Tarwaka, 2004).

9. Pengendalian Akibat Bising Untuk perlindungan pendengaran adalah dengan pengendalian.

Menurut Buchari (2007) pengendalian tersebut yaitu :

a. Terhadap sumbernya :

1) Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya.

2) Subsitusi alat.

3) Mengubah proses kerja.

b. Terhadap perjalanannya :

1) Jarak diperjauh.

2) Akustik ruangan.

3) Enclosure.

c. Terhadap penerimanya :

1) Alat pelindung telinga.

2) Enclosure (misalnya dalam control room).

3) Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja.

Selain dari ketiga cara di atas, dapat juga dilakukan dengan :

a. Pengendalian secara teknis (engineering control) :

1) Pemilihan equipment atau proses yang lebih sedikit menimbulkan bising.

2) Dengan melakukan perawatan (maintenance).

3) Melakukan pemasangan penyerap bunyi.

4) Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik).

5) Menghindari kebisingan.

b. Pengendalian secara administratif (administrative control) :

1) Melakukan shift kerja.

2) Mengurangi waktu kerja.

3) Melakukan trainning. Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (ear plug, ear muff, dan helmet ). Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara medis yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur.

10. Penelitian Penunjang Telah dilakukan penelitian mengenai “Analisis Risiko Paparan Bising

terhadap Gangguan Pendengaran di PT. Antam Tbk ” oleh Angreyni Bahar dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan menilai risiko kesehatan terhadap paparan bising yang ada di PT. Antam Tbk. Tahapan yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah: identifikasi bahaya, evaluasi paparan, membuat kurva dosis-respon dan mengkarakterisasi risiko kesehatan. Kelompok terpapar berasal dari bagian Ball Mill, sedangkan kelompok tidak terpapar berasal dari bagian Monitor 77. Untuk evaluasi paparan, diperoleh tingkat kebisingan tertinggi untuk kelompok terpapar adalah 88,1 dB(A) dan untuk kelompok tidak terpapar 76,8 dB(A). Adanya tingkat kebisingan yang tinggi ini menyebabkan terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran bagi pekerja PT. Antam Tbk. Dilakukan juga pengukuran dampak fisiologis, psikologis, dan dampak ketulian yang disebabkan karena adanya kebisingan di tempat kerja. Dampak fisiologis diuji dengan pengukuran tekanan darah dan denyut jantung. Hasil pengukuran tekanan darah dan denyut jantung masih berada dalam rentang nilai normal (tidak ada potensi hipertensi). Tekanan darah dan denyut jantung kelompok kontrol dan sampel relatif sama sebelum dan sesudah terpapar bising. Dampak psikologis terbesar yang dirasakan adalah sakit kepala dan dampak lainnya yaitu harus menyetel radio/TV dengan lebih keras. Dampak ketulian diuji dengan melakukan tes Audiometri. Hasil pengukuran tingkat bising dan hasil tes Audiometri kemudian dihubungkan dalam kurva dosis respon. Terlihat konsistensi antara tingkat kebisingan yang diterima terhadap pergeseran dan penurunan pendengaran hingga nilai maksimum. Data Medical Check Up pada bulan Februari, sebanyak 272 orang mengalami penurunan fungsi tubuhnya. Terdapat 89 orang yang mengalami penurunan fungsi pendengaran. Namun hasil pemeriksaan ini, tidak menggambarkan keadaan kesehatan pada tiap individu pekerja, artinya diduga jumlah pekerja yang sakit tidak sama dengan jumlah penurunan yang ditemukan. Sehingga dapat disimpulkan adanya paparan bising yang tinggi dapat menimbulkan risiko terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran serta gangguan pendengaran bagi pekerja di PT. Antam Tbk (Angreyni Bahar, 1999).

B. Kerangka Pemikiran

Bising

- Intensitas suara

Getaran suara

- Benturan di kepala

- Tekanan dan frekuensi bising - Penyakit oleh virus

Tulang koklea

- Jarak dari sumber suara - Gaya hidup di luar

- Usia tempat kerja

- Lama kerja

Sel-sel rambut

- Ketulian yang sudah

ada sebelumnya

Gelombang syaraf

Syaraf pendengaran

Gangguan pendengaran

Keterangan :

Tidak diteliti

C. Hipotesis

Diteliti

Ada Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel subjek hanya diobservasi 1 kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaaan tersebut (Sastroasmoro dkk, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta pada bulan Maret-April 2009.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent dan bagian Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia, dengan ciri-ciri:

a. Jenis kelamin : wanita

b. Usia

: 21 – 40 tahun

c. Tidak mempunyai riwayat gangguan pendengaran sebelumnya.

d. Masa kerja lebih dari 10 tahun.

e. Lama kerja 8 jam sehari.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan telebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Sutrisno Hadi, 2004). Setelah itu digunakan random sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi (Soekidjo Notoatmojo, 1993). Dalam penelitian ini digunakan populasi sebanyak 124 orang pekerja dan sampel sebanyak 30 tenaga kerja Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan telebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Sutrisno Hadi, 2004). Setelah itu digunakan random sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi (Soekidjo Notoatmojo, 1993). Dalam penelitian ini digunakan populasi sebanyak 124 orang pekerja dan sampel sebanyak 30 tenaga kerja

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan bising.

2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan pendengaran.

3. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1) Variabel pengganggu terkendali : usia, intensitas suara, lama kerja, jarak dari sumber suara.

2) Variabel pengganggu tidak terkendali : pengaruh obat-obatan, keadaan kesehatan, gaya hidup di luar tempat kerja.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Bising Kebisingan diartikan sebagai intensitas suara yang dapat

mengganggu pendengaran. Alat ukur

: Sound Level Meter

Hasil : > NAB (87,99 dBA) dan < NAB (83,53 dBA) Satuan

: dB

Skala pengukuran

: Nominal

Nilai ambang batas kebisingan adalah angka 85 dBA yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu (Surat Edaran KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999).

2. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Alat ukur

: Simulasi suara

Hasil : Normal, sedang, menengah, berat, sangat berat,

tuli total

Skala pengukuran

: Ordinal

G. Desain Penelitian

Populas i

Purposive random sampling

Subjek

Intensitas kebisingan di Intensitas kebisingan di

atas NAB (87,99 dBA) bawah NAB (83,53 dBA)

Chi square test

Keterangan : X1 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di atas NAB) X2 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di atas NAB) X3 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di atas

NAB) X4 : Subjek yang mengalami tuli berat (intensita kebisingan di atas NAB) X5 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di bawah NAB) X6 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di bawah

NAB) X7 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di bawah NAB)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Sound Level Meter , yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan dalam suatu ruangan.

2. Simulasi suara, yaitu parameter untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran. Tabel 5. Kuisioner untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran

Gradasi

Parameter

Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang

Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m Menengah

Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m Berat

Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m Tuli total

Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi Sumber : Buchari, 2007

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 10.0, dengan interpretasi hasil sebagai berikut :

1. Jika p value ≤0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan

2. Jika p value > 0,01 tetapi ≤0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan

3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono, 2001).

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Diskripsi Variabel

Penelitian ini dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta, bersamaan dengan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau magang. Sebelum pengukuran, diadakan pengamatan langsung terhadap lingkungan kerja, jalannya proses produksi dan keadaan dari tenaga kerja. Penelitian ini dilaksanakan di dua bagian yaitu bagian incandescent (lampu pijar) dan bagian FCL. Sampel yang digunakan terdiri dari 15 tenaga kerja bagian lampu pijar dan 15 tenaga kerja bagian FCL. Tabel 5 dan 6 berikut ini adalah tabel mengenai data yang diperoleh peneliti tentang keadaan umum sampel penelitian. Tabel 6. Data Responden bagian Incandescent

Jumlah jam Sampel

Masa Kerja

kerja setiap hari

38 17 8 Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009 Tabel 7. Data Responden bagian FCL

15 P

Jumlah jam Sampel

Masa Kerja

kerja setiap hari

38 17 8 Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009

15 P

B. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan pada masing-masing bagian pengerjaan area Incandescent dan FCL dilakukan pada jam 08.00-12.00 WIB pada saat tenaga kerja melakukan pekerjaannya. Hasil pengukuran kebisingan dapat dilihat pada tabel 7 dan 8 berikut ini : Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent

line flare steam mounting sealing exhaust basing agieng QC

87,5 88,6 84,9 Sumber : Pendataan pada tanggal 8 April 2009 Pada pengukuran kebisingan di bagian incandescent didapatkan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 87,99 dBA.

Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL

cappin flar mountin sealin bende bakin stea line QC

6 Sumber : Pendataan pada tanggal 9 April 2009

Pada pengukuran kebisingan di bagian FCL didapatkan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 83,53 dBA.

C. Pengukuran Gangguan Pendengaran

Untuk mengetahui tingkat gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan, maka alat ukur yang digunakan yaitu dari parameter percakapan sehari-hari. Sumber suara yang digunakan dalam parameter ini menggunakan sumber suara yang berasal dari rekaman suara yang sudah diukur sebelumnya. Dan pengukuran dilakukan pada ruangan yang tertutup. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini : Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran

Jumlah Responden

Gradasi

Bagian incandescent

Bagian FCL

Normal

2 7 Sedang

Menengah

Berat

Sangat berat

Tuli total

Sumber : Pendataan pada tanggal 14 April 2009. Sumber suara yang digunakan :

1. Untuk percakapan biasa menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 60 dBA.

2. Untuk percakapan sehari-hari menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 70 dBA .

3. Untuk percakapan keras sehari-hari menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi yaitu 80 dBA.

4. Untuk percakapan keras/berteriak menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 90 dBA.

D. Pengukuran Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran

Dari hasil pengukuran gangguan pendengaran di atas, langkah selanjutnya yaitu pengolahan data dengan SPSS. Dari pengolahan data melalui SPSS, maka didapatkan hasil pada tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Hasil pengukuran SPSS

Case Processing Summary

N Percent KEBISINGAN * GANGGUAN

KEBISINGAN * GANGGUAN PENDENGARAN Crosstabulation

GANGGUAN PENDENGARAN

BERAT Total KEBISINGAN

>NAB Count 2 2 7 4 15 Expected Count

4.5 3.5 5.0 2.0 15.0 <NAB

Count 7 5 3 0 15 Expected Count

4.5 3.5 5.0 2.0 15.0 Total

Count 9 7 10 4 30 Expected Count

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.

Value

df (2-sided)

Pearson Chi-Square

9.663 a 3 .022

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear Association

N of Valid Cases

a. 6 cells (75.0%) hav e expect ed count less t han 5. The minimum expected count is 2.00.

Symmetric Measures

Asy mp.

St d. Error a Approx. T b Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coef f icient

Value

.022 Interv al by Interv al

-3.450 .002 c Ordinal by Ordinal

Pearson's R

-3.444 .002 c N of Valid Cases

Spearman Correlation

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis.

c. Based on normal approximation.

Dari hasil pengolahan data dengan SPSS di atas, maka didapatkan hasil nilai p value = 0,022. Dimana p < 0,05 yang berarti signifikan.

E. Penyediaan Alat Pelindung Diri

Di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta selama ini sudah menyediakan alat pelindung telinga atau ear plug tetapi tenaga kerja tidak mau disipilin memakainya dikarenakan ketidaknyamanan ear plug tersebut yang dikarenakan bahannya yang terlalu keras dan tenaga kerja menjadi sulit berkomunikasi dengan tenaga kerja lainnya. Selain itu lemahnya pengawasan terhadap kedisiplinan pemakaian ear plug menjadi penyebabnya juga. Tidak adanya rotasi kerja dari tempat kerja yang intensitas kebisingannya di atas NAB ke tempat kerja yang intensitas kebisingannya di bawah NAB, begitu pula sebaliknya. Pemeriksaan kesehatan untuk pendengaran tidak dilakukan pada semua tenaga kerja.

BAB V PEMBAHASAN

A. Kebisingan

Di dalam penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu tempat yang tingkat atau intensitas kebisingannya lebih dari nilai ambang batas yaitu pada bagian incandescent dan pada tempat yang tingkat kebisingannya berada di bawah nilai ambang batas yaitu pada bagian FCL. Hal tersebut dilakukan dengan alasan membandingkan tenaga kerja yang tepapar kebisingan di atas nilai ambang batas dan tenaga kerja yang terpapar di bawah nilai ambang batas. Dan membuktikan bahwa tenaga kerja yang berada di tempat kerja yang intensitas kebisingannya lebih dari NAB mempunyai resiko terkena gangguan pendengaran.

Dari hasil tersebut dibandingkan dengan NAB kebisingan dalam ruang kerja menurut KEPMENAKER No. 51/Men/1999 adalah 85 dB (A) untuk pekerjaan yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu dimana tenaga kerja tidak mengalami gangguan pendengaran atau penyakit akibat kerja. Sedangkan tenaga kerja di PT. GE Lighting jam kerjanya dalam satu hari yaitu 8 jam dan 40 jam seminggu.