Analisis implementasi program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di SMA Negeri 1 Salatiga

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) DI SMA NEGERI 1 SALATIGA

oleh : MUHAMMAD USMAN D0105015

Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pembimbing

Drs. Sudarmo, MA., Ph.D NIP. 196311011990031002

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari

Tanggal

Panitia Penguji :

1. Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si ( ) NIP. 196010091986011001

2. Rutiana Dwi W., S.Sos.,M.Si.

) NIP. 132306549

3. Drs. Sudarmo, MA., Ph. D. ( ) NIP. 196311011990031002

Mengetahui, Dekan FISIP UNS

Drs. H Supriyadi, SN., SU. NIP. 195301281981031001

MOTTO

“ Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS . Al-B aqoroh: 286)

“ J angan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita” (QS . AT - T aubah: 40)

“ K arena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan” (QS . Al- I nsyiroh: 5)

“ H anya kepadaM u kami menyembah, dan hanya kepadaM u kami meminta pertolongan” ( Al F atihah: 5)

“ Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS . Ali I mron: 173)

“ Apabila engkau memiliki sebiji kurma di tanganmu maka tanamlah, meskipun besok akan kiamat, semoga mendapat pahala” (Al H adits)

“ S ampaikan walaupun hanya satu ayat” (Al H adits) “ S ebaik-baik orang diantaramu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya” (Al H adits) “ S ebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya” (Al H adits)

PERSEMBAHAN

Kary a ini penulis persembahk an untuk :

 Bapak dan Ibuk u atas segala air mata, cinta, dan do’a y ang terus mengalir tiada hentiny a demi sebuah harapan dan cita anak sholeh y ang k an mendoak anny a, y ang k an mengangk at derajat k eluargan y a dengan ilmuny a, doak anlah ak u selalu agar k elak bisa memenuhi harapanmu serta membanggak anmu, bermanf aat selalu,

f idduny a hattal ak hiroh  Mas Wawan, atas segala doa dan k asih say angny a  Mbahe, Pak dhe, budhe, pak lik . Bulik , mas, mbak , adik -adik serta

Keluarga besark u Banie Sanady dan Banie Hasan Muk min atas segala doa dan cintany a, k alianlah k ek ay aank u!

 Temen, sahabat, dan sodara-sodara Para Pencari Tuhan serta rek an- rek an serta adik -adik k u Al Hiday ah Lovers... y ou’re trul y my inspi ration

 Guru-guru, dosen, dan para Dewan Asatidz-k u, hany a doa y ang bisa k uberi k epadamu Jazak umulloh Khairan Katsiro  Saudarak u semuany a y ang ada di AMC Apartement, terimak asih atas segala ilmuny a, dari k alianlah k umengerti arti k ehidupan, mak na k esy uk uran, buah k esabaran, dan sejatin y a persahabatan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul : “Analisis Implementasi Program Rintisan Sekolah Internasional (RSBI) di SMA Negeri 1 Salatiga”dengan baik.

Skripsi ini penulis susun dan ajukan guna memenuhi salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ini ingin mengucapkan terima kasih kepada bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini . semoga Allah SWT membalas segala budi baik, bantuan, dan amalan beliau- beliau :

1. Drs. Sudarmo, MA.,Ph.D selaku Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan serta nasehat selama penulisan skripsi.

2. Drs. Samtono, M.Si. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga atas pemberian izinnya untuk melakukan penelitian.

3. Drs. Jaka Agus P, M.Pd selaku Penanggung jawab RSBI di SMA N 1 Salatiga atas segala bantuan dan pemberian data selama penelitian.

4. Bapak dan ibu guru beserta seluruh staf karyawan SMA N 1 Salatiga atas penjelasan dan keterangan yang diberikan.

5. Didik. G Suharto,S.Sos, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasehat serta bimbingan selama penulis menempuh kuliah.

6. Drs. Sudarto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS.

7. Bapak Supriyadi, SN., SU. selaku Dekan FISIP UNS.

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS atas segala ilmu yang diberikan selama kuliah.

9. Teman-teman sekontrakan (AMC Apartment) atas bantuan serta masukan kalian.

10. Seluruh teman-teman Administrasi Negara angkatan 2005 atas kebersamaan kalian selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan terbuka untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga skripsi ini berguna untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya serta bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 1. Bagan Teknik Pengumpulan Data dan Analisis 38 Data Secara Interaktif Menurut Miles dan Huberman

ABSTRAK MUHAMMAD USMAN, D0105015, ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) DI SMA NEGERI 1 SALATIGA, JURUSAN ILMU ADMINISTRASI, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK, UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA, 2009

Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang dapat bersaing dalam tingkat lokal maupun internasional, maka pemerintah mengeluarkan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang mengamanatkan penyelenggaraannya setiap Kabuputan/ Kota, termasuk di Salatiga yakni di SMAN 1 Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi tersebut terjadi dilihat dari partisipasi stakeholder dalam pengembangan program, sistem jaringan (networking) yang dibangun serta diskresi aturan yang dilakukan.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif, maka diperlukan penelitian yang menganalisis suatu permasalahan dari berbagai sudut. Sehingga dalam penelitian kali ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan berlokasi di SMAN 1 Salatiga. Sumber data yang diolah adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Untuk menguji validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi seluruh stakeholder yang meliputi kepala sekolah, guru dan staf karyawan, siswa dan orang tua sudah cukup baik. Secara tidak langsung mereka selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan pengembangan program. Pendidikan dan pelatihan penguasaan bahasa Inggris serta pemahaman teknologi juga diadakan, namun yang terjadi belum sepenuhnya dilakukan. Pihak sekolah juga telah membangun sistem jaringan (networking) baik di tingkat lokal maupun internasional. Adaptasi kurikulum telah dilakukan dengan menjalin hubungan sister school. Berbagai diskresi aturan juga muncul karena keterbatasan sumberdaya serta menyesuaikan kondisi yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan semua stakeholder dapat meningkatkan partisipasinya sesuai peran masing-masing. Komitmen dan dukungan yang kuat juga dibutuhkan dari semua pihak untuk mensukseskan program. Pendidikan dan pelatihan terkait program perlu ditingkatkan lagi. Pihak sekolah juga harus terus memperbaiki sistem jaringan dengan menjalin hubungan sister school yang lebih baik dan berkelanjutan. Dalam membuat suatu aturan, semua pihak hendaknya memperhatikan sumber daya dan kondisi yang ada.

Kata kunci : Partisipasi, Jaringan (networking), Diskresi, Program RSBI

ABSTRACT

MUHAMMAD USMAN, D0105015, AN ANALYSIS ON THE IMPLEMENTATION

STANDARDIZE SCHOOL PIONEERING (RSBI) PROGRAM IN SMA NEGERI 1 SALATIGA, THE DEPARTMENT OF PUBLIC ADMINISTRATION OF THE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES, SEBELAS MARET UNIVERSITY, SURAKARTA, 2009.

OF

INTERNATIONALLY

In the attempt of improving the education quality in Indonesia to be competitive both locally and internationally, the government issues a program of Internationally Standardize School Pioneering (RSBI) mandating the implementation to every Regency/Municipal, including Salatiga, namely in SMAN 1 Salatiga. This research aims to analyze how such implementation occurs viewed from the stakeholder participation in the program development, networking system built and regulation discretion conducted.

In order to get the comprehensive result of research, a research analyzed a problem from many points of view. This current research employed a qualitative research approach and was taken place in SMAN 1 Salatiga. The data sources processed were primary and secondary data. The sampling techniques used were purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data employed were in-depth interview, observation and documentation study. The data validity testing was done using source and method triangulations. Meanwhile the technique of analyzing data used was an interactive model data analysis.

The result of research showed that the participation of all stakeholders including the school principal, teacher and staff, students and parents has proceeded well. They were always involved indirectly in the decision making of program development. English mastery education and training as well as the technology understanding are also organized, but it has been conducted incompletely. The school party has also built the good networking system both locally and internationally. The curriculum adaptation has been done by establishing the sister school relationship. A variety of regulation discretions occur because of the limited resource as well as adapting to the existing condition.

Based on the result of research, it is expected that all stakeholders can increase their participation according to their own roles. The strong commitment and support are also required from all parties to make the program successful. The program-related education and training need to be improved effectively. The school needs to keep and improved its networking system in establishing the more planned and sustainable sister school relationship. In developing a regulation, all parties should consider the existing resource and condition.

Keywords: Participation, Networking, Discretion, RSBI Program

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimiliknya, termasuk Indonesia.

Pendidikan dalam makna yang sederhana, adalah proses pengembangan kepribadian manusia. Tanpa pendidikan, masyarakat tidak dapat melanjutkan kehidupannya. Perumusan proses pendidikan sebagai pengembangan kepribadian menjadi sangat luas dan kehilangan arah. Seharusnya pengembangan kepribadian seseorang harus disesuaikan dengan bakat masing-masing. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan yang selama ini dikaitkan dengan perumusan kebijakan publik pada hakikatnya bertumpu pada objek yang sama, yaitu manusia Indonesia sebagai subjek .

Di Indonesia, pendidikan bukan saja tidak diperhitungkan , melainkan juga tidak dikembangkan sebagai basis investasi modal. Padahal pendidikan akan sangat berperan dalam menata masyarakat Indonesia pada masa krisis sekarang ini dam juga sebagai proses justifikasi dalam menjadikan manusia yang mandiri dan kritis. Kebijakan kependidikan di negara kita kurang konsisten sehingga dapat berakibat fatal, terutama pada tahap pembinaan generasi muda. Apalagi sekarang Di Indonesia, pendidikan bukan saja tidak diperhitungkan , melainkan juga tidak dikembangkan sebagai basis investasi modal. Padahal pendidikan akan sangat berperan dalam menata masyarakat Indonesia pada masa krisis sekarang ini dam juga sebagai proses justifikasi dalam menjadikan manusia yang mandiri dan kritis. Kebijakan kependidikan di negara kita kurang konsisten sehingga dapat berakibat fatal, terutama pada tahap pembinaan generasi muda. Apalagi sekarang

Kebijakan pendidikan merupakan salah satu turunan dari kebijakan publik, yakni kebijakan publik khususnya di negara berkembang selalu dipahami sebagai kebijakan pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan menjadi kebijakan sentral yang harus bersaing dengan sektor lain untuk memperoleh prioritas. Di negara berkembang, seperti di Indonesia ini, kebijakan pembangunan infrastuktur, kebijakan pertahanan dan keamanan, serta politik lebih dikedepankan daripada kebijakan pendidikan. Akibatnya , kemajuan pendidikan pun akan berjalan lambat. Pendidikan yang selama ini kita jalankan ternyata tidak memberikan solusi apa-apa dan tidak mampu menyiapkan bangsa ini menjadi bangsa yang bermutu. Pendidikan juga tidak berhasil mewujudkan satu masyarakat Indonesia yang makmur berkeadilan, berdasarkan Pancasila. Semua hal itu menunjukkan betapa pendidikan telah beralih dari domain personal ke domain publik.

Kebijakan publik harus searah dengan kebijakan pendidikan yakni berlandaskan filsafat moral bahwa pendidikan hak semua rakyat. Pengertian yang tepat mengenai hakikat proses pendidikan akan melahirkan berbagai kebijakan pendidikan yang tepat. Selama ini kebijakan pendidikan terlalu diwarnai politik. Kehampaan pengertian mengenai proses pendidikan akan menghasilkan kekeliruan yang fatal karena berkenaan dengan perkembangan kehidupan manusia Kebijakan publik harus searah dengan kebijakan pendidikan yakni berlandaskan filsafat moral bahwa pendidikan hak semua rakyat. Pengertian yang tepat mengenai hakikat proses pendidikan akan melahirkan berbagai kebijakan pendidikan yang tepat. Selama ini kebijakan pendidikan terlalu diwarnai politik. Kehampaan pengertian mengenai proses pendidikan akan menghasilkan kekeliruan yang fatal karena berkenaan dengan perkembangan kehidupan manusia

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 dikemukakan beberapa permasalahan bidang pendidikan, sebagai berikut : Tingkat pendidikan penduduk dan dinamika perubahan struktur penduduk relatif masih rendah, sehingga belum sepenuhnya teratasi dalam pembangunan pendidikan. Terdapatnya kesenjangan tingkat pendidikan dan fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi juga belum tersedia secara merata. Kualitas pembangunan pendidikan pun dinilai relatif masih rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik dan meningkatkan kemampuan kewirausahaan lulusan. Pendidikan tinggi juga masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi, Selain itu, manajemen pendidikan yang belum berjalan secara efekif dan efisien , serta anggaran pendidikan itu sendiri yang belum tersedia secara memadai.

Sementara Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Statistik Pendidikan memberikan gambaran mengenai Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun 2006/2007 untuk jenjang pendidikan SMP/MTS mencapai 66,01 %, sedangkan untuk jenjang pendidikan SM/MA hanya mencapai 52,60 % (agussadeli.wordpress.com). Hal ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia bisa dikatakan masih rendah. Berdasarkan pendekatan analisis kebijakan publik maka permasalahan dan keadaan nyata saat ini harus menjadi bahan pertimbangan untuk perumusan kebijakan pembangunan bidang pendidikan ke depan.

Kebijakan pendidikan demokratis yang meliputi : hakikat pendidikan bagi warga negara, persamaan hak (equallity) dan keadilan (equity), isu pendidikan untuk semua (education for all) dan wajib belajar (compulsory education), merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Lebih lanjut batang tubuh UUD 1945 pasal 31, ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Penegasan serupa juga dituangkan dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif Lebih lanjut batang tubuh UUD 1945 pasal 31, ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Penegasan serupa juga dituangkan dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif

Perwujudan masyarakat berkualitas merupakan tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional pada bidangnya masing-masing. Hal tersebut diperlukan, terutama untuk mengantisispasi era globalisasi yang ditandai dengan persaingan sangat ketat dalam bidang teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk menguasai hal tersebut diperlukan penguasaan teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah bagi masyarakatm itu sendiri. Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sedangkan keunggulan SDM akan menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan dalam persaingan pada era global ini secara berkelanjutan dengan dukungan teknologi dan manajemen yang kuat, sebagai ciri khas pendidikan yang berkualitas.

Terkait dengan hal diatas, Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab mengembangkan sistem pengelolaan serta menggunakan kewenangannya menyiapkan SDM unggul lewat pembenahan sistem pendidikan nasional. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 50 ayat 3 menyatakan bahwa “Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang Bertaraf Internasional”.

Sesuai dengan amanat perundang-undangan, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, akan mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang memiliki potensi dan prestasi berdaya saing secara nasional maupun internasional.

Pelayanan pendidikan yang berkualitas tersebut diawali dengan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dikembangkan dengan memberikan jaminan kualitas kepada stakeholders. Keberhasilan penyelenggaraan program RSBI dapat pula menjadi bahan rujukan bagi lembaga penyelenggara pendidikan lain untuk memberi jaminan kualitas. Jika jaminan kualitas ini diimplementasikan secara luas, maka kualitas pendidikan secara nasional akan meningkat, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas pendidikan akan berdampak pada peningkatan kualitas SDM secara nasional, mengingat dewasa ini Pelayanan pendidikan yang berkualitas tersebut diawali dengan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dikembangkan dengan memberikan jaminan kualitas kepada stakeholders. Keberhasilan penyelenggaraan program RSBI dapat pula menjadi bahan rujukan bagi lembaga penyelenggara pendidikan lain untuk memberi jaminan kualitas. Jika jaminan kualitas ini diimplementasikan secara luas, maka kualitas pendidikan secara nasional akan meningkat, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas pendidikan akan berdampak pada peningkatan kualitas SDM secara nasional, mengingat dewasa ini

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan bahwa sebanyak 200 Sekolah Menengah Atas (SMA) dirintis menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Penyelenggaraan rintisan SMA bertaraf internasional ini dimaksudkan untuk mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia agar mampu bersaing secara internasional. Ditargetkan, sebanyak lebih dari 500 sekolah bertaraf internasional akan tersebar di seluruh Indonesia. Selain untuk meningkatkan mutu pendidikan, program ini juga untuk menghasilkan mutu lulusan yang diakui dan setara dengan tamatan sekolah pada negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya. Secara struktural dan kultural SMA harus berubah total. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Setiap kabupaten atau kota harus memiliki minimal satu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, serta SMK yang bertaraf internasional (www.sekolahkami.com).

Program rintisan SBI telah dimulai sejak tahun 2006 di sebanyak 100 sekolah dan tahun 2007 sebanyak 100 sekolah. Adapun indikator kinerja kunci (IKK) rintisan SMA bertaraf internasional antara lain adalah sekolah terakreditasi

A secara nasional, menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

dengan sistem kredit semester (SKS), sistem akademik berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari mata pelajaran yang sama pada sekolah unggul negara OECD. Jika proses pembelajaran di Indonesia ingin disejajarkan dengan Negara maju seperti diatas, maka harus berusaha untuk mengadaptasi sistem pendidikan internasional yang ada disana berkaitan juga dengan pemanfaatan teknologi. Proses pembelajaran di negara-negara OECD memang sudah berbasis teknologi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Milam Aiken (2009) di University of Missisippi menyebutkan bahwa pembelajaran kelas dengan menggunakan semacam sistem jaringan komputer dinilai lebih efektif, efisien, dan memuaskan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Joy Rosario dan Lunga Molapo (2005) menjelaskan pentingnya penggunaan teknologi informasi komputer bagi para pendidik dan pelajar untuk mengakses informasi dalam pembelajaran.

Indikator lainnya adalah menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam standar nasional. Berikutnya, proses pembelajaran suatu mata pelajaran menjadi teladan sekolah atau madrasah lainnya terutama dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian unggul. Selain itu, tenaga pendidik memenuhi standar pendidikan. Untuk SMA minimal 30 persen guru berpendidikan S2 atau S3 dari perguruan tinggi (PT) yang program studinya berakreditasi A, sedangkan tenaga kependidikan seperti kepala sekolah minimal berpendidikan S2 dari PT yang program studinya berakreditasi A .

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo juga menambahkan, dari sisi sarana prasarana harus dilengkapi perpustakaan yang tersambung ke Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan internet, dilengkapi ruang multimedia dan klinik. Sementara, dari sisi pengelolaan agar meraih sertifikat ISO 9001:2000 tentang tata kelola dan ISO 14.000 tentang lingkungan. Dalam hal ini, Sekolah diharapkan menjalin hubungan sister scholl dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri. Sekolah juga harus bebas narkoba, rokok, dan kekerasan. Adapun mata pelajaran yang diajarkan berupa aplikasi contoh. Bahasa dasar yang digunakan untuk mata pelajaran sain dan matematika adalah Bahasa Inggris. Namun, selain sain dan Matematika, pelajaran lainnya harus tetap menggunakan Bahasa Indonesia. Sementara itu, para siswa diharapkan mampu meraih medali tingkat internasional pada berbagai olimpiade sain, matematika, teknologi, seni, dan olah raga. Sementara dalam penyelenggaraan sekolah juga menerapkan prinsip kesetaraan gender. Mendiknas mengharapkan, pada masa mendatang Indonesia akan memperoleh lulusan-lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing baik di kancah nasional maupun internasional (www.sekolahkami.com).

Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Salatiga juga turut menyelenggarakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional( RSBI) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 50 Ayat 3. Adapun beberapa sekolah yang menyelenggarakan RSBI di Salatiga adalah SDN Salatiga

06 untuk jenjang pendidikan SD/MI, SMPN 2 Salatiga untuk jenjang pendidikan

SMP/MTS, SMKN 2 Salatiga untuk jenjang pendidikan SMK, sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA/MA adalah SMAN 1 Salatiga.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi fokus penelitian hanya di SMAN

1 Salatiga dengan alasan karena SMAN 1 Salatiga adalah sekolah pertama di Salatiga dan juga termasuk 100 sekolah di Indonesia yang merintis adanya Sekolah Bertaraf Internasional, yakni mulai tahun pertama (2006). SMA N 1 Salatiga juga sudah ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) pada tahun 2005 dengan nilai hasil kualifikasi amat baik, sehingga dengan penetapan tersebut, SMA N 1 Salatiga sudah termasuk dalam indikator kriteria penetapan sekolahan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Jadi, sampai tahun 2009 ini SMA N 1 Salatiga sudah terhitung hampir dua tahun menerapkan manajemen peningkatan mutu sekolah menuju Sekolah Bertaraf Internasional.

SMAN 1 Salatiga juga telah menjalin hubungan kemitraan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri dalam wujud adopsi/ adaptasi kurikulum pembelajaran negara-negara OECD seperti dengan Internasional Islamic School (IIS) Malaysia dan Brown Plains High School Queensland, Australia. Berbagai pelatihan/ seminar/ in house training terkait penguasaan Bahasa Inggris dan pemanfaatan Teknologi dan Informasi (TI) pun juga telah rutin dilaksanakan mengingat pentingnya hal tersebut. Namun selama perjalanan dalam proses implementasi program Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) ini, tentunya tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai masalah, penyimpangan, dan kendala yang muncul dalam tataran praktis yang mungkin belum terdeteksi secara dini, diantaranya adalah mengenai proses pembelajaran di SMA 1 Salatiga

yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya dapat mengadaptasi kurikulum dari Negara-negara OECD, sehingga dalam pembelajarannya belum secara utuh menggunakan bahasa Inggris serta memanfaatkan teknologi. Dalam implementasi program RSBI selama ini juga ditemukan berbagai kelonggaran aturan yang telah diterapkan. Adanya diskresi aturan semacam itu, kemungkinan diperlukan dalam rangka mendukung kelancaran program. Selain hal itu, kesatuan tekad dan komitmen yang tinggi dari semua warga sekolah dan stake holder juga kemungkinan diperlukan, mengingat selama ini dinilai semangatnya masih naik turun/ belum total dalam pengimplementasian program. Partisipasi dari masing- masing peran seluruh warga sekolah serta bagaimana membangun sistem jaringan dengan berbagai pihak/ stake holder yang belum maksimal selama ini, juga kemungkinan akan mempengaruhi peningkatan keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan pengembangan program. Melihat permasalahan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam bagaimana proses implementasi program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMA N 1 Salatiga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana proses implementasi program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA N 1 Salatiga, dilihat dari:

a. Partisipasi komponen sekolah (kepala sekolah, guru/karyawan, siswa, dan orang tua) pada pengambilan keputusan dalam pengembangan program sekolah.

b. Sistem jaringan (networking) yang telah dibentuk/ dibangun.

c. Diskresi aturan yang terjadi dalam program.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak penulis capai dalam penelitian ini adalah antara lain untuk :

1. Mengetahui bagaimana Partisipasi komponen sekolah (kepala sekolah, guru/karyawan, siswa, dan orang tua) pada pengambilan keputusan dalam pengembangan program sekolah.

2. Menjelaskan bagaimana sistem jaringan (networking) yang telah dibentuk/ dibangun.

3. Mengetahui bagaimana diskresi aturan tersebut terjadi dalam pengimplementasian program.

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak SMA 1 Salatiga dalam mengembangkan implementasi program RSBI.

2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dalam pengimplementasian program RSBI.

3. Diharapkan bisa memberikan peluang bagi penelitian yang lebih lanjut.

4. Digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Landasan Teori

1. Implementasi Kebijakan

Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab (1991 : 54), implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya keputusan tersebut berbentuk undang-undang namun bisa juga berupa perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting ataupun keputusan badan peradilan, dimana pada umumnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, tujuan yang dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya.

Van Meter dan Van Horn dalam Solichin Abdul Wahab (1991: 51) merumuskan definisi implementasi kebijaksanaan negara sebagai tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu / pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003: 19) menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertangung jawab untuk melaksanakan program tapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan soial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan baik yang positif maupun yang negatif.

Proses implementasi merupakan fase yang sangat penting dalam keseluruhan proses tahap pembuatan kebijakan. Udoji dalam Solichin Abdul

Wahab (1991: 45) mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan . Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Berdasarkan beberapa pengertian implementasi diatas, dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan

merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan yang dilakukan oleh stake holder (individu-individu / pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta) yang menyangkut perilaku badan administratif, jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial dalam rangka pencapaian tujuan yang sesuai dengan keputusan kebijakan.

Proses implementasi tidak harus selalu didasarkan pada kepentingan state (pemerintah) tetapi bisa pula didasarkan pada kepentingan stakeholder di luar pemerintah. Ada kecenderungan bahwa implementasi menuntut dilibatkannya partisipasi masyarakat atau orang-orang yang terkena kebijakan untuk ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan; juga dalam implementasi tidak menutup kemungkinan dilakukannya diskresi sebagai suatu tindakan yang mencerminkan kelonggaran dalam melaksanakan hukum, demi terciptanya keadilan terutama dalam kelompok-kelompok yang belum beruntung; demikian pula didalam implementasi suatu program ada kecenderungan dituntutnya tindakan secara network sehingga suatu aktivitas menuntut adanya praktek-praktek kerjasama baik itu terhadap institusi sejenis, selevel atau kelompok organisasi yang tidak sejenis baik dalam besaran, keluaran, dan kapasitas ( Sudarmo, 2008).

Dalam pada governance : Proses implementasi menuntut atau memungkinkan dilibatkannya partisipasi masyarakat, karena dengan demikian akan terjadi kontrol oleh masyarakat terhadap pelaksanaan aktivitas kebijakan yang dilakukan yang bisa meminimalisir kerugian pada pihak masyarakat itu sendiri, sehingga stakeholder penting dalam proses implementasi. Demikian pula implementasi suatu kebijakan akan berhasil atau tidak juga dipengaruhi oleh seberapa kuat dan bagaimana jaringan stakeholder dilakukan. Disamping itu, mengingat proses implementasi sering dilandasi oleh peraturan perundang- undangan maka dimungkinkan menemui kendala-kendala karena kekakuan hukum itu ketika diimplementasikan, sehingga agar peraturan tersebut dapat diimplementasikan dan dengan harapan bisa mencapai sasaran atau tujuan, maka diskresi sering pula dilakukan ( Sudarmo, 2008 ; Hajer dan Wagenar, 2003).

Stake holder adalah orang atau pihak yang bisa memberi nilai baik itu berupa pemanfaatan, kerugian, stakeholder juga bisa diartikan sebagai orang terpengaruhi atau dipengaruhi oleh action, kebijakan, atau program (Sudarmo, 2008). Berkaitan dengan penelitian ini, maka proses implementasi program RSBI dapat diartikan sebagai pelaksanaan kebijakan RSBI yang dilakukan oleh stake holder ( para guru, kepala sekolah, para siswa, komite/ orang tua wali, dsb) yang menyangkut perilaku badan administratif yang kemungkinan mengarah pada lembaga sekolah( baik kepala sekolah/ guru dengan orang tua siswa maupun kepala sekolah/ guru dengan siswa itu sendiri). Selain itu, proses implementasi ini menyangkut tentang jaringan kekuatan-kekuatan politik yang dibangun, kemungkinan hal ini adalah bagaimana partisipasi orang tua/siswa terhadap Stake holder adalah orang atau pihak yang bisa memberi nilai baik itu berupa pemanfaatan, kerugian, stakeholder juga bisa diartikan sebagai orang terpengaruhi atau dipengaruhi oleh action, kebijakan, atau program (Sudarmo, 2008). Berkaitan dengan penelitian ini, maka proses implementasi program RSBI dapat diartikan sebagai pelaksanaan kebijakan RSBI yang dilakukan oleh stake holder ( para guru, kepala sekolah, para siswa, komite/ orang tua wali, dsb) yang menyangkut perilaku badan administratif yang kemungkinan mengarah pada lembaga sekolah( baik kepala sekolah/ guru dengan orang tua siswa maupun kepala sekolah/ guru dengan siswa itu sendiri). Selain itu, proses implementasi ini menyangkut tentang jaringan kekuatan-kekuatan politik yang dibangun, kemungkinan hal ini adalah bagaimana partisipasi orang tua/siswa terhadap

2. Partisipasi

Partisipasi merupakan unsur esensial dalam proses implementasi. Partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Menurut Erwan dalam (Dwiyanto, 2005: 189) Partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting atau cirri-ciri eksistensi sistem pemerintahan yang demokratis, disini tidak hanya dilihat sebagai keterlibatan publik dalam pemilihan umum, tetapi juga dalam berbagai aktivitas politik lain yang berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat banyak. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan merupakan hal penting yang harus dilakukan di negara yang menganut paham demokrasi. Partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan stake holders adalah cara untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa pembuatan kebijakan publik dilakukan secara demokratis. Demokrasi hanya akan memiliki arti ketika masyarakat atau warga negara sebagai stake holder utama selalu dilibatkan dalam proses pembuatan semua jenis kebijakan publik yang dihasilkan oleh pemerintah.

Prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan good governance ini sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan cara melihat masyarakat tidak hanya sebagai pelanggan

(customer) melainkan sebagai warga negara yang memiliki Negara sekaligus pemerintahan yang ada didalamnya (owner).

UNDP sebagaimana yang dikutip oleh Joko Widodo (2007: 116) bahwa Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingnnya. Partisipasi seperti itu, dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

Menurut Rukminto (2008: 111) partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Moelyarto dalam Hessel (2005) menempatkan partisipasi sebagai komponen strategis pendekatan pembangunan sosial, dengan asumsi dasarnya bahwa rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir dari pembangunan, dimana partisipasi merupakan akibat logis dan dalil tersebut.

Sedangkan Lukman Sutrisno dalam Hessel (2005) menempatkan partisipasi sebagi style of development yang berarti bahwa partisipasi dalam kaitannya dengan proses pembangunan haruslah diartikan sebagi suatu uasaha mentransformasikan sistem pembangunan, dan bukan sebagai suatu bagian dari usaha system maintenance.

Menurut Keith dalam Hessel (2005) unsur partisipasi ada tiga : pertama Adanya keterlibatan mental dan emosi individu dalam melakukan aktifitas Menurut Keith dalam Hessel (2005) unsur partisipasi ada tiga : pertama Adanya keterlibatan mental dan emosi individu dalam melakukan aktifitas

Menurut Jim dan Frank (2008: 285) pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses inklusif yang akan diwujudkan. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat.

Dari berbagai definisi tentang partisipasi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat adalah: Keterlibatan masyarakat (stake holder) berupa aktivitas-aktivitas baik secara langsung atau tidak, dalam proses pembuatan kebijakan sistem pembangunan, sehingga masyarakat akan tumbuh kesadaran dan kepemilikannya. Konsep partisipasi kaitannya dengan implementasi program RSBI di SMA 1 Salatiga ini bisa diartikan sebagai keterlibatan stake holder (kepala sekolah, guru/ staf karyawan, siswa, dan orang tua) berupa aktivitas-aktivitas baik secara langsung atau tidak, dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga mereka akan tumbuh kesadaran Dari berbagai definisi tentang partisipasi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat adalah: Keterlibatan masyarakat (stake holder) berupa aktivitas-aktivitas baik secara langsung atau tidak, dalam proses pembuatan kebijakan sistem pembangunan, sehingga masyarakat akan tumbuh kesadaran dan kepemilikannya. Konsep partisipasi kaitannya dengan implementasi program RSBI di SMA 1 Salatiga ini bisa diartikan sebagai keterlibatan stake holder (kepala sekolah, guru/ staf karyawan, siswa, dan orang tua) berupa aktivitas-aktivitas baik secara langsung atau tidak, dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga mereka akan tumbuh kesadaran

3. Jaringan (Networking)

Dalam proses implementasi program RSBI ini, konsep jaringan memang suatu hal yang tidak bisa ditinggalkan. Tanpa adanya sistem jaringan yang kuat program ini akan sulit berkembang. Menurut Riant dan Tilaar (2008: 223) konsep ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan (networking) aktor-aktor yang independent. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebut lah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya. Pada teori ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masing- masing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral jaringan yang menjadi penentu dari implementasi di kebijakan dan keberhasilannya.

Sedangkan menurut Sudarmo (2008) melalui linking social capital, individu dan kelompok masyarakat lemah dalam strata sosial bisa menjalin network dengan mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dan kekuasaan serta kejayaan yang lebih besar sehingga melalui jaringan ini mereka bisa memperbaiki kapasitasnya terhadap akses, informasi, serta ide-ide yang Sedangkan menurut Sudarmo (2008) melalui linking social capital, individu dan kelompok masyarakat lemah dalam strata sosial bisa menjalin network dengan mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dan kekuasaan serta kejayaan yang lebih besar sehingga melalui jaringan ini mereka bisa memperbaiki kapasitasnya terhadap akses, informasi, serta ide-ide yang

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep jaringan/networking adalah proses interaksi diantara aktor terutama bagi individu/ kelompok masyarakat lemah yang menjalin networking/ hubungan dan kerjasama dalam tingkat lokal, regional, bahkan internasional dengan kelompok yang mempunyai kekuasaan/ kejayaan yang lebih besar, sehingga diperoleh suatu akses, informasi dan ide-ide yang bermanfaat bagi individu/ kelompok lemah tersebut.

Pemahaman konsep jaringan dalam konteks analisis program RSBI ini diartikan sebagai pemahaman tentang implementasi RSBI sebagai suatu proses interaksi diantara aktor yang terlibat dalam kesuksesan implementasi program RSBI di SMA N 1 Salatiga. Pihak SMA N 1 Salatiga membina hubungan interaksi dengan kelompok-kelompok/ institusi terkait dalam tingkat lokal. Dari hubungan interaksi kerja sama tersebut diharapkan akan mendapatkan keuntungan berupa pengalaman, ide-ide, pengatahuan, atau informasi yang bermanfaat bagi pengembangan program. Sedangkan dalam tingkat internasional, hubungan interaksi dibangun terkait pengembangan model adaptasi pada standar proses pendidikan dari sekolah unggul salah satu negara anggota OECD. Salah satu negara anggota OECD yang akan ditunjuk oleh SMA N 1 Salatiga tersebut dinilai mempunyai keunggulan dalam hal proses pembelajarannya sehingga melalui hubungan kerjasama/ jaringan dapat memperoleh akses informasi dan ide-ide yang dikembangkan disana. Dengan adanya proses interaksi melalui berbagai Pemahaman konsep jaringan dalam konteks analisis program RSBI ini diartikan sebagai pemahaman tentang implementasi RSBI sebagai suatu proses interaksi diantara aktor yang terlibat dalam kesuksesan implementasi program RSBI di SMA N 1 Salatiga. Pihak SMA N 1 Salatiga membina hubungan interaksi dengan kelompok-kelompok/ institusi terkait dalam tingkat lokal. Dari hubungan interaksi kerja sama tersebut diharapkan akan mendapatkan keuntungan berupa pengalaman, ide-ide, pengatahuan, atau informasi yang bermanfaat bagi pengembangan program. Sedangkan dalam tingkat internasional, hubungan interaksi dibangun terkait pengembangan model adaptasi pada standar proses pendidikan dari sekolah unggul salah satu negara anggota OECD. Salah satu negara anggota OECD yang akan ditunjuk oleh SMA N 1 Salatiga tersebut dinilai mempunyai keunggulan dalam hal proses pembelajarannya sehingga melalui hubungan kerjasama/ jaringan dapat memperoleh akses informasi dan ide-ide yang dikembangkan disana. Dengan adanya proses interaksi melalui berbagai

4. Diskresi

Dalam proses implementasi sering kali berbagai aturan yang telah dibuat belum sepenuhnya dapat mencakup berbagai hal/ kebutuhan yang terjadi di lapangan, untuk itu diperlukan adanya diskresi kebijakan. Dwiyanto dalam Hessel (2005) menjelaskan bahwa diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam regulasi yang baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu bentuk kelonggaran pelayanan yang diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa. Pertimbangan untuk melakukan diskresi adalah adanya realitas bahwa suatu kebijakan atau peraturan tidak mungkin mampu merespons banyak aspek dan kepentingan semua pihak sebagai akibat adanya keterbatasan prediksi para aktor atau stakeholders dalam merumuskan kebijakan atau peraturan

Chandler dan Plano dalam Hessel (2005 : 43) mengungkapkan bahwa : “Administrative discretion is the freedom administrators have to make

choice which determine how a policy will be implemented. Administrative discretion is the result of the inter action between politics and administration”

Dalam implementasinya, tindakan diskresi diperlukan sebagai kewenangan untuk menginterpretasikan kebijakan yang ada atas suatu kasus yang belum atau tidak diatur dalam suatu ketentuan yang baku. Diskresi secara teori adalah penyimpangan. Prinsip dalam diskresi adalah menyatakan bahwa Dalam implementasinya, tindakan diskresi diperlukan sebagai kewenangan untuk menginterpretasikan kebijakan yang ada atas suatu kasus yang belum atau tidak diatur dalam suatu ketentuan yang baku. Diskresi secara teori adalah penyimpangan. Prinsip dalam diskresi adalah menyatakan bahwa