PWG BAGI ORANG TUA berekonomi

Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus
Mata Kuliah
: Teori Pendidikan Kristen (3 SKS)
Masa Kuliah
: Primo (18-30 Januari 2016)
Dosen
: Bp. B.S. Sidjabat, Ed.D/ Ib. Hani Rohayani, M.Th
Tugas
: Pengganti UAS: Makalah
Mahasiswa
: Melvin Mamangkai
Waktu penyerahan
: Senin, 13 Juni 2016 (Perbaikan)

PAK/ PWG Bagi Ibu Tentang Pola Asuh Terhadap Anak Selama Masa KehamilanBatita di GBI Kebonjati 25 Bandung
Pendahuluan
Membangun sebuah konsep PAK/PWG merupakan hal penting bagi seorang pendidik
Kristen karena konsep inilah yang menentukan arah dari praktek PAK/PWG. Sebuah konsep
harus memiliki landasan yang kuat, penulis menggunakan tujuh landasan dari Pazmino yaitu
landasan Alkitab, teologis, filsafat, sejarah, sosiologi, psikologi,dan kurikuler. Pazmino
memberikan gagasan yang luas, sistematis, objektif, dan tetap berdasar pada kebenaran

firman Tuhan. Dalam tulisan ini, penulis menyusun sebuah konsep PAK/ PWG ditujukan bagi
para ibu di tempat pelayanan penulis tentang pentingnya pola asuh terhadap anak selama masa
kehamilan-batita. Pembahasan mencakup konteks pelayananan, tujuh landasan dari Pazmino,
strategi pembelajaran dari Groome (melibatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran)
yang diintegrasikan dalam landasan kurikuler, dan penutup.

Isi
Proses mengandung sembilan bulan, melahirkan, dan pertumbuhan batita
membutuhkan pendampingan setiap waktu. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab bagi
ibu yang harus dikerjakan dengan sukacita. Memahami bahwa anak adalah titipan Tuhan yang
berharga, maka kehadirannya layak untuk dipersiapkan dengan baik dan diasuh sesuai dengan
firman Tuhan. Peran ibu sangat penting dalam masa-masa ini. Dobson mengemukakan
pentingnya hubungan ibu dan bayi, ia berkata “tidak ada maksud untuk membesar-besarkan
apa yang disebut ‘ikatan batin’ antara ibu dan anak. Kualitas hubungan itu akan berdampak
seumur hidup dan bahkan dapat menentukan hidup atau mati” (2006:109), karena menurutnya
“bayi memiliki kebutuhan emosi yang penting. Diantaranya adalah belaian, hubungan,
kemantapan, pengasuhan, dan jaminan” (2006:113).

Konteks Pelayanan
Pembinaan ini ditujukan bagi para ibu di GBI Kebonjati 25 Bandung yang baru

menikah, sedang mengandung, dan yang memiliki anak batita. Beberapa dari mereka adalah
ibu yang bekerja di luar rumah dan lainnya ibu rumah tangga. Pergumulan yang dihadapi oleh
para ibu: Pertama, seorang ibu yang sedang mengandung bergumul antara pekerjaan dan
mengasuh anak, ia ingin mengasuh anak namun berat jika harus meninggalkan pekerjaan.
Kedua, pergumulan seorang ibu dalam mengasuh anak yang kedua (jarang bergaul, menangis
sambil berteriak-teriak), pengakuan ibu ini, dia sebenarnya belum siap dengan anak kedua
karena anak pertama pada saat itu baru berusia enam bulan. Ketiga, pengalaman penulis yang
pernah mengalami syndrome baby blues1, syndrome ini berdampak pada emosi ibu ketika
mengasuh bayi karena emosi sang ibu menjadi tidak stabil (sering menangis). Keempat,
beberapa ibu mengakui “cukup kelelahan” dan kadang ada perasaan bahwa tidak memiliki
waktu pribadi, waktu dan tenaga tersita dengan kehadiran sang bayi. Kelima, beberapa ibu
yang memutuskan tidak memberikan ASI kepada bayinya karena bergumul merasa ASI
kurang, padahal ASI bukan hanya merupakan asupan gizi terbaik bagi bayi namun memiliki
dampak psikologi bagi hubungan ibu dengan bayi. Keenam, pergumulan ibu ketika harus
melakukan tugas di rumah maupun pelayanan, sedangkan anak tidak ada yang mengurus, hal
ini menyebabkan kesulitan, sehingga bayi di bawah tiga tahun diberikan gadget untuk
sementara agar tidak mengganggu aktivitas, namun sebenarnya ibu mengetahui kalau hal ini
kurang tepat.
Gereja setempat belum pernah melakukan pembinaan bagi para ibu secara spesifik
tentang pengasuhan anak selama masa kehamilan-batita, sehingga menurut penulis perlu

diadakan pembinaan tentang hal ini sehingga para ibu bisa memahami tentang tugas dan
tanggung jawab sebagai ibu (dampak hubungan ibu dan anak) dan juga memahami
perkembangan sejak masa kehamilan-batita sehingga ibu bisa memberikan respon dan
keputusan untuk menjalani masa-masa ini dengan sukacita dari Tuhan.
Tujuh landasan bagi Pembinaan Kaum Wanita tentang Pola Asuh Anak Selama Masa
Kehamilan-Batita (Robert W. Pazmino)
1. Landasan Alkitab
 Pentingnya anak di hadapan Tuhan. Daud berkata “Sebab Engkaulah yang membentuk
buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu
1 Sindrom baby blues, adalah gangguan emosi ringan terjadi dalam kurun waktu dua minggu setelah ibu
melahirkan. Ada pula yang menyebutnya dengan istilah lain seperti maternity blues atau post partum
blues.Sesuai dengan istilahnya – blues – yang berarti keadaan tertekan, sindroma ini ditandai dengan gejalagejala gangguan emosi seperti sering menangis atau mudah bersikap berang
(https://id.theasianparent.com/sindrom-baby-blues/).

oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku beanrbenar menyadarinya. Tulangku-tulangku tidak terlindungi bagi-Mu, ketika aku
dijadikan di tempat tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling
bawah; matamu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis
hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya”(Mzm 139:13-16).
Allah juga berfirman kepada Yeremia “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim
ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku

telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsabangsa (Yer. 1:5). Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang membentuk janin
dalam kandungan ibunya dan Allah memiliki rencana atas setiap anak. Dalam PB,
Yesus menunjukkan pentingnya seorang anak “Biarkanlahanak-anakitu, janganlah
menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah
yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 19:14).
 Pentingnya asuhan seorang ibu bagi anak.
 Ibu Musa (Kel. 2:9-10) “Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: ‘Bawalah
bayi ini dan susukanlah dia bagiku... ‘Kemudian perempuan itu mengambil bayi
itu dan menyusuinya. Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri
Firaun...” Musa berada dalam asuhan ibunya selama masa menyusui dan setelah
besar2 diberikan kepada puteri Firaun. Swindoll berkata bahwa“di dalam anugerah
Allah dan di dalam rencana-Nya. Musa mungkin dibiarkan untuk tinggal bersama
keluarganya cukup lama untuk menegakkan akar kehidupan Ibraninya dan belajar


tentang Allah Abraham, Ishak, dan Yakub” (2005:53).
Hana (1Sam.1:22) “...Nanti apabila anak itu cerai susu, aku akanmengantarkan dia,
maka ia akan menghadap kehadirat TUHAN dan tinggal di sana seumur
hidupnya.” Setelah Samuel kanak-kanak, Hana menyerahkannya kepada imam Eli.
Imam Eli memiliki dua orang anak kandung yaitu Hofni dan Pinehas, dan

keduanya jahat dimata Tuhan (1 Sam. 2:12-17). Namun, sekalipun Samuel tinggal
dengan mereka, Samuel tidak tercemar dengan tingkah laku mereka. Samuel
diasuh oleh Hana selama masa batita, hal ini memberikan dampak besar ketika
Samuel berada di dalam lingkungan keluarga imam Eli, Samuel tetap memiliki



perilaku yang baik, tidak memberontak kepada otoritas.
Maria (Ibu Yesus). Ketika malaikat Gabriel menyampaikan pesan Tuhan kepada
Maria, ia berkata “Sesungguhnya aku ini adalah hambaTuhan; jadilah padaku

2“Kita tidak diberitahu berapa lama ia menjaga anak itu, namun ayat selanjutnya dimulai dengan sekelompok
tanda. “Ketika anak itu telah besar...” (ayt 10). Catatan ini memberi kesan bahwa ia menjaga anak itu lebih lama
dari masa penyapihan, tiga atau empat tahun. Ia memiliki anak itu sementara sedang bertumbuh” (Swindoll,
2005:53).

menurut perkataanmu itu. (Luk. 1:38). Hal ini menunjukkan penerimaan Maria
kepada bayi yang ada di dalam kandungannya. Walaupun secara manusia situasi
Maria sulit karena hamil di luar nikah, dan Yusuf pada awalnya takut mengambil
Maria menjadi isterinya (Mat. 1:20), namun tidak ada ayat yang mengindikasikan

bahwa Maria frustrasi dengan keadaan tersebut. Ia percaya pada kedaulatan Allah
yang telah berfirman dan Yesus hidup dalam asuhan Yusuf dan Maria (Luk 1:51).


Ia menerima bayi dalam kandungannya.
Dalam Ul. 6:4-9 Allah memberikan tanggung jawab bagi orang tua Israel mendidik
anak-anak mereka mengasihi Tuhan Allah yang Esa dan hal ini diajarkan setiap
hari. Dalam surat Paulus kepada Titus, perempuan-perempuan muda harus dididik
untuk mengasihi suami dan anak-anaknya (Tit. 2:4-6). “Dalam Titus 2:4 muncul
kata BahasaYunani‘phileoteknos.’ Kata ini secara khusus menyatakan‘kasih-ibu.’
Ide yang terkandung dalam kata ini antara lain ‘lebih menyukai’ anak-anakkita,
‘memperhatikan’ mereka, ‘membesarkan’mereka, ‘memeluk mereka dengan kasih
sayang , ‘mencukupi’ kebutuhan mereka, dan ‘berteman’ dengan lemah lembut.”

(Got Questions Ministries).
Berdasarkan beberapa contoh para ibu dalam Alkitab ini, kita bisa melihat bahwa
penerimaan sejak dalam kandungan dan pengasuhan selama masa kehamilan-batita
memberikan dampak yang besar bagi anak ketika mereka beranjak dewasa, dan Allah juga
memberikan perintah khusus kepada orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lingkungan
keluarga merupakan lingkungan awal bagi pendidikan anak.

2. Landasan Teologi
Landasan teologis bagi PAK tentang pentingnya pengasuhan seorang ibu bagi seorang
anak sejak masa kehamilan-batita dapat dilihat dari sifat dan karya Allah:


Anak adalah ciptaan Allah. Allah adalah Pencipta. Manusia adalah makhluk ciptaan
Allah yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, laki-laki dan perempuan
(Kej. 1:26-27) dan diberikan kuasa atas ciptaan yang lain (Kej. 1:26). Allah
memberikan mandat kepada manusia untuk beranak cucu (Kej. 1:28). Manusia adalah
makhluk yang mulia (Mzm. 8:5-6) dan berharga di mata Allah (Yes. 43:4). Setiap anak
berharga dimata Allah dan kehadiran-nya merupakan rancangan Allah. Ketika seorang
ibu mengandung, ia harus menyadari bahwa ia sedang menerima mandat untuk
mengasuh anak yang berharga yang dipercayakan Tuhan, sehingga ia menyambut



kehadiran anak tersebut dengan sukacita.
Manusia membutuhkan keselamatan karena semua manusia berdosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah termasuk bayi sejak dalam kandungan sudah mewarisi


dosa turunan dari manusia pertama, dan upah dosa adalah maut (Rom.3:23; 6:23). Dosa
merupakan pemisah antara manusia dengan Allah (Yes. 59:1-2). Dampak dari dosa
manusia kehilangan persekutuan yang hidup dengan Allah, hubungan manusia dengan
manusia dan lingkungan alam juga menjadi rusak. Manusia cenderung egois,
mementingkan diri sendiri. Manusia membutuhkan seorang Juruselamat. Allah
mengasihi manusia sehingga Allah mengambil inisiatif melakukan karya keselamatan
dengan mengutus Yesus Kristus menjadi jalan pendamaian bagi manusia, sehingga
setiap orang yang percaya kepada Yesus memiliki jalan kepada Allah yang kudus (Ibr.
10:19-20) dan kehidupannya dibaharui kembali. Oleh karena itu, tujuan PAK yang
pertama haruslah diarahkan untuk membawa setiap anak menerima Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Dalam pengasuhan, ibu bukan hanya mendidik
anak dalam hal karakter namun yang terutama adalah anak harus di bawa kepada
Kristus untuk diperdamaikan dengan Allah.


Allah adalah Pengajar, Pendidik, Penuntun bagi umat-Nya. Sejak awal Allah
menciptakan manusia, Allah memberikan aturan-aturan, hukum-hukum yang harus
ditaati oleh Adam dan Hawa untuk mereka tetap berada dalam batasan dan ketetapan
Allah. Ia memberikan arahan kepada Nuh, Abraham, Ishak, Yakub. Ia menuntun
mereka berjalan di dalam rencana-Nya. Lebih lanjut, ia memberikan tuntunan kepada

bangsa Israel melalui Musa, memberikan sepuluh hukum Taurat, memberikan aturanaturan yang sangat detail dalam menjalani kehidupan baik dalam hubungannya dengan
diri-Nya sebagai Allah, sesama manusia (hak-hak sesama manusia), dan lingkungan
alam yang ada. Ia memberikan para nabi untuk menegor mereka ketika mereka keliru.
Ia memberikan hikmat kepada Salomo untuk mengajarakn jalan hikmat, pengertian
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam PB, Yesus mengajarkan cara hidup yang
benar sebagai anak Allah dalam khotbah di bukit (Mat. 5-7), mengajarkan kasih kepada
Allah dan manusia sebagai perintah yang penting (Mat. 22: 36-40). Paulus menekankan
tentang kehidupan sebagai anak-anak terang, ciptaan yang baru (Efs. 4:17-5:20). Di
sepanjang Alkitab dipenuhi oleh tuntunan Allah kepada umat melalui pengajaran,
teguran, aturan, hukum. Allah adalah Allah yang mengajar, menuntun, menasihati,
menegur agar umat-Nya untuk memastikan anak-anak-Nya selalu berada di jalan yang
benar. Allah memberikan Alkitab yang adalah firman Allah yang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Allah memakai berbagai macam cara
dan orang untuk mengajar umat-Nya. Orang tua adalah sarana Allah untuk dipakai

mengajar anak alam jalan-jalan-Nya. Seorang ibu yang memiliki kedekatan sejak masa
kehamilan-batita harus menggunakan setiap waktu untuk mengajar anak dalam jalan
Tuhan, karena Allah memakai ibu untuk menuntun anak dalam jalan kebenaran.
3. Landasan Filsafat



Metafisika. Metafisika adalah cabang filsafat yang berusaha memecahkan masalah
hakikat sebuah realitas. “Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama
dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan sekitarnya, maka ia memiliki
dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada” (Gandra,
2013). Seorang anak perlu memahami hakikat dirinya (antropologi) sebagai makhluk
jasmani dan rohani, sebagai makhluk individu dan sosial, makhluk yang bermoral dan
ber-Tuhan, dan sebagai ciptaan. Sebagai ciptaan, maka pemahaman tentang Pencipta
(teologi) juga harus diajarkan. Anak juga akan bersinggungan dengan alam semesta
dan ciptaan yang lainnya sehingga kosmologi juga harus diajarkan. Dalam perspektif
kekristenan manusia dipandang sebagai ciptaan Allah yang diciptakan serupa dan
segambar dengan Allah (Kej. 1:26-27) dan diberi kuasa atas ciptaan yang lain (Kej.
1:28). Namun, manusia telah jatuh di dalam dosa yang mempengaruhi hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan ciptaan yang
lain. Kedua realitas ini merupakan aspek penting untuk dipahami oleh orang tua,
sehingga dalam mendidik anak orang tua akan terlebih dahulu membawa anak kepada




keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Epistemology. Epstimology yaitu cabang filsafat yang “berkaitan dengan pengetahuan,
apa itu kebenaran?” (Pazmino, 2008:93). Kekristenan memberikan keleluasan dalam
mendalami ilmu pengetahuan dalam batasan firman Tuhan. Pendidikan anak
dipengaruhi oleh epsitemology, karena dalam pendidikan pasti ada “muatan
pengetahuan” dan “bagaimana muatan pengetahuan itu disampaikan” agar bisa
dimengerti oleh anak. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang hal-hal yang
ada dan sedang terjadi di sekitarnya. Disinilah peranan orang tua sangat penting,
pengetahuan kebenaran yang dimiliki oleh orang tua itulah yang secara otomatis akan
diajarkan kepada anak. Orang tua Kristen harus memiliki pengetahuan “siapa” yang
disebut sebagai kebenaran dan bagaimana mengajarkan muatan kebenaran tersebut
kepada anak dan menggunaka alat/sarana yang tepat dalam penyampaian. Pengetahuan



inilah yang akan membekali anak ke depan ketika berinteraksi dengan dunia sekuler.
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang nilai-nilai. Nilai erat
kaitannya dengan pendidikan, karena dalam pendidikan anak diajarkan nilai-nilai.
Setiap orang tua sebagai pendidik harus memiliki nilai-nilai dan tujuan yang akan
diajarkan kepada anak. Nilai-nilai ini berkaitan dengan etika (prinsip dan praktek

moral), “dalam pandangan Kristen etika berkaitan dengan realitas dosa dan panggilan
sebagai orang Kristen untuk melayani dan berkorban dalam dunia” (Pazmino,
2008:101); dan estetika (keindahan dan dimensi kreatif) “dalam pandangan Kristen
estetika didasarkan pada fakta bahwa Allah menciptakan dunia yang indah; yang
artinya setiap manusia bertanggung jawab menghargai dan menciptakan keindahan’
(Pazmino, 2008:101). Nilai-nilai etika dan estetika yang dianut orang tua sangat
menentukan karena nilai-nilai inilah yang akan ditularkan kepada anak.
4. Landasan Sejarah
Belajar dari sejarah membukakan kepada kita bahwa sejak dulu peranan orang tua
(keluarga) sudah dipandang memiliki peranan yang penting dalam pendidikan anak. Dalam
kebudayaan Israel, orang tua memiliki kewajiban untuk mengajarkan tentang “Allah yang Esa
dan mengasihi Allah”, ini diajarkan kehidupan sehari-hari(Ul. 6:4-9). Pada zaman gereja
Purba, seorang tokoh PAK bernama Yohanes Chrysostomus (347-407) menyadari pentingnya
peranan orang tua dalam mendidik anak, ia berkata bahwa “Manfaatkanlah masa permulaan
kehidupan anak sesuai dengan panggilan saudara selaku ibu-bapa. Yang pertama yang
menerima keuntungan apabila anak itu baik tidak lain dari pada Anda sendiri.” (Boehlke,
2000:117). Ia menggambarkan orang tua sebagai pemahat atau pelukis yang bekerja setiap
hari dalam mengasuh anak. Yohanes Amos Comenius (1592-1670), Bapak pendidikan
Modern, khusus membuat sekolah kelahiran yang mempersiapkan orang tua untuk siap
mengasuh anak, Comenius menyarankan agar orang tua memanfaatkan waktu ini dengan
baik, secara khusus ditujukan kepada ibu karena ibulah yang membawa janin dalam rahim
dan juga yang memberikan ASI kepada anaknya. Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), pada
zamannya ia melihat bahwa banyak ibu yang tidak menyusui bayinya dan menyerahkannya
kepada dayah (inang pengasuh), peranan dayah hanya sebentar dan setalah itu dayah pergi
dan hubungan yang sudah terbangun dengan sang dayah begitu saja terputus, hal ini akan
memberikan dampak negatif bagi rasa aman anak. Rousseau menekankan bahwa menyusui
bayi merupakan tanggung jawab ibu, anak berhak untuk diberikan ASI oleh ibunya “Pada saat
semua ibu rela menyusui bayinya, justru pada waktu itu akhlak warga masyarakat akan
diperbaharui secara mencolok.” Friederich W. A Froebel (1782-1852) melihat masa
ketergantungan seorang anak dengan ibunya sejak lahir sampai usia tiga tahun merupakan
masa yang penting, menurutnya senyuman seorang bayi “...sebagai perasaan dari hubungan
sosial dengan sang ibunya (Boehlke, 2015:312) bahkan tunas perasaan agamawi ditumbuhkan
dari hubungan ibu dan bayi. Peranan ibu juga penting saat menemani bayi berbaring dengan
mengajak bermain, juga saat di pangkuan, diajak berkomunikasi. Horace Bushnell (18021876) melihat bahwa ketika seorang ibu sedang mengandung, emosi seorang ibu akan

mempengaruhi janin yang ada dalam kandungan, oleh sebab itu seorang ibu memerlukan
ketenangan jiwa karena hal itu akan dikomunikasikan kepada bayinya.
5. Landasan Sosiologi
Menurut Pazmino “yang termasuk landasan sosiologi yaitu sosiologi dan antropologi,
khususnya, budaya antropologi” (2008:168), lebih lanjut ia menjelaskan bahwa “untuk
mengerti proses pendidikan Kristen, harus mengacu pada budaya dan masyarakat”
(2008:168). Ia juga berpendapat bahwa “Budaya di mana orang dilahrikan memberikan
mereka jendela di dunia” (Pazmino, 2008:171). Setiap anak dilahirkan dalam sebuah keluarga
(terdiri dari ayah dan ibu) yang berasal dari kebudayaan tertentu, inilah lingkungan sosial
pertama yang memberikan pengaruh besar dalam kehidupan seorang anak. Hubungan dan
komunikasi yang anak lihat antara ayah dan ibu, antara dirinya dengan ayah atau ibu akan
membentuk pola komunikasi dan kepribadian anak. Hubungan dan pola komunikasi yang
benar akan menghantarkan anak membangun kehidupan sosial yang baik pada lingkungan
yang lebih luas.
6. Landasan Psikologi
Menurut Theodore Lidz dari departemen psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas
Yale “tidak ada periode lain dalam kehidupan seseorang yang begitu mengubah dirinya secara
fisik maupun perkembangan seperti selama masa kehamilan. Selain itu, tidak ada bagian dari
pengalaman hidupnya yang akan disatukan dengan begitu solid dalam dirinya, dan menjadi
bagian dirinya tanpa bisa diubah, seperti masa bayinya” (Meier, 2009:16). Salah satu teori
psikologi yang mengemukakan tentang dampak hubungan yang kuat antara bayi dan orang
terdekatnya (ibu) adalah teori keterikatan kecemasan dari John Bowlby. Ada 4 masa
keterikatan-kecemasan:Masa refleks (0-3 bulan), masa muncul keterikatan (3-6 bulan), masa
mempertahankan hubungan dengan ibu (6 bulan-3 tahun), masa kerja sama (3 tahun ke atas).
Keterikatan bayi pada ibu sangat ditentukan oleh ibu.Ada dua jenis keterikatan: (1)
Keterikatan aman tampak pada bayi saat berpisah, ditinggal dan bertemu ibu (rewel, gelisah,
rewel, arahkan pandangan terakhir melihat ibu); (2) Keterikatan tidak aman tampak pada
sikap ibu yang tidak paham, acuh dan kasar.Keterikatan yang cukup antara ibu dan bayi akan
menyehatkan psikologi anak, menjadi dasar untuk eksplorasi lingkungan, dan menjadi sumber
rasa aman bagi anak. Pemberian ASI juga merupakan faktor penting yang menciptakan ikatan
antara ibu dan bayi. Menurut Erickson (teori sosial-emosional) masalah utama bayi adalah
percaya dan tidak percaya dan hal ini ditentukan oleh kelekatan bayi dengan ibu. Kelekatan
inilah yang menentukan interaksi sosial anak dengan orang lain (Meier, 2004:5).
7. Landasan Kurikulum.

Menurut Pazmino dalam membuat sebuah kurikulum unsur konten dan pengalaman
harus ada.3 Oleh sebab itu, penulis menggunakan strategi pembelajaran dari Groome. Pazmino
membekali pendidik Kristen prinsip dasar membuat kurikulum dengan menyajikan
pertanyaan-pertanyaan dasar: (a) Apa yang secara khusus harus diajarkan?; (b) mengapa
bidang/ area tersebut harus diajarkan?; (c) dimana proses mengajar dilakukan?; (d) bagaimana
pengajaran akan dilakukan?; (e) kapan berbagai bidang/area tersebut diajarkan?; (f) siapa
yang diajar dan siapa yang mengajar?; dan (g) apa prinsip organisasi yang menyatukan semua
hal tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menghasilkan sebuah kurikulum yang
bisa diaplikasikan dalam sebuah pembinaan.
Berikut penulis menyajikan garis besar kurikulum pembinaan bagi ibu tentang pola
asuh terhadap anak sejak kehamilan-batita di GBI kebonjati 25 Bandung berdasarkan prinsip
dasar membuat kurikulum.
a. Tema
: Pola Asuh Ibu Terhadap Anak Sejak Masa Kehamilan-Batita.
b. Tujuan Umum
:


Tujuan kognitif: Supaya setiap ibu mengerti bahwa anak adalah anugerah Tuhan dan
berharga di mata Tuhan.
Supaya setiap ibu mengerti bahwa dirinya memiliki peranan penting dalam
mengasuh anaknya.



Tujuan afektif: Supaya setiap ibu menghargai masa kehamilan dan tanggung
jawabnya dalam mengasuh anak setelah kelahiran.



Tujuan aplikatif: Supaya setiap ibu melakukan tugas mengasuh anaknya mulai dari
kandungan dan setelah kelahiran.

c. Tempat
: Ruang Ibadah Umum GBI Kebonjati 25 Bandung.
d. Strategi pengajaran : Shared Christian Praxis dari Groome. Unsur-unsur penting dalam
shared Christian Praxis ialah:
 Situasi pada masa kini yang harus disadari dan dipahami.
 Aktivitas refleksi kritis terhadap situasi.
 Dialog atau percakapan.
 Memahami kisah iman kristiani pada masa lalu.
 Pemahaman tentang rencana dan kehendak Allah atas situasi pada masa kini.
 Hermeneutika dialektis dalam upaya memahami kebenaran firman Tuhan
berhadapan dengan pemikiran kita sendiri. (Sidjabat, 2009:292-294).
e. Waktu
: Kamis, Pkl. 10.00-12.00 WIB.

3Pazmino mengutip apa yang disampaikan Louis LeBar “konten Kristen tanpa pengalaman adalah kosong dan
pengalaman tanpa konten adalah buta. Tantangan dalam membangun kurikulum adalah menggabungkan kedua
unsur yaitu konten dan pengalaman sehingga siswa dipengaruhi dan ditransformasi oleh kebenaran Allah”
(Pazmino, 2008:232-233)

f. Pengajar

: Penulis dan ibu gembala; peserta: Pasangan yang baru menikah, ibu hamil,

ibu yang memiliki batita.
g. Menggunakan prinsip kurikulum ziarah, membimbing peserta didik untuk mengadakan
sebuah perjalanan pembelajaran yang melibatkan mereka (strategi pembelajaran Groome,
keterlibatan aktif).

Pertemuan 1: “Sukacita Mengandung”
(Penerimaan Janin dalam Kandungan)
1. Sapaan pembukaan (5 menit).
2. Pujian “Kau telah memilihku” dan doa pembukaan (10 menit).
3. Pujian sebelum firman Tuhan “Firman-Mu pelita bagi kakiku” (5 menit)
4. Pembelajaran:
a. Menonton sebuah video dampak penolakan anak dalam kandungan (Kick Andy:
Kesaksian Gloria Atmaja) (11 menit). Ibu Gloria adalah anak yang tidak diharapkan
oleh orang tuanya karena alasan ekonomi dan karena anak yang sudah banyak (enam
anak sebelumnya) sehingga ibunya berusaha untuk menggugurkannya dengan berbagai
cara mulai dari minum ramuan sampai pijat perut, namun usaha tersebut tidak berhasil
dan akhirnya Gloria lahir, namun dia lahir dengan cacat fisik (tangan dan kaki tidak
normal), hal ini menyebabakan ia hidup minder, hubungan Gloria dengan mamanya
juga tidak baik, mamanya kurang meresponi dia. Gloria bertemu dengan Yesus dan
mengalami pemulihan , sekarang beliau menjadi seorang aktivis yang menggalakkan
agar para ibu tidak melakukan aborsi, menerima bayi dalam kandungan, karena ada
konsekuensi besar atas anak dan hubungan dengan ibu ketika anak tidak diterima
dalam kandungan.
b. Melakukan refleksi kritis atas situasi tersebut (peserta diberikan kesempatan untuk
menyatakan pendapatnya pada point a): Alasan-alasan penolakan anak (masalah
ekonomi, sudah memiliki anak banyak, dsb) dan akibat atas penolakan anak. (14
menit).
c. Mempelajari sumber-sumber kristiani: (dipimpin oleh pembicara) (30 menit).


Landasan Alkitab: Pembentukan anak sejak dalam kandungan Mazmur 139: 13-16;
Yeremia 1:5.



Menonton sebuah video: pembentukan janin dalam kandungan (7 menit)

Belajar dari Maria, ibu Yesus yang menerima Anak dalam kandungannya sekalipun



situasi yang Maria hadapi cukup sulit.
Landasan psikologis: Perubahan-perubahan hormon yang terjadi selama masa



kehamilan yang mempengaruhi kondisi fisik dan emosi ibu yang akan
mempengaruhi janin dalam kandungan.
d. Diskusi kelompok (1 kelompok 3 orang). Setiap ibu diberikan kesempatan untuk
membagikan hal-hal yang diperoleh atas sharing firman Tuhan yang dibagikan juga
harapan, kerinduan, keinginan, serta cita-cita para ibu pada masa kini. (15 menit).
e. Setiap ibu diberikan kesempatan untuk membuat keputusan atas pembelajaran yang
dilakukan dengan mengemukakan hal tersebut kepada sesama rekan dalam
kelompok, kemudian diakhiri dengan saling mendoakan dalam kelompok kecil
secara bergantian mendukung keputusan yang telah dibuat untuk hidup sesuai
firman Tuhan. (10 menit).
5. Pujian “Terimakasih Tuhan” dan doa penutup (5 menit)
6. Acara kebersamaan (15 menit).

Pertemuan 2: “Pasca Melahirkan dan Pemberian ASI”
1. Sapaan pembukaan (5 menit).
2. Pujian “Betapa ajaib Engkau Tuhan” dan doa pembukaan (10 menit).
3. Pujian sebelum firman Tuhan “Ubah hatiku” (5 menit).
4. Pembelajaran:
a. Membagi kemasan susu formula kepada setiap ibu “ASI adalah pemberian terbaik ibu
bagi bayi”. (5 menit)
b. Melakukan refleksi kritis pada point a: Alasan-alasan ibu tidak memberikan ASI,
namun susu formula dan dampaknya (10 menit).
c. Mempelajari sumber-sumber iman kristiani dan sumber-sumber pendukung lainnya:
(35 menit).


Landasan Alkitab: Mempelajari kehidupan Hana dan ibu Musa sebagai contoh ibu
yang dengan sukacita mengusahakan agar bayinya tetap mendapat perawatan
darinya sejak kelahirannya, salah satunya dengan memberikan ASI kepada
anaknya.



Mengatasi syndrome baby blues.



Pentingnya pemberian ASI secara fisik dan psikologi; dan MP ASI (kemauan ibu
dalam menyediakan MP ASI bagi bayi, bukan mencari makanan instan merupakan

bagian dari pengasuhan yang baik), jeuga belajar dari tokoh pendidikan JeanJacques Rousseau dan kehidupan para ibu di zamannya tentang pentingnya
pemberian ASI bagi bayi (1712-1778).
 Pola komunikasi ketika memberikan ASI.
d. Diskusi kelompok (1 kelompok 3 orang). Setiap ibu diberikan kesempatan untuk
membagikan hal-hal yang diperoleh atas sharing firman Tuhan yang dibagikan juga
harapan, kerinduan, keinginan, serta cita-cita para ibu pada masa kini. (15 menit)
e. Setiap ibu diberikan kesempatan untuk membuat keputusan atas pembelajaran yang
dilakukan dengan mengemukakan hal tersebut kepada sesama rekan dalam kelompok,
kemudian diakhiri dengan saling mendoakan dalam kelompok kecil secara bergantian
mendukung keputusan yang telah dibuat untuk hidup sesuai firman Tuhan. (15 menit).
5. Pujian “Bapa terimakasih” dan doa penutup (5 menit).
6. Acara kebersamaan (15 menit).

Pertemuan 3: “Investasi Waktu yang Berharga”
1. Sapaan pembukaan (5 menit).
2. Pujian “Bapa Engkau Sungguh Baik” dan doa pembukaan (10 menit).
3. Pujian sebelum firman Tuhan “Ku tahu Bapa p’liharaku” (5 menit).
4. Pembelajaran:
a. Drama (7 menit).
Dua orang wanita yang berteman ketika kuliah bertemu kembali dan terjadilah sebuah
percakapan:
Wanita 1: Jadi sekarang loe nggak kerja? Kok bisa/ Loe nggak bosen?
Wanita 2: Kerja kan nggak harus tiap hari ke kantor. Gw masih bisa kerja di rumah
sambil ngurus anak.
Wanita 1: Nah, exactly my point, sayang aja lulusan UI akhirnay Cuma ngurus anak.
Wanita 2: Justru hebat dong, anak gw diurus sama sarjana lulusan UI, dibanding anak
loe yang diasuh sama pembantu lulusan SD.
Wanita 1: (senyum kecut).
b. Melakukan refleksi kritis pada point a. (13 menit).
c. Mempelajari sumber-sumber kristiani (35 menit)


Pentingnya peranan ibu dalam mengasuh batita (Ulangan 6:4-9; Titus 2:4-6).



Allah sebagai pendidik bagi umat-Nya dan memberikan otoritas kepada orang tua
dalam mendidik anak.



Mengajarkan anak tentang keselamatan di dalam Kristus dan nilai-nilai hidup
dalam Kristus sejak dini.



Memahami kebutuhan batita. Kebutuhan batita:


Kebutuhan fisik.



Kebutuhan nalar.



Kebutuhan pengendalian diri.



Membangun dasar kepercayaaan (melalui bermain bersama).



Pekerjaan dan mengasuh anak.



Membagi waktu dengan baik.

d. Diskusi kelompok (1 kelompok 3 orang). Setiap ibu diberikan kesempatan untuk
membagikan hal-hal yang diperoleh atas sharing firman Tuhan yang dibagikan juga
harapan, kerinduan, keinginan, serta cita-cita para ibu pada masa kini. (15 menit)
e. Setiap ibu diberikan kesempatan untuk membuat keputusan atas pembelajaran yang
dilakukan dengan mengemukakan hal tersebut kepada sesama rekan dalam kelompok,
kemudian diakhiri dengan saling mendoakan dalam kelompok kecil secara bergantian
mendukung keputusan yang telah dibuat untuk hidup sesuai firman Tuhan. (10 menit).
5. Pujian “terimakasih Tuhan” dan doa penutup (5 menit).
6. Acara kebersamaan (15 menit).
Penutup
Konsep PAK/PWG bagi ibu selama masa kehamilan-batita menunjukkan betapa
pentingnya peranan seorang ibu untuk secara aktif mengasuh anaknya sendiri dengan sukacita
karena masa-masa ini adalah masa-masa dimana ibu akan menjadi pribadi yang begitu dekat
dengan sang bayi, bayi akan belajar banyak hal dari sang ibu, dan ini akan menjadi salah satu
hubungan yang akan memberikan pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian anak,
emosinya, kehidupan sosialnya, dan kehidupan rohaninya.Pengasuhan anak sejak kehamilanbatita merupakan tanggung jawab dargi Tuhan ygang harus dikerjakan dengan sukacita.
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Bohlke, Robert R.
2000 Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Jilid 1.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bohlke, Robert R.
2015 Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Jilid 2.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Dobson, James

2006 Mendidik Putera Anda. Jakarta: Immanuel.
Meier, Paul D., dkk.
2009 Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen. Jogjakarta: Andi.
Otto, Donna
1991 The Stay At Home Mom. Oregon: Harvest House Publisher.
Pazmino, Robert W.
2008 Foundational Issues in Christian Education. Michigan: Baker Academic.
Sidjabat, B. S.
2008 Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta: Andi Offset.
2009 Mengajar Secara Profesional. Bandung: Kalam Hidup.
Sawitri, Ria
2016 Makalah PAK Sepanjang Hayat (Teori Keterikatan Kecemasan: John Bowlby).
STAT.
Swindoll, Charles R.
2005 Musa. Jakarta: Nafiri Gabriel.
Thiessen, Henry C.
2003 Teologi Sistematika: Malang: Gandum Mas.
Sumber Internet:
Got Questions Ministries. Apa Kata Alkitab Mengenai Menjadi Seorang Ibu?
http://www.gotquestions.org/Indonesia/ibu-Kristen.html.Diunduh, 25 April 2016, Pkl.
18.38 WIB.
Gandra, Muhazir.//kopite-geografi.blogspot.co.id/2013/05/peranan-filsafat-pendidikan.html,
diunduh 25 Mei 2016, Pkl. 23.34 WIB.
https://id.theasianparent.com/sindrom-baby-blues/. Diunduh, 28 Mei 2016, Pkl. 20.42 WIB.