Mengajar Politik untuk Demokrasi docx

Chapter 33
What Kind of Citizen? The Politics of Educating for Democracy
(Joel Westheimer and Joseph Kahne)

Disusun Sebagai Tugas Akhir
Mata Kuliah Teori dan Konsep Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Dr. Samsuri, S.pd., M.Ag.

Oleh :
Basariah, S.pd.
15730251030

S2 Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Yogyakarta
Semester Ganjil 2015

Chapter 33
What Kind of Citizen? The Politics of Educating for Democracy
(Joel Westheimer and Joseph Kahne)
A.


Pendahuluan
Gagasan demokrasi menempati tempat istimewa dalam masyarakat AS.

Semua orang percaya demokrasi menjadi hal yang paling diinginkan. Pendidik,
pembuat kebijakan, aktivis politisi, dan masyarakat sama-sama mengejar puluhan
agenda untuk perubahan di bawah bendera untuk memajukan demokrasi. Sifat
keyakinan yang mendasari mereka, bagaimanapun, berbeda. Judul "what kind of
citizen?" digunakan untuk menarik perhatian pada spektrum ide-ide tentang
bagimana warga negara yang baik dan bagaimana warga negara yang baik
diwujudkan oleh program pendidikan demokrasi nasional. Subjudul "the politics
of educating for democracy" untuk menggarisbawahi keyakinan bahwa konsepsi
sempit dan ideologi konservatif kewarganegaraan yang tertanam dalam berbagai
upaya saat pengajaran demokrasi. Hal tersebut mencerminkan bukan adanya
pilihan yang sewenang-wenang atau keterbatasan pedagogis, melainkan pilihan
politik yang memiliki konsekuensi politik.
Dalam demokrasi, warga memiliki partisipasi yang aktif. Namun, pada
kenyataannya, masih banyak kendala untuk warga dalam berpartisipasi.
Partisipasi yang dilakukan hanya sebatas kegiatan sosial di lingkungannya padahal
sebagai warga negara, seseorang harus mengetahui bagaimana pemerintah bekerja

membentuk kebijakan dsb. Untuk itu, studi ini dilakukan untuk melihat sejauh
mana signifikansi dari efek dari program yang ditimbulkan pada siswa. Program
yang dilaksanakan di tempat yang berbeda.
1

B.

Sinopsis
Pendidik dan pembuat kebijakan semakin mengejar program-program yang

bertujuan untuk memperkuat demokrasi melalui pendidikan kewarganegaraan,
belajar di lapangan dan melalui pengembangan pedagogi yang lainnya. Para filsuf,
sejarawan, dan ilmuan politik telah lama mendebatkan konsepsi dari
kewarganegaraan untuk kemajuan demokrasi. Konsepsi dari warga negara yang
baik menggambarkan konsep dari masyarakat yang baik. Berbagai konsepsi dari
kewarganegaraan juga memiliki signifikansi dan implikasi terhadap kurikulum.
Walter Parker menjelaskan tiga konsep yang sangat berbeda dari pendidikan
warga untuk masyarakat demokratis, yakni tradisional, progresif, dan maju.
Dalam


pandangan

Walter

Parker,

tradisionalis

menekankan

pada

pemahaman tentang bagaimana pemerintah bekerja dan batasan konten tradisional
serta memiliki komitmen terhadap nilai-nilai seperti inti demokrasi yakni,
kebebasan berbicara atau kebebasan umum. Progresif memiliki visi untuk
menguatkan demokrasi dan menekankan pada partisipasi masyarakat dalam
berbagai bentuk. Kemudian yang terakhir menurut Parker adalah warganegara
yang maju menjadi salah satu hal yang ingin dibangun di atas perspektif progresif
dengan lebih menekankan perhatian antara pluralisme dan asimilasi.
Dalam pandangan penulis lain yang lebih dikenal dengan orang-orang kiri

lebih menekankan pada kebutuhan akan adanya kritik sosial dan perubahan
struktural

atau

lebih

cenderung

pada

visi

konservatif

pendidikan

kewarganegaraan. Kelompok ini mengajukan hubungan antara kewarganegaraan

2


dan karakter daripada harus melihat masalah yang ada sebagai bentuk struktural
akan tetapi mereka lebih menekanakan kepada masalah dalam masyarakat yang
disebabkan oleh kekurangan pribadi. Beberapa pendidik mencerminkan visi
liberal kewarganegaraan seperti yang tecantum dalam tulisan John Rawls dengan
tujuan sebagai contoh untuk mengenali variasi perspektif dalam kebaikan yang
ada dalam masyarakat majemuk. Dalam padangan ini, apa yang dibutuhkan warga
adalah persiapan untuk masyarakat yang ditandai dengan pluralisme yang tahan
lama. Selain itu, visi lainnya menekankan untuk mempersiapkan informasi
pemilih,

mempersiapkan

individu

untuk

musyawarah

masyarakat


dan

mempersiapkan siswa agar bisa menganalisis kebijakan dan prioritas sosial
dengan kritis. Ada sebuah susunan yang luas dan berharga dari perspektif
mengenai jenis warga negara yang menyatakan bahwa demokrasi membutuhkan
jenis kurikulum yang dapat membantu mencapai tujuan demokrasi.
Westheimer dan Kahne menyoroti beberapa dimensi politik dalam upaya
mendidik warga yang demokratis. Ada tiga jenis kewarganegaraan yang
diungkapkan meskipun tidak begitu lengkap. Dalam proses penelitiannya, tidak
fokus pada strategi yang digunakan pendidik untuk mencapai tujuan demokrasi,
akan tetapi lebih kepada konsep yang bervariasi dari tujuan itu sendiri.

3

1.

Tiga Jenis warganegara
Bagaimana jenis kewarganegaraan yang dibutuhkan untuk mendukung


masyarakat demokratis yang efektif. Untuk menjawab pertanyaan ini, ditemukan
tiga visi kewarganegaraan yang sangat membantu dalam membuat berbagai
variasi seperti warga negara yang bertanggung jawab secara pribadi, warga negara
partisipatif, dan keadilan yang berorientasi warganegara. Dapat dilihat pada tabel
berikut;
Jenis warga negara
Personally responsible citizen
Participatory citizen
Justice-oriented citizen
Description
Active
member
of Critially assesses social,
Act

responsibly

in

community.


his/her community organizations political, and economic
andor

improvement structures to see beyond

Works and pays taxes obeys efforts.

sureface causes.

laws.

Organizes

community Seeks out and addresses

Recycles, gives blood

efforts to care for those in areas of injustice.


Volunteers to lend a hand in need, promote economic Knows about democratic
times of crisis.

development, or clean up social movements and
environment

how to effect systemic

Knows how government change.
agencie work
Knows

strategies

accomplishing
Sample action

collective

tasks

Helps to organize a food Explores why people are

Contributes food to a food drive
drive
Core assumptions

for

hungry and acts to solve

root causes.
To solve social problems To solve social problems

To solve social problems and and

improve

4

society, and


improve

society,

improve society, citizens must citizens

must

have good character; they must participate

actively citizens must question,

and

take debate,

and

change

be honest, responsible, and leadership positions within established syestems and
law-abiding members of the established systems and structures that repsoduce
community

community structure

patterns of injustice over
time.

Ketiga kategori jenis warga negara tersebut dipilih berdasarkan kepuasan dari
pilihan yang diajukan kepada warga dengan tiga kriteria:
1. Mereka sejalan dengan perspektif teoretis yang menonjol seperti yang
diuraikan di atas
2. Mereka menyoroti perbedaan penting dalam cara-cara pendidik dalam
memahami pendidikan demokratis, yaitu mereka membingkai perbedaan
yang memiliki implikasi signifikan bagi politik pendidikan untuk
demokrasi, dan
3. Mereka mengartikulasikan ide-ide dan cita-cita yang diminati dengan
praktisi (guru, administrator, dan desainer kurikulum).
Setiap visi kewarganegaraan mencerminkan satu set yang relatif berbeda
dari tujuan teoretis dan kurikuler. Program yang mempromosikan keadilan
berorientasi warganegara tidak selalu mempromosikan tanggung jawab pribadi
atau warganegara partisipatif. Lebih lengkapnya dijelaskan jenis warganegara;

5

a.

Warga negara pribadi bertanggung jawab
Warga negara yang bertanggung jawab secara pribadi bertindak secara

bertanggung

jawab

dalam

masyarakatnya

seperti

memungut

sampah,

mendonorkan darah , daur ulang, mematuhi hukum dan membayar hutang.
Program berusaha untuk mengembangkan warga yang bertanggung jawab secara
pribadi berusaha untuk membangun karakter dan tanggung jawab pribadi dengan
menekankan kejujuran, integritas, disiplin diri, dan kerja keras.
Orang-orang yang terlibat dalam gerakan pendidikan karakter sering
memajukan

perspektif

tersebut.

Karakter

Hitungan!

Koalisi,

misalnya,

menganjurkan mengajar siswa untuk memperlakukan orang lain dengan hormat,
berurusan damai dengan kemarahan, menjadi perhatian dari perasaan orang lain,
mengikuti Aturan Emas, menggunakan sopan santun, dan sebagainya. Program
lain yang berusaha untuk mengembangkan warga yang bertanggung jawab secara
pribadi berharap untuk memupuk kasih sayang dengan melibatkan siswa dalam
kegiatan sukarela.
b.

Warga negara partisipatif
Pendidik yang lain melihat warga negara yang baik sebagai orang-orang

yang secara aktif berpartisipasi dalam urusan sipil dan kehidupan sosial
masyarakat di tingkat lokal, negara bagian atau tingkat nasional. Untuk
menciptakan warga negara partisipatif pendidikan harus ditekankan pada usaha
mempersiapkan siswa terlibat secara kolektif dengan upaya berbasis masyarakat.
Program pendidikan yang direncanakan untuk pengembangan warganegara

6

partisipatif lebih fokus pada mengajarkan siswa bagaimana organisasi pemerintah
dan masyarakat bekerja dan melatih siswa untuk merencanakan serta
berpartisipasi dalam upaya yang terorganisir untuk membantu orang yang
membutuhkan atau untuk memandu kebijakan sekolah. Dapat digambarkan jika
warga negara yang bertanggung jawab secara pribadi akan memberikan kaleng
makanan kepada para tunawisma, maka warganegara partisipatif yang akan
memberikan makanannya.
c.

Keadilan berorientasi warga negara
Para pendidik berorientasi keadilan berpendapat bahwa warganegara yang

demokratis membutuhkan kesempatan untuk menganalisis dan memahami
interaksi sosial, ekonomi dan kekuatan politik. Visi dari keadilan beorientasi
warganegara mirip dengan warganegara partisipatif, yakni menekankan pada kerja
kolektif yang terkait dengan kehidupan dan isu-isu masyarakat. Program dalam
jenis warganegara ini menekankan perlunya amal dan kesukarelaan sebagai tujuan
dari diri sendiri. Warganegara ini lebih mencari akar penyebab dari suatu masalah
yang ada dalam masyarakat.
Diantara konsep demokrasi dan kewarganegaraan, tanggung jawab pribadi
menjadi perhatian yang lebih besar terutama dari pendidikan karakter dan gerakan
pelayanan masyarakat. Namun, hal tersebut tidak memadai dengan tantangan
dalam mendidik warganegara demoratis. Dalam membentuk warga negara
demokratis dapat pula diupayakan membentuk tanggung jawab pribadi
warganegara berbasis sekolah. Pendidik di sekolah membentuk warga yang

7

memiliki tanggung jawab pribadi sehingga tidak ada generasi muda yang
berbohong, menipu, atau mencuri.
Seringkali, teori demokrasi berbaur antara komitmen untuk berpartisipasi
dengan komitmen untuk berkeadilan. Mengembangkan komitmen untuk
partisipasi masyarakat dan keadilan sosial serta membina kepasitas untuk
memnuhi komitmen tersebut akan mendukung pengembangan masyarakat yang
lebih demokratis. Harus diwaspadai asumsi yang menyatakan bahwa komitmen
partisipasi masyarakat dengan komitmen keadilan sosial adalah sama. Kedua
orientasi tersebut pada kenyataannya memiliki implikasi berbeda terhadap
pendidik.
Dalam studi ini, fokus pada diskusi tentang tujuan kewarganegaraan
berorientasi partisipatif dan berorientasi keadilan. Hal ini dilakukan karena dua
alasan. Pertama, kurangnyaa model yang bertanggung jawab secara pribadi
sebagai sarana warga untuk berkembang. Kedua, adanya konflik dan keterbatasan
yang menyamakan tanggung jawab pribadi dengan kewarganegaraan demokratis.
Program dari studi ini bekerjasama dengan siswa SMA yang dirancang
untuk mendukung pengembangan pemahaman demokrasi dan komitmen
kewarganegaraan. program yang akan dijalankan terdiri dari dua yang disebut
dengan

“Madison

county

youth

in

public

service”

bertujuan

untuk

mengembangkan warga partisipatif dan “Bayside students for justice,”, bertujuan
untuk mengembangkan warga berorientasi keadilan.

8

a.

Madison county youth in public service
Dalam pelaksanaan program ini melibatkan dua orang guru bidang studi

sosial di masyarakat pedesaan. Siswa diprogramkan untuk ikut berpartisipasi
dalam melakukan tindakan sosial sebagai warga negara. Tujuan dari program ini
untuk mengajarkan siswa bagaimana pemerintah bekerja, membantu siswa untuk
menyadari pentingnya aktif dan terlibat dalam isu-isu masyarakat, dan
memberikan siswa keterampilan yang diperlukan dalam keterlibatan warga efektif
dan informatif.
Program madison bertujuan untuk mempromosikan partisipasi masyarakat
sesuai dengan visi kewarganegaraan partisipatif untuk menghubungkan layanan
konten akademis, dan untuk memberikan pengalaman penelitian bermakna.
Program ini cukup berhasil dalam mencapai tujuannya. Dengan melibatkan siswa
dalam proyek-proyek di masyarakat, program ini telah sukses secara signifikan
dalam membuat proses belajar yang relevan dengan siswa. Siswa dapat
menyampaikan pengetahuan praktis tentang bagaimana untuk terlibat dalam
urusan masyarakat. Selain itu, program ini dapat menunjukkan kepada siswa
bagaimana pelajaran di kelas dapat digunakan untuk pekerjaan sipil di
masyarakat. Program ini dapat membuat pendidikan warganegara lebih bermakna
bagi siswa. Namun, program ini tidak menumbuhkan pemahaman tentang
keadilan berorientasi warganegara dari penyebab struktural atau akar masalah.
Kurikulum juga mengembangkan keinginan siswa untuk berpartisipasi
dalam urusan sipil dan memberi rasa bahwa mereka bisa membuat perbedaan

9

dalam kehidupan orang lain. Melalui pengalaman langsung berpartisipasi dalam
masyarakat sipil dapat memberikan keyakinan mereka akan pentingnya
keterlibatan sipil.
Hasil survei yang dilakukan selama pelaksanaan program ini terhadap efek
pada siswa, seperti siswa menyatakan mereka memiliki keyakinan besar bahwa
mereka memiliki tanggung jawab pribadi untuk membantu orang lain,
kepercayaan

mereka

bahwa

pemerintah

harus

membantu

warga

yang

membutuhkan, perasaan yang kuat bahwa mereka bisa menjadi pemimpin yang
efektif, dan peningkatan rasa bahwa mereka bisa membuat perbedaan di
komunitas mereka. Namun, program ini tidak menunjukkan hasil yang sigifikan
dalam lankah-langkah yang berkaitan dengan keadilan berorientasi warga negara.
b.

Bayside students for justice: mengembangkan keadilan berorientasi
warga
Program ini dilaksanakan di sebuah sekolah tinggi perkotaan yang

dikembangkan oleh sekelompok guru. Program yang dilaksanakan ini terinspirasi
dari deklarasi PBB tentang HAM. Guru-guru mengembangkan kurikulum Bayside
dengan siswa dari beragam suku, bahasa, dan status sosial ekonomi, dan 40% di
antaranya tinggal di perumahan publik.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan aktivitas masyarakat dan
berusaha untuk mengajarkan siswa bagaimana untuk mengatasi masalah struktural
ketidakadilan dan keadilan yang membawa perubahan sosial. Selain itu, dengan
pelaksanaan kurikulum ini, siswa nantinya akan peka dengan kebutuhan dan

10

perspektif dari sesama warga yang beragam, memberikan pelajaran pada siswa
untuk mengenalai ketidakadilan dan kritis menilai akar penyebab masalah sosial,
dan memberikan siswa pemahaman tentang bagaimana mengubah sistem dan
struktur yang didirikan.
Seperti halnya program Madison, Bayside juga sukses dalam memenuhi
semua tujuan yang ingin dicapai meskipun kurikulum, tujuan, dan efek pada siswa
berbeda secara signifikan. Seorang siswa yang ikut dalam program ini
menyatakan pentingnya membuat belajar bermakna dalam kelas mereka. Siswa
Bayside menunjukkan rasa peningkatan keberhasilan sipil, kemungkinan
disebabkan pengalaman mereka di masyarakat, dan keyakinan meningkat terhadap
pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka yang
membutuhkan.
2.

Kritik dan analisis struktural sosial
Kelas terbaik terlihat pada program Bayside. Salah satu guru pendiri

program ini melihat pemahaman tentang keadilan sosial sebagai komponen
penting dari informasi kewarganegaraan. Oleh karena itu, dinding-dinding kelas
dihiasi dengan poster-poster dengan kutipan dari pendidik terenal, pemimpin
agama, dan kritikus sosial. Selain itu, siswa diberikan isu-isu kekerasan yang
teradi di sekitar komunitas mereka, termasuk kekerasan dalam rumah tangga,
pelecehan anak, dan kekerasan. Sedangkan di kelas, siswa difokuskan pada
penyebab dan konsekuensi dari kekerasan dalam hidup mereka dan dalam

11

komunitas mereka. Cara ini dapat melibatkan siswa dalam diskusi kekuatan sosial
politik, dan ekonomi yang memiliki kontribusi terhadap kekerasan.
Tidak seperti banyak program lain yang menekankan tanggung jawab
pribadi (seperti program pendidikan karakter), pendekatan Bayside ini tidak hanya
menasehati siswa untuk mengadopsi nilai-nilai atau perilaku seperti pengendalian
diri, kejujuran, ketepatan waktu, dan merawat orang lain. Akan tetapi, pendekatan
ini juga melakukan kritik secara implisit terhadap struktur sosial.
3.

Signifikansi konsep politik yang berbeda dari kewarganegaraan
Perbandingan antara program Madison dengan Bayside lebih ditekankan

pada dampak yang ditimbulkan pada siswa. program Madison ternyata memiliki
dampak yang kuat pada komitmen siswa untuk partisipasi masyarakat. Siswa
dengan detail bisa menggunakan keterampilan serta pengetahuan mereka untuk
memperoleh bagaimana pemerintah bekerja. Akan tetapi program madison tidak
membuat siswa mengetahui penyebab suatu masalah meskipun mereka memiliki
tanggung jawab pribadi dan menyadari pentingnya partisipasi dalam masyarakat.
Sehingga perspektif siswa tentang isu-isu dalam masyarakat seperti penyebab
struktural kemiskinan tidak berubah.
Sementara itu, siswa dari program Bayside berbicara tentang perlunya
bentuk keterlibatan sipil yang membahas isu-isu keadilan sosial dan kritik tingkat
makro masyarakat. Dibandingkan dengan siswa dari program Madison, siswa
Bayside lebih menekankan pada kritik sosial secara lebih signifikan, tetapi
keterampilan teknokratis terkait dengan partisipasi agak kurang.

12

Konteks sosial dan norma-norma politik masyarakat tertentu jug dapat
membentuk keputusan kurikuler dan dampak terhadap siswa. Misalnya, program
Madison dan Bayside, terletak di komunitas yang sangat berbeda. Mungkin saja
lingkungan program Bayside sekolah perkotaan dengan siswa yang beragam lebih
cocok diterapkan karena sering terjadi ketidakadilan dibanding dengan program
Madison, siswa yang homogen dan berasal dari kelas menengah.
Hasil studi ini menunjukkan pentingnya membedakan antara program yang
menekankan kewarganegaraan partisipatif dan yang menekankan pada keadilan.
Studi ini menunjukkan bahwa program yang juara dalam partisipasi tidak selalu
mengembangkan kemampuan siswa untuk menganalisis dan kritik akar penyebab
masalah sosial dan sebaliknya. Jika hanya menekankan pada tanggung awab
pribadi warganegara, maka akan membentuk warganegara yang individualis.
Peneliti mencoba menekankan bahwa politik dan kepentingan kelompok
bervariasi sering tertanam dalam konsep kita dan mempelajari upaya untuk
mendidik demokrasi. Politik dan kepentingan yang terkait dengan konsep
bervariasi karena itu memerlukan perhatian.

13

C.

Konsep Relevan dalam PKn
Dalam menciptakan warga negara yang demokratis diperlukan warga yang

partisipatif, memiliki keadilan yang berorientasi warganegara, dan tanggung
jawab pribadi. Siswa dididik untuk berkomitmen kepada masyarakat, untuk
masyarakat yang berpikiran terbuka, untuk solidaritas, dan keadilan sosial adalah
apa yang demokrasi butuhkan. Siswa tersebut akan menyadari bahwa hanya
demokrasi yang dapat menawarkan mereka kondisi kerangka kerja untuk
masyarakat yang stabil, sosial dan liberal. Namun, mereka juga akan belajar
bahwa masyarakat menjadi demokratis dan mampu melakukan pembangunan
terutama yang dibebankan dengan reformasi abadi dan perubahan kondisi
konstan. Hanya warga negara ini yang memperkuat kemampuan masyarakat untuk
mengusir intoleransi, rasisme, xenophobia, dan kekerasan (Print & Lange,
2012:7).
Pembelajaran kewarganegaraan yang dilakukan di sekolah tentunya
diharapkan memiliki dampak yang berkelanjutan terhadap siswa. Dengan
pengetahuan yang diberikan di sekolah, siswa dapat berpartisipasi dan menjadi
warga negara yang baik saat kembali kepada masyarakat. Berbagai cara dilakukan
untuk

membentuk

warganegara

yang

baik.

Pembelajaran

pendidikan

kewarganegaraan bermakna dilakukan untuk dapat meningkatkan partisipasi dan
pemikiran kritis siswa terhadap isu-isu yang ada dalam masyarakat. Partisipasi
warga negara menjadi ciri dari demokrasi.
Siswa sedang berada dalam kesepakatan tentang arti kewarganegaraan yang
baik dari guru, pembuat kebijakan, atau politisi. Seorang siswa dari perkotaan

14

memberikan penjelasan tentang bagaimana menjadi warga yang baik, bahwa
warga yang baik adalah orang yang aktif dan berdiri untuk apa yang mereka
percaya Jika mereka tahu bahwa sesuatu yang terjadi itu salah, mereka pergi
keluar dan mengubahnya. Selain itu, seorang siswa lain menyatakan bahwa untuk
menjadi warga negara yang baik, Anda harus mengikuti aturan sekeras yang Anda
bisa, meskipun Anda ingin istirahat (Westheimer & Kahne, 2004:241). Hal ini
menjelaskan bahwa pemahaman tentang warga negara yang baik dalam demokrasi
disesuaikan dengan konsep yang diberikan guru dan pembuat kebijakan.
Dalam pelaksanaannya, sekolah harus memungkinkan siswa untuk
memperoleh dan menggunakan modal intelektualnya untuk warga dan tujuan
politik. Adapun modal intelektual yang dibutuhkan dalam kewarganegaraan yang
bertanggungjawab adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip demokrasi dan
prakteknya. Pendidikan kewarganegaraan memiliki konsep inti antara lain adalah
pemerintah, kedaulatan rakyat, partisipasi politik, konstitusionalisme, hak asasi
manusia, warga negara yang bertanggung jawab, warga sipil dan ekonomi pasar
(Bahmueller, 1999:45).
Pertanyaan 'apa jenis warga negara?' Merupakan titik awal pengembangan
kurikulum pendidikan kewarganegaraan. Sepertiyang dinyatakan Oliva bahwa
"tujuan pendidikan berasal dari memeriksa kebutuhan anak-anak dan pemuda".
Jenis pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap anak-anak yang harus dimiliki
sebagai warga negara yang aktif dan demokratis masa depan mampu memandu isi
kurikulum. Kemampuan masyarakat untuk mengejar ketinggalan dengan
meningkatnya globalisasi dan peningkatan demokrasi dalam masyarakat ini
15

berhubungan erat dengan kualitas kewarganegaraan yang harus dikembangkan
melalui pendidikan. Parker dan Jarolimek menjelaskan pentingnya warga dalam
masyarakat demokratis dengan cara ini "Keberhasilan demokrasi, daya tahan
institusi, dan pemenuhan visi, terletak tepat pada kemauan dan kemampuan
warganya untuk menghadapi tanggung jawab yang diperlukan dari mereka yang
menikmati hak-hak masyarakat yang bebas" (Print & Lange, 2012: 22).
Pendidikan kewarganegaraan partisipatif telah disorot sebagai strategi untuk
mempromosikan kohesi sosial dalam masyarakat dimana kolaborasi dengan
organisasi non-pemerintah (LSM) dan link antar sekolah telah diusulkan sebagai
alat untuk meningkatkan jaringan sosial antara sekolah dan masyarakat.
Perbedaan antara sektor sekolah dan membangun aliansi dengan masyarakat
tertentu dan LSM dapat membatasi potensi untuk pendidikan kewarganegaraan.
Hal ini yang dimaksud terutama dalam menghasilkan jalan modal sosial dan
membentuk kembali ikatan modal sosial. Dikatakan bahwa pengenalan kurikulum
kewarganegaraan ke dalam sistem sekolah dipisahkan dalam masyarakat.
Kegiatan

tersebut

mungkin

berguna

untuk

mempromosikan

nilai-nilai

kewarganegaraan dan sikap positif untuk yang lain, seperti pemahaman siswa
terhadap tanggung jawab sosial sehingga muncul fokus pada tindakan individu
yang menjadi hal pertama dan terutama dalam komunitas mereka sendiri
(McMurray and Niens, 2012: 216).
Dengan pelaksanaan program Madison yang menekankan pada partisipasi
warga sangat cocok untuk dilaksanakan sebagai metode untuk mengembangkan
partisipasi siswa sebagai warga dalam masyarakat pada pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan harus terdiri dari tidak hanya

16

pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, tetapi juga terdiri dari penerapan
pengetahuan mereka, serta nilai-nilai dan keterampilan dalam situasi kehidupan
nyata dengan cara mereka aktif berpartisipasi.
Naval, Print, dan Veldhuis menunjukkan, pendidikan kewarganegaraan
demokratis bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk partisipasi
bijaksana dan bertanggung jawab sebagai warga negara yang demokratis dalam
kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya, Birzea melihat
pendidikan untuk kewarganegaraan demokratis sebagai proses belajar sepanjang
hayat. Dia menunjukkan bahwa "pendidikan untuk kewarganegaraan yang
demokratis adalah seperangkat praktek dan kegiatan yang bertujuan untuk
membuat orang-orang muda dan orang dewasa lebih siap untuk berpartisipasi
aktif dalam kehidupan demokrasi dengan asumsi dan melaksanakan hak dan
tanggung jawab mereka dalam masyarakat". Menurut Birzea definisi ini
menyiratkan bahwa pendidikan kewarganegaraan demokratis membutuhkan
pemberdayaan, partisipasi masyarakat dan tanggung jawab bersama (Print &
Lange, 2012: 25).
Untuk membentuk warga yang bertanggung jawab, partisipatif dan
berkeadilan yang berorientasi warga, diperlukan pelaksanaan pendidikan
kewarganegaraan yang lebih intensif. Sebagai pelajaran inti, pendidikan
kewarganegaraan harus mampu mengembangkan intelektual siswa maupun jiwa
sosialnya.
Dalam

bukunya, McCowan juga menjelaskan pelaksanaan pendidikan

kewarganegaraan di sekolah yang bisa mengembangkan modal intelektual dan

17

modal sosial siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kewarganegaraan dapat
dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah dengan melibatkan masyarakat dan
siswa untuk berinteraksi langsung. Keduanya bisa dilakukan melalui aktifitas
khusus dan terstruktur yang berhubungan (McCowan, 2009:26). Seperti yang
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Activities

School

A. Explanation
B. Investigation
C. Discussion
D. Simulation
E. Student councils

Structures and relations
Pedagogical relations
Hidden curriculum
Ethos
Social hierarchies,

Wider society

A. Political participation
B. Volunteering

political
structures etc.

Kegiatan di dalam kelas bisa dilihat pada kategori (A-D) di kolom school.
Sedangkan kategori E, merupakan partisipasi siswa dalam mengambil keputusan
untuk menentukan perwakilannya. Sedangkan dalam kolom wider society
memiliki dua kategori, yaitu mereka yang terlibat partisipasi politik dan sukarela
(LSM). Sedangkan kolom sebelah kanan menunjukkan konteks berlangsungya
kategori tersebut. Siswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik seperti
mencermati dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Selain itu juga, dalam
masyarakat siswa dapat mengikuti program kesukarelaan yang dilakukan oleh
lembaga non pemerintah. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun
partisipasi siswa dan memahami bagaimana pemerintah bekerja ketika siswa
terjun langsung ke masyarakat.
18

Robert Putnam (Bahmueller, 1999: 51, Print & Lange, 2012: 7)
menguraikan bagaimana keterampilan partisipatif dan disposisi dan kebajikan
sipil menjadi modal sosial sebagai modal fisik dan alat yang harus dimiliki oleh
manusia. Keterampilan partisipatif tersebut akan mampu mewujudkan warga yang
demokratis. Selain itu, demokrasi merupakan bentuk politik yang tidak bisa
bekerja dan dikembangkan tanpa masyarakat sipil yang berkomitmen dan kuat.
Oleh sebab itu, pembentukan warga yang baik dapat dimulai dari sekolah.
D.

Simpulan dan Pendapat
Pendidikan kewarganegaraan sebagai sarana

untuk meningkatkan

partisipasi warga dimulai dari mengubah kurikulum di sekolah untuk mendorong
siswa dalam mengembangkan modal intelektualnya dan modal sosial untuk bisa
berpartisipasi di masyarakat sosial. Dalam demokrasi modern pendidikan
kewarganegaraan dapat diterjemahkan sebagai program makna dalam pendidikan
untuk kewarganegaraan demokratis, yaitu, belajar tentang menjadi warga negara
dalam demokrasi melalui program-program pendidikan di sekolah-sekolah.
Pendidikan kewarganegaraan demokratis, atau kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan, seperti yang dikenal di Australia, dapat didefinisikan sebagai
kesempatan untuk belajar tentang sistem pemerintahan kita, demokrasi, supremasi
hukum, hak dan tanggung jawab, nilai-nilai demokrasi, dan pengetahuan ,
keterampilan dan nilai-nilai yang terkait dengan isu-isu politik. Hal ini jelas niat
langsung pendidikan kewarganegaraan di Australia untuk mempersiapkan orang
muda untuk kewarganegaraan aktif, yang berarti partisipasi demokratis (Print,
2007: 55).

19

Walter parker menjelaskan tiga konsep yang sangat berbeda dari pendidikan
warga untuk masyarakat demokratis, yakni tradisional, progresif, dan maju. Parker
menjelaskan bahwa tradisionalis menekankan pemahaman tentang bagaimana
pemerintah bekerja dan konten pelajaran tradisional, serta komitmen terhadap
nilai-nilai-seperti demokrasi inti sebagai kebebasan berbicara atau kebebasan
secara umum. Sementara, progresif digambarkan sebagai berbagi komitmen yang
sama untuk pengetahuan ini, tetapi mereka merangkul visi seperti "demokrasi
yang kuat" dan menempatkan penekanan lebih besar pada partisipasi masyarakat
dalam berbagai bentuknya. Konsep yang terakhir, kewarganegaraan yang maju.
Menurut Parker, kewarganegaraan maju merupakan salah satu yang dibangun di
atas perspektif progresif dengan menambahkan perhatian terhadap ketegangan
yang melekat antara pluralisme dan asimilasi.
Westheimer dan Kahne menyoroti beberapa dimensi politik dalam upaya
mendidik warga yang demokratis, yaitu (1) warga negara yang bertanggung jawab
secara pribadi; bertindak secara bertanggung jawab dalam / komunitas nya,
pekerjaan dan membayar pajak mematuhi hukum, mendaur ulang, memberikan
darah, menjadi relawan untuk mengulurkan tangan di saat krisis. (2) warga negara
partisipatif; anggota aktif dari organisasi masyarakat Andor upaya perbaikan,
menyelenggarakan upaya masyarakat untuk merawat mereka yang membutuhkan,
meningkatkan pembangunan ekonomi, atau membersihkan lingkungan, tahu
bagaimana kerja instansi pemerintah, tahu strategi untuk menyelesaikan tugastugas kolektif, dan (3) keadilan yang berorientasi warganegara; kritis menilai
struktur sosial, politik, dan ekonomi untuk melihat melampaui penyebab

20

permukaan, mencari dan alamat daerah ketidakadilan, tahu tentang gerakan sosial
yang demokratis dan bagaimana efek perubahan sistemik.
Akan tetapi dalam studi ini difokuskan pada warga negara partisipatif dan
keadilan berorientasi warga negara. Pembentukan dua jenis warga negara ini
dilakukan melalui program Madison dan Bayside. Program Madison cukup
berhasil dalam mencapai tujuannya. Dengan melibatkan siswa dalam proyekproyek di masyarakat, program ini telah sukses secara signifikan dalam membuat
proses belajar yang relevan dengan siswa. Namun, siswa tidak memahami
keadilan berorientasi masyarakat. Siswa sangat signifikan dalam partisipasi warga
dan ikut serta dalam kegiatan warga atau membantu warga yang membutuhkan.
Akan tetapi, siswa dalam program ini tidak mengetahui penyebab dasar dari isuisu publik tempat mereka berpartisipasi. Sedangkan program Bayside sangat
berhasil menunjukkan kepedulian siswa untuk mengetahui penyebab dasar suatu
isu sosial. Namun, siswa dalam program ini tidak memiliki keterampilan dalam
berpartisipasi dengan warga seperti siswa program Madison.
Pertanyaan 'apa jenis warga negara?' Merupakan titik awal pengembangan
kurikulum pendidikan kewarganegaraan. Sepertiyang dinyatakan Oliva bahwa
"tujuan pendidikan berasal dari memeriksa kebutuhan anak-anak dan pemuda".
Jenis pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap anak-anak yang harus dimiliki
sebagai warga negara yang aktif dan demokratis masa depan mampu memandu isi
kurikulum. Kemampuan masyarakat untuk mengejar ketinggalan dengan
meningkatnya globalisasi dan peningkatan demokrasi dalam masyarakat ini
berhubungan erat dengan kualitas kewarganegaraan yang harus dikembangkan
21

melalui pendidikan. Anak-anak dan pemuda harus memiliki modal intelektual dan
modal sosial. Kedua modal ini harus dikembangkan melalui sekolah dan
partisipasi masyarakat. Seperti yang diungkapakn oleh Birzea bahwa pendidikan
kewarganegaraan

demokratis

membutuhkan

pemberdayaan,

partisipasi

masyarakat dan tanggung jawab bersama (Print & Lange, 2012: 25).
Pendidikan kewarganegaraan sebagai sarana pembentukan warga negara
demokratis melalui sekolah. Pelibatan langsung warga masyarakat dalam
pembelajaran siswa memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna
kepada siswa. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan dua pendekatan, yaitu Madison
dan Bayside. Kedua pendekatan ini berhasil mewujudkan tujuannya. Akan tetapi
baik Madison, maupun Bayside tidak dapat memberikan efek sebagai warga
partisipatif dan keadilan berorientasi warga negara sekaligus. Dari hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada jaminan terhadap adanya hubungan antara
partisipasi dengan keadilan.

22

E.

DAFTAR RUJUKAN

Bahmueller, Charles F. & Patrick, John J., (Eds) 1999. Principles and Practices of
Education for Democratic Citizenship: International Perspectives and
Projects. Eric Clearinghouse for social studies: Bloomington.
McCowan, Tristan. 2009. Rethinking Citizenship education: A Curriculum for
Participatory Democracy. Continuum.
McMurray, Alan and Niens, Ulrike. 2012. Building bridging social capital in a
divided society: The role of participatory citizenship education.
Education, Citizenship and Social Justice 7 (2) 207–221.
Ireland, Eleanor. et.al. (2006). Active Citizenship and Young People:
Opportunities, Experiences and Challenges In and Beyond School.
Citizenship Education Longitudinal Study: Fourth Annual Report.
National Foundation for Educational Research. Research report No 732.
Print, Murray & Lange, Dirk, (Eds). (2012). School, curriculum and civic
education for building democratic citizens. Rotterdam: sense publishers.
-----------. (2007). Citizenship Education and Youth Participation in Democracy.
British Journal of Educational Studies, Vol. 55, No. 3, pp. 325-345.
Westheimer, Joel and Kahne,Joseph. (2004). Educating the "Good" Citizen:
Political Choices and Pedagogical Goals. Political Science and Politics,
Vol. 37, No. 2, pp. 241-247.
-------------.(2004). What Kind of Citizen? The Politics of Educating for
Democracy. American Educational Research Journal, Vol. 41, No. 2, pp.
237-269.

23