Studi Pemasaran dan Prospek Kewirausahaa (1)
tudi Pemasaran dan Prospek Kewirausahaan Budidaya Jamur Tiram
Putih (leurotus ostreatus) di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah Terhadap Perekonomian Masyarakat etempat
R. Haryo Bimo etiarto
eneliti Bidang Mikrobiologi, usat enelitian Biologi LII
Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 46, Kawasan CSC Cibinong 16911, Jawa Barat
*email: [email protected] *hp: 081327025330
ABTRACT
Agricultural is the one important sector in our country to reach food sufficient and increases
income for our people. White oyster mushroom (leurotus ostreatus) is the one of food
commodity which has conducted for many people in Indonesia, especially in plateau. This
research is focused to analyze marketing aspects and prospects entrepereneur of farming
white oyster mushrooms in Dieng, Banjarnegara, Central Java about economics life for local
society. Methodology to collecting data is done by using observation and interview about 8
respondent. Then, data can be analyzed by measured marketing cost, marketing efficiency
point, and revenue cost ratio. This research shown that entrepreneurship activity of farming
oyster mushroom is very advantage to be developed in Dieng, Banjarnegara. It can be
indicated with revenue cost ratio (R/C ratio) is 8.48 (over than 1). In that area just exists one
channel of marketing oyster mushrooms, it is zero channel zoom. Total marketing cost which
must be invested with 8 respondent is Rp 2.092.000,00/harverst, and average marketing cost
is Rp 261.500,00/harverst/respondent. Total income for 8 respondent is Rp
17.750.000,00/harverst, and average income is Rp 2.218.750,00/harverst/respondent. So, we
can know that total profit is Rp 15.658.000,00/harverst, and average profit is Rp
1.957.250/harverst/respondent. Marketing efficiency point for this entrepereneurship activity
is 11.79 %.
Key Words: marketing study, entrepreneurship, white oyster mushroom (leurotus
ostreatus), Dieng, Banjarnegara
ABTRAK
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk mencapai swasembada pangan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Salah satu komoditas pangan yang telah
dibudidayakan secara luas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi adalah jamur
tiram putih (leurotus ostreatus). enelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis studi
pemasaran dan prospek kewirausahaan budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah terhadap kehidupan perekonomian masyarakat
setempat. Metodologi pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan
wawancara terhadap objek studi yaitu 8 orang pengusaha jamur tiram putih. Analisis data
dilakukan dengan menghitung biaya tata niaga, nilai efisiensi pemasaran, dan rasio nilai R/C.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan kewirausahaan budidaya jamur
tiram putih (leurotus ostreatus) sangat menguntungkan untuk dikembangkan di Kecamatan
Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48
(lebih besar dari 1). Di kawasan tersebut hanya terdapat satu saluran tataniaga/ pemasaran
jamur tiram yaitu saluran nol tingkat. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan 8 orang
pengusaha adalah Rp 2.092.000,00 per masa panen, dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa
panen per responden. Besarnya penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 17.750.000,00 per
masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00 per masa panen per responden. Selanjutnya
dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per
masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250 per masa panen per responden. ada saluran nol
tingkat pengusaha jamur tiram putih memperoleh nilai efisiensi pemasaran sebesar 11.79 %.
Kata Kunci: studi pemasaran, kewirausahaan, jamur tiram putih (leurotus ostreatus),
Dieng, Banjarnegara
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara optimal guna
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia
sebagai negara agraris memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produkproduk pertanian mencakup usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan. eningkatan
kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara yang dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem pertanian konvensional dengan
penggunaan input-input anorganik dan bahan bahan kimia dalam proses budidaya ternyata
membawa dampak negatif, akibatnya terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura
seperti pencemaran lingkungan oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan
terhadap bahan kimia, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia
berlebih yang terkandung pada komoditas sayuran (Mosher, 1966).
enggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat
meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka panjang akan
memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan tanah dan merusak
kelestarian ekosistem. Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung
bahan kimia adalah jamur tiram putih (leurotus ostreatus) yang telah dibudidayakan secara
2
meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi. Hal ini dikarenakan jamur tiram
putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah beriklim dingin dan kelembaban yang
tinggi (Muchrodi, 2001).
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan
diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Jamur tiram merupakan
makanan yang aman untuk dikonsumsi karena penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia
selama pertumbuhannya relatif sedikit. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur
yang memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada
media berupa limbah lignoselulosa. Selain itu penggunaannya dalam proses fermentasi tidak
membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak
mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang (Suriawiria, 2006).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk, produksi tanaman bahan
pangan memegang peranan yang sangat penting bagi pembangunan di sektor pertanian.
enyediaan pangan yang mencukupi baik dalam kuantitas maupun mutu gizinya secara
merata dan tingkat harga yang layak merupakan kondisi yang diperlukan guna tercapainya
stabilitas ekonomi yang mantap. Sejalan dengan hal itu, keberadaan industri kecil bidang
pertanian ini akan menciptakan mata rantai kegiatan pengolahan di dalam negeri yang
semakin panjang. Selain itu akan memberikan dampak positif terhadap usaha-usaha
peningkatan pendapatan petani dan usahawan kecil, perluasan berusaha serta menciptakan
lapangan pekerjaan (Soeharjo dan atong, 1973).
Dalam subsektor tanaman hortikultura masih dibutuhkan adanya perluasan produksi.
Terutama dari jenis jamur tiram yang memiliki prospek semakin cerah, baik dilihat dari segi
ekonomi maupun dari segi teknik budidayanya. Indonesia sebagai salah satu negara yang
berada di daerah tropik memiliki potensi untuk budidaya jamur tiram putih (leurotus
3
ostreatus), karena banyak memiliki limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
untuk medium produksi jamur tiram. Namun kenyataannya budidaya jamur tiram masih
belum banyak dikenal masyarakat Indonesia (Muchrodi, 2001).
Dari segi teknik budidayanya, jamur tiram dapat dibudidayakan dengan mudah karena
Indonesia memiliki potensi wilayah yang menunjang perkembangannya. Jamur tiram
merupakan salah satu jamur pangan yang tersebar luas di daerah beriklim sedang. Walaupun
demikian, daerah tropik juga dapat dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
keberhasilan pertumbuhan jamur tiram. Terlebih lagi jamur tiram menghendaki temperatur
optimum mendekati 30 0C untuk pertumbuhan. Sedangkan dari segi ekonomi, prospek jamur
dalam negeri cukup cerah karena permintaan jamur semakin meningkat sehingga untuk
memenuhinya Indonesia masih harus mengimpor (Muchrodi, 2001).
ada dasarnya prospek pasar jamur cukup cerah. Kalau usaha ini ditangani secara
serius dan dalam skala industri, tidak mustahil negara kita dapat menggeser posisi dan
mengalahkan negara pengekspor utama. Ada beberapa macam jamur yang beredar di pasaran
selama ini, seperti jamur merang, jamur tiram putih, jamur tiram abu, jamur shiitake, jamur
kuping, jamur lingzhi, jamur morel, jamur campignon. Jenis jamur yang paling luas
dipasarkan ke seluruh dunia adalah jamur merang dan jamur campignon, kemudian diikuti
jamur shiitake dan jamur tiram. Jamur merang, jamur campignon, dan jamur tiram putih
belum menjadi sayuran utama yang dijadikan menu sehari-hari bagi masyarakat. Maka sangat
wajar jika belum semua orang mengenal dan mengkonsumsi jamur tersebut. Terlebih lagi
jamur tiram belum begitu populer karena kurangnya sosialisasi, promosi dan masih banyak
masyarakat yang menganggap bahwa jenis jamur ini beracun, terutama masyarakat pedesaan
(Suriawiria, 2006).
4
Walaupun jenis jamur yang dikonsumsi beragam, akan tetapi dalam kegiatan
kewirausahaan ini hanya difokuskan pada jamur tiram putih. Hal ini dikarenakan jamur tiram
putih memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena selain teknik budidayanya mudah,
juga memiliki rasa khas dan nilai gizi yang tinggi. Selain itu juga jamur tiram putih paling
laris dan banyak dicari dibandingkan dengan jenis jamur yang lain. Di Indonesia jamur tiram
putih ini belum banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai makanan tambahan.
Karena selain harganya yang relatif mahal, juga karena belum banyak dikenal. Jika Indonesia
dapat memanfaatkan peluang tersebut yaitu dengan perluasan usaha dan peningkatan mutu
secara produktivitas, maka Indonesia dapat menjadi negara pengekspor yang dapat
diandalkan. Disamping meningkatkan keuntungan bagi setiap pengusaha juga dapat
menunjang devisa dan perluasan kesempatan kerja (Mubyarto, 1989).
eluang pasar domestik jamur tiram putih masih potensial. Hal ini ditinjau dari
populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan tersebar di beberapa provinsi disertai
dengan berkembangnya industri pengolahan, pariwisata, terkait di dalamnya industri
perhotelan, restoran dan rumah makan. Oleh karena itu peluang pemasaran produk jamur
tiram putih di dalam negeri dan diekspor diharapkan dapat memberikan prospek yang cerah
(Sudiyono, 2002). Berdasarkan uraian diatas, maka sangat perlu dikaji aspek pemasaran dan
prospek budidaya jamur tiram putih bagi masyarakat Indonesia.
Tujuan
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah hasil
penelitian di lapangan dengan judul “Studi emasaran dan rospek Kewirausahaan Budidaya
Jamur Tiram utih (leurotus ostreatus) di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara Jawa
Tengah Terhadap erekonomian Masyarakat Setempat”. enelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis studi tata niaga dan prospek kewirausahaan budidaya jamur tiram putih
5
terhadap kehidupan perekonomian masyarakat setempat dengan mengambil contoh kasus di
Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sebagai salah satu daerah sentra
budidaya jamur
tiram putih (leurotus ostreatus). Di samping itu penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi para pengusaha
kecil maupun menengah yang bergerak dalam usaha budidaya jamur tiram putih untuk dapat
melakukan kegiatan kewirausahaan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan
keuntungan maksimum.
TINJAUAN PUTAKA
Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Jamur tiram dalam bahasa Yunani disebut leurotus, artinya bentuk samping atau
posisi menyamping antara tangkai dengan tudung. Sedangkan sebutan nama tiram, karena
bentuk atau tubuh buahnya menyerupai kulit tiram atau cangkang tiram (Suriawiria, 2006).
Jamur tiram putih (leurotus ostreatus) merupakan jenis jamur kayu karena jamur ini banyak
tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram tidak mempunyai klorofil, sehingga
jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara berfotosintesis seperti pada
tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu jamur tiram mengambil zat-zat makanan yang
sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya.
Karena ketergantungannya terhadap organisme lainnya inilah maka jamur tiram digolongkan
sebagai organisme heterotrofik (Cahyana, 1997).
Klasifikasi lengkap leurotus ostreatus menurut (Cahyana, 1997) adalah:
Kingdom
: Mycetea
Divisio
: Amastigomycotae
hylum
: Basidiomycotae
Kelas
: Hymenomycetes
Ordo
: Agaricales
6
Familia
: leurotaceae
Genus
: leurotus
Spesies
: leurotus ostreatus
Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dikonsumsi dalam bentuk
masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah atau segar, baik
sebagai campuran salad maupun lalapan. Bahkan dapat diolah menjadi semacam keripik.
Jamur tiram juga mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan jamur
lainnya. Jamur tiram putih terdiri atas beberapa jenis, dengan bentuk dan warna tubuh buah
maupun nama setempat yang berbeda. Tetapi yang paling banyak dibudidayakan antara lain
jenis jamur tiram putih, abu-abu, dan coklat. Karena jenis jamur tiram tersebut mempunyai
sifat adaptasi dengan lingkungan yang baik dan tingkat produktifitasnya cukup tinggi
(Cahyana, 1997).
Gambar 1. Tubuh Buah Jamur Tiram utih (leurotus ostreatus)
7
Tanaman jamur tiram dapat tumbuh di daerah-daerah yang memiliki ketinggian
tempat sekitar 600 meter dari permukaan laut. Namun tidak tertutup kemungkinan jamur
tiram dapat tumbuh pada lokasi dataran rendah yang memiliki lingkungan beriklim dingin
ataupun sejuk, jauh dari polusi, dengan suhu udara antara 150 C sampai 280 C, di lokasi yang
memiliki kadar air sekitar 60% dan derajat keasaman atau pH 6-7. Secara alami jamur tiram
banyak ditemukan tumbuh di batang – batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon
karet, damar, kapuk, atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan
terlindung, dengan kadar oksigen cukup dan cahaya matahari sekitar 10% (Djarijah et. al,
2001).
Jamur tiram putih adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Komposisi dan kandungan nutrisi
jamur tiram putih setiap 100 gram yaitu kalori 367 kal; protein 30.4%, karbohidrat 56.6%,
lemak 2.2%, thiamin 0.20 mg, riboflavin 4.9 mg, niacin 77.2 mg, kalsium 314 mg, kalium
3.793 mg, fosfor 717 mg, Natrium 837 mg, Besi (Ferrum) 18.2 mg, serta memiliki kandungan
serat (selulosa) mulai 7.4% sampai 27.6% sangat baik bagi pencernaan (Suriawiria, 2006).
Jamur tiram putih memiliki kadar protein yang tinggi dengan asam amino yang lengkap,
termasuk asam amino esenssial yang dibutuhkan manusia. Dalam tubuh buah jamur tiram
putih diketahui terkandung 18 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak
mengandung kolesterol. Khasiat jamur tiram untuk kesehatan adalah untuk menghentikan
pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit
diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, menurunkan kolesterol darah, menambah
vitalitas dan daya tahan tubuh, serta mencegah penyakit tumor atau kanker, kelenjar gondok,
influenza, sekaligus memperlancar buang air besar (Djarijah et. al, 2001).
tudi Pemasaran Hasil Budidaya Jamur Tiram Putih
8
Seiring dengan popularitas serta memasyarakatnya jamur tiram sebagai obat dan
bahan makanan yang lezat dan bergizi, maka permintaan konsumen dan pasar jamur tiram di
berbagai daerah terus meningkat. Aspek pemasaran merupakan aspek yang sangat penting,
bila mekanisme pemasaran berjalan dengan baik maka semua pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari
produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, pedagang pengecer, dan
lainnya menjadi sangat penting. ada beberapa negara berkembang lemahnya pemasaran
hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna akan mempengaruhi
mekanisme pasar (Soekartawi, 2003).
engusaha jamur tiram putih ataupun lembaga-lembaga tataniaga lainnya perlu
memilih saluran pemasaran yang tepat agar pendapatannya meningkat. Dengan diketahuinya
saluran pemasaran maka petani dapat memperkirakan seberapa besar biaya tataniaga yang
akan dikeluarkan sehingga mempengaruhi keuntungan setiap lembaga pemasaran. Selain itu,
besar kecilnya biaya pemasaran juga mempengaruhi tingkat efisiensi pemasaran jamur tiram.
Tataniaga atau emasaran adalah suatu proses pertukaran yang mencakup serangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang dan jasa dari sektor produksi ke sektor
konsumsi dan menegaskan bahwa tataniaga merupakan salah satu cabang dari aspek jual beli
yang menekankan akan jalannya hasil produksi sampai ke tangan konsumen (Soekartawi,
2002). Menurut Sudiyono (2002), tataniaga adalah proses aliran komoditi yang disertai
perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu melalui proses penyimpanan, guna bentuk
melalui proses pengolahan, dan guna tempat melalui proses pengangkutan yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi pemasaran.
Menurut Kotler (2005), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan
9
menciptakan, menawarkan, dan memperoleh produk yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Soekartawi (2002), pemasaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar
arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen secara efisien. Aliran barang ini dapat
terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Tataniaga pada prinsipnya adalah aliran
barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang ini dapat terjadi karena adanya peranan
lembaga tataniaga, peranan lembaga tata niaga ini sangat tergantung pada sistem pasar yang
berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan, oleh karena itu dikenal istilah
saluran tataniaga.
Saluran tataniaga adalah sekumpulan organisasi independen yang terlibat dalam
proses pembuatan sebuah produk atau jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi
(Kottler, 2005). Saluran tataniaga juga didefinisikan sebagai perantara-perantara para pembeli
atau penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan sejak dari
produsen hingga ke tangan konsumen (Kottler, 2005). Saluran tataniaga dapat berbentuk
sederhana dan dapat pula berbentuk rumit. Hal ini tergantung dari bermacam komoditi,
lembaga tataniaga dan sistem tataniaga (Soekartawi, 2002). Menurut Kottler (2005), saluran
nol tingkat disebut juga pemasaran langsung, yaitu produsen menjual langsung kepada
konsumen. Saluran satu tingkat terdiri dari satu perantara seperti pedagang pengecer. Saluran
dua tingkat terdiri dari dua perantara yaitu pedagang pengumpul dan pengecer. Saluran tiga
tingkat merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari tiga perantara yaitu pedagang
pengumpul menjual kepada pemborong atau tengkulak kemudian dijual kembali ke pedagang
pengecer dan diteruskan ke konsumen akhir.
Fungsi saluran tataniaga/ pemasaran adalah a) untuk memberikan informasi tentang
pelanggan, harga, pesaing, dan pelaku lain dari lingkungan pemasaran, b) fungsi komunikasi
dan promosi membangun dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang
0
pembelian, c) fungsi negoisasi untuk mencapai persetujuan harga dan syarat jual beli
sehingga transfer kepemilikan dapat dipengaruhi, dan d) fungsi distribusi menyediakan
penyimpanan dan perpindahan produk fisik melalui tahap yang berurutan (Soekartawi, 2003).
Menurut Soekartawi (2002), fungsi pemasaran/ tata niaga dapat digolongkan menjadi
tiga bagian yaitu: a. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan; b.
Fungsi penyediaan fisik terdiri dari fungsi transportasi dan perdagangan; c. Fungsi fasilitas
terdiri dari fungsi standarisasi, pembelanjaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
Fungsi-fungsi di atas bertujuan untuk memperlancar arus barang dari produsen sampai ke
konsumen.
Menurut Soekartawi (2002), biaya tataniaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Biaya tataniaga meliputi biaya
pengangkutan, pengeringan, pungutan retribusi dan lain-lain. Kottler (2005), mendefinisikan
biaya tata niaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pergerakan barang-barang
dari tangan produsen ke tangan konsumen akhir. Besar kecilnya biaya tergantung dari besar
kecilnya kegiatan lembaga-lembaga tataniaga dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam
pergerakan barang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya tataniaga adalah
panjang pendeknya saluran tataniaga, biaya pengangkutan, penyusutan barang, dan peralatan
produksi yang digunakan.
Menurut Sudiyono (2002), margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara
yaitu, definisi pertama menyebutkan bahwa Margin emasaran merupakan perbedaan dari
harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani atau produsen.
Sementara itu definisi yang kedua menyatakan bahwa Margin emasaran merupakan
perbedaan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan
penawaran dari jasa-jasa pemasaran.
Menurut Soekartawi (2002), harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur
oleh sejumlah uang, dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia
melepaskan barang atau jasa yang dimilikinya kepada pihak lain. Harga suatu barang
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran di pasar. Suatu barang
mempunyai harga karena dua sebab yaitu barang tersebut bermanfaat dan jumlah barang
tersebut terbatas (Sudiyono, 2002). Apabila harga suatu barang berada di atas harga
keseimbangan maka jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang
diminta. Sebaliknya apabila harga barang pada suatu ketika berada di bawah harga
keseimbangan maka jumlah barang yang diminta melebihi jumlah barang yang ditawarkan
(Sudiyono, 2002).
Pendapatan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Berhasil atau tidaknya usaha budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dari besarnya
pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. endapatan dapat didefinisikan
sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. endapatan yang
diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. enerimaan usaha adalah nilai produk
total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
enerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga maupun yang
digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986).
engeluaran atau biaya usaha budidaya jamur tiram putih merupakan nilai
penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan.
Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai
pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usaha itu sendiri. Biaya yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani
jamur tiram putih apabila modal dan nilai kinerja diperhitungkan. endapatan usaha budidaya
2
jamur tiram putih yang diterima oleh seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan
pendapatan yang diterima petani lainnya. erbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani,
misalnya luas lahan usaha tani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktorfaktor yang tak dapat diubah seperti iklim dan jenis lahan (Soeharjo dan atong,1973).
Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986),
mengemukakan beberapa defenisi yaitu :
a. enerimaan tunai usaha tani (farm receipt): nilai uang yang diterima dari penjualan produk
usahatani. enerimaan tunai usaha tani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha
tani.
b. engeluaran tunai (farm payment): jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang
dan jasa bagi usaha tani, dan tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
c. endapatan tunai usaha tani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan tunai usaha
tani dengan pengeluaran tunai usaha tani.
d. enerimaan total usahatani (total farm revenue): penerimaan dari semua sumber usaha tani
yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan
untuk konsumsi keluarga.
e. engeluaran total usahatani (total farm expensive): semua biaya-biaya operasional dengan
tanpa menghitung bunga dari modal usaha tani dan nilai kerja dari pengelolaan usaha tani.
engeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai
inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga.
3
f. endapatan total usahatani (total farm income): merupakan selisih antara penerimaan total
dengan pengeluaran total.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
enelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, rovinsi
Jawa Tengah. emilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Kecamatan Dieng merupakan daerah yang paling banyak terdapat pengusaha
pembudidaya jamur tiram putih. engumpulan data dilaksanakan pada tanggal 30 Desember
2011 sampai tanggal 15 Januari 2012. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan
keterangan dari para pengusaha dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1. engamatan langsung (observasi) yaitu meneliti dengan mengadakan pengamatan terhadap
obyek yang diteliti secara langsung.
2. Wawancara yaitu melalui komunikasi langsung dengan orang atau pengusaha yang
membudidayakan jamur tiram di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara. engumpulan
4
data dan informasi menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan tujuan
penelitian.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi dari
instansi-instansi yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. seperti Badan usat Statistik
(BS) dan Dinas ertanian dan eternakan Kabupaten Banjarnegara, buku, internet dan studi
literatur yang terkait dengan penelitian. engambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan dua cara yaitu di tingkat petani dengan cara sensus. Karena petani atau orang yang
melakukan usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara
hanya berjumlah 8 orang. Menurut Sugiono (1994), bila jumlah populasi kurang dari 30
orang maka pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus atau sampel penuh.
Sedangkan untuk pengambilan sampel di tingkat lembaga tataniaga digunakan metode
bola salju (snowball sampling). Metode pencarian informasi secara berantai dengan mencari
informasi petani atau produsen sebagai tahap pertama. Informasi dari petani produsen
menunjukan lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Kemudian dari
pedagang pengumpul diperoleh lembaga - lembaga yang masih terlibat dalam kegiatan
tataniaga seperti pedagang besar, kemudian seterusnya ke pedagang pengecer hingga ke
konsumen akhir (Arikunto, 1996).
Metode Analisis Data
Metode Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Menurut Soekartawi (2002), biaya tata niaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Biaya tataniaga meliputi biaya
pengangkutan, pengepakan, pungutan retribusi, dan lain-lain. Biaya tataniaga dapat dihitung
dengan menggunakan rumus : BT = Bp + Btr
5
Keterangan : BT = Biaya tataniaga (Rp/masa panen), Bp = Biaya pengepakan (Rp/masa
panen), Btr = Biaya transportasi (Rp/masa panen).
2. Margin tataniaga menurut Sudiyono (2002) adalah selisih antara harga penjualan dan harga
pembelian dihitung dengan rumus : M = Hp – Hb
Keterangan : M = Margin (Rp/kg), Hp = Harga penjualan (Rp/kg), Hb = Harga pembelian
(Rp/kg).
3. Menurut Sudiyono (2002), untuk menghitung bagian harga yang diterima petani (Share)
dapat dihitung dengan rumus : Lp =
Hp
x 100 %.
He
Keterangan : Lp = Bagian harga yang diterima petani (%), Hp = Harga pada petani produsen
(Rp/kg), He = Harga eceran (Rp/kg).
4. Menurut Kottler (2005), profit atau keuntungan yang diperoleh tiap lembaga yang terlibat
dihitung dengan rumus : π = Mp – Bt
Keterangan : π = rofit atau keuntungan (Rp/kg), Mp = Margin pedagang (Rp/kg), Bt = Biaya
total (Rp/kg).
5. Menurut Soekartawi (2002), efisiensi tataniaga adalah perbandingan antara biaya tataniaga
dengan produk yang dijual dan dinyatakan dengan persen. Rumus efisiensi tataniaga adalah
sebagai berikut : Es =
TB
x 100 %
TN
Keterangan : Es = Efisiensi biaya tataniaga (%), TB = Total biaya tataniaga (Rp), TN =
Total nilai produk (Rp).
6
6. Analisis endapatan Hasil Budidaya Jamur Tiram utih: Analisis pendapatan mempunyai
tujuan dan kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama
dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha tani
dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang
petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya
pada saat ini berhasil atau tidak. Soeharjo dan atong (1973) menyatakan bahwa pendapatan
selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien
adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio).
Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan
usaha tani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya.
Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha tani, artinya dari angka rasio penerimaan
atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha tani menguntungkan atau tidak.
Selanjutnya Soeharjo dan atong (1973) menjelaskan bahwa usaha budidaya jamur tiram
putih dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya
suatu usaha dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.
HAIL DAN PEMBAHAAN
A. Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
1. Persiapan arana Produksi
a. Bangunan Kumbung: Bangunan atau rumah jamur dapat dibuat dari bahan bambu, kayu
atau besi. Bangunan yang sederhana dapat berupa bangunan dengan tiang dan dinding yang
terbuat dari bambu, atap dari genteng dan lantai dari tanah yang diperkuat. Ukuran bangunan
biasanya disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu sesuai dengan jumlah bag log atau substrat
7
tanam yang akan dipelihara. Misalnya untuk memelihara 500-1000 bag log atau substrat
tanam, dibutuhkan bangunan dengan ukuran 6m x 4m x 4m. Bentuk bangunan atau rumah
jamur bias bervariasi, namun bentuk yang sering dijumpai yaitu seperti bangunan rumah.
ada umumnya bangunan atau rumah jamur terdiri dari beberapa ruangan diantaranya :
1. Ruang ersiapan: digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang
dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran media
tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat
untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi usaha itu
tidak terlalu besar. Namun apabila skala produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan
itu sebaiknya ditempatkan dalam ruang terpisah atau gudang.
2. Ruang Inokulasi: adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam jamur. Ruang
inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi oleh mikroba lain. ada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat
ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya ventilasi udara dipasang filter atau saringan
dari kawat kassa atau kassa plastik, hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan.
ada perusahaan dalam skala besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat
pendingin udara (air conditioning).
3. Ruang Inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan miselium jamur
tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang inkubasi biasanya disebut
dengan ruang spawning. Kondisi ruangan diatur pada suhu 22-28 0C dengan kelembaban
60-80%. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam
yang sudah diinokulasi.
8
4. Ruang emeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk menumbuhkan
tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat baglog penumbuhan tubuh
buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga kelembaban dan kadar air dalam
pemeliharaan tubuh buah jamur. Alat ini berfungsi untuk menyemprotkan air sehingga
ruangan bias diatur dalam kondisi yang optimal yaitu dengan suhu 16-22 0C dan
kelembaban 80-90%.
5. Ruang embibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan media bibit
jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam skala produsi kecil
bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.
b. Peralatan: Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat yang
mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu spritus. Untuk
produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup besar seperti ayakan, mixer,
filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer digunakan sebagai alat pencampur media tanam
jamur. Filler digunakan sebagai alat pengisi media ke dalam kantong plastik dalam jumlah
tertentu. Boiler digunakan sebagai sumber pemanas (uap). Chamber sterilizer digunakan
sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.
c. Bahan – Bahan: Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram putih yang perlu dipersiapkan
terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap.
a. Bahan baku: Jamur tiram putih merupakan jenis fungi sapprofit dimana tumbuh dan
berkembang pada kayu atau pohon dan mengambil sari makanan dari inangnya. Dalam
kegiatan budidaya jamur tiram putih media tanam utama yang digunakan adalah serbuk kayu
atau serbuk gergaji supaya media hidup jamur dalam kegiatan budidaya sama dengan di alam.
Serbuk kayu yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah dari
9
pohon sengon (arasientes falcataria) karena kandungan getah yang terdapat pada pohon ini
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis pohon yang lain, karena kandungan getah
pada pohon dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur tiram putih. Serbuk gergaji dapat
diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. emilihan serbuk gergaji sebagai bahan baku media
penanaman jamur perlu memperhatikan tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk
mengurangi kontaminan dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih.
b. Bahan tambahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada media plastik
terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3), gips (CaSO4), tepung
tapioka atau tepung jagung, pupuk S-36, karet, kapas, cincin pipa dan dapat pula
ditambahkan mineral-mineral lain.
b.1. Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber
karbohidrat, sumber karbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang digunakan dapat berasal
dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik. Bekatul sebaiknya dipilih yang
masih baru, belum tengik dan tidak rusak.
b.2. Kapur (CaCO3) ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan
untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang
digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk
meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi pertumbuhannya.
b.3. Gips (CaSO4) digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk
memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam tidak akan
cepat rusak.
b.4. Kantong lastik: enggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah
pengaturan kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang
20
digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100 ºC, jenis plastik
biasanya dipilih dari jenis polipropilen (). Ukuran dan ketebalan plastik terdiri dari
berbagai macam ukuran. Dalam usaha budidaya jamur tiram biasanya yang digunakan
adalah ukuran 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25 cm dan ketebalan 0.3 – 0.7 mm.
d. Bibit Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus): Budidaya jamur yang berhasil dengan
baik dipengaruhi beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama,
diantaranya adalah bibit jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi
dengan baik tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur
yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali
(Cahyana, 1997) Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena
dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan miselium
dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang baik adalah sebagai
berikut : a. Bibit berasal dari varietas unggul; b. Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama
disimpan; c. Bibit tidak terkontaminasi.
2. Tahapan Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Beberapa tahapan dalam budidaya jamur tiram putih yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Persiapan bahan: Bahan yang harus dipersiapkan yaitu serbuk kayu (serbuk gergaji),
dedak, kapur, gipsum, tepung jagung dan pupuk S-36 sesuai dengan kebutuhan.
b. Pengayakan: Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat
keseragaman yang kurang baik, sehingga hal ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan miselia
kurang merata dan kurang baik. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut maka
serbuk kayu terlebih dahulu perlu diayak. Ukuran ayakan yang digunakan sama dengan
ukuran ayakan pasir.
2
c. Perendaman: erendaman serbuk kayu perlu dilakukan untuk menghilangkan getah dan
minyak yang terdapat pada serbuk kayu. Di samping itu perendaman juga berfungsi untuk
melunakan serbuk kayu agar mudah diuraikan oleh jamur.
d. Pengukusan: engukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakuakan pada suhu 80-90
0C
selama 4-6 jam. roses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat
menganggu pertumbuhan jamur tiram. Melalui tahap mengukusan ini juga diharapkan dapat
melarutkan minyak dan getah yang terdapat pada kayu.
e. Pencampuran: Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan selanjutnya
dicampur dengan serbuk kayu yang telah dikukus, lalu ditambahkan air secukupnya yaitu
sekitar 50-65%. encampuran ini harus dilakukan secara merata sehingga tidak terjadi
gumpalan-gumpalan antara sebuk kayu dengan kapur, karena bisa menghambat pertumbuhan
bibit jamur tiram.
f. Pengomposan: engomposan media tumbuh bertujuan untuk menguraikan senyawasenyawa yang terdapat di dalamnya agar menjadi lebih sederhana sehingga mudah diserap
dan dicerna oleh jamur. engomposan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu menumpuk
media tumbuh setinggi 50 cm lalu ditutup dengan lembaran plastik selama dua hari sampai
suhu mencapai 50 0C dengan kadar air 50-65% dan pH 6-7.
g. Pembungkusan: embungkusan dilakukan dengan menggunakan plastik polipropilen ()
karena plastik jenis ini relatif tahan terhadap panas. Ukuran plastik bermacam-macam, namun
yang biasa digunakan yaitu plastik berukuran 20x30 cm berkapasitas 1.000 g. jika
pembungkusan dilakukan secara manual, maka media yang ada di dalam plastik dipadatkan
menggunakan botol atau alat jenis lainnya. emadatan dilakukan sampai media mencapai
ketinggian sekitar 20 cm, lalu tepat dipermukaan media dibuat lubang tanam sedalam 10 cm
22
dengan diameter 2.5 cm menggunakan kayu atau besi yang steril. Selanjutnya bagian ujung
plastik yang terbuka, tepat diatas batas media tumbuh dipasang cincin dari plastik atau
potongan pipa peralon, lalu disumpal dengan kapas. Media tumbuh yang dibungkus plastik
inilah yang disebut bag log.
h. terilisasi bag log: Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba, baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menganggu pertumbuhan jamur
tiram. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90 0C selama 6-8 jam. Untuk melakukan sterilisasi
dapat digunakan alat yang sangat sederhana yaitu drum minyak yang terbuat dari besi dengan
sedikit dimodifikasi dan menambahkan sarangan pembatas antara air dengan tempat bag log.
i. Pendinginan: Sebelum dilakukan inokulasi, bag log yang telah disterilisasi terlebih dahulu
didinginkan selama 1-2 hari hingga suhunya mencapai 35-40 0C. Apabila suhu bag log terlalu
tinggi maka bibit yang ditanam akan mati karena kepanasan. Untuk mempercepat proses
pendinginan dapat digunakan kipas angin atau blower.
j. Inokulasi: Inokulasi atau penanaman bibit harus segera dilakukan setelah bag log suda
dingin dan dilakukan di ruangan yang telah disterilkan. Adapun cara melakukan inokulasi
bibit jamur tiram ke bag log sebagai berikut: buka penutup bag log, tuangkan bibit jamur
tiram sebanyak 3 sendok makan di tengah lubang tanam, kemudian tutup kembali bag log
menggunakan penutupnya. Agar inokulasi dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada saat melakukan kegiatan ini yaitu kebersihan, bibit dan teknik
inokulasi.
k. Inkubasi: Inkubasi atau proses penumbuhan miselia jamur dilakukan dengan cara
menyimpan bag log di ruang inkubasi bersuhu 22-28 0C. Lama waktu inkubasi 40-60 hari
sampai seluruh media bag log dipenuhi miselia. Tanda keberhasilan inkubasi sudah bisa
23
dilihat sekitar dua minggu, yaitu tumbuhnya miselia jamur berwarna putih yang merambat ke
bawah. Sedangkan jika miselia tidak tumbuh atau tumbuh miselia berwarna selain putih maka
proses inkubasi gagal dan harus diulang.
l. Penumbuhan: Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah berumur
40-60 hari sudah memasuki masa pertumbuhan tubuh buah jamur. Untuk mempercepat
terjadinya pertumbuhan dilakukan dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah
penuh miselia. ada prinsipnya pembukaan plastik media bertujuan memberikan O2 yang
cukup bagi pertumbuhan tubuh buah jamur tiram. Dengan O2 yang cukup maka dapat
memberikan kesempatan bagi jamur untuk membentuk tubuh buah (fruiting body) dengan
baik. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka biasanya akan tumbuh tubuh buah.
Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selam 2-3 hari atau sampai
terjadi pertumbuhan yang optimal. Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah
pada jamur tiram adalah pada suhu 16-22 0C dengan kelembaban 80-90%. Apabila suhu
terlalu tinggi, sedangkan kelembaban terlalu rendah (biasanya pada musim panas) perlu
dilakukan penyemprotan menggunakan air bersih.
m. Pengendalian gulma dan hama: Masalah besar dalam usaha budidaya jamur tiram putih
adalah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang tidak diharapkan. Kontaminasi tersebut
menyebabkan media tumbuh ditumbuhi oleh jamur-jamur gulma yang menjadi pesaing jamur
tiram dalam memperebutkan makanan. Keberadaan gulma dapat dilihat dengan munculnya
bintik-bintik hitam, hijau atau warna mencolok lain dipermukaan media. encegahan
munculnya gulma dilakukan dengan cara mengusahakan agar setiap tahapan budidaya jamur
tiram selalu dilakukan dalam keadaan steril, baik pada saat pembibitan maupun penanaman.
Jika gulma terlanjur tumbuh bisa ditanggulangi dengan cara mencabutnya tangan atau pinset.
Di samping itu aroma media tumbuh yang khas, mengundang kehadiran beberapa jenis
24
serangga yang hidup di sekitar kumbung yaitu lalat, tungau rayap, laba-laba dan cacing.
Keberadaan beberapa jenis hama ini mengakibatkan tubuh buah jamur rusak misalnya tubuh
buah jamur terlihat keriput dan batangnya berlubang. engendalian hama dapat dilakukan
dengan menjaga agar lingkungan sekitar kumbung bersih.
n. Pemanenan: Kegiatan pemanenan ikut menentukan kualitas jamur tiram yang dipanen.
Untuk itu pemanenan jamur tiram harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Penentuan saat panen: anen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat
optimal, yaitu cukup besar, tetapi belum mekar sepenuhnya. emanenan biasanya
dilakukan 4-5 hari setelah tumbuh calon jamur atau sejak pembentukan tubuh buah. ada
saat itu ukuran jamur sudah cukup besar dengan diameter rata-rata antara 5-10 cm. Masa
panen jamur tiram mencapai kurang lebih 4 bulan dengan interval pemanenan 5 hari
sekali. emanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegaran
jamur dan mempermudah pemasarannya.
2. Teknik pemanenan: emanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun
jamur yang ada hingga akar-akarnya untuk menghindari adanya akar atau batang jamur
yang tertinggal. Apabila ada bagian jamur yang tertinggal dapat membusuk sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan media, bahkan dapat merusak pertumbuhan jamur yang
lain.
3. Penanganan pascapanen: Jamur tiram yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan dari kotoran
yang menempel pada bagian akarnya. Dengan cara tersebut selain kebersihan lebih
terjaga, daya tahan simpan jamur tiram pun akan lebih lama.
B. Analisis tudi Pemasaran Hasil Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
25
Studi pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah dapat dianalisis dengan melihat :
1. Biaya tataniaga (Pemasaran):
Di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah hanya terdapat satu
saluran tataniaga/ pemasaran jamur tiram yaitu saluran nol tingkat. ada saluran nol tingkat
pengusaha jamur tiram putih mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan dan
biaya transportasi. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan 8 orang petani adalah Rp
2.092.000,00 tiap masa panen, dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa panen per
responden.
Total penerimaan dan keuntungan produksi jamur tiram putih pada saluran nol tingkat
berkisar antara 105-250 kg. Harga jual jamur tiram putih yang berlaku pada tingkat
pengusaha jamur tiram putih rata-rata sebesar Rp. 12.500 per kg. Besarnya penerimaan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 17.750.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00
per masa panen per responden. Selanjutnya dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur
tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250
per masa panen per responden.
ara pengusaha jamur tiram putih menggunakan sebagian dari keuntungan yang ia
dapatkan untuk mengembangkan usahanya, seperti meningkatkan jumlah produksi
(menambah jumlah bag log) dan menambah jumlah kumbung. Selain karena keuntungan
yang diperoleh cukup besar, pengembangan usaha juga dilakukan karena budidaya jamur
tiram merupakan salah satu usaha tani yang relatif mudah untuk dilakukan. Selanjutnya
pengembangan usaha juga dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi permintaan jamur tiram
dari konsumen.
26
2. Margin, Share, Efisiensi Tataniaga/ Pemasaran dan Nilai Rasio R/C
Margin tataniaga adalah selisih harga penjualan dengan harga pembelian. ada
saluran tataniaga nol tingkat tidak terdapat margin tataniaga. Hal ini dikarenakan pada
saluran tataniaga nol tingkat tidak terdapat perbedaan share yang diterima pengusaha jamur
tiram putih karena tidak adanya perbedaan harga jual yang berlaku. ada saluran tataniaga
nol tingkat nilai efisiensi dapat dilihat pada perbandingan antara biaya tataniaga yang
dikeluarkan dengan jumlah produksi yang dijual, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
- Nilai Efisiensi emasaran engusaha Jamur Tiram:
- Nilai Rasio R/C Usaha Budidaya Jamur Tiram:
2.092.000,00
x 100 % = 11.79 %
17.750.000,00
17.750.000,00
= 8.48
2.092.000,00
ada saluran nol tingkat pengusaha jamur tiram putih memperoleh nilai efisiensi
pemasaran sebesar 11.79 % yang artinya untuk memperoleh penerimaan sebesar 100%
dibutuhkan biaya sebesar 11.79%. Sementara itu berdasarkan nilai rasio R/C (Revenue cost
ratio) diketahui bahwa usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten
Banjarnegara dinilai sangat menguntungkan karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48
(lebih besar dari 1). Sehingga kewirausahaan ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kehidupan perekonomian masyarakat setempat.
KEIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan kewirausahaan budidaya jamur tiram putih (leurotus ostreatus) sangat berprospek
untuk dikembangkan sebagai salah satu kegiatan usaha tani di Kecamatan Dieng, Kabupaten
27
Banjarnegara, Jawa Tengah karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48 (lebih besar dari 1).
Diketahui bahwa di kawasan tersebut hanya terdapat satu saluran tataniaga/ pemasaran jamur
tiram yaitu saluran nol tingkat. Volume produksi yang dihasilkan selama panen tubuh buah
jamur tiram putih pada saluran nol tingkat berkisar antara 105-250 kg. Jumlah biaya tataniaga
yang dikeluarkan 8 orang pengusaha jamur tiram adalah Rp 2.092.000,00 tiap masa panen,
dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa panen per responden. Besarnya penerimaan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 17.750.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00
per masa panen per responden. Selanjutnya dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur
tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250
per masa panen per responden. ada saluran nol tingkat pengusaha jamur tiram putih
memperoleh nil
Putih (leurotus ostreatus) di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah Terhadap Perekonomian Masyarakat etempat
R. Haryo Bimo etiarto
eneliti Bidang Mikrobiologi, usat enelitian Biologi LII
Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 46, Kawasan CSC Cibinong 16911, Jawa Barat
*email: [email protected] *hp: 081327025330
ABTRACT
Agricultural is the one important sector in our country to reach food sufficient and increases
income for our people. White oyster mushroom (leurotus ostreatus) is the one of food
commodity which has conducted for many people in Indonesia, especially in plateau. This
research is focused to analyze marketing aspects and prospects entrepereneur of farming
white oyster mushrooms in Dieng, Banjarnegara, Central Java about economics life for local
society. Methodology to collecting data is done by using observation and interview about 8
respondent. Then, data can be analyzed by measured marketing cost, marketing efficiency
point, and revenue cost ratio. This research shown that entrepreneurship activity of farming
oyster mushroom is very advantage to be developed in Dieng, Banjarnegara. It can be
indicated with revenue cost ratio (R/C ratio) is 8.48 (over than 1). In that area just exists one
channel of marketing oyster mushrooms, it is zero channel zoom. Total marketing cost which
must be invested with 8 respondent is Rp 2.092.000,00/harverst, and average marketing cost
is Rp 261.500,00/harverst/respondent. Total income for 8 respondent is Rp
17.750.000,00/harverst, and average income is Rp 2.218.750,00/harverst/respondent. So, we
can know that total profit is Rp 15.658.000,00/harverst, and average profit is Rp
1.957.250/harverst/respondent. Marketing efficiency point for this entrepereneurship activity
is 11.79 %.
Key Words: marketing study, entrepreneurship, white oyster mushroom (leurotus
ostreatus), Dieng, Banjarnegara
ABTRAK
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk mencapai swasembada pangan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Salah satu komoditas pangan yang telah
dibudidayakan secara luas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi adalah jamur
tiram putih (leurotus ostreatus). enelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis studi
pemasaran dan prospek kewirausahaan budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah terhadap kehidupan perekonomian masyarakat
setempat. Metodologi pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan
wawancara terhadap objek studi yaitu 8 orang pengusaha jamur tiram putih. Analisis data
dilakukan dengan menghitung biaya tata niaga, nilai efisiensi pemasaran, dan rasio nilai R/C.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan kewirausahaan budidaya jamur
tiram putih (leurotus ostreatus) sangat menguntungkan untuk dikembangkan di Kecamatan
Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48
(lebih besar dari 1). Di kawasan tersebut hanya terdapat satu saluran tataniaga/ pemasaran
jamur tiram yaitu saluran nol tingkat. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan 8 orang
pengusaha adalah Rp 2.092.000,00 per masa panen, dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa
panen per responden. Besarnya penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 17.750.000,00 per
masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00 per masa panen per responden. Selanjutnya
dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per
masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250 per masa panen per responden. ada saluran nol
tingkat pengusaha jamur tiram putih memperoleh nilai efisiensi pemasaran sebesar 11.79 %.
Kata Kunci: studi pemasaran, kewirausahaan, jamur tiram putih (leurotus ostreatus),
Dieng, Banjarnegara
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara optimal guna
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia
sebagai negara agraris memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produkproduk pertanian mencakup usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan. eningkatan
kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara yang dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem pertanian konvensional dengan
penggunaan input-input anorganik dan bahan bahan kimia dalam proses budidaya ternyata
membawa dampak negatif, akibatnya terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura
seperti pencemaran lingkungan oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan
terhadap bahan kimia, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia
berlebih yang terkandung pada komoditas sayuran (Mosher, 1966).
enggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat
meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka panjang akan
memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan tanah dan merusak
kelestarian ekosistem. Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung
bahan kimia adalah jamur tiram putih (leurotus ostreatus) yang telah dibudidayakan secara
2
meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi. Hal ini dikarenakan jamur tiram
putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah beriklim dingin dan kelembaban yang
tinggi (Muchrodi, 2001).
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan
diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Jamur tiram merupakan
makanan yang aman untuk dikonsumsi karena penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia
selama pertumbuhannya relatif sedikit. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur
yang memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada
media berupa limbah lignoselulosa. Selain itu penggunaannya dalam proses fermentasi tidak
membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak
mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang (Suriawiria, 2006).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk, produksi tanaman bahan
pangan memegang peranan yang sangat penting bagi pembangunan di sektor pertanian.
enyediaan pangan yang mencukupi baik dalam kuantitas maupun mutu gizinya secara
merata dan tingkat harga yang layak merupakan kondisi yang diperlukan guna tercapainya
stabilitas ekonomi yang mantap. Sejalan dengan hal itu, keberadaan industri kecil bidang
pertanian ini akan menciptakan mata rantai kegiatan pengolahan di dalam negeri yang
semakin panjang. Selain itu akan memberikan dampak positif terhadap usaha-usaha
peningkatan pendapatan petani dan usahawan kecil, perluasan berusaha serta menciptakan
lapangan pekerjaan (Soeharjo dan atong, 1973).
Dalam subsektor tanaman hortikultura masih dibutuhkan adanya perluasan produksi.
Terutama dari jenis jamur tiram yang memiliki prospek semakin cerah, baik dilihat dari segi
ekonomi maupun dari segi teknik budidayanya. Indonesia sebagai salah satu negara yang
berada di daerah tropik memiliki potensi untuk budidaya jamur tiram putih (leurotus
3
ostreatus), karena banyak memiliki limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
untuk medium produksi jamur tiram. Namun kenyataannya budidaya jamur tiram masih
belum banyak dikenal masyarakat Indonesia (Muchrodi, 2001).
Dari segi teknik budidayanya, jamur tiram dapat dibudidayakan dengan mudah karena
Indonesia memiliki potensi wilayah yang menunjang perkembangannya. Jamur tiram
merupakan salah satu jamur pangan yang tersebar luas di daerah beriklim sedang. Walaupun
demikian, daerah tropik juga dapat dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
keberhasilan pertumbuhan jamur tiram. Terlebih lagi jamur tiram menghendaki temperatur
optimum mendekati 30 0C untuk pertumbuhan. Sedangkan dari segi ekonomi, prospek jamur
dalam negeri cukup cerah karena permintaan jamur semakin meningkat sehingga untuk
memenuhinya Indonesia masih harus mengimpor (Muchrodi, 2001).
ada dasarnya prospek pasar jamur cukup cerah. Kalau usaha ini ditangani secara
serius dan dalam skala industri, tidak mustahil negara kita dapat menggeser posisi dan
mengalahkan negara pengekspor utama. Ada beberapa macam jamur yang beredar di pasaran
selama ini, seperti jamur merang, jamur tiram putih, jamur tiram abu, jamur shiitake, jamur
kuping, jamur lingzhi, jamur morel, jamur campignon. Jenis jamur yang paling luas
dipasarkan ke seluruh dunia adalah jamur merang dan jamur campignon, kemudian diikuti
jamur shiitake dan jamur tiram. Jamur merang, jamur campignon, dan jamur tiram putih
belum menjadi sayuran utama yang dijadikan menu sehari-hari bagi masyarakat. Maka sangat
wajar jika belum semua orang mengenal dan mengkonsumsi jamur tersebut. Terlebih lagi
jamur tiram belum begitu populer karena kurangnya sosialisasi, promosi dan masih banyak
masyarakat yang menganggap bahwa jenis jamur ini beracun, terutama masyarakat pedesaan
(Suriawiria, 2006).
4
Walaupun jenis jamur yang dikonsumsi beragam, akan tetapi dalam kegiatan
kewirausahaan ini hanya difokuskan pada jamur tiram putih. Hal ini dikarenakan jamur tiram
putih memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena selain teknik budidayanya mudah,
juga memiliki rasa khas dan nilai gizi yang tinggi. Selain itu juga jamur tiram putih paling
laris dan banyak dicari dibandingkan dengan jenis jamur yang lain. Di Indonesia jamur tiram
putih ini belum banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai makanan tambahan.
Karena selain harganya yang relatif mahal, juga karena belum banyak dikenal. Jika Indonesia
dapat memanfaatkan peluang tersebut yaitu dengan perluasan usaha dan peningkatan mutu
secara produktivitas, maka Indonesia dapat menjadi negara pengekspor yang dapat
diandalkan. Disamping meningkatkan keuntungan bagi setiap pengusaha juga dapat
menunjang devisa dan perluasan kesempatan kerja (Mubyarto, 1989).
eluang pasar domestik jamur tiram putih masih potensial. Hal ini ditinjau dari
populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan tersebar di beberapa provinsi disertai
dengan berkembangnya industri pengolahan, pariwisata, terkait di dalamnya industri
perhotelan, restoran dan rumah makan. Oleh karena itu peluang pemasaran produk jamur
tiram putih di dalam negeri dan diekspor diharapkan dapat memberikan prospek yang cerah
(Sudiyono, 2002). Berdasarkan uraian diatas, maka sangat perlu dikaji aspek pemasaran dan
prospek budidaya jamur tiram putih bagi masyarakat Indonesia.
Tujuan
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah hasil
penelitian di lapangan dengan judul “Studi emasaran dan rospek Kewirausahaan Budidaya
Jamur Tiram utih (leurotus ostreatus) di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara Jawa
Tengah Terhadap erekonomian Masyarakat Setempat”. enelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis studi tata niaga dan prospek kewirausahaan budidaya jamur tiram putih
5
terhadap kehidupan perekonomian masyarakat setempat dengan mengambil contoh kasus di
Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sebagai salah satu daerah sentra
budidaya jamur
tiram putih (leurotus ostreatus). Di samping itu penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi para pengusaha
kecil maupun menengah yang bergerak dalam usaha budidaya jamur tiram putih untuk dapat
melakukan kegiatan kewirausahaan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan
keuntungan maksimum.
TINJAUAN PUTAKA
Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Jamur tiram dalam bahasa Yunani disebut leurotus, artinya bentuk samping atau
posisi menyamping antara tangkai dengan tudung. Sedangkan sebutan nama tiram, karena
bentuk atau tubuh buahnya menyerupai kulit tiram atau cangkang tiram (Suriawiria, 2006).
Jamur tiram putih (leurotus ostreatus) merupakan jenis jamur kayu karena jamur ini banyak
tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram tidak mempunyai klorofil, sehingga
jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara berfotosintesis seperti pada
tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu jamur tiram mengambil zat-zat makanan yang
sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya.
Karena ketergantungannya terhadap organisme lainnya inilah maka jamur tiram digolongkan
sebagai organisme heterotrofik (Cahyana, 1997).
Klasifikasi lengkap leurotus ostreatus menurut (Cahyana, 1997) adalah:
Kingdom
: Mycetea
Divisio
: Amastigomycotae
hylum
: Basidiomycotae
Kelas
: Hymenomycetes
Ordo
: Agaricales
6
Familia
: leurotaceae
Genus
: leurotus
Spesies
: leurotus ostreatus
Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dikonsumsi dalam bentuk
masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah atau segar, baik
sebagai campuran salad maupun lalapan. Bahkan dapat diolah menjadi semacam keripik.
Jamur tiram juga mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan jamur
lainnya. Jamur tiram putih terdiri atas beberapa jenis, dengan bentuk dan warna tubuh buah
maupun nama setempat yang berbeda. Tetapi yang paling banyak dibudidayakan antara lain
jenis jamur tiram putih, abu-abu, dan coklat. Karena jenis jamur tiram tersebut mempunyai
sifat adaptasi dengan lingkungan yang baik dan tingkat produktifitasnya cukup tinggi
(Cahyana, 1997).
Gambar 1. Tubuh Buah Jamur Tiram utih (leurotus ostreatus)
7
Tanaman jamur tiram dapat tumbuh di daerah-daerah yang memiliki ketinggian
tempat sekitar 600 meter dari permukaan laut. Namun tidak tertutup kemungkinan jamur
tiram dapat tumbuh pada lokasi dataran rendah yang memiliki lingkungan beriklim dingin
ataupun sejuk, jauh dari polusi, dengan suhu udara antara 150 C sampai 280 C, di lokasi yang
memiliki kadar air sekitar 60% dan derajat keasaman atau pH 6-7. Secara alami jamur tiram
banyak ditemukan tumbuh di batang – batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon
karet, damar, kapuk, atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan
terlindung, dengan kadar oksigen cukup dan cahaya matahari sekitar 10% (Djarijah et. al,
2001).
Jamur tiram putih adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Komposisi dan kandungan nutrisi
jamur tiram putih setiap 100 gram yaitu kalori 367 kal; protein 30.4%, karbohidrat 56.6%,
lemak 2.2%, thiamin 0.20 mg, riboflavin 4.9 mg, niacin 77.2 mg, kalsium 314 mg, kalium
3.793 mg, fosfor 717 mg, Natrium 837 mg, Besi (Ferrum) 18.2 mg, serta memiliki kandungan
serat (selulosa) mulai 7.4% sampai 27.6% sangat baik bagi pencernaan (Suriawiria, 2006).
Jamur tiram putih memiliki kadar protein yang tinggi dengan asam amino yang lengkap,
termasuk asam amino esenssial yang dibutuhkan manusia. Dalam tubuh buah jamur tiram
putih diketahui terkandung 18 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak
mengandung kolesterol. Khasiat jamur tiram untuk kesehatan adalah untuk menghentikan
pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit
diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, menurunkan kolesterol darah, menambah
vitalitas dan daya tahan tubuh, serta mencegah penyakit tumor atau kanker, kelenjar gondok,
influenza, sekaligus memperlancar buang air besar (Djarijah et. al, 2001).
tudi Pemasaran Hasil Budidaya Jamur Tiram Putih
8
Seiring dengan popularitas serta memasyarakatnya jamur tiram sebagai obat dan
bahan makanan yang lezat dan bergizi, maka permintaan konsumen dan pasar jamur tiram di
berbagai daerah terus meningkat. Aspek pemasaran merupakan aspek yang sangat penting,
bila mekanisme pemasaran berjalan dengan baik maka semua pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari
produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, pedagang pengecer, dan
lainnya menjadi sangat penting. ada beberapa negara berkembang lemahnya pemasaran
hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna akan mempengaruhi
mekanisme pasar (Soekartawi, 2003).
engusaha jamur tiram putih ataupun lembaga-lembaga tataniaga lainnya perlu
memilih saluran pemasaran yang tepat agar pendapatannya meningkat. Dengan diketahuinya
saluran pemasaran maka petani dapat memperkirakan seberapa besar biaya tataniaga yang
akan dikeluarkan sehingga mempengaruhi keuntungan setiap lembaga pemasaran. Selain itu,
besar kecilnya biaya pemasaran juga mempengaruhi tingkat efisiensi pemasaran jamur tiram.
Tataniaga atau emasaran adalah suatu proses pertukaran yang mencakup serangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang dan jasa dari sektor produksi ke sektor
konsumsi dan menegaskan bahwa tataniaga merupakan salah satu cabang dari aspek jual beli
yang menekankan akan jalannya hasil produksi sampai ke tangan konsumen (Soekartawi,
2002). Menurut Sudiyono (2002), tataniaga adalah proses aliran komoditi yang disertai
perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu melalui proses penyimpanan, guna bentuk
melalui proses pengolahan, dan guna tempat melalui proses pengangkutan yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi pemasaran.
Menurut Kotler (2005), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan
9
menciptakan, menawarkan, dan memperoleh produk yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Soekartawi (2002), pemasaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar
arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen secara efisien. Aliran barang ini dapat
terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Tataniaga pada prinsipnya adalah aliran
barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang ini dapat terjadi karena adanya peranan
lembaga tataniaga, peranan lembaga tata niaga ini sangat tergantung pada sistem pasar yang
berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan, oleh karena itu dikenal istilah
saluran tataniaga.
Saluran tataniaga adalah sekumpulan organisasi independen yang terlibat dalam
proses pembuatan sebuah produk atau jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi
(Kottler, 2005). Saluran tataniaga juga didefinisikan sebagai perantara-perantara para pembeli
atau penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan sejak dari
produsen hingga ke tangan konsumen (Kottler, 2005). Saluran tataniaga dapat berbentuk
sederhana dan dapat pula berbentuk rumit. Hal ini tergantung dari bermacam komoditi,
lembaga tataniaga dan sistem tataniaga (Soekartawi, 2002). Menurut Kottler (2005), saluran
nol tingkat disebut juga pemasaran langsung, yaitu produsen menjual langsung kepada
konsumen. Saluran satu tingkat terdiri dari satu perantara seperti pedagang pengecer. Saluran
dua tingkat terdiri dari dua perantara yaitu pedagang pengumpul dan pengecer. Saluran tiga
tingkat merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari tiga perantara yaitu pedagang
pengumpul menjual kepada pemborong atau tengkulak kemudian dijual kembali ke pedagang
pengecer dan diteruskan ke konsumen akhir.
Fungsi saluran tataniaga/ pemasaran adalah a) untuk memberikan informasi tentang
pelanggan, harga, pesaing, dan pelaku lain dari lingkungan pemasaran, b) fungsi komunikasi
dan promosi membangun dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang
0
pembelian, c) fungsi negoisasi untuk mencapai persetujuan harga dan syarat jual beli
sehingga transfer kepemilikan dapat dipengaruhi, dan d) fungsi distribusi menyediakan
penyimpanan dan perpindahan produk fisik melalui tahap yang berurutan (Soekartawi, 2003).
Menurut Soekartawi (2002), fungsi pemasaran/ tata niaga dapat digolongkan menjadi
tiga bagian yaitu: a. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan; b.
Fungsi penyediaan fisik terdiri dari fungsi transportasi dan perdagangan; c. Fungsi fasilitas
terdiri dari fungsi standarisasi, pembelanjaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
Fungsi-fungsi di atas bertujuan untuk memperlancar arus barang dari produsen sampai ke
konsumen.
Menurut Soekartawi (2002), biaya tataniaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Biaya tataniaga meliputi biaya
pengangkutan, pengeringan, pungutan retribusi dan lain-lain. Kottler (2005), mendefinisikan
biaya tata niaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pergerakan barang-barang
dari tangan produsen ke tangan konsumen akhir. Besar kecilnya biaya tergantung dari besar
kecilnya kegiatan lembaga-lembaga tataniaga dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam
pergerakan barang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya tataniaga adalah
panjang pendeknya saluran tataniaga, biaya pengangkutan, penyusutan barang, dan peralatan
produksi yang digunakan.
Menurut Sudiyono (2002), margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara
yaitu, definisi pertama menyebutkan bahwa Margin emasaran merupakan perbedaan dari
harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani atau produsen.
Sementara itu definisi yang kedua menyatakan bahwa Margin emasaran merupakan
perbedaan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan
penawaran dari jasa-jasa pemasaran.
Menurut Soekartawi (2002), harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur
oleh sejumlah uang, dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia
melepaskan barang atau jasa yang dimilikinya kepada pihak lain. Harga suatu barang
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran di pasar. Suatu barang
mempunyai harga karena dua sebab yaitu barang tersebut bermanfaat dan jumlah barang
tersebut terbatas (Sudiyono, 2002). Apabila harga suatu barang berada di atas harga
keseimbangan maka jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang
diminta. Sebaliknya apabila harga barang pada suatu ketika berada di bawah harga
keseimbangan maka jumlah barang yang diminta melebihi jumlah barang yang ditawarkan
(Sudiyono, 2002).
Pendapatan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Berhasil atau tidaknya usaha budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dari besarnya
pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. endapatan dapat didefinisikan
sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. endapatan yang
diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. enerimaan usaha adalah nilai produk
total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
enerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga maupun yang
digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986).
engeluaran atau biaya usaha budidaya jamur tiram putih merupakan nilai
penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan.
Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai
pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usaha itu sendiri. Biaya yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani
jamur tiram putih apabila modal dan nilai kinerja diperhitungkan. endapatan usaha budidaya
2
jamur tiram putih yang diterima oleh seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan
pendapatan yang diterima petani lainnya. erbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani,
misalnya luas lahan usaha tani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktorfaktor yang tak dapat diubah seperti iklim dan jenis lahan (Soeharjo dan atong,1973).
Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986),
mengemukakan beberapa defenisi yaitu :
a. enerimaan tunai usaha tani (farm receipt): nilai uang yang diterima dari penjualan produk
usahatani. enerimaan tunai usaha tani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha
tani.
b. engeluaran tunai (farm payment): jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang
dan jasa bagi usaha tani, dan tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
c. endapatan tunai usaha tani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan tunai usaha
tani dengan pengeluaran tunai usaha tani.
d. enerimaan total usahatani (total farm revenue): penerimaan dari semua sumber usaha tani
yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan
untuk konsumsi keluarga.
e. engeluaran total usahatani (total farm expensive): semua biaya-biaya operasional dengan
tanpa menghitung bunga dari modal usaha tani dan nilai kerja dari pengelolaan usaha tani.
engeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai
inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga.
3
f. endapatan total usahatani (total farm income): merupakan selisih antara penerimaan total
dengan pengeluaran total.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
enelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, rovinsi
Jawa Tengah. emilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Kecamatan Dieng merupakan daerah yang paling banyak terdapat pengusaha
pembudidaya jamur tiram putih. engumpulan data dilaksanakan pada tanggal 30 Desember
2011 sampai tanggal 15 Januari 2012. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan
keterangan dari para pengusaha dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1. engamatan langsung (observasi) yaitu meneliti dengan mengadakan pengamatan terhadap
obyek yang diteliti secara langsung.
2. Wawancara yaitu melalui komunikasi langsung dengan orang atau pengusaha yang
membudidayakan jamur tiram di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara. engumpulan
4
data dan informasi menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan tujuan
penelitian.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi dari
instansi-instansi yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. seperti Badan usat Statistik
(BS) dan Dinas ertanian dan eternakan Kabupaten Banjarnegara, buku, internet dan studi
literatur yang terkait dengan penelitian. engambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan dua cara yaitu di tingkat petani dengan cara sensus. Karena petani atau orang yang
melakukan usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara
hanya berjumlah 8 orang. Menurut Sugiono (1994), bila jumlah populasi kurang dari 30
orang maka pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus atau sampel penuh.
Sedangkan untuk pengambilan sampel di tingkat lembaga tataniaga digunakan metode
bola salju (snowball sampling). Metode pencarian informasi secara berantai dengan mencari
informasi petani atau produsen sebagai tahap pertama. Informasi dari petani produsen
menunjukan lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Kemudian dari
pedagang pengumpul diperoleh lembaga - lembaga yang masih terlibat dalam kegiatan
tataniaga seperti pedagang besar, kemudian seterusnya ke pedagang pengecer hingga ke
konsumen akhir (Arikunto, 1996).
Metode Analisis Data
Metode Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Menurut Soekartawi (2002), biaya tata niaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Biaya tataniaga meliputi biaya
pengangkutan, pengepakan, pungutan retribusi, dan lain-lain. Biaya tataniaga dapat dihitung
dengan menggunakan rumus : BT = Bp + Btr
5
Keterangan : BT = Biaya tataniaga (Rp/masa panen), Bp = Biaya pengepakan (Rp/masa
panen), Btr = Biaya transportasi (Rp/masa panen).
2. Margin tataniaga menurut Sudiyono (2002) adalah selisih antara harga penjualan dan harga
pembelian dihitung dengan rumus : M = Hp – Hb
Keterangan : M = Margin (Rp/kg), Hp = Harga penjualan (Rp/kg), Hb = Harga pembelian
(Rp/kg).
3. Menurut Sudiyono (2002), untuk menghitung bagian harga yang diterima petani (Share)
dapat dihitung dengan rumus : Lp =
Hp
x 100 %.
He
Keterangan : Lp = Bagian harga yang diterima petani (%), Hp = Harga pada petani produsen
(Rp/kg), He = Harga eceran (Rp/kg).
4. Menurut Kottler (2005), profit atau keuntungan yang diperoleh tiap lembaga yang terlibat
dihitung dengan rumus : π = Mp – Bt
Keterangan : π = rofit atau keuntungan (Rp/kg), Mp = Margin pedagang (Rp/kg), Bt = Biaya
total (Rp/kg).
5. Menurut Soekartawi (2002), efisiensi tataniaga adalah perbandingan antara biaya tataniaga
dengan produk yang dijual dan dinyatakan dengan persen. Rumus efisiensi tataniaga adalah
sebagai berikut : Es =
TB
x 100 %
TN
Keterangan : Es = Efisiensi biaya tataniaga (%), TB = Total biaya tataniaga (Rp), TN =
Total nilai produk (Rp).
6
6. Analisis endapatan Hasil Budidaya Jamur Tiram utih: Analisis pendapatan mempunyai
tujuan dan kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama
dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha tani
dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang
petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya
pada saat ini berhasil atau tidak. Soeharjo dan atong (1973) menyatakan bahwa pendapatan
selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien
adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio).
Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan
usaha tani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya.
Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha tani, artinya dari angka rasio penerimaan
atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha tani menguntungkan atau tidak.
Selanjutnya Soeharjo dan atong (1973) menjelaskan bahwa usaha budidaya jamur tiram
putih dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya
suatu usaha dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.
HAIL DAN PEMBAHAAN
A. Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
1. Persiapan arana Produksi
a. Bangunan Kumbung: Bangunan atau rumah jamur dapat dibuat dari bahan bambu, kayu
atau besi. Bangunan yang sederhana dapat berupa bangunan dengan tiang dan dinding yang
terbuat dari bambu, atap dari genteng dan lantai dari tanah yang diperkuat. Ukuran bangunan
biasanya disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu sesuai dengan jumlah bag log atau substrat
7
tanam yang akan dipelihara. Misalnya untuk memelihara 500-1000 bag log atau substrat
tanam, dibutuhkan bangunan dengan ukuran 6m x 4m x 4m. Bentuk bangunan atau rumah
jamur bias bervariasi, namun bentuk yang sering dijumpai yaitu seperti bangunan rumah.
ada umumnya bangunan atau rumah jamur terdiri dari beberapa ruangan diantaranya :
1. Ruang ersiapan: digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang
dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran media
tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat
untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi usaha itu
tidak terlalu besar. Namun apabila skala produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan
itu sebaiknya ditempatkan dalam ruang terpisah atau gudang.
2. Ruang Inokulasi: adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam jamur. Ruang
inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi oleh mikroba lain. ada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat
ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya ventilasi udara dipasang filter atau saringan
dari kawat kassa atau kassa plastik, hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan.
ada perusahaan dalam skala besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat
pendingin udara (air conditioning).
3. Ruang Inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan miselium jamur
tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang inkubasi biasanya disebut
dengan ruang spawning. Kondisi ruangan diatur pada suhu 22-28 0C dengan kelembaban
60-80%. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam
yang sudah diinokulasi.
8
4. Ruang emeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk menumbuhkan
tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat baglog penumbuhan tubuh
buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga kelembaban dan kadar air dalam
pemeliharaan tubuh buah jamur. Alat ini berfungsi untuk menyemprotkan air sehingga
ruangan bias diatur dalam kondisi yang optimal yaitu dengan suhu 16-22 0C dan
kelembaban 80-90%.
5. Ruang embibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan media bibit
jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam skala produsi kecil
bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.
b. Peralatan: Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat yang
mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu spritus. Untuk
produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup besar seperti ayakan, mixer,
filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer digunakan sebagai alat pencampur media tanam
jamur. Filler digunakan sebagai alat pengisi media ke dalam kantong plastik dalam jumlah
tertentu. Boiler digunakan sebagai sumber pemanas (uap). Chamber sterilizer digunakan
sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.
c. Bahan – Bahan: Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram putih yang perlu dipersiapkan
terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap.
a. Bahan baku: Jamur tiram putih merupakan jenis fungi sapprofit dimana tumbuh dan
berkembang pada kayu atau pohon dan mengambil sari makanan dari inangnya. Dalam
kegiatan budidaya jamur tiram putih media tanam utama yang digunakan adalah serbuk kayu
atau serbuk gergaji supaya media hidup jamur dalam kegiatan budidaya sama dengan di alam.
Serbuk kayu yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah dari
9
pohon sengon (arasientes falcataria) karena kandungan getah yang terdapat pada pohon ini
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis pohon yang lain, karena kandungan getah
pada pohon dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur tiram putih. Serbuk gergaji dapat
diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. emilihan serbuk gergaji sebagai bahan baku media
penanaman jamur perlu memperhatikan tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk
mengurangi kontaminan dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih.
b. Bahan tambahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada media plastik
terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3), gips (CaSO4), tepung
tapioka atau tepung jagung, pupuk S-36, karet, kapas, cincin pipa dan dapat pula
ditambahkan mineral-mineral lain.
b.1. Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber
karbohidrat, sumber karbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang digunakan dapat berasal
dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik. Bekatul sebaiknya dipilih yang
masih baru, belum tengik dan tidak rusak.
b.2. Kapur (CaCO3) ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan
untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang
digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk
meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi pertumbuhannya.
b.3. Gips (CaSO4) digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk
memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam tidak akan
cepat rusak.
b.4. Kantong lastik: enggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah
pengaturan kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang
20
digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100 ºC, jenis plastik
biasanya dipilih dari jenis polipropilen (). Ukuran dan ketebalan plastik terdiri dari
berbagai macam ukuran. Dalam usaha budidaya jamur tiram biasanya yang digunakan
adalah ukuran 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25 cm dan ketebalan 0.3 – 0.7 mm.
d. Bibit Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus): Budidaya jamur yang berhasil dengan
baik dipengaruhi beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama,
diantaranya adalah bibit jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi
dengan baik tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur
yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali
(Cahyana, 1997) Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena
dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan miselium
dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang baik adalah sebagai
berikut : a. Bibit berasal dari varietas unggul; b. Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama
disimpan; c. Bibit tidak terkontaminasi.
2. Tahapan Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
Beberapa tahapan dalam budidaya jamur tiram putih yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Persiapan bahan: Bahan yang harus dipersiapkan yaitu serbuk kayu (serbuk gergaji),
dedak, kapur, gipsum, tepung jagung dan pupuk S-36 sesuai dengan kebutuhan.
b. Pengayakan: Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat
keseragaman yang kurang baik, sehingga hal ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan miselia
kurang merata dan kurang baik. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut maka
serbuk kayu terlebih dahulu perlu diayak. Ukuran ayakan yang digunakan sama dengan
ukuran ayakan pasir.
2
c. Perendaman: erendaman serbuk kayu perlu dilakukan untuk menghilangkan getah dan
minyak yang terdapat pada serbuk kayu. Di samping itu perendaman juga berfungsi untuk
melunakan serbuk kayu agar mudah diuraikan oleh jamur.
d. Pengukusan: engukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakuakan pada suhu 80-90
0C
selama 4-6 jam. roses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat
menganggu pertumbuhan jamur tiram. Melalui tahap mengukusan ini juga diharapkan dapat
melarutkan minyak dan getah yang terdapat pada kayu.
e. Pencampuran: Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan selanjutnya
dicampur dengan serbuk kayu yang telah dikukus, lalu ditambahkan air secukupnya yaitu
sekitar 50-65%. encampuran ini harus dilakukan secara merata sehingga tidak terjadi
gumpalan-gumpalan antara sebuk kayu dengan kapur, karena bisa menghambat pertumbuhan
bibit jamur tiram.
f. Pengomposan: engomposan media tumbuh bertujuan untuk menguraikan senyawasenyawa yang terdapat di dalamnya agar menjadi lebih sederhana sehingga mudah diserap
dan dicerna oleh jamur. engomposan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu menumpuk
media tumbuh setinggi 50 cm lalu ditutup dengan lembaran plastik selama dua hari sampai
suhu mencapai 50 0C dengan kadar air 50-65% dan pH 6-7.
g. Pembungkusan: embungkusan dilakukan dengan menggunakan plastik polipropilen ()
karena plastik jenis ini relatif tahan terhadap panas. Ukuran plastik bermacam-macam, namun
yang biasa digunakan yaitu plastik berukuran 20x30 cm berkapasitas 1.000 g. jika
pembungkusan dilakukan secara manual, maka media yang ada di dalam plastik dipadatkan
menggunakan botol atau alat jenis lainnya. emadatan dilakukan sampai media mencapai
ketinggian sekitar 20 cm, lalu tepat dipermukaan media dibuat lubang tanam sedalam 10 cm
22
dengan diameter 2.5 cm menggunakan kayu atau besi yang steril. Selanjutnya bagian ujung
plastik yang terbuka, tepat diatas batas media tumbuh dipasang cincin dari plastik atau
potongan pipa peralon, lalu disumpal dengan kapas. Media tumbuh yang dibungkus plastik
inilah yang disebut bag log.
h. terilisasi bag log: Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba, baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menganggu pertumbuhan jamur
tiram. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90 0C selama 6-8 jam. Untuk melakukan sterilisasi
dapat digunakan alat yang sangat sederhana yaitu drum minyak yang terbuat dari besi dengan
sedikit dimodifikasi dan menambahkan sarangan pembatas antara air dengan tempat bag log.
i. Pendinginan: Sebelum dilakukan inokulasi, bag log yang telah disterilisasi terlebih dahulu
didinginkan selama 1-2 hari hingga suhunya mencapai 35-40 0C. Apabila suhu bag log terlalu
tinggi maka bibit yang ditanam akan mati karena kepanasan. Untuk mempercepat proses
pendinginan dapat digunakan kipas angin atau blower.
j. Inokulasi: Inokulasi atau penanaman bibit harus segera dilakukan setelah bag log suda
dingin dan dilakukan di ruangan yang telah disterilkan. Adapun cara melakukan inokulasi
bibit jamur tiram ke bag log sebagai berikut: buka penutup bag log, tuangkan bibit jamur
tiram sebanyak 3 sendok makan di tengah lubang tanam, kemudian tutup kembali bag log
menggunakan penutupnya. Agar inokulasi dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada saat melakukan kegiatan ini yaitu kebersihan, bibit dan teknik
inokulasi.
k. Inkubasi: Inkubasi atau proses penumbuhan miselia jamur dilakukan dengan cara
menyimpan bag log di ruang inkubasi bersuhu 22-28 0C. Lama waktu inkubasi 40-60 hari
sampai seluruh media bag log dipenuhi miselia. Tanda keberhasilan inkubasi sudah bisa
23
dilihat sekitar dua minggu, yaitu tumbuhnya miselia jamur berwarna putih yang merambat ke
bawah. Sedangkan jika miselia tidak tumbuh atau tumbuh miselia berwarna selain putih maka
proses inkubasi gagal dan harus diulang.
l. Penumbuhan: Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah berumur
40-60 hari sudah memasuki masa pertumbuhan tubuh buah jamur. Untuk mempercepat
terjadinya pertumbuhan dilakukan dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah
penuh miselia. ada prinsipnya pembukaan plastik media bertujuan memberikan O2 yang
cukup bagi pertumbuhan tubuh buah jamur tiram. Dengan O2 yang cukup maka dapat
memberikan kesempatan bagi jamur untuk membentuk tubuh buah (fruiting body) dengan
baik. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka biasanya akan tumbuh tubuh buah.
Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selam 2-3 hari atau sampai
terjadi pertumbuhan yang optimal. Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah
pada jamur tiram adalah pada suhu 16-22 0C dengan kelembaban 80-90%. Apabila suhu
terlalu tinggi, sedangkan kelembaban terlalu rendah (biasanya pada musim panas) perlu
dilakukan penyemprotan menggunakan air bersih.
m. Pengendalian gulma dan hama: Masalah besar dalam usaha budidaya jamur tiram putih
adalah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang tidak diharapkan. Kontaminasi tersebut
menyebabkan media tumbuh ditumbuhi oleh jamur-jamur gulma yang menjadi pesaing jamur
tiram dalam memperebutkan makanan. Keberadaan gulma dapat dilihat dengan munculnya
bintik-bintik hitam, hijau atau warna mencolok lain dipermukaan media. encegahan
munculnya gulma dilakukan dengan cara mengusahakan agar setiap tahapan budidaya jamur
tiram selalu dilakukan dalam keadaan steril, baik pada saat pembibitan maupun penanaman.
Jika gulma terlanjur tumbuh bisa ditanggulangi dengan cara mencabutnya tangan atau pinset.
Di samping itu aroma media tumbuh yang khas, mengundang kehadiran beberapa jenis
24
serangga yang hidup di sekitar kumbung yaitu lalat, tungau rayap, laba-laba dan cacing.
Keberadaan beberapa jenis hama ini mengakibatkan tubuh buah jamur rusak misalnya tubuh
buah jamur terlihat keriput dan batangnya berlubang. engendalian hama dapat dilakukan
dengan menjaga agar lingkungan sekitar kumbung bersih.
n. Pemanenan: Kegiatan pemanenan ikut menentukan kualitas jamur tiram yang dipanen.
Untuk itu pemanenan jamur tiram harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Penentuan saat panen: anen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat
optimal, yaitu cukup besar, tetapi belum mekar sepenuhnya. emanenan biasanya
dilakukan 4-5 hari setelah tumbuh calon jamur atau sejak pembentukan tubuh buah. ada
saat itu ukuran jamur sudah cukup besar dengan diameter rata-rata antara 5-10 cm. Masa
panen jamur tiram mencapai kurang lebih 4 bulan dengan interval pemanenan 5 hari
sekali. emanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegaran
jamur dan mempermudah pemasarannya.
2. Teknik pemanenan: emanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun
jamur yang ada hingga akar-akarnya untuk menghindari adanya akar atau batang jamur
yang tertinggal. Apabila ada bagian jamur yang tertinggal dapat membusuk sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan media, bahkan dapat merusak pertumbuhan jamur yang
lain.
3. Penanganan pascapanen: Jamur tiram yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan dari kotoran
yang menempel pada bagian akarnya. Dengan cara tersebut selain kebersihan lebih
terjaga, daya tahan simpan jamur tiram pun akan lebih lama.
B. Analisis tudi Pemasaran Hasil Budidaya Jamur Tiram Putih (leurotus ostreatus)
25
Studi pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah dapat dianalisis dengan melihat :
1. Biaya tataniaga (Pemasaran):
Di Kecamatan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah hanya terdapat satu
saluran tataniaga/ pemasaran jamur tiram yaitu saluran nol tingkat. ada saluran nol tingkat
pengusaha jamur tiram putih mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan dan
biaya transportasi. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan 8 orang petani adalah Rp
2.092.000,00 tiap masa panen, dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa panen per
responden.
Total penerimaan dan keuntungan produksi jamur tiram putih pada saluran nol tingkat
berkisar antara 105-250 kg. Harga jual jamur tiram putih yang berlaku pada tingkat
pengusaha jamur tiram putih rata-rata sebesar Rp. 12.500 per kg. Besarnya penerimaan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 17.750.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00
per masa panen per responden. Selanjutnya dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur
tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250
per masa panen per responden.
ara pengusaha jamur tiram putih menggunakan sebagian dari keuntungan yang ia
dapatkan untuk mengembangkan usahanya, seperti meningkatkan jumlah produksi
(menambah jumlah bag log) dan menambah jumlah kumbung. Selain karena keuntungan
yang diperoleh cukup besar, pengembangan usaha juga dilakukan karena budidaya jamur
tiram merupakan salah satu usaha tani yang relatif mudah untuk dilakukan. Selanjutnya
pengembangan usaha juga dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi permintaan jamur tiram
dari konsumen.
26
2. Margin, Share, Efisiensi Tataniaga/ Pemasaran dan Nilai Rasio R/C
Margin tataniaga adalah selisih harga penjualan dengan harga pembelian. ada
saluran tataniaga nol tingkat tidak terdapat margin tataniaga. Hal ini dikarenakan pada
saluran tataniaga nol tingkat tidak terdapat perbedaan share yang diterima pengusaha jamur
tiram putih karena tidak adanya perbedaan harga jual yang berlaku. ada saluran tataniaga
nol tingkat nilai efisiensi dapat dilihat pada perbandingan antara biaya tataniaga yang
dikeluarkan dengan jumlah produksi yang dijual, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
- Nilai Efisiensi emasaran engusaha Jamur Tiram:
- Nilai Rasio R/C Usaha Budidaya Jamur Tiram:
2.092.000,00
x 100 % = 11.79 %
17.750.000,00
17.750.000,00
= 8.48
2.092.000,00
ada saluran nol tingkat pengusaha jamur tiram putih memperoleh nilai efisiensi
pemasaran sebesar 11.79 % yang artinya untuk memperoleh penerimaan sebesar 100%
dibutuhkan biaya sebesar 11.79%. Sementara itu berdasarkan nilai rasio R/C (Revenue cost
ratio) diketahui bahwa usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Dieng, Kabupaten
Banjarnegara dinilai sangat menguntungkan karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48
(lebih besar dari 1). Sehingga kewirausahaan ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kehidupan perekonomian masyarakat setempat.
KEIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan kewirausahaan budidaya jamur tiram putih (leurotus ostreatus) sangat berprospek
untuk dikembangkan sebagai salah satu kegiatan usaha tani di Kecamatan Dieng, Kabupaten
27
Banjarnegara, Jawa Tengah karena memiliki nilai R/C rasio sebesar 8.48 (lebih besar dari 1).
Diketahui bahwa di kawasan tersebut hanya terdapat satu saluran tataniaga/ pemasaran jamur
tiram yaitu saluran nol tingkat. Volume produksi yang dihasilkan selama panen tubuh buah
jamur tiram putih pada saluran nol tingkat berkisar antara 105-250 kg. Jumlah biaya tataniaga
yang dikeluarkan 8 orang pengusaha jamur tiram adalah Rp 2.092.000,00 tiap masa panen,
dengan rata-rata Rp 261.500,00 per masa panen per responden. Besarnya penerimaan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 17.750.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 2.218.750,00
per masa panen per responden. Selanjutnya dapat diketahui keuntungan pengusaha jamur
tiram putih yaitu sebesar Rp 15.658.000,00 per masa panen dengan rata-rata Rp 1.957.250
per masa panen per responden. ada saluran nol tingkat pengusaha jamur tiram putih
memperoleh nil