PEMBANGUNAN BERBASIS KEPENDUDUKAN pendu sudut

PEMBANGUNAN BERBASIS KEPENDUDUKAN,
PENDUDUK YANG TERUS MEMBANGUN?
Tinjauan sudut pandang Fenomenologi
Oleh : Gina Tryapriliyanti
Sesuatu yang dahulu bisa dibanggakan, karena Indonesia berhasil
menjadi negara yang bisa dibilang dapat mengatur penduduknya kala itu, ya
saat sebelum era reformasi. Indonesia bisa menekan angka pertumbuhan
penduduk sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk Indonesia sudah
masuk kategori dengan jumlah penduduk yang ideal. Dibawah program
Keluarga Berencana yang diusung oleh pemerintah yang sangat sentralistik
kala itu, berhasil menjadikan Indonesia negara dengan penduduk yang
sejahtera. Sejahtera karena pertumbuhan ekonomi stabil, harga kebutuhan
sehari-hari terjangkau, kemacetan mungkin sangat jarang dijumpai.
Walaupun disamping itu banyak hal yang mereka “sembunyikan” untuk
beberapa hal dikalangan politisi lainnya.
Mungkin hari ini, program pengaturan penduduk ber-label-kan
Keluarga Berencana sudah tidak lagi menjadi prioritas utama semenjak orde
baru dihentikan paksa oleh rakyat. Ada sisi baik dan buruk tentunya, karena
saat sudah tidak menjadi prioritas utama, hal ini menjadi boomerang untuk
kita, ya ini sudah menjadi bencana -jika kita sadar-. Mungkin sekarang kalian
tak merasakan apa yang saya bilang “bencana” tadi, karena ini masalah masa

depan! ledakan penduduk tidak akan bisa kita rasakan sekarang, tapi nanti
10 atau 20 tahun lagi. Saya rasa tahun ini sudah masuk menuju gerbang
kenestapaan bangsa Indonesia, karena indikasi ledakan penduduk sudah
mulai muncul, terutama di Kota metropolitan dimana para manusia yang
haus harta, maupun yang memang butuh harta, tumpah ruah disana.
Kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh orangtua yang mana, yang
seperti apa. Ya, bersyukurlah kalian yang hidup dalam keluarga yang serba
berkecukupan. Makan enak, sekolah tinggi, fasilitas lengkap, masuk sekolah

bagus, diantar supir pribadi kemana-mana, update setiap ada gadget baru, ya
itulah kenapa harus bersyukur karena Tuhan melahirkan beberapa bayi di
keluarga yang kaya. Coba bandingkan dengan bayi yang terlahir dalam
kondisi orang tua yang pas-pasan. Makan pun susah, asupan gizi kurang,
pengetahuan kurang, serba kekurangan. Bagaimana anak bisa tumbuh
dengan baik, jika lingkungan tidak mendukung. Asupan gizi tentu akan sangat
berpengaruh pada perkembangan otak seorang anak, dan kaitannya dengan
kemampuan kognitifnya. Belum lagi soal pola asuh yang berasal dari
orangtua dengan pendidikan yang minim dan informasi yang minim
mengenai bagaimana mendidik anak, kalau hanya memiliki 1 atau 2 anak
mungkin tidak masalah, yang jadi masalah, jika anaknya satu team bola

basket, atau bahkan berjumlah satu team sepak bola. Akan diberi asupan gizi
seperti apa jika makan dua kali sehari saja sangat sulit, akan diberikan
fasilitas pendidikan seperti apa jika sekolah sampai SMP pun masih harus
menghutang sana sini. Bandingkan dengan orang tua yang serba
berkecukupan, walaupun anaknya lebih dari 2, semua kebutuhan dapat
terpenuhi dengan baik. Masalah yang muncul bukan lagi soal makan,
membeli obat atau tentang bayaran sekolah lagi.
Keluarga Berencana bukan hanya melulu tentang “2 anak cukup” saja.
Tetapi keseluruhan mengenai hal ihwal tentang kependudukan, saya rasa
program ini merupakan program yang sangat visioner. Memikirkan nasib
bangsa kita kedepan. 2 anak cukup hanya 5 persen dari keseluruhan program
KB ini, tetapi kebanyakan orang memang melihat hanya hal yang ini saja.
Padahal jika kita mau belajar dan mau tahu, sebenarnya program KB ini
mengurus dan mengawal manusia dari mulai persiapan menikah, kehidupan
menikah, memiliki anak, mengurus anak, mengurus anak remaja, sampai ke
manula. Semua terdeskripsikan dengan jelas pada program KB yang kita
miliki di Indonesia.
Saya sedikit terusik dengan berbagai hal yang sudah cukup
memusingkan saya dan banyak orang dalam kehidupan mereka. Kemacetan


kini sudah menjadi makanan sehari-hari orang-orang di kota-kota besar
dengan segala aktivitas kericuhan yang memicu emosi negatif yang tinggi,
stres meningkat, oksigen sehat di kota sudah sangat minim, ruang gerak hijau
apalagi. Jangkauan harga kendaraan bermotor saja dengan uang 500.000
seorang ayah akan bisa membawa 1 buah motor bebek kerumah, ditambah
akan hadirnya mobil murah, mau seperti apa jalanan di Indonesia?
Tadi, pagi pagi buta sekitar pukul 6, saya baru saja melihat anak
jalanan di pelataran rel kereta api, dengan baju yang lusuh dan rambut acakacakan dia menarik bagian kerah bajunya untuk menutupi mulut dan hidung,
itu yang saat ini mereka bilang “nge-fly” atau terkenal dengan istilah “ngelem”.
Sungguh tersisit hati ini, banyak pertanyaan yang muncul tentang dirinya.
Dimana keluarganya? Siapa yang mengurusnya? Seperti apa keluarganya?
Orangtuanya mengajarkan apa? Seperti apa teman-temannya? Kenapa dia
bisa ada disana dengan keadaan seperti itu? Apa dia sekolah? Apa dia makan
nasi sehari 3kali? Siapa yang harus bertanggung jawab atas itu semua? Ah
sudahlah..
Ya memang, pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun negeri
ini dengan segala fasilitasnya. Fasilitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan
fasilitas kebutuhan orang-orang tertentu. Lalu apakah jumlah fasilitas itu
sebanding dengan kualitas nya? Dan apakah jumlah fasilitas itu sebanding
dengan jumlah orang yang membutuhkannya? Satu pertanyaan lagi. Apakah

fasilitas itu benar-benar dapat dicapai dengan mudah oleh orang-orang yang
benar-benar membutuhkannya?
Pembangunan terus dilakukan demi kesejahteraan rakyat, namun
fenomena

kesengsaraan

terus

berlanjut.

Kemiskinan,

pengangguran,

peningkatan aktivitas kriminal, tingkat pendidikan rendah, derajat kehidupan
yang kurang sejahtera, dan hal ihwal lainnya. Pemerintah membangun segala
fasilitas dengan anggaran yang cukup besar, -dan dana yang di korupsipun
sama besarnya- tetapi penekanan angka penduduk dan pengaturan
kependudukan tidak dijadikan hal yang penting lagi saat ini. Bahkan mungkin


dianggap sebelah mata, karena masyarakat memang tidak difokuskan lagi
menuju penyadaran mengenai kependudukan.
Memang ukuran kesejahteraan dalam hidup ini sangat subjektif,
pemerintah tidak bisa menetapkan dan melegalisasi definisi kesejahteraan
dalam undang-undang ataupun KUHP. Tetapi setidaknya dengan slogan 2
anak cukup ini, harapan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dapat dirasakan
oleh setiap keluarga. Masih menjadi harapan, ketika pembangunan dapat
disandingkan dengan basis kependudukan, karena suatu hal yang tidak nyata
dalam realisasinya.
Masalah tidak akan pernah usai, tidak disangkal juga, banyak pihak
yang sadar akan hal ini, pihak-pihak yang memperjuangkan mengenai
pembangunan nyata berbasis kependudukan. Usaha keras masih terus
dilakukan, langkah tetap maju walau sedikit gontai, tapi langkah itu tak
pernah mundur. Keyakinan selalu menjadi topik utama dalam segala usaha,
walau ini bukan prioritas lagi tetapi program ini masih memiliki eksistensi di
Indonesia, ada harapan untuk mewujudkannya menjadi lebih baik lagi
dengan dukungan dari berbagai pihak. Saling memberikan kesadaran satu
sama lain, dan memulai dari hal yang kecil mungkin itu salah satu kunci dari
keberhasilan program ini, untuk Indonesia yang lebih baik. Entah kapan, tapi

hal ini pasti akan kita capai jika semua memiliki keinginan dan keyakinan
yang sejalan.