PENENTUAN KANDUNGAN ALKALOIDA KOFEIN DAL

PENENTUAN KANDUNGAN ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN
TEH SECARA EKSTRAKSI PELARUT
A. TUJ UAN
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk menentukan kandungan
alkaloda kofein dalam daun teh secara ekstraksi pelarut.
B. LANDASAN TEORI
Tumbuhan menghasilkan bermacam-macam golongan senyawa organik
yang melimpah yang sebagian besar dari senyawa itu tidak nampak secara
langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Zat-zat
kimia ini sederhana dirujuk sebagai metabolit sekunder yang keberadaannya
terbatas pada spesies tertentu dalam kingdom tumbuhan. Metablit sekunder juga
dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolisme sekunder
biasanya tidak untuk semua sel secara keseluruhan, tetapi hanya untuk beberapa
sel tertentu. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan
metabolit primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat
dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yakni terpenoid (termasuk triterpenoid,
steroid, dan saponin), alkaloid, dan senyawa-senyawa fenol (termasuk flavonoid
dan tanin). Alkaloid biasanya didapati sebagai garam organik dalam tumbuhan
dalam bentuk senyawa padat berbentuk Kristal dan kebanyakan berwarna. Pada
daun atau buah segar biasanya keberadaan alkaloid memebrikan rasa pahit di lidah
(Simbala, 2009).

Tanaman teh berdasarkan taksonomi termasuk golongan divisi:
Spermatophyta, sub divisi: Angiospermae, kelas: Magnoliopsida, subkelas:

Dilleniidae, ordo: Tehales, suku: Tehaceae, genus: Camellia, spesies: sinensis.
Jenis teh sangat beragam, begitu juga dengan kualitas hasil olahannya. Namun,
umumnya jenis teh dibagi menjadi tiga berdasarkan waktu dari lamanya proses
fermentasi yaitu, teh hijau dibuat tanpa melalui proses fermentasi, teh oolong
dihasilkan melalui proses semi fermentasi, dan teh hitam dibuat melalui proses
fermentasi. Kandungan dalam teh beraneka ragam antara lain kafein, teofilin,
vitamin K, vitamin C, vitamin A, vitamin B (B1, B2, B6), K, Na, Mn, Cu, F,
flavonoid, dan tannin. Kadar kafein dalam daun teh sekitar 2% (Nersyanti, 2006).
Berdasarkan penelitian, kebiasaan minum teh ternyata dapat mencegah
napas bau dan gigi keropos. Hasil isolasi senyawa kimia dari daun teh yang
dikenal sebagai keluarga polifenol terutama katehin dan teaflavin dapat
membunuh bakteri penyebab gangguan mulut (Bustanussalam, dkk., 2009).
Para peneliti di bidang kesehatan kini mampu membuktikan khasiat sehat
daun teh yang dapat memberikan daya kekebalan tubuh untuk melawan berbagai
penyakit serta memperpanjang usia. Dari hasil penelitian ilmiah, teh memiliki
kemampuan menghambat pembentukan kanker, mencegah penyakit jantung dan
stroke, menstimulir sistem sirkulasi, memperkuat pembuluh darah, menurunkan

kolesterol dalam darah, memperkuat gigi. Teh bisa pula digunakan sebagai obat
luar untuk beberapa penyakit, seperti penyembuhan luka atau mencegah penyak
kulit dan penyakit kaki karena kutu air (Dewi, 2008).
Beragam manfaat teh tidak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa dan
sifat-sifat yang ada pada daun teh. Komposisi kimia daun teh segar (dalam %
berat kering) adalah serat kasar, selulosa, lignin 22%, protein dan asam amino

23%, lemak 8%, polifenol 30%, kafein 4%, pectin 4%. Daun teh mengandung tiga
komponen penting yang mempengaruhi mutu minuman, yaitu kafein, tanin, dan
polifenol. Kafein memberikan efek stimulan (Sundari, dkk., 2009).
Kafein termasuk dalam famili bahan alam yang dikenal sebagai xantin.
Xantin berasal dari tumbuhan yang sejak dulu dikenal sebagai stimulant. Kafein
adalah jenis xantin yang kuat, dengan kemampuannya untuk meningkatkan
kesadaran, tidak tertidur, dan kafein merupakan vasodilator (relaksasi pebuluh
darah) dan sebagai diuretik (meningkatkan jumlah urin). Banyak konsumen
memilih menghindari kafein sebagian atau semuanya, dengan efek stimulannya
dan lain-lain, masih menjadi perhatian medis. Kafein membuat dekafeinasi teh
yang penting dalam proses industri. Ditambah lagi, memiliki rasa yang agak pahit.
Hasilnya, dekafeinasi biji kopi dan daun teh akan menghilangkan rasa tersebut
dengan tidak adanya komponen lain yang hilang. Perlu dicatat bahwa dekafeinasi

kopi dan teh adalah bukan kafein bebas. Kafeinasi dilakukan dengan
menggunakan pelarut yang mengekstrak kafein. Untuk tujuan ini, pelarut yang
sesuai adalah kloroform, diklorometana, etil asetat, karbondioksida super kritik,
dan lain-lain. Diklorometana digunakan untuk dekafeinasi bagian yang besar dari
teh konvensional. Pelarut ini juga relatif tidak toksik dan sering digantikan dengan
kloroform. Etil asetat juga menarik kafein dari daun teh secara efektif, juga dapat
mengekstrak komponen kimia lain dengan baik. Studi pada teh hijau dengan
dekafeinasi menggunakan etil asetat telah menunjukkan potensi di atas 30% dari
epigalokatekin galat (dianggap sebagai komponen yang sangat bermanfaat dalam

teh hijau) dan lainnya bermanfaat sebagai komponen yang bersifat antioksidan
yang diekstrak bersama kafein (Atomssa dan Gholap, 2011).
Pemberian kafein secara berlebihan dapat menyebabkan gugup, gelisah,
tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang. Pemberian vitamin B2 yang
berlebihan sejauh ini tidak menimbulkan efek yang berbahaya, tapi konsumsi
vitamin B6 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan syaraf pada tangan
dan kaki, karena itulah kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman
berenergi perlu ditentukan agar tidak menimbulkan efek yang merugikan. Banyak
metode telah dikembangkan untuk penentuan kadar kafein, yaitu metode
titrimetri, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. Metode titrimetri

dan fluorometri memerlukan sampel dan pereaksi kimia dalam jumlah banyak,
waktu analisis yang lama, dan perlu adanya preparasi sampel terlebih dahulu
(Safitri, 2007).
Kadar kafein lebih tinggi dari kopi Arabika. Kafein mempunyai daya
kerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, stimulant obat jantung, relaksasi otot
polos, dan diuresi. Efek kafein dapat meningkat apabila interaksi dengan beberapa
jenis obat dan menyebabkan kofeinisme (Hartono, 2009).
Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin, senyawa golongan alkaloid purin
dengan rumus molekul C8 H10N4O2. Kafein hasil isolasi maupun sintesis dapat
berbentuk anhidrat atau hidrat yang mengandung satu molekul air. Senyawa ini
mempunyai sifat fisik berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,
biasanya menggumpal, tidak berbau, dan berasa pahit seperti alkaloid pada

umumnya. Kafein sukar larut dalam eter, agak sukar larut dalam air dan etanol,
serta mudah larut dalam kloroform (Safitri, 2007).
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat di daun teh
(Camellia sinensis), biji kopi (Coffea arabica), dan biji coklat (Tehobroma
cacao). Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos
bronkus, dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut

seringkali kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman suplemen. Efek
samping

dari

penggunaan

kafein

secara

berlebihan

(overdosis)

dapat

menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang
(Nersyanti, 2006).
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan

titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid
berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan koiini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks,
spesies aromatis, berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin merah.
Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun
pseudo dan protoalkaloid larut daam air. Kebanyak alkaloid bersifat basa. Sifat
trsebut tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus
fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, contoh
gugus alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih
bersifat basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik
elektron (contoh gugus karboni), maka ketersediaan elektron berpasangan

berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau
bahkan sedikit asam (Pranata, 1997).
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman
yang mengandung alkaloid, yaitu prosedur Wall dengan proses ekstraksi
sederhana dan prosedur Kiang-Douglas dengan proses ekstraksi ditambah dengan
modifikasi pereaksi. Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter.
Namun, ekstrak halus selalu dicek untuk mengetahu adanya alkaloid dengan
menggunakan salah satu pereaksi pengendap alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut

dalam pelarut petroleum eter, maka bahan tanaman pada awal ditambah dengan
asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai garamnya (Pranata, 1997).
Beberapa metode sudah dikembangkan dalam penentuan kadar kafein.
Metodemetode tersebut adalah metode titrasi, spektrofotometri, dan kromatografi
cair kinerja tinggi. Dibandingkan ketiga metode tersebut, metode spektrofotometri
merupakan metode yang relatif cepat, murah, dan umum digunakan. Dalam
perkembangannya
konvensional

dan

spektrofotometri
spektrofotometri

terbagi
derivatif.

menjadi
Metode


spektrofotometri
spektrofotometri

konvensional memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat digunakan secara langsung
untuk analisis secara kuantitatif maupun kualitatif dari contoh yang memiliki
matriks kompleks, sehingga harus dilakukan pemisahan analat dari matriks.
Pemisahan kafein dari matriks dapat menjadi sumber kesalahan analisis dan
memperpanjang waktu analisis. Oleh karena itu, diperlukan metode lain yang
lebih cepat, murah dengan tingkat ketelitian dan ketepatan yang tinggi, serta dapat

mengatasi efek matriks tanpa harus memisahkannya terlebih dahulu (Nersyanti,
2006).
Secara umum, ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan
dan isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu untuk
mengeluarkan komponn campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi
padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solven), Sedangkan fraksi
padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solute
dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara destilasi/penguapan (Wahyuni,
dkk., 2004).
Keberhasilan mengisolasi senyawa alkaloid dari bahan alam sangat

ditentukan oleh pemilihan pelarut pengekstrak dan pendeteksian awal. Maka perlu
upaya memodifikasi untuk mendapatkan hasil isolasi yang optimum. Mengingat
kegunaan dan tersedianya bahan aam yang mengandung alkaloid, maka perlu
dilakukan kajian-kajian yang menyangkut senyawa alkaloid ini (Pranata, 1997).

C. Alat dan Bahan
1.

Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

-

Corong pisah

-

Batang Pengaduk

-


Gelas kimia

-

Erlenmeyer

-

Statif dan Klem

-

Corong Biasa

-

Buret

-


Pipet ukur

-

Filler

-

Penangas air (waterbath)

-

Timbangan analitik

-

Pipet tetes

2.

Bahan
Bahan yang digunakan dala percobaan ini adalah :

-

Daun teh

-

Larutan baku NaOH 0,2 N

-

HCl

-

Amonia 10%

-

Larutan H2SO4 0,2 N

-

Etanol 95%

-

Kloroform

-

Eter

-

Indikator metil red

-

Akuades

-

Kertas saring

D. Cara Ker ja
Daun Teh
- Dikeringkan
- Dihaluskan
Serbuk Kasar
- Ditimbang 10 gram
- Dimasukkan dalam gelas kimia
- Ditambahkan 40 ml ammonium
hidroklorida, 50 ml etanol dan
100 ml eter
- Dicampur dengan baik
- Diimaserasi selama 24 jam
Maserat
- Disaring
- Diambil ekstrak
- Dimasukkan dalam corong pisah
- Ditambahkan 20 ml H2SO4 0,5 N
- Dikocok
- Dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan
- Diambi lapisan bawah

Fase Air

Fase Air
- Dimasukkan dalam corong pisah
- Ditambahkan ammonia 10% hingga alkalis
- Ditambahkan 20 ml kloroform
- Dikocok

Sari Kloroform
- Dimasukkan dalam gelas kimia
- Dipanaskan dalam waterbath pada suahu 70 0C hingga kering
- Diambil residu
- Ditambahkan beberapa milliliter kloroform
- Ditambahkan 15 ml larutan H2SO4
- Ditambahkan indikator metil red 1 tetes
- Dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,2 N
- Diamati perubahan warna yang terjadi
- Diamati volume NaOH yang digunakan
- Dihitung kadar kafein dalam daun teh

Kadar kafein dalam daun teh 48,54%

E. Hasil Pengamatan
1.

Tabel Hasil Pengamatan
No.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

Serbuk daun teh 10 gram + 40 ml
1.

amoniumhidroklorida, 50 ml etanol, dan 100

Ekstrak daun teh

ml eter, dimaserasi 1 x 24 jam, di saring
Ekstrak daun teh dalam corong pisah + 20 ml
2.

H2SO4 0,5 N, dikocok, diambil lapisan

Fasa Air

bawah, diulangi 3x
Fasa air dalam corong pisah + ammonia 10%
3.

Sari kloroform
+ 20 ml kloroform, dikocok
Sari kloroform dalam gelas kimia, dipanaskan
hingga kering, diambil residu + kloroform +
Volume NaOH yang

4.

15 ml larutan H2SO4 + indikator metil red,
digunakan 37,5 ml
dititrasi dengan NaOH 0,2N, dihitung kadar
kafein

2.

Data Per hitungan

-

Volume NaOH yang digunakan
N (H2SO4) x V (H2SO4) = N (NaOH) x V (NaOH)

-

0,5 N x 15 ml

= 0,2 N x V (NaOH)

V (NaOH)

= 37,5 ml

Mol ekuivalen H2SO4

V (H2SO4) X N (H2SO4)awal = 20 ml x 0,5 N = 10 mmol
Mol ekuivalen akhir

= V (H2SO4) x (H2SO4)akhir
= 15 ml x 0,5 N
= 7,5 mmol

-

Mol H2SO4 yang bereaksi
Mol H2SO4 yang bereaksi = Mol ekuivalen awal – Mol ekuivalen akhir
= 10 mmol – 7,5 mmol
= 2,5 mmol

-

Massa kafein dalam sampel
Massa kafein dalam sampel

= Mol H2SO4 x Mr Kafein

= 0,025 mol x 194,19 gram/mol
= 4,85475 gram
-

Kadar kafein
=

=

100%
4,85475
100% = 48,54%
10

F. PEMBAHASAN
Setiap tumbuhan akan menghasilkan senyawa-senyawa kimia tertentu
dalam metabolismenya. Senyawa-senyawa kimia hasil metabolisme tersebut
dikenal sebagai metabolit, berupa metabolit primer dan metabolit sekunder.
Metabolit primer merupakan senyawa-senyawa kimia hasil metabolisme yang
penting bagi tumbuhan dan diperoleh dari jalur biosintesis primer. Metabolit
sekunder merupakan senyawa kimia yang berasal dari metabolit primer yang
melalui jalur biosintesis tertentu berupa jalur metabolisme yang disesuaikan
dengan tujuan dan kondisi lingkungan tumbuhan tersebut tumbuh. Contohnya
senyawa alkaloid yang berasal dari metaolit primer asam amino.
Perbedaan metabolit primer dan metabolit sekunder, antara lain ialah
metabolit primer terdistribusi merata pada dalam setiap organisme, sedangkan
metabolit sekunder tidak terdistribusi merata pada tumbuhan. Metabolit primer
umumnya memiliki fungsi yang universal, misalnya sebagai sumber energi dan
pertumbuhan, sedangkan metabolit sekunder memiliki fungsi yang bersifat
ekologis, misalnya sebagai penarik serangga atau sebagai pertahanan tubuh.
Metabolit prmier memiliki struktur kimia dengan perbedaan yang kecil,
sedangkan metabolit sekunder memiliki struktur kimia yang berbeda-beda. Di
samping itu, fungsi fisiologis metabolit primer berkaitan dengan struktur
kimianya, sedangkan metabolit sekunder tidak.
Kafein merupakan salah satu senyawa derivat xantin yang dapat detmiu
dalam tumbuhan. Sejak dulu, ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai
minuman. Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang terdapat pada

tumbuhan. Kafein dapat disebut juga sebagai teh. Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin
dengan rumus molekul C8H10N4O2. Kafein memiliki sifat fisis seperti berbentuk
kristal dengan warna putih, memiliki titik leleh 2340 C, larut dengan air (15
mg/ml) dan kloroform, serta memiliki rasa agak pahit.
Kerangka kafein berasal dari nukleotida purin yang dikonversi ke
xanthosin, yang pertama dilakukan menengah dalam jalur biosintesis kafein.
Setidaknya ada empat rute dari purin nukleotida untuk xanthosine yang ada. Bukti
menunjukkan bahwa rute yang paling penting adalah produksi xanthosine dari
inosin 5'-monofosfat, berasal dari de novo purin nukleotida biosintesis, dan jalur
dalam yang adenosin, yang dibebaskan dari S-Lhomocysteine adenosyl- (SAH),
diubah menjadi xanthosine melalui adenin, adenosin 5'-monofosfat, inosin 5'monofosfat dan xanthosine 5'-monofosfat. Struktur kafein digambarkan sebagai
berikutn :

Semua atom nitrogen kafeina pada dasarnya planar (hibridisasi orbital
sp2), menyebabkan molekul kafeina bersifat aromatik. Karena kafeina dengan
mudah didapatkan sebagai produk samping proses dekafeinasi, kafeina biasanya
tidak disentesis secara kimiawi. Apabila diperlukan, kafeina dapat disintesis dari
dimetilurea dan asam malonat. Kafein dalam tanaman disintesis dari xanthosin

melalui 3 tahap N-metilasi, dimana tahap metilasi ini dibantu oleh aktivitas enzim
yaitu enzim metil transferase. Berikut adalh biosintesis xantin :

Di dalam tubuh, kafein berkhasiat menstimulasi sistem saraf pusat
dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga daya
konsentrasi dan kecepatan reaksi yang ditingkatkan, serta prestasi otak dan
suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan singkat
daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap jantung
(memperbaiki daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretis, juga bersifat
menghambat enzim fosfodiesterase.
Kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah
koroner dan pulmonal karena efek langsung pada otot pembuluh darah. Dosis
terapi kafein akan menyebabkan vasodilatasi pembluh darah perifer yang bersama
dengan peninggian curah jantung yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah.
Kemampuan kafein untuk meningkatkan kapasitas kerja otot telah lama
diketaui. Dalam kadar terapi, kafein ternyata dapat memperbaiki kontraktilitas dan

mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal maupun pada pada
pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease).
Dosis sedang pada kucing dan manusia menyebabkan kenaikan sekreasi
lambung

yang

berlangsung

lama.

Kombinasi

kafein

dan

histamine

memperlihatkan efek potensial pada peninggian sekresi pepsin dan asam. Pada
hewan coba didapati perubahan patologis dan pembentukan ulkus pada saluran
cerna akibat pemberian kafein dosis tunggal yang tinggi atau dosis kecil berulang.
Peranan kopi dan minuman kola dalam pathogenesis tukak lambung bersifat
individual.
Sekresi lambung setelah pemberian kafein memperlihatkan gambaran
khas pada orang normal maupun pada pada orang dengan tukak lambung atau
tukak duodenum. Orang dengan resdisposisi tukak peptik atau pasien tukak peptik
yang sedang mengalami remisi juga menunjukkan respon yang abnormal terhadap
pemberian kafein.
Kadar terapi metilxantin dapat meningkatkan katekolamin dalam darah,
enzim dopamin-hidroksilase dan aktivitas renin dalam plasma pada manusia.
Peningkatan aktivitas renin ini tidak berdasarkan perangsangan adrenoreseptor.
Xantin dapat menyebabkan toleransi terutama terhadap efek dieresis dan
gangguan tidur. Terhadap perangsangan SSP hanya sedikit terjadi toleransi. Juga
terdapat toleransi silang antar derivate xantin.
Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal, atau
parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara
cepat dan lengkap. Absorpsi juga berlangusng lengkap untuk beberapa jenis

sediaan lepas lambat. Resorpsinya diusus baik, presentase pengikatan pada
proteinnya kurang lebih 17%, waktu paruh pada plasmanya 3 hingga 7 jam. Nilai
tersebut akan meningkat menjadi dua kali lipat pada wanita hamil tua atau hamil
yang menggunakan pil kontrasepsi jangka panjang
Metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh melewati plasenta dan
masuk ke air susu ibu. Volume distribusi kafein ialah antara 400 dan 600 mL/kg,
pada bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Eliminasi metilxantin terutama melalui
metabolisme di hati. Sebagian besar diekskresi bersama urin dalam bentuk asam
metilurat atau metilxantin. Kurang dari 5% kafein akan ditemukan di urin dalam
bentuk utuh.
Pemberian kafein sebesar 4-8 mg/kgBB pada orang sehat maupun pada
orang yang gemuk akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam
plasma dan juga meningkatkan metabolisme basal. Masih belum jelas benar
apakah perubahan metabolisme ini berkaitan dengan peningkatan ataupun efek
katekolamin.
Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala
yang biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah
muntah dan kejang. Kadar kafein dalam darah pascamati ditemukan antara 80
µg/ml sampai lebih dari 1 mg/ml. Walaupun dosis letal akut kafein pada orang
dewasa antara 5-10 gram, namun reaksi yangtidak diinginkan telah terlihat pada
penggunaan kafein 1 g (15 mg/kgBB) yang menyebabkan kadar dalam plasma di
atas 30 µg/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah, dan eksitasi yang
dapat berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinus dan

kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering
pula dijumpai takikardia dan ekstrasistol, sedangkan pernapasan menjadi lebih
cepat.
Penggunaan kafein sebagai penyegar yang bila digunakan terlalu banyak
atau lebih dari 20 cangkir sehari dapat bekerja adiktif. Minum kopi lebih dari 4-5
cangkir sehari dapat meningkatkan kadar homosistein dalam darah dan dengan
demikian juga resiko peyakit jantung dan pembuluh. Bila dihentikan sekaligus
dapat mengakibatkan sakit kepala. Zat ini sering dikombinasi dengan parasetamol
atau asetosal untuk memperkuat efek analgetiknya, juga dengan ergotamine untuk
memperlancar absorpsinya. Pada rasa letih, 1-3 kali sehari 100-200 mg sebagai
adjuvant bersama analgetika 50 mg sekali, bersama ergotamine pada migraine 100
mg.
Minuman xantin yang paling populer ialah kopi, teh, coklat, danminuman
kola. Kopi dan teh mengandung kafein, sedangkan coklat mengandung teobromin.
Kadar kafein dalam daun teh kurang lebih 2% lebih tinggi daripada kadarnya
dalam biji kopi (0,7-2%). Satu botol minuman kola berisi 35-55 mg kafein. Satu
cangkir kopi rata-rata berisi 100-150 mg kafein, mendekati dosis terapi. Anak
lebih peka terhadap perangsangan xantin dibandingkan dengan orang dewasa.,
maka sebaiknya anak jangan minum kopi atau teh. Pasien dengan tukak peptic
yang aktif dan hipertensi sebaiknya tidak minum minuman yang mengandung
kafein.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kandungan alkaloid kafein
dalam daun teh dengan ekstraksi pelarut. Percobaan ini diawali dengan

mengeringkan daun teh sehingga dapat mengurangi kandungan air di dalam
sampel dan mencegah terjadinya reaksi enzimatik agar bakteri tidak mudah
tumbuh. Sampel juga dihaluskan menjadi serbuk kasar untuk memperluas sudut
kontak permukaan sehingga luas kontak antara serbuk daun dan pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi menjadi lebih besar. Ketika luas kontaknya besar, maka
senyawa yang ditarik oleh pelarut dari dalam sampel diperoleh lebih banyak.
Tahap

selanjutnya

yaitu

ektraksi. Ekstraksi

merupakan metode

pemisahan senyawa yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa
dari satu fasa ke fasa lain yang juga didasarkan pada sifat kelarutannya. Ekstraksi
terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi padat-cair biasa mengekstrak zat padat dari zat
cair. Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat-cair kafein dari the, yaitu pada
saat maserasi dan ekstraksi cair-cair yang prinsipnya ialah suatu senyawa kurang
larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut lainnya. Pada
praktikum dilakukan ekstraksi cair-cair pada corong pisah.
Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan menggunakan
pelarut organik, yaitu kloroform. Pemilihan pelarut kloroform ialah karena
senyawa yang hendak diambil, yaitu kafein bersifat larut dalam kloroform.
Maserasi dilakukan pada suhu kamar mengakibatkan mudah terdistribusi ke dalam
sel sampel. Pada proses ini, dalam sampel akan terjadi kontak antara sampel dan
pelarut yang cukup lama. Pemisahan dilakukan dengan maserasi karena metode
pengerjaan ini mudah dan peralatan yang digunakan sederhana. Hasil dari
maserasi menghasilkan maserat yang selanjutnya akan diekstraksi cair-cair
menggunakan corong pisah. Kemudian ke dalam corong pisah dan ditambahkan

asam sulfat 0,5 N. Penambahan asam sulfat 0,5 N berfungsi untuk mengikat
alkaloid menjadi garam alkaloid.
Hasil ekstraksi fase air selanjutnya ditambahkan dengan amonia 10%
dan kloroform. Ammonia berfungsi untuk membasakan dan pengendapan alkaloid
sehingga diperoleh alkaloid dalam bentuk garamnya atapun alkaloid dalam bentuk
basa bebas, sedangkan kloroform menarik senyawa kafein dalam sampel. Pada
saat penambahan kloroform akan terbentuk 2 lapisan, lapisan paling bawah adalah
kloroform yang memiliki massa jenis yang lebih besar, sedang lapisan atas adalah
asam sulfat. Alkaoid dalam daun teh akan bereaksi dengan NH3 dengan menarik
H+ dan membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan amonia akan
terpisah ke dalam fase yang lain.
Fase klorofom dari proses ekstraksi dipisahkan dan diuapkan di atas
waterbath. Residu yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam beberapa mililiter
kloroform dan ditambahkan larutan baku H2SO4 0,2 N yang akan bereaksi dengan
kafein serta ditambahkan indikator metil red. Panambahan indikator tersebut
untuk menandai ekuvalen dan titik akhir titrasi. Kelebihan asamnya dengan reaksi
netralisasi menggunakan NaOH 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein dan
melalui volume NaOH yang digunakan, dapat diketahui kadar kafein dalam
sampel yang diamati. Jika NaOH telah habis bereaksi dengan analit (kafein), maka
NaOH tersebut akan bereaksi dengan indikator dan akan terjadi perubahan dari
warna merah menjadi bening yang menandakan bahwa titik akhir titrasi telah
tercapai dan titrasi harus dihentikan.

Volume NaOH yang digunakan ialah 37,5 ml dan berdasaran perhitungan
yang telah disajikan pada hasil pengamatan di atas diperoleh kadar kafein sebesar
48,54%.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kandungan alkaloida kafein dalam daun teh secara ekstraksi pelarut adalah
48,54%.

DAFTAR PUSTAKA
Atomssa T., A.V. Gholap. 2011. “Characterization of Caffeine and Determination
of Caffeine in Tea Leaves Using UV-Visible Spectrometer”. African
Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol. V(1).
Bustanussalam, Partomuan Simanjuntak, Retno Muwarni. 2009. “Analisis
Kandungan Katekin Dalam Beberapa Ekstrak Air Benalu Tanaman Teh”.
Jurnal Kimia Mulawarman. Vol. VI (2).
Dewi, Mainora Rahayu. 2008. “Penentuan Kandungan Kafein Pada Daun Teh
(Camelia sinensis)”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Andalas.
Hartono, Elina. 2009. “Penetapan Kadar Kafein Dalam Biji Kopi Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Biomedika. Vol. II(1).
Nersyanti, Fenri. 2006. “Spektrofotometri Dervatif Ultraviolet Untuk Penentuan
Kadar Kafein Dalam Minuman Suplemen Dan Ekstrak Teh”. Skripsi.
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Pranata, F. Sinung. 1997. “Isolasi Alkaloid dari Bahan Alam (Alkaloid Insulation
of Natural Materials)”. Biota. Vol. II(2).
Safitri, Miranti. 2007. “Metode Cepat Penentuan Stimultan Kadar Kafein,
Vitamin B2 dan B6 Dalam Minuman Berenergi Dengan Teknik ZeroCrossing”. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Simbala, H. E. I. 2009. “Analisis Sennyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan
Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka”. Pacific Journal. Vol. I(4).
Sundari, D., Budi Nuratmi, M. Wien Winarno. 2009. “Toksisitas Akut (LD50) Dan
Uji Gelagat Ekstrak Daun Teh Hijau (Camelia sinensis (Linn.) Kunze)
Pada Mencit”. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol.
XIX(4).
Wahyuni, A. Hardjono, Pasklina Hariyantiwasi Yamrewav. 2004. “Ekstraksi
Kurkumin Dari Kunyit”. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia
dan Proses. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro. Semarang.