PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG
DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOTIKA
Mona Encelina Sinaga, Tri Andrisman, Rinaldy Amrullah
email: (monasinagaa@yahoo.co.id)

Abstrak
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang semakin tak terkendali,
membuat Badan Narkotika Nasional membentuk Badan Narkotika Nasional Provinsi,
termasuk BNN Provinsi Lampung. BNN Provinsi Lampung mempunyai tugas,
fungsi, dan wewenang yang sama dengan Badan Narkotika Nasional. Adapun
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan Badan
Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat
peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi
penyahgunaan dan peredaran gelap narkotika tersebut. Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam
menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dilakukan melalui
peranan normatif yaitu dengan pelaksanaan program Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dan peranan ideal yaitu

dengan pelaksanaan pelaksanaan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi
yang berwenang. Faktor-faktor yang menjadi penghambat peranan Badan Narkotika
Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor
masyarakat, dan faktor kebudayaan.

Kata Kunci : Peranan, Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung,
Menanggulangi Narkotika.

THE ROLE OF NATIONAL NARCOTICS AGENCY LAMPUNG PROVINCE
IN TACKLING ABUSE AND ILLICIT TRAFFICKING
Mona Encelina Sinaga, Tri Andrisman, Rinaldy Amrullah
email: (monasinagaa@yahoo.co.id)

Abstract
Abuse and illicit trafficking are getting uncontrollable, it makes National Narcotics
Agency establish a Provincial National Narcotics Agency including Lampung
National Narcotics Agency. Lampung National Narcotics Agency has the same job,
duty, and authority as National Narcotics Agency. Based on those things, so issues in
this thesis are how to cope with abuse and illicit trafficking and what kind of National

Narcotics Agency Lampung Province obstacle factors in order to cope with abuse
and illicit trafficking. Problem approaching to discuss these issues are the writer do
some research in empirical juridical and normative juridical approaching. Based on
research and study, National Narcotics Agency Lampung Province in tackling abuse
and illicit trafficking has been doing through normative role, that is the
implementation of Prevention Combating Drug Abuse and Illicit Trafficking program
and the ideal role, that is the implementation of coherence between police and the
authority agency. Obstacle factors of National Narcotics Agency Lampung Province
in tackling abuse and illicit trafficking there are: law enforcer factor, tool and facility
factor, society factor, and culture factor.
.
Key World: Role, National Narcotics Agency Lampung Province, Tackling
Drugs

I. PENDAHULUAN
Penyalahgunaan narkotika pada tahun
1970an semakin tak terkendali
sehingga pada tanggal 8 September
1971, Presiden mengeluarkan Instruksi
Nomor 6 Tahun 1971 yang intinya

adalah memberantas kenakalan remaja,
penyalahgunaan
narkotika,
penyeludupan, uang palsu subversif,
dan pengawasan orang asing.1
Penyalahgunaan narkotika diangggap
cukup mendesak sehingga mendorong
lahirnya Undang-Undang Nomor 9
Tahun
1976,
yang
kemudian
disempurnakan
dengan
UndangUndang Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika yang kemudian direvisi
kembali dengan disahkannya UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika pada tanggal 14
Desember 2009.2
Pemerintah Indonesia terus berupaya

dalam menanggulangi kejahatan yang
mencakup
pada
permasalahan
narkotika dengan membentuk Badan
Narkotika Nasional. Pembentukan
BNN sendiri berdasarkan atas landasan
hukum yang telah ditetapkan, yang
tercantum dalam Keputusan Presiden
1

2

Moh.Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh.
Zakky , Tindak Pidana Narkotika,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 1.
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam
Penanggulangan
Tindak
Pidana

Narkotika Oleh Anak, Malang: UMM
Press, 2009, hlm. 9.

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2002 yang kemudian diganti dengan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2007 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
BNN adalah lembaga pemerintahan
non-kementerian yang berkedudukan
di bawah Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden. BNN dipimpin
oleh seorang kepala dan berkedudukan
di Ibukota Negara. sebagai lembaga
independen diharapkan dapat bekerja
lebih baik serta transparan dan
akuntabel dalam menumpas kejahatan
narkotika. Peran BNN jika dikaitkan

dengan pencegahan tindak pidana
narkotika sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 23 Tahun 2010
tentang Badan Narkotika Nasional
terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1)
yang salah satu perannya adalah
mencegah
dan
memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika.
Merespon
perkembangan
permasalahan narkotika yang terus
meningkat dan semakin serius, maka
BNN dinilai tidak dapat bekerja
optimal
dan
kurang
mampu

menghadapi permasalahan narkotika di
berbagai daerah di Indonesia. Oleh
karena itu pemerintah menerbitkan

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2007 tentang Badan Narkotika
Nasional, Badan Narkotika Nasional
Propinsi (BNNP) dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota
(BNK),
yang
memiliki kewenangan operasional
melalui kewenangan Anggota BNN
terkait dalam satuan tugas, yang mana
BNN,
BNNP,
BNNKab/Kota
merupakan mitra kerja pada tingkat
nasional, propinsi dan kabupaten/kota
yang masing-masing bertanggung

jawab kepada Presiden, Gubernur dan
Bupati/Walikota.
Terkait dengan maraknya kasus
narkotika
di
Lampung,
maka
diperlukan perhatian khusus dan suatu
langkah yang bijaksana dalam
menangani permasalahan narkotika
tersebut. Keberadaan BNN Provinsi
Lampung diharapkan menjadi Badan
Narkotika
yang
mampu
menanggulangi dan dapat menjadi
wadah berbagai masalah narkotika
dapat diperhatikan lebih fokus.
Permasalahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika memerlukan

pemecahan
bersama,
melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dan
seluruh komponen masyarakat yang
merupakan ancaman bagi kita semua.3
Pendekatan masalah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis
normatif
yaitu
melalui
penelitian kepustakaan dengan cara
mempelajari terhadap hal-hal yang
3

Badan Narkotika Nasional Indonesia
Republik Indonesia, “Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika Bagi
Remaja, 2011, hlm. 2.


bersifat teoritis yang menyangkut asas
hukum,
konsepsi,
pandangan,
peraturan-peraturan hukum, serta
hukum yang berkaitan dengan
permasalahan
mengenai
faktor
penyebab dan upaya penanggulangan
kejahatan penculikan bayi di rumah
sakit.
Pendekatan yuridis empiris dengan
menelaah hukum dalam kenyataan
atau berdasarkan fakta yang didapat
secara obyektif di lapangan. Baik
berupa data, informasi, pendapat serta
penafsiran
subjektif

dalam
pengembangan
teori-teori
dalam
kerangka penemuan-penemuan ilmiah
yang
berkaitan
dengan
faktor
penyebab dan upaya penanggulangan
kejahatan penculikan bayi di rumah
sakit.
II. HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN

DAN

A. Peranan
Badan
Narkotika
Nasional dalam Menanggulangi
Penyalahgunaan dan Perederan
Gelap Narkotika
Teori peran adalah sebagai berikut:
1) Peranan normatif adalah peran
yang dilakukan seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada
seperangkat norma yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan ideal adalah peranan yang
dilakukan oleh seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada
nilai-nilai
ideal
atau
yang
seharusnya
dilakukan
sesuai

dengan kedudukanya di dalam
suatu sistem.
3) Peranan faktual adalah peranan
yang dilakukan seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada
kenyataan secara kongkrit di
lapangan atau kehidupan sosial
Peranan BNNP Lampung terbagi
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu peran
normatif dan peran ideal.
Peranan Normatif meliputi: Program
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkotika (P4GN)
dilakukan dengan melaksanakan 5
(lima) pilar BNN Provinsi Lampung
yaitu: 1) Bidang Pencegahan BNN 2)
Bidang Pemberdayaan Masyarakat 3)
Bidang Rehabilitasi 4) Bidang
Pemberantasan, dan 5) Bidang Hukum
dan Kerjasama BNN. Berikut ini
adalah uraian dari kelima pilar BNN
Provinsi Lampung tersebut:4
1. Bidang Pencegahan meliputi:
a. Meningkatkan siswa menengah,
mahasiswa, dan pekerja yang
memiliki
pengetahuan,
pemahaman, dan kesadaran
tentang bahaya penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika.
b. Meningkatnya peranan instansi
pemerintah dan swasta dalam
mendukung
pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika.
4

BNN, Buku Saku P4GN , Badan Narkotika
Nasional Pusat Pencegahan,
Jakarta:BNN, hlm 78.

2. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
meliputi:
a. Terciptanya
lingkungan
pendidikan dan lingkungan kerja
bebas narkotika
b. Terciptanya
lingkungan
masyarakat
rawan
penyalahgunaan dan peredaran
gelap di daerah perkotaan dan
pedesaan bebas narkoba
3. Bidang Rehabilitasi meliputi:
a. Meningkatkan pelayanan wajib
lapor pecandu narkoba.
b. Meningkatnya
kemampuan
lembaga rehabilitasi yang telah
sesuai
Standar
Pelayanan
Minimal (SPM).
4. Bidang Pemberantasan meliputi:
a. Meningkatkan pengungkapan
tindak kejahatan peredaran
gelap narkotika.
b. Meningkatkan
penyitaan
narkotika ilegal di pintu masuk
(bandara, pelabuhan, dan border
land).
5. Bidang Hukum dan Kerjasama
meliputi:
a. Meningkatkan
pemberian
bantuan hukum di bidang
penyalahgunaan narkotika.
b. Meningkatnya tindak lanjut
pelaksanaan memorandum of
understanding (MoU) antara
BNN Provinsi Lampung dengan
organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar
Negeri.

Peranan Ideal dilakukan melalui
pelaksanaan koordinasi dengan pihak
kepolisian
dan
instansi
yang
berwenang
dalam mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika. Upaya
menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika BNN
Provinsi Lampung telah membentuk
satuan tugas (satgas) anti narkotika di
beberapa tempat, yakni di Kecamatan
Tanjung Bintang, Kecamatan Tanjung
Sari, Kecamatan Katibung, dan
Kecamatan Natar.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis
menilai bahwa peranan BNNP
lampung
dalam
menanggulangi
penyalahgunaa dan peredaran gelap
narkotika memiliki peranan yang
sangat penting ini dibuktikan dengan
Koordinasi yang dilakukan BNNP
Lampung dengan instansi terkait baik
instansi
pemerintah
dan
non
pemerintah, membentuk satuan tugas
(satgas) anti narkotika di beberapa
wilayah di Provinsi Lampung, serta
sosialisasi dan penyuluhan
B. Upaya
penanggulangan
kejahatan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika
Menurut G. P. Hoefnagels yang
dikutip
oleh
Barda
Nawawi,
penanggulangan ditetapkan dengan
cara:
1. Penerapan hukum pidana;
2. Pencegahan tanpa pidana;

3. Memengaruhi
pandangan
masyarakat mengenai kejahatan
dan pemidanaan lewat mass
media.5
Menurut Barda Nawawi, upaya
penanggulangan
kejahatan
dapat
dilakukan dengan menggunakan:
a. Upaya
penal
(hukum
pidana/represif)
Upaya
penanggulangan
kejahatan
secara
penal
dilakukan melalui pemberian
sanksi
pidana.
Upaya
penanggulangan
kejahatan
lewat
jalur
penal
lebih
menitikberatkan pada sifat
represif (penindasan) sesudah
kejahatan terjadi.
b. Upaya nonpenal (preventif)
Upaya penanggulangan secara
nonpenal
lebih
bersifat
tindakan pencegahan untuk
terjadinya kejahatan, maka
sasaran
utamanya
adalah
menangani
faktor-faktor
penyebab terjadinya kejahatan.
Upaya penanggulangan kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika berdasarkan hasil penelitian
penulis, yaitu:
1. Upaya nonpenal
Upaya nonpenal yang dilakukan BNN
Provinsi Lampung terhadap kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika adalah melalui Program
Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkotika (P4GN). Pencegahan yang
5

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum
Pidana, loc.cit.

dilakukan BNNP Lampung adalah
melalui
penyuluhan
perundangundangan tindak pidana bagi generasi
muda, yaitu pelajar dan mahasiswa seprovinsi
Lampung,
upaya
pemberdayaan lingkungan pendidikan
melalui pembentukan satgas anti
narkoba di sekolah dan kampus. Selain
upaya pemberdayaan yang dilakukan
di lingkungan pendidikan, BNN
Provinsi Lampung juga berupaya
untuk membina dan mendorong
kawasan
rawan
penyalahgunaan
narkotika untuk beralih usaha ke usaha
legal produktif dengan memberikan
pembinaan alternatif kewirausahaan,
keterampilan dan budidaya tanaman
pertanian.
2. Upaya penal
Upaya penal yang dilakukan BNN
Provinsi
Lampung
dalam
menanggulangi
kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika adalah melalui kerjasama
yang optimal antar lembaga penegak
hukum dan instansi terkait baik dalam
maupun luar negeri. Upaya penal
lainnya adalah dengan melakukan
penyitaan narkotika ilegal di pintu
masuk bandara, pelabuhan dan border
land. dan upaya rehabilitasi terhadap
pemakai narkoba. Pemakai narkoba
dikenakan
wajib
lapor
untuk
mendapatkan
pengobatan
dan
perawatan di Klinik Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL) BNN.
Berdasarkan hasil penelitian di
lapangan, penulis berpendapat bahwa
upaya penanggulangan kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang dilakukan BNN
Provinsi Lampung adalah malalui

upaya nonpenal dikarenakan upaya
nonpenal
lebih
menitikberatkan
kepada pencegahan sebelum terjadinya
kejahatan. Upaya nonpenal berusaha
untuk menutup celah yang ada di diri
pelaku untuk melakukan kejahatan.
Melalui berbagai penyuluhan dan
sosialisai terhadap dampak dan bahaya
narkotika yang dilakukan BNN
Provinsi Lampung diharapkan dapat
membuat
masyarakat
memahami
dampak buruk yang timbulkan
narkotika sehingga dapat terbentuk
kader dan masyarakat yang bebas dan
bersih dari bahaya narkotika.
C. Faktor-Faktor
Penghambat
Peranan
Badan
Narkotika
Nasional Provinsi Lampung
dalam
Menanggulangi
Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika
Peranan BNN Provinsi Lampung
dalam menanggulangi penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika tidak
dapat diatasi secara perorangan,
melainkan dilakukan oleh setiap pihak
dan instansi yang terkait secara
bersama-sama. Soerjono Soekanto
berpendapat bahwa cara-cara dalam
mengupayakan penegakan hukum
pidana, yaitu:
a. Faktor Hukumnya sendiri atau
peraturan itu sendiri. Contohnya,
asas-asas berlakunya suatu undangundang, belum adanya peraturan
yang mengatur pelaksanaan yang
sangat
dibutuhkan
untuk
menerapkan undang-undang, serta
ketidakjelasan arti kata-kata di
dalam
undang-undang
yang
mengakibatkan kesalahpahaman di

b.

c.

d.

e.

6

dalam penafsiran serta penerapan
undang-undang tersebut.
Faktor Penegak Hukum. Yaitu
pihak-pihak
yang
membentuk
maupun
menerapkan
hukum.
Contohnya,
keterbatasan
kemampuan untuk memberikan
suatu upaya hukum kepada korban,
tingkat aspirasi yang relatif belum
tinggi, kegairahan yang sangat
teratas untuk memikirkan masa
depan, sehingga sulit sekali untuk
membuat suatu proyeksi.
Faktor Sarana atau Fasilitas yang
mendukung
Penegak
Hukum.
Contohnya, kurangnya sumber daya
manusia yang berkualitas dan
keterbatasannya menguasai ilmu
hukum. Fasilitas pendukung salah
satu contohnya yaitu minimnya
pendidikan yang diberikan kepada
masyarakat.
Faktor Masyarakat. Yakni faktor
lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan. Contohnya, masyarakat
tidak mengetahui akan adanya
upaya-upaya
hukum
untuk
melindungi
kepentingankepentingannya; tidak berdaya
untuk memanfaatkan upaya-upaya
hukum
karena
faktor-faktor
ekonomi, psikis, sosial atau politik,
dan lain sebagainya.
Faktor Kebudayaan. Yakni sebagai
hasil karya, cipta, rasa yang
didasarkan pada karya manusia di
dalam pergaulan hidup. Contohnya
nilai ketertiban dan ketentraman,
nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai
rohaniah/keakhlakan,
nilai
kelanggengan/konservatisme, dan
nilai kebaharuan/inovatisme.6

Soerjono Soekanto, Op.Cit.hlm. 8.

Faktor-faktor
yang
menjadi
penghambat peranan BNN Provinsi
Lampung
dalam
menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika, yaitu:
a. Faktor Penegak Hukum, yaitu
menurut F. Hata bahwa faktor
aparat penegak hukum yang
menghambat peran BNN Provinsi
Lampung dalam menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika adalah secara
kuantitas yaitu jumlah karyawan
yang masih sangat kurang, dimana
hanya terdapat 75 (tujuh puluh
lima) orang karyawan yang
seharusnya karyawan berjumlah
sebanyak 210 (dua ratus sepuluh)
orang. Dimana dengan keterbatasan
jumlah tersebut, mengakibatkan
tumpang tindihnya pembagian
pekerjaan (job desk). Serta masih
kurangnya personil penyidik BNN
Provinsi Lampung yang hanya
berjumlah 3 (tiga) orang yang
seharusnya
berjumlah
15
(limabelas) orang.
b. Faktor Sarana atau Fasilitas yaitu
keterbatasan
sarana
berupa
laboratorium forensik, sehingga
apabila ditemukan barang bukti
maka penyidik harus mengirimkan
ke BNN Pusat, tidak adanya
Institusi Penerima Wajib Lapor
(IPWL),
sehingga
jika
ada
pengguna kasus narkotika yang
rawat inap, maka harus dikirim ke
lido Bogor, hal ini terkait dengan
gedung BNN Provinsi Lampung
yang sampai saat ini merupakan
gedung sewaan dan tidak adanya
ruang tahanan.

c. Faktor Masyarakat yaitu masih
adanya ketakutan dan keenganan
masyarakat untuk menjadi saksi
dalam proses penegakan hukum
terhadap pelaku penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika.
Selain itu sikap masyarakat yang
acuh
tak
acuh
terhadap
penyalahgunaan narkotika, hal ini
dibuktikan dengan tindakan mereka
yang tahu terhadap pengguna
narkotika namun mereka tidak mau
melaporkannya atau berpura-pura
tidak tahu terhadap penyalahgunaan
narkotika.
d. Faktor Kebudayan yaitu adanya
tradisi dalam kehidupan masyarakat
yang masih menggunakan narkotika
amphetamine
type
stimulants
seperti
minuman
beralkohol,
merokok, pecandu kopi, lem aibon,
tiner, obat-obatan yang diminum
tanpa resep atau petunjuk dari
dokter, serta obat psikoaktif
sehingga menimbulkan berbagai
macam masalah pada akhirnya.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis
menilai bahwa faktor penghambat
peranan BNNP lampung dalam
menanggulangi penyalahgunaa dan
peredaran gelap narkotika yang
mengakibatkan tidak optimalnya efek
peranan BNN provinsi Lampung
tersebut dan
pada akhirnya akan
berdampak pada kualitas dan kuantitas
dukungan masyarakat terhadap Badan
Narkotika Provinsi Lampung.

III. SIMPULAN
Berdasarkan
hasil
pembahasan
mengenai permasalahan yang dibahas
dalam
penelitian
pada
bab
sebelumnya, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Peranan BNN Provinsi Lampung
dalam
menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika diantaranya melalui
2 (dua) cara, yaitu:
a. Peranan Normatif yaitu melalui
pelaksanaan
Program
Pencegahan,
Pemberantasan,
Penyalahgunaan, dan Peredaran
Gelap
Narkotika
(P4GN).
P4GN
dilakukan
dengan
melalui
berbagai
macam
bidang,
yaitu
bidang
pencegahan,
bidang
pemberdayaan
masyarakat,
bidang rehabilitasi, bidang
pemberantasan, dan bidang
hukum dan kerjasama.
b. Peranan Ideal yaitu melalui
pelaksanaaan koordinasi dengan
pihak kepolisian dan instansi
yang
berwenang
dalam
mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika. BNN Provinsi
Lampung melakukan koordinasi
dengan pihak kepolisian dalam
mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran
gelap
narkotika
melalui
pembentukan satuan tugas anti
narkotika di beberapa tempat di
wilayah
Lampung,
seperti
Kecamatan Tanjung Bintang,
Kecamatan
Tanjung
Sari,
Kecamatan
Katibung,
dan

Kecamatan
Natar.
Serta
Koordinasi dilakukan dalam
proses penyidikan, informasi
dan dalam pemusnahan barang
bukti narkoba.
2.

Faktor-faktor
penghambat
peranan BNN Provinsi Lampung
menanggulangi penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika
sebagai berikut:
a. Faktor penegak hukum, masih
kurangnya personil penyidik
BNN
Provinsi
Lampung,
sedangkan
jumlah
tindak
pidana
ini
cenderung
mengalami peningkatan;
b. Faktor sarana atau fasilitas,
keterbatasan sarana pada BNN
Provinsi
Lampung
berupa
laboratorium forensik, sehingga
apabila ditemukan barang bukti
maka
penyidik
harus
mengirimkan ke BNN Pusat,
gedung BNN Provinsi Lampung
yang sampai saat ini merupakan
gedung sewaan serta kurangnya
ruang tahanan dan tidak adanya
IPWL rawat inap;
c. Faktor
masyarakat,
sikap
masyarakat yang cuek, tidak
peduli, dan egois sangat
menghambat proses penegakan
hukum, kurangnya keberanian
dalam melaporkan diri atau
melaporkan orang lain apabila
terjadi tindak pidana narkotika
sebab hal tersebut bukan
merupakan kepentingannya.
d. Faktor kebudayaan, kebudayaan
masyarakat
yang
masih
mengkonsumsi
narkotika
amphetamine type stimulants
seperti minuman beralkohol,

merokok, pecandu kopi, lem
aibon, tiner, obat-obatan yang
diminum tanpa resep atau
petunjuk dari dokter, serta obat
psikoaktif yang merupakan awal
dari keberanian mereka untuk
mengenal
dan
mencoba
narkotika.
Saran penulis berdasarkan hasil
pembahasan dalam penelitian ini
adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung hendaknya memberikan
kebijakan untuk menambah besarnya
dana yang dialokasikan pada BNN
Provinsi Lampung, dengan demikian
program kerja yang telah ditetapkan
dapat
dilaksanakan
semaksimal
mungkin. BNN Provinsi Lampung
Dalam
rangka
menanggulangi
penyalahgunaaan dan peredaran gelap
Narkotika,
sebaiknyaapat
mempertajam
posisinya
sebagai
gerakan moral yang memotivasi
masyarakat untuk menjauhi dan
memusuhi narkotika. Tanpa adanya
kesatuan
mental
ini,
maka
dikhawatirkan akan muncul penilaian
dari masyarakat bahwa BNN Provinsi
Lampung tidak berbeda jauh dengan
organisasi-organisasi
sosial
kemasyarakatan lainnya, yaitu mencari
kesempatan
dalam
kesempitan.
Adanya beberapa pegawai yang tidak
konsisten terhadap visi dan misi Badan
Narkotika Nasional Provinsi Lampung,
yang pada akhirnya akan berdampak
pada kualitas dan kuantitas dukungan
masyarakat terhadap Badan Narkotika
Provinsi Lampung.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Kusno. 2009. Kebijakan Kriminal
Dalam
Penanggulangan
Tindak
Pidana Narkotika Oleh Anak. UMM
Press. Malang.
Arief, Badra Nawawi. 2001. Masalah
Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra
Aditya Bakti. Bandung.
Badan Narkotika Nasional Indonesia
Republik
Indonesia.
2011.
“Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkotika Bagi Remaja. BNNP
Lampung. Lampung.
BNN. 2012. Buku Saku P4GN: Badan
Narkotika
Nasional
Pusat
Pencegahan. BNN. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. FaktorFaktor
yang
Mempengaruhi
Penegakan Hukum. Rajawali Press.
Jakarta.
Zakky, Suhasril, dan Taufik. 2003.
Tindak Pidana Narkotika. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
Peraturan Kepala Badan Narkotika
Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Narkotika Nasional Provinsi dan
Badan
Narkotika
Nasional
Kabupaten/Kota.