Etika Organisasi di Instansi Pemerintah

TUGAS MATA KULIAH
ETIKA DAN TATA KELOLA

ANALISA KASUS: ETIKA ORGANISASI DI INSTANSI
PEMERINTAH

Kelas H131 – Kelompok IV:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gusman Jusanto
Kisia Revin Anggehta
Kresno Adityowibowo
Kurnia Ibnu Azhari
Laninca Swarintha Christine
Laura


MAGISTER MANAJEMEN – UNIVERSITAS INDONESIA
1

I.

LATAR BELAKANG
Etika sebuah organisasi terbentuk dari budaya organisasi instansi melalui nilainilai, kepercayaan, aturan-aturan dan norma-norma baik tertulis maupun tidak tertulis
yang diberlakukan/diterapkan kepada seluruh pegawai di organisasi tersebut, baik
buruknya sebuah organisasi juga

didasarkan pada budaya perusahaan yang telah

terbangun sejalan dengan berdirinya perusahaan tersebut. Manusia sebagai penghuni
sebuah organisasi bisa terbentuk oleh budaya organisasi, bahkan bisa merubah budaya
organisasi yang ada sebelumnya. Seorang pemimpin yang baik akan membuat budaya
organisasi yang baik dan selalu menjaga etika, pemimpin yang buruk tidak saja akan
berbuat melanggar etika dan norma-norma yang ada dalam sebuah organisasi malah
bisa membuat budaya organisasi menjadi buruk pula.
Begitu juga dengan instansi pemerintahan yang secara birokrasi menggunakan
sistem hirarki top down, seluruh keputusan dan kebijakan - kebijakan penting selalu

ditentukan oleh pimpinan, sedangkan anak buah selalu mengikuti, itulah mengapa
memilih seorang pemimpin dari sebuah instansi pemerintah sangat penting, karena baik
buruknya sebuah instansi sangat tergantung kepada pimpinan instansi tersebut. Di
Indonesia dalam meningkatkan performa para apara tur Negara/PNS telah dilakukan
Reformasi Birokrasi yang sudah dimulai sejak akhir tahun 2006 berdasarkan Undangundang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui
reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya.
Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah
telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas
utama dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010 – 2014.
Makna reformasi birokrasi adalah: Perubahan besar dalam paradigma dan tata
kelola pemerintahan Indonesia; Pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam
menghadapi tantangan

abad ke-21; Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih

antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan
anggaran yang tidak sedikit; Upaya menata ulang pro ses birokrasi dari tingkat tertinggi
hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap,

konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan
dengan upaya luar biasa; Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, me
2

modernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah,
dan me nyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.
Atas

dasar makna tersebut, pelaksanaan reformasi birokrasi diharapkan dapat:

Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik
oleh

pejabat di instansi

yang

bersangkutan; Menjadikan negara yang memiliki

birokrasi yang bersih, mampu, dan melayani; Meningkatkan mutu pelayanan kepada

masyarakat; Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program
instansi;Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas
organisasi; Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam
menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Reformasi
birokrasi harus dimulai dari pimpinan tingkat tertinggi sampai dengan tingkat terendah.
Komitmen pimpinan sangat penting, karena pimpinan yang akan menentukan arah
perubahan.
Pelanggaran etika yang terjadi belakangan ini justru lebih banyak dilakukan oleh
pimpinan sebuah instansi pemerintah, berapa banyak Menteri dan pejabat di level pusat
dan daerah, bahkan pejabat Lembaga tinggi Negara yang harus dipanggil KPK dan
harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka di dalam persidangan pidana dan
berakhir di dalam jeruji besi. Ada kasus suap yang membuat Mantan Gubernur BI harus
mendekam di penjara, kasus korupsi Hambalang yang menyebabkan seorang Menteri
Muda harus merasakan ruangan sel, kasus suap dan korupsi yang menyebabkan
banyak Gubernur, Walikota dan Bupati menjadi pesakitan di

ruang sidang, Jenderal

Polisi yang menjadi lawan KPK karena kasus korupsi pengadaan barang/jasa, dan yang
terheboh adalah ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi karena kasus suap sengketa

Pilkada.
Hal-hal diatas adalah pelanggaran etika organisasi yang dilakukan oleh para
pemimpin sebuah instansi pemerintah yaitu etika sumber daya manusia dan etika
keuangan, selain itu pelanggaran etika terhadap fungsi-fungsi organisasi di instansi
pemerintah juga kerap dilakukan oleh para pegawai yang berada di level middle dan
lower manajemen sebelum gerakan Reformasi Birokrasi digalakkan.

II.

DASAR TEORI
Menurut Ghillyer (2014), budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai nilai,
keyakinan,

dan norma yang dianut bersama oleh seluruh pegawai dalam organisasi.
3

Budaya ini mewakili

seluruh kebijakan dan prosedur setiap departemen fungsional


dalam organisasi baik tertulis maupun informal, dan juga mewakili kebijakan serta
prosedur organisasi secara keseluruhan.
Value chain disusun oleh berbagai input kunci fungsional yang diberikan oleh
perusahaan saat mengubah bahan dasar menjadi produk atau jasa. Fungsi-fungsi kunci
tersebut diidentifikasi sebagai:







Penelitian dan Pengembangan, untuk mengembangkan dan menciptakan desain
produk baru
Manufaktur, untuk mengumpulkan komponen dan membuat produk
Pemasaran (dan periklanan)
Penjualan
Pelayanan Pelanggan

Fungsi-fungsi kunci tersebut didukung oleh: sumber daya manusia (SDM), keuangan,

information technology, dan manajemen. Pegawai dari berbagai department akan
menghadapi tantangan dan dilema sesuai dengan tanggung jawab di department
masing-masing dan juga dalam organisasi secara keseluruhan.

Tantangan Etika dalam Fungsi Organisasi:
1. Etika Bagian Penelitian dan Pengembangan
Tanggung jawab tim Penelitian dan pengembangan adalah menciptakan produk
baru yang dapat dijual, karena tanpa produk baru perusahaan dapat kehilangan

4

pelanggan yang memilih produk yang lebih baik dari kompetitor. Namun desain pun
perlu mempertimbangkan biaya produksi agar sesuai dengan profit margin. Bagi tim
Penelitian dan pengembangan dilema etika timbul ketika memutuskan kualitas
produk.

Apakah akan menggunakan bahan terbaik, atau kualitas nomor dua agar

menghemat biaya?
2. Etika Bagian Manufaktur / Produksi

Problematika yang muncul di bagian produksi adalah ketika harus memilih apakah
produksi dilakukan dengan cepat atau dilakukan dengan benar sesuai dengan hasil
desain dari bagian Penelitian dan pengembangan. Sehingga muncullah tantangan
etika saat bagian produksi harus melakukan kompromi atas desain yang akan
diproduksi.
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul seperti: sisi mana yang akan dipotong dan
berapa banyak? apakah produk akan dibuat persis seperti spesifikasi desain,
namunapa yang akan terjadi jika ada masalah suplai komponen? apakah menunggu
komponen yang diperlukan atau mencari alternatif dari pemasok lain? Dan
seterusnya.
3. Etika Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertugas menjual produk dihasilkan oleh bagian produksi. Dari
sisi pemasaran, bagian ini memiliki tujuan sederhana yaitu memberi penjelasan
padapelanggan mengenai fungsi dan ketersediaan produk, lalu menginformasikan
kembali pada perusahaan feedback mereka dapat dari pelanggan.
Namun banyak kritik ditujukan yaitu kecurigaan bahwa bagian ini membujuk
pelanggan dengan iklan-iklan yang indah dan menghibur, serta memasangnya di
berbagai media seperti majalah, radio, televisi, dan internet, agar membeli produk
yang tidak terlalu diperlukan dan sebenarnya tidak harus dimiliki.
Ada dua teori etika yang memperlihatkan pertentangan ini, yaitu utilitarianism,

di

mana marketing memandang bahwa pelanggan terpuaskan maka cara apapun

sah-sah saja walaupun agak menyesatkan dan sebenarnya pelanggan tidak
memerlukanproduk tersebut, dan universal etchics, di mana dipertanyakan
bagaimana cara tersebut bisa dibenarkan jika pelanggan tidak memerlukan produk
tersebut, dan sebenarnya pelanggan telah dimanipulasi.
Pertentangan ini semakin kompleks ketika mempertimbangkan tanggung jawab
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang sahamnya.
5

Sebenarnya terdapat kode etik untuk pemasar-pemasar profesional (yang diadopsi
oleh American Marketing Association (AMA)) untuk tidak melakukan hal-hal buruk,
mengembangkan kejujuran, meningkatkan keyakinan pelanggan atas sistem
pemasaran, dan menciptakan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab,
keadilan, rasa hormat, keterbukaan, dan kewarganegaraan. Namun permasalahan
kembali lagi pada apakah membujuk seseorang untuk membeli barang yang tidak
dibutuhkannya adalah hal yang benar.
4.


Etika Bagian Sumber Daya Manusia
Bagian sumber daya manusia terlibat langsung dalam hubungan perusahaan dan
pegawainya dari awal penciptaan deskripsi pekerjaan, rekrutmen, sampai dengan
pengembangan karir sang pegawai. Kemudian saat pegawai memutuskan berhenti
bekerja, bagian SDM akan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan
proses pemberhentian ikatan kerja.
Terdapat juga berbagai pelanggaran etika yang harus dihadapi oleh bagian SDM,
misalnya ketika seorang atasan memutuskan untuk mengupah pekerja asing ilegal
yang murah dan bisa dibayar kontan, walaupun melanggar undang-undang imigrasi
sang atasan menganggap biaya yang dikeluarkan untuk membayar denda ke
negara lebih kecil daripada jika harus membayar denda kepada klien karena
keterlambatan penyelesaian proyek.
Para penasihat di bidang ini menyatakan bagian SDM harus menjadi pusat kode
etik perusahaan, dan bukan hanya sebagai penciptanya, serta harus memastikan
hal-hal berikut ini dilakukan:
a. Para pelaku SDM membantu agar etika menjadi prioritas utama organisasi
b. Para pelaku SDM memastikan bahwa proses pemilihan dan pengembangan
pimpinan memasukkan komponen etika
c. Para pelaku SDM bertanggung jawab memastikan program dan kebijakan

diterapkan
d. Para pelaku SDM harus mengikuti / memantau masalah-masalah etika (dan
khususnya perubahan peraturan dan hukuman bagi tindakan-tindakan tidak etis)

5. Etika Bagian Keuangan
Fungsi Keuangan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu transaksi finansial, fungsi akun
ting, dan fungsi audit. Kewajiban secara etika bagi pekerja di bagian ini adalah men
jaga reputasi perusahaan dan menaati kode etik. Jika dipandang dari segi
pekerjaannya, hal tersebut mencakup tidak melakukan pemalsuan dokumen, tidak
6

melakukan kecurangan berhubungan dengan manajemen keuangan perusahaan.
Profesi akunting tidak hanya diatur oleh hukum dan peraturan pemerintah namun
juga oleh berbagai prinsip-prinsip akuntansi, yaitu GAAP. Namun para pekerja di
bidang ini akan menghadapi berbagai tantangan etika ketika diminta untuk
memalsukan rekening, meningkatkan nilai aset, melakukan deduksi mencurigakan,
dan lain-lain.
Bagian audit juga menghadapi dilema karena perusahaan pengaudit dibayar oleh
perusahaan namun sesungguhnya mereka bertanggung jawab pada masyarakat
yang membutuhkan pandangan obyektif dan tidak memihak.
Dengan begitu banyak tekanan etis bagi profesi ini, maka dibuatlah Kode Etik oleh
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), yang digunakan sebagai
pertahanan terakhir untuk menjaga etika oleh para profesional di bidang ini.
Benturan kepentingan adalah situasi di mana seseorang berada dalam konflik
langsung antara hubungannya dengan organisasi dan kewajibannya. Berbagai potensi
benturan kepentingan dalam value chain dapat terjadi seperti berikut ini:
a.

Ketika yang terbaik bagi pemegang saham dan keuntungan perusahaan
bukanlah yang terbaik bagi pegawai dan masyarakat

b.

Menjual produk yang dapat merugikan pelanggan

c.

Menjual produk yang dapat merugikan lingkungan

Terdapat satu kesamaan ketika menghadapi benturan kepentingan dalam
organisasi, yaitu keputusan akhir akan dibuat oleh pimpinan perusahaan. Ketika
perusahaan mengubah caranya berbisnis dukungan datang dari pekerja garis depan
yang langsung berhubungan dengan pelanggan, namun keputusan kunci mengenai
kebijakan perusahaan dibuat oleh pimpinan puncak organisasi. Jadi tanpa dukungan
dari pimpinan puncak organisasi, usaha untuk mengubah organisasi secara signifikan
hanya akan terjadi dalam lingkup departemen dan bukanlah pada tingkat organisasi.

III.

ANALISA KASUS
Terdapat

beberapa

pelanggaran etika organisasi

terhadap fungsi-fungsi

organisasi yang dilakukan oleh para pemimpin di instansi pemerintah bahkan oleh para
pegawai yang berada di bawahnya saat sebelum gerakan Reformasi Birokrasi
digalakkan, antara lain:
7

Fungsi Sumber Daya Manusia:
1. Pelanggaran etika berupa tidak disiplinnya pegawai terkait jam kerja, seperti
terlambat atau pulang lebih awal tanpa alasan yang jelas, banyaknya
pegawai yang membolos dan meninggalkan tugas tanpa keterangan
2. Sistem perekrutan dan seleksi pegawai yang tidak terbuka dan masih
menggunakan sistem kolusi dan nepotisme
3. Adanya suap menyuap dan sistem “titipan” untuk mendapatkan posisi
jabatan tertentu
4. Pelanggaran etika untuk memiliki istri lebih dari 1 atau kasus perselingkuhan
5. Job desk yang tidak jelas dan tidak sesuai untuk posisi tertentu
6. Menempatkan orang yang tidak tepat untuk jabatan atau formasi tertentu
7. Tidak memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pegawai dalam
meningkatkan kemampuannya secara akademis dan teknis
8. Kurang

memberikan

kesempatan

kepada

para

pegawai

dalam

mengembangkan diri dan organisasi
9. Kurangnya peningkatan standar gaji yang mencukupi dan tidak ada
penerapan reward untuk pegawai berprestasi
10. Kurangnya evaluasi/review terhadap hasil penilaian kerja pegawai
11. Kurangnya motivasi pegawai untuk bekerja optimal dan memberikan
pelayanan prima
Fungsi Keuangan
1. Pelanggaran

etika

dengan

memalsukan

dokumen

perjalanan

dinas

(menggunakan tiket palsu, melakukan perjalanan dinas fiktif)
2. Menggunakan uang kantor untuk keperluan pribadi
3. Melakukan mark up dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa
4. Melaksanakan proses pengadaan barang/jasa secara tidak transparan dan
KKN dalam menentukan pemenang tender sehingga menyebabkan kerugian
Negara
5. Menerima hadiah berupa barang atau uang dari rekanan
6. Melakukan pemborosan anggaran Negara dengan menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan yang tidak penting
7. Tidak tertib administrasi dalam membuat laporan pertanggung jawaban
kegiatan
8

8. Tidak menggunakan aturan standar akuntansi yang baku dalam membuat
laporan keuangan
9. Melakukan manipulasi laporan keuangan
10. Menerima pemberian atau hadiah terkait dengan pelaksanaan tugas dan
fungsi
11. Kurangnya perencanaan dalam membuat program-program kegiatan instansi
pemerintah
12. Belum sempurnanya penerapan anggaran berbasis kinerja
13. Kurangnya pemantauan dan evaluasi terkait pelaksanaan program dan
kegiatan yang menggunakan anggaran belanja negara
Fungsi Pelayanan kepada para pemangku kebijakan (stakeholders)
1. Tidak memberikan laporan yang benar dalam hal pembayaran pajak
penghasilan ke pemerintah sebagai stakeholders
2. Tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat
3. Meminta imbalan kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan
4. Meminta imbalan kepada pihak ketiga/rekanan selaku partner kerja
5. Menipu masyarakat dalam memberikan informasi yang tidak benar
6. Pegawai yang kurang cakap dan tidak professional dalam menjalankan
tugasnya
7. Kurang memberikan dukungan yang prima kepada para pimpinan tertinggi
(sebagai stakeholders) dari segi administrasi dan teknis.
Fungsi Manajemen Operasional
1. Tidak atau belum memiliki standar pelayanan yang sesuai standar
2. Tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
3. Melanggar kode etik organisasi
4. Tidak menjalankan tugas sesuai prosedur atau SOP
5. Kurangnya pengawasan dan pengendalian internal
6. Kurangnya review terhadap laporan periodik akuntabilitas kinerja instansi

9

Fungsi Sistem Informasi
1. Belum banyak menerapkan teknologi dan informasi dalam melaksanakan
operasional instansi
2. Belum adanya standar penggunaan sistem informasi yang baik untuk instansi
3. Belum tersosialisasi dengan baik tentang penggunaan email instansi, website
intranet dan internet kepada pegawai dalam rangka komunikasi dengan pihak
internal dan eksternal instansi
4. Belum adanya perawatan dan pemeliharaan yang memadai terkait
pelaksanaan teknologi informasi dari segi hardware, software, jaringan dan
security untuk menunjang kinerja instansi
Kasus-kasus tersebut diatas banyak terjadi sebelum reformasi birokrasi
diterapkan

di seluruh instansi pemerintah, setelah reformasi birokrasi diterapkan di

seluruh instansi pemerintah, ternyata pelanggaran etika tetap terjadi, padahal
pemerintah telah mengembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang
komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-RB No. 20 Tahun 2010
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9
(sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan
dengan Permenpan-RB No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang
Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan
reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja yang berdampak pada peningkatan
pendapatan PNS yang bertujuan mengurangi tindakan korupsi dan pendapatan kecil
PNS tidak lagi menjadi alasan untuk mencari tambahan diluar sehingga meninggalkan
tugas dan fungsinya dalam melayani stakeholders.
Hal-hal seperti kasus diatas terjadi disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Munculnya dilemma etika yang tidak diselesaikan dengan baik oleh para pelaku,
antara sebagai pegawai pemerintah yang harus menjalankan tugas dengan baik
dengan adanya konflik-konflik yang muncul dalam pemenuhan egonya sebagai
makhluk yang memiliki banyak kebutuhan.
2. Penerapan sistem reward and punishment tidak berjalan, selama ini PNS hanya
diberlakukan aturan punishment saja, tidak ada diberlakukan reward sehingga
menurunkan motivasi untuk berkinerja dengan baik

10

3. Rendahnya kesadaran dan disiplin yang dimiliki oleh masing-masing individu di
dalam instansi pemerintah, sehingga hal-hal yang tidak baik menjadi budaya dan
berdampak negative terhadap para stakeholders.
4. Munculnya tantangan-tantangan dalam etika antara lain :
a. Bagaimana menjalankan tugas secara profesional sebagai panitia pengad
aan barang/jasa, sedangkan kita selalu dihadapkan dengan pihak ketiga
selaku rekanan, tentu banyak godaan-godaan yang timbul, banyak dari PN
S tidak kuat akan tantangan ini.
b. Tantangan lain adalah PNS dituntut untuk melakukan pelaporan administr
asi pertanggung jawaban keuangan secara cepat dan tepat waktu, tetapi
banyak yang dilakukan dengan cara memalsukan dokumen.
c. Melaksanakan kebijakan pimpinan untuk hal-hal tertentu yang mendesak
dan butuh penanganan khusus yang tidak sesuai dengan standar prosedu
r organisasi
5. Fungsi pengawasan yang lemah, antara lain :
a. Kurangnya pengawasan internal kepada jalannya operasional dan fungsifungsi organisasi
b. Kurangnya pengawasan dalam penggunaan anggaran dan belanja instan
si
c. Kurangnya pengawasan dalam penerapan standar pelayanan kepada mas
yarakat
d. Kurangnya pengawasan dalam akuntabilitas, keakuratan laporan keuanga
n
e. Kurangnya pengawasan dalam penggunaan teknologi informasi, sehingga
banyak informasi yang bocor ke pihak-pihak yang tidak berwenang
6. Adanya conflict of interest, dimana terjadi situasi tertentu yang menempatkan kita
ke dalam konflik langsung antara kepentingan yang satu dengan kepentingan
yang lain yang sama-sama mendesak.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN
Tantangan-tantangan dalam etika dan conflict interest dapat menyebabkan
seseorang mengabaikan etika berorganisasi. Sedangkan etika organisasi dalam instansi
pemerintah harus dilaksanakan dan dipatuhi dengan baik dalam rangka mencapai
11

keberhasilan organisasi tersebut dalam memberikan pelayanan prima kepada para
stakeholders. Budaya organisasi yang baik dibentuk dari pelaksanaan nilai-nilai, normanorma yang baik yang dilaksanakan oleh masing-masing individu di dalam organisasi
tersebut.
Reformasi birokrasi harus terus digalakkan dan diterapkan diseluruh instansi pemerintah
di Indonesia, karena hal ini sebagai langkah dalam mengatasi pelanggaran etika yang
kerap terjadi di lingkungan aparatur Negara sekaligus meningkatkan kinerja PNS,
menjadikan birokrasi Indonesia birokrasi yang bersih, efisien, antisipatif, proaktif, dan
efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan.
Perlu diperhatikan juga bahwa tanpa dukungan dari pimpinan puncak organisasi,
usaha untuk mengubah organisasi secara signifikan, khususnya dalam penerapan etika
organisasi, hanya akan terjadi dalam lingkup departemen dan bukanlah pada tingkat
organisasi.

V.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ghillyer, Andrew. W. (2014), Business Ethics Now, 4th Edition, McGraw-Hill.
2. Website penerapan Reformasi Birokrasi http://pmprb.menpan.go.id/pmprb/
3. Website reformasi birokrasi http://reformasibirokrasi.com/?p=146

12