PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK TIKET ATAS PU

MAKALAH
PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK TIKET ATAS PUTUSAN
PAILIT PERUSAHAAN PENERBANGAN BATAVIA AIR

Oleh:
Robby Andrian, SH
No.Mahasiswa : 12912055
TUGAS MATA KULIAH
HUKUM KEPAILITAN
DOSEN :
Dr.SITI ANISAH, SH.,M.Hum

PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

1

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK TIKET ATAS PUTUSAN
PAILIT PERUSAHAAN PENERBANGAN BATAVIA AIR


Belum lama ini telah terjadi kasus dimana Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat menyatakan pailit PT Metro Batavia, operator maskapai penerbangan Batavia Air. Batavia
digugat pailit oleh International Lease Finance Corporation (ILFC). Batavia memiliki utang
sebesar 4.688.064,07 dollar AS atau setara lebih dari Rp 45 miliar kepada ILFC. 1 Dalam kasus
kepailitan PT Metro Batavia membawa konsekuensi bagi calon Penumpang atau Pemilik Tiket,
dimana hak-haknya dirugikan. Karena para pemilik tiket berada di posisi yang paling rendah,
yaitu kreditur konkuren. Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam kepailitan ini adalah
tidak terpenuhinya perlindungan hukum bagi pengguna jasa atau pemilik tiket yang mengalami
kerugian yang terjadi akibat putusan pailit tersebut yang secara khusus diatur menurut UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, maupun dalam peraturan
yang diatur secara umum didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
PERMASALAHAN :
1. Bagaimana Perlindungan Hukum bagi Pemilik Tiket atas PT Metro Batavia(Batavia Air)
yang dinyatakan Pailit menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan
Udara ?
PEMBAHASAN


1

.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/01/22565992/Maskapai.Penerbangan.Bang
krut.Konsumen.Jadi.Korban,
diakses pada tanggal 3 Mei 2013

2

Mr.E.suherman mengemukakan tanggung jawab pengangkutan adalah suatu perbuatan yang
dibebankan kepada kedua belah pihak yang bersifat mengikat atas dasar perjanjian
pengangkutan.2
Maskapai adalah perseroan dagang, perusahaan pelayaran penerbangan.3
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat
udara, bandara udara, angkutan udara. Navigasi penerbangan, keselamatan dana keamanan,
lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.4
Pengangkutan adalah berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut dan membawa,
sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawa barang-barang atau orang–
orang (penumpang).5 HMN Purwosutjipto mendefenisikan, pengangkutan adalah perjanjian
timbal balik antara pengangkut sebagai pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelengarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu

dengan selamat.6 Pihak pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan terhadap
barang dan penumpang (orang) yang mengikatkan diri untuk meneyelenggarakan pengangkutan
baik dengan cara carter menurut waktu perjalanan. 7 Terlaksananya pengangkutan melalui udara
karena adanya perjanjian antara pihak pengangkut dan penumpang. Undang-undang No.1 Tahun
2009 tentang penerbangan dengan jelas menyebutkan, perjanjian pengangkutan udara adalah
perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang. Akan tetapi dalam Undang-undang
penerbangan tidak ditemukan definisi penumpang. Sedangkan definisi penumpang itu sendiri
2

E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia,
(Bandung : N.V.Eresco I, 1962), hlm 12
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005)
4
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
5
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, departemen P dan K, (Jakarta :
Balai Pustaka,1976), hlm.97
6

HMN.Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, hukum
pengangkutan, (Jakarta : djambatan, 1991), hlm.2 9Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan
7
Hasim purba,hukum pengangkutan di laut, (Medan : pustaka bangsa press, 2005), hlm
135

3

ditemukan dalam kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan , bahwa Penumpang adalah yang
melakukan perjalanan dengan pesawat udara yang dilengkapi dengan tiket atau dokumen sejenis
dengan maksud tersebut. 8
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”), dalam pasal 1 angka 20
Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau
badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya
mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos
dengan memungut pembayaran.
PT Metro Batavia, operator maskapai penerbangan Batavia Air adalah merupakan badan usaha
angkutan udara yang merupakan badan hokum Indonesia yang kegiatan utamanya
mengoperasikan pesawat udara Batavia Air untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo,
dan/atau pos dengan memungut pembayaran.

Terkait dengan pertanggung jawaban pengangkut terhadap penumpang atau pemilik tiket diatur
dalam pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, bahwa Tanggung Jawab
Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang
diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”), dalam pasal 1 angka 27,
menjelaskan bahwa Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau
bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara
penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau
diangkut dengan pesawat udara. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa calon penumpang atau
Pemegang tiket pesawat Batavia air telah menyerahkan pembayaran kepada pihak pengangkut
8

H.K.Martono, kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan, edisi pertama, PT.RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2007, Hlm.580.

4

dalam hal ini Batavia air untuk mendapatkan tiket sehingga telah terjadi perjanjian angkutan
udara, dimana penumpang berhak untuk menggunakan pesawat tersebut. Sedangkan berkaitan
dengan hal-hal yang dapat merugikan penumpang dalam menikmati haknya untuk menggunakan

pesawat tersebut telah diatur juga dalam pasal 1 angka 30 UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, bahwa Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu
keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau
kedatangan. Disini adanya keterlambatan jelas berpengaruh bagi calon penumpang yang akan
menggunakan pesawat tersebut, dan dampaknya berbeda-beda, bisa jadi dari beberapa
penumpang tersebut ada yang sangat dirugikan karena dengan keterlambatannya.
Jenis-jenis keterlambatan kemudian diperjelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub
77/2011”). Menurut Pasal 9 Permenhub 77/2011, keterlambatan terdiri dari:
a.

keterlambatan penerbangan (flight delayed);

b.

tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding
passenger);

c.


pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) pada angkutan penumpang yang
dimaksud Pasal 9 huruf a Permenhub 77/2011 di atas, pengangkut (dalam hal ini maskapai
penerbangan) bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpangnya. Ganti rugi
yang wajib diberikan oleh maskapai penerbangan kepada penumpang sebelumnya telah diatur
dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara (“Permenhub 25/2008”) yaitu:
a.

keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit,

perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan;
5

b.

keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan

puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan

ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau
ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, apabila diminta oleh penumpang;
c.

keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan angkutan udara

niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan slang atau malam dan
apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke
perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib
diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.
Kemudian, pemerintah melengkapi ketentuan ganti rugi dalam Permenhub 25/2008 dengan
ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 Permenhub 77/2011, sebagai berikut:
a.

keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga

ratus ribu rupiah) per penumpang;
b.

diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila


pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir
penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau
menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain
angkutan udara;
c.

dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha

Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas
pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan,
maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.
Ketentuan peralihan dari Permenhub 77/2011 tidak menyatakan tidak berlakunya Permenhub
25/2008, sehingga keduanya tetap berlaku. Hanya saja, ketentuan ganti kerugian yang diatur
6

Permenhub 77/2011 baru mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan atau tiga bulan sejak
8 Agustus 2011 (lihat Pasal 29 Permenhub 77/2011).9
Dari beberapa peraturan yang terkait dengan tanggung jawab pengangkutan melalui udara
terhadap penumpang atau calon penumpang yang sudah memiliki tiket penerbangan, pada

dasarnya sudah terlihat sangat melindungi kepentingan penumpang dan memberikan kepastian
hokum yang jelas bagi penumpang. Akan tetapi ketika perusahaan pengangkutan udara ini
dihadapkan dengan permasalahan dimana perusahaan PT.Metro Batavia ini dipailitkan, keadaan
penumpang akan jaminan kepastian hokum sebagaimana yang telah disebutkan dalam beberapa
peraturan diatas menjadi bergeser alias tidak lagi memberikan jaminan kepastian hokum terkait
dengan kerugian bagi penumpang, dikarenakan kemudian pada saat PT.Metro Batavia dipailitkan
maka sejak putusan pailit sejak pukul 00.00 WIB, maka yang berlaku adalah aturan yang
berkenaan dengan kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.37 Tahun 2004,
bukan lagi UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ataupun Permenhub 77/2011.
Kalau diteliti, apakah ada perbedaan terkait perlindungan yang akan diterima calon
penumpang Batavia air pasca putusan pailit dengan sebelum adanya putusan pailit ?
maka jawabannya adalah ada perbedaan bahkan sangat signifikan sekali, dimana sebelum
adanya putusan pailit, hak-hak penumpang sangat diprioritaskan bahkan hanya dengan
keterlambatan 4 jam saja, penumpang akan diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 300.000,- (tiga
Ratus Ribu rupiah), betapa hak-hak penumpang sangat dijunjung tinggi oleh pemerintah melalui
peraturan Permenhub 77/2011. Akan tetapi menjadi suatu musibah yang tidak bisa dihindari
ketika PT.Metro Batavia dinyatakan pailit. Hak-hak penumpang yang menjadi prioritas apabila
9

Ketentuan Ganti Kerugian bagi Penumpang Jika Penerbangan Terlambat

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e68e0492fbe4
Diakses 29 Juni 2013

7

terjadi kerugian tersebut berubah menjadi hak yang paling terakhir, ketika terjadi pembagian
budel pailit. Dalam Undang-undang Kepailitan dikenal asas-asas adalah:
a) Asas keseimbangan. Dalam Undang-undang Kepailitan terdapat ketentuan yang merupakan
perwujudan asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur. Di lain
pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh Kreditor yang beritikad tidak baik.
b) Asas keadilan. Asas keadilan ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenangan pihak
penagih utang yang mengusahakan penerimaan pembayaran atau realisasi tagihan masingmasing terhadap Debitor tanpa menghiraukan Kreditor lainnya.
Jadi, Undang-undang Kepailitan bermaksud memberikan perlakuan yang baik dan seimbang
kepada para Kreditor. Para Kreditor dengan peringkat yang sama harus mendapat perlakuan yang
sama, jadi dihindarkan tindakan yang diskriminatif. Undang-undang Kepailitan sangat
mendukung perlakuan yang seimbang dan bukan perlombaan dimana Kreditor yang pertama
menagih dibayar didahulukan dan dibayar seluruh tagihannya. .10
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hanya kreditor yang memiliki jaminan,
ataupun kreditor yang oleh Undang-undang diangkat derajatnya menjadi kreditor yang
diistimewakan lebih didahulukan daripada kreditor yang tidak memiliki jaminan.

undang-

undang kepailitan juga tidak diperhatikan sebagaimana halnya Penumpang atau pemilik tiket
yang pada dasarnya menjadi korban atas dampak kepailitan tersebut.
Tujuan Undang-Undang Kepailitan modern adalah melindungi kreditor konkuren untuk
memperoleh hak-haknya sesuai asas yang menjamin hak-hak kreditor dengan kekayaan debitor,
10

Kartini Muljadi, Sepuluh Tahun Berlakunya Peraturan Perundang-undangan Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia, dalam Prosiding Seminar
Nasional Kepailitan “Antisipasi Krisis Keuangan Kedua, Sudah Siapkah Pranata Hukum
Kepailitan Indonesia?”, USAID In ACCE Project & AKPI, Jakarta, 29 Oktober 2008,Hlm.6

8

yaitu pari passu pro rata parte. Untuk itulah dilakukan sita umum setelah putusan pernyataan
pailit terhadap debitor atau disebut juga eksekusi kolektif. Suatu eksekusi kolektif dilakukan
secara langsung terhadap semua kekayaan yang dimiliki oleh debitor untuk manfaat semua
kreditor. Sitaan umum bertujuan untuk mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatanperbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditornya. Perlindungan terhadap kreditor
lainnya dalam Undang-Undang Kepailitan adalah adanya ketentuan untuk mencegah kecurangan
yang dilakukan oleh debitor, sebaliknya terdapat pula ketentuan untuk mencegah kecurangan
yang dilakukan oleh para kreditor.11
Batavia Air diputus pailit oleh majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta, Rabu (30/1).
Seperti diketahui, IFLC (International Lease Finance Corporation ) melakukan gugatan pailit
terhadap Batavia Air karena tidak mampu membayar utang jatuh tempo hingga 13 Desember
2012.12 Kasus Batavia adalah kasus kepailitan yang berbenturan dengan kepentingan ribuan
penumpang. Calon penumpang pesawat Batavia Air yang sudah membeli tiket hanya bisa gigit
jari karena pengurusan perusahaan beralih ke kurator begitu majelis hakim mengetok palu pailit.
Mau refund tiket, kantor-kantor Batavia Air justru sudah tutup. Sinyalemen Sudaryatmo diamini
Alba Sukmahadi. Kurator PT Metro Batavia ini, di sela rapat kreditor pertama 15 Februari 2013,
mengatakan penumpang Batavia Air diposisikan sebagai kreditor konkuren, bahkan menjadi
bagian terakhir dari pembagian budel pailit . Merujuk pada UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara, konsumen juga mendapatkan asuransi senilai Rp300 ribu akibat

11

Siti Anisah, “ Studi Komparasi terhadap Perlindungan Kepentingan Kreditor dan
Debitor dalam Hukum Kepailitan.”, dalam Jurnal Hukum No. Edisi khusus vol. 16 oktober
2009: 30 – 50
12

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt510a409ec9d66/astindo-desak-batavia-airkembalikan-dana-deposit.
Diakses 20 Mei 2013

9

penerbangan yang tertunda lebih dari tiga jam.13 Kasus kepailitan Batavia air ini terkait dengan
pemberesan utang-utang kreditor, bertabrakan dengan peraturan Perundang-undangan yang lain
terutama pada UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan
No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Sebagaimana telah penulis sebutkan diatas, bahwa prioritas perlindungan calon penumpang atas
pengangkutan udara berubah menjadi musibah yang tidak bias dielakan lagi dan mau tidak mau
suka atau tidak suka harus diterima, ketika calon penumpang sebagai pemilik Tiket Batavia air
tersebut hanya diposisikan sebagai kreditor konkuren yang hanya akan mendapatkan ganti rugi
yang paling akhir. Memang bila dilihat dari rasa keadilan maka sangat bertentangan dengan rasa
keadilan dan kepastian hukum yang dijamin oleh Undang-undang penerbangan dan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Akan tetapi tidak ada satu pasalpun dari kedua peraturan tersebut yang memberikan ruang bagi
hak-hak penumpang untuk didahulukan dari pada kreditor yang memiliki jaminan ataupun yang
diistimewakan, ketika terjadi kepailitan atas perusahaan penerbangan tersebut. Sehingga
berlakulah perauturan yang lebih khusus dalam penyelesaian kepailitan, yaitu Undang-undang
kepailitan itu sendiri. Selain pada UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
yang secara khusus mengatur mengenai pengangkutan udara, sebenarnya hak-hak penumpang
secara umum juga

telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Secara khusus Pasal 16 regulasi itu menyebutkan bahwa perusahaan
(perseroan) tak boleh ingkar janji kepada konsumen.
Dinyatakan pailit atau tidak oleh pengadilan niaga, sebenarnya perusahaan harus tetap memenuhi
kewajiban kepada konsumen, dan bukannya mengabaikan, atau menjadikan prioritas terakhir
13

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51305b6bb7631/nasib-konsumen-dalamkasus-kepailitan
Diakses 20 Mei 2013

10

pengembalian biaya tiket yang sudah telanjur dibeli konsumen. Perlakuan kepada konsumen
semestinya menjadi prioritas utama, mengingat maskapai penerbangan adalah perusahaan
layanan publik.14 prinsip costumer sovereignity alias kedaulatan konsumen. Konsumen memiliki
kekuatan dalam sebuah industri khususnya perusahaan yang sifatnya pelayanan publik.
Meskipun negara mengakui kedaulatan costumer soveregnity, akan tetapi nasib konsumen tak
berdaulat saat menghadapi kepailitan. “Hukum kepailitan ini seolah-olah menderogasi
kepentingan konsumen yang sudah diakui negara melalui UU Perlindungan Konsumen. 15 Atas
Hukum kepailitan hak-hak pemilik tiket Batavia air menjadi sangat jauh dari terlindungi.
Selanjutnya memang Tim kurator PT Metro Batavia (Batavia Air) yang ditunjuk oleh Pengadilan
Negeri Jakarta, akan mengumumkan prosedur refund atau penukaran tiket di media nasional.
Meski belum ada kepastian mengenai kapannya, namun tim kurator akan bekerja secepat
mungkin sehingga persoalan refund ini juga bisa cepat diselesaikan. 16 Masalah akan timbul bila
harta pailit tidak cukup untuk membayar semua utang boedel pailit. Piutang boedel pailit siapa
yang wajib dibayar terlebih dahulu? Apakah biaya pailit termasuk fee Kurator, atau upah buruh,
atau sewa gedung, dan lain-lain? Perlu direnungkan bahwa apabila biaya kepailitan yang
meliputi tiap bagian dari harta pailit (kecuali benda yang menurut ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 telah dijual sendiri oleh Kreditur pemegang jaminan kebendaan),
termasuk fee Kurator, tidak dibayar lebih dahulu dari harta pailit sebelum utang harta pailit
lainnya dibayar apakah masih ada Kurator yang mau melakukan pengurusan harta pailit dan

14

http://www.ham.go.id/modul.php?
md=mod_artikel&data=753326&modnews=3&mnow=0
Diakses 2Mei 2013
15
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51305b6bb7631/nasib-konsumen-dalamkasus-kepailitan
Diakses 20 Mei 2013
16

http://wartaekonomi.co.id/berita7707/tim-kurator-umumkan-prosedur-refund-tiketbatavia-hari-ini.html
Diakses 8 Mei 2013

11

pemberesan harta pailit, yaitu menjadikan harta pailit uang (melikuidasi harta pailit)? 17 Apalagi
pemegang tiket Batavia air dalam hal kepailitan ini masuk dalam kategori kreditor konkuren.
Karena Soal pembayaran utang, yang mempunyai hak pertama adalah kreditur istimewa, yakni
buruh atau pekerja dan pajak. Penumpang masuk kategori kreditur konkuren, akan diselesaikan
secara prorata.18dan bagaimana jika pada akhirnya harta pailit tidak mencukupi jika melihat
faktanya per 11 Maret 2013, uang tunai yang dipegang kurator atas nama PT Metro Batavia
adalah Rp1 miliar. Sedangkan tagihan yang masuk ke kurator telah mencapai ke angka Rp1,7
triliun.19 Dalam permasalahan pemegang atau pemilik tiket Batavia air tidak dapat serta merta
mendapatkan apa yang menjadi haknya secara langsung baik berupa penggantian uang( refund)
maupun penggantian tiket untuk terbang ke tujuan dengan menggunakan maskapai penerbangan
lain . lalu jika secara serta merta pemegang tiket Batavia tidak mendapatkan apapun.
Bagaimana dengan prinsip paritas creditorium yang berlaku. dalam kepailitan dikenal prinsip
umum paritas creditorium. Artinya, semua kreditor mempunyai hak yang sama atas pembayaran
dan hasil kekayaan debitor pailit yang dibayarkan secara proporsional menurut besarnya tagihan
mereka.20 Ternyata Dalam praktek, prinsip paritas creditorium tak menempatkan
seluruh kreditor berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.

17

Elijana Tansah, Kedudukan Tagihan Buruh, Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditur
Separatis dalam Kepailitan Perusahaan, dalam Prosiding Seminar Nasional Kepailitan
“Antisipasi Krisis Keuangan Kedua, Sudah Siapkah Pranata Hukum Kepailitan Indonesia?”,
USAID In ACCE Project & AKPI, Jakarta, 29 Oktober 2008,Hlm.15
18

http://www.solopos.com/2013/01/31/pailit-batavia-air-ganti-rugi-bagi-penumpangbukan-prioritas-kurator-374240
Diakses 20 Mei 2013
19
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt513de232855b1/karyawan-batavia-tuntut-kurator-bayarkompensasi
Diakses 20 Mei 2013
20
J. Johansyah, paper “Kreditor Preferen dan Separatis Serta Tinjauan Penjaminan
Utang”, dikutip dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18445/buruh-dalamantrian-iparitas-creditoriumi
Diakses 30 Mei 2013

12

Begitu juga asas yang terkandung terkait dengan perlindungan konsumen dalam hal ini
pemegang tiket Batavia air juga lumpuh dengan adanya pemberlakuan hukum kepailitan yang
diberlakukan dalam Putusan pailit PT.Metro Batavia.
Karena dalam prakteknya penegakan hukum kepailitan ini , pailit perusahaan yang menyangkut
publik tidak perlu mempertimbangkan UU Perlindungan Konsumen. Sebab, UU Kepailitan dan
PKPU adalah sebuah aturan yang bersifat khusus (lex specialis)21

maka sejak putusan

pernyataan pailit diucapkan kepada PT.Metro Batavia, penyelesaian utang debitor adalah dengan
mengelompokan kedudukan kreditor, yang mana penumpang pemegang tiket Batavia air adalah
masuk didalam kategori sebagai kreditor konkuren, yang mana menurut Sutan Remy Sjahdeni
disebut sebagai Unsecure Creditors, yang harus berbagi dengan para kreditor lain secara
proporsional dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak
jaminan. Selain itu juga Konsumen sebagai pemegang tiket dikesampingkan juga oleh Negara
sebagai pemungut Pajak, dimana Pada pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) dari undang-undang no.16
tahun 2000 tentang perubahan kedua atas undang-undang no.6 tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan menentukan sebagai berikut 22 :
“(3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali
terhadap :
a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang
bergerak dan atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
21

. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51305b6bb7631/nasib-konsumen-dalamkasus-kepailitan
Diakses 20 Mei 2013
22
Mohammad Fikri Ichsan, ARTIKEL ILMIAH dalam jurnal “Sinkronisasi Pengaturan
Tentang Kedudukan Hukum Antara Kreditor Separatis Dan Buruh Terkait Dengan Pembayaran
Utang Dalam Putusan Kepailitan. (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 101
K/Pdt.Sus/2012 dan Putusan No. 49 PK/Pdt.Sus/2011 ), UNIVERSITAS BRAWIJAYA, FAKULTAS
HUKUM, MALANG ,2013

13

c. biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan
Atas dasar fakta tersebut maka dapat dilihat adanya pertentangan atas akibat dari dua penegakan
hukum berlaku sekaligus dalam satu kasus atau permasalahan.
Melihat “rechtsstaat“, dalam kamus besar bahasa Belanda adalah “staatsvorm die het recht air
hoogste gezag handhaafl” Artinya, bahwa negara hukum seperti yang dimaksudkan oleh
founding fathers negeri ini, sebuah bentuk negara (pemerintahan) yang menggunakan hukum
sebagai kekuasaan pengatur yang tertinggi. Pandangan Mr. IC. Van Der Vlies tentang negara
hukum adalah tindakan pemerintah berdasarkan undang-undang. Asas ini mengandung
pengertian “wetmatigheid” yang merupakan jaminan atas tindakan pemerintah yang dikatakan
“rechmatigheid”. Untuk mewujudkannya, maka pembentukan undang-undang yang dirancang
harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan yang baik. 23 Adanya pertentangan atas dua
penegakan hukum yang satu sama lain memiliki asas dan Tujuan yang saling berbenturan
tersebut dapat dikatakan bahwa pembentukan peraturan di Negara ini kurang baik , Negara tidak
konsisten didalam menjamin hak-hak warganegaranya dalam mendapatkan keadilan berupa ganti
rugi atas kerugian yang diderita akibat putusan pailit tersebut. Padahal Jika dilihat Keadilan Dari
Dimensi Sistem Hukum maka Keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls,
filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan
bahwa“Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran“. Diskursus mengenai tentang keadilan substansi (substantive
justice), dengan keadilan prosedural (procedural justice ) juga disampaikan Gustav Radbruh
Menurut Gustav Radbruh, Hukum harus mengandung tiga nilai identitas.
1. Asas kepastian hukum atau rechtmatigheid. Asas ini meninjau dan sudut yuridis.
2. Asas keadilan hukum (gerectigheit), asas ini meninjau dan sudut filosofis.
23

. http://hukum.kompasiana.com/2011/04/02/kesemwrawutan-hukum-indonesia353439.html
Diakses 9 Juni 2013

14

3. Asas Kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility. Asas ini
meninjau dari sosiologis.24

KESIMPULAN DAN PENUTUP
Sebagai konsekuensi Perlindungan hukum yang diterima oleh pemilik tiket Batavia air atas hakhaknya akibat Putusan pailit tersebut adalah menjadi Tidak Terlindungi, walaupun jaminan
perlindungan atas hak-hak penumpang telah dicover didalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara secara khusus, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pengaturan secara umum. Akan tetapi semua peraturan tersebut tidak
memberikan ruang bagi pemegang tiket untuk didahulukan hak-haknya ketika terjadi suatu
kepailitan, sehingga yang berlaku adalah peraturan secara khusus mengenai kepailitan. Dimana
pemegang tiket dalam pengaturan kepailitan masuk sebagai kreditur konkuren (paling akhir)
yang akan menerima hak-haknya dari pembagian budel pailit. Dalam konsep hukum kepailitan,
dalam kategori sebagai kreditur Konkuren yang harus berbagi dengan para kreditor lain secara
proporsional dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak
jaminan. Dan menjadi kreditor yang tidak mendapat bagian atau ganti rugi jika ternyata harta
pailit tidak mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

24

. http://hukum.kompasiana.com/2011/04/02/kesemwrawutan-hukum-indonesia353439.html
Diakses 9 Juni 2013

15

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/01/22565992/Maskapai.Penerbangan.Ba
ngkrut.Konsumen.Jadi.Korban, diakses pada tanggal 3 Mei 2013
E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia,
(Bandung : N.V.Eresco I, 1962)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, departemen P dan K, (Jakarta :
Balai Pustaka,1976)
HMN.Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, hukum
pengangkutan, (Jakarta : djambatan, 1991), hlm.2 9Sinta Uli, Pengangkutan
Suatu Tinjauan
Hasim purba,hukum pengangkutan di laut, (Medan : pustaka bangsa press, 2005)
H.K.Martono, kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan, edisi pertama, PT.RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2007
Ketentuan Ganti Kerugian bagi Penumpang Jika Penerbangan Terlambat
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e68e0492fbe4 Diakses 29 Juni 2013
http://industri.kontan.co.id/news/agen-travel-bersiap-pidanakan-pemilik-batavia-air,
diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://astindo.org/content/news/astindo/91, diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://astindo.org/content/news/astindo/90/0, diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5109da6249361/batavia-air-pailit, diakses
pada tanggal 2 Mei 2013
http:// repository.usu.ac.idbitstream12345678936029...Chapter%20III-V.pdf, diakses pada
tanggal 8 Mei 2013
http://www.ham.go.id/modul.php?
md=mod_artikel&data=753326&modnews=3&mnow=0, diakses pada tanggal 2
Mei 2013
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/02/14/215161/HakKonsumen-Terkait-Pemailitan, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://www.neraca.co.id/harian/article/25108/Hak.Konsumen.vs.Kasus.Pailit, diakses
pada tanggal 2 Mei 2013
16

http://news.detik.com/read/2013/02/04/093347/2160167/103/hujan-pailit-nan-pahit-bagikonsumen?nd772205103, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://www.shnews.co/detile-14664-hukum-rimba-bisnis-penerbangan.html, diakses pada
tanggal 8 Mei 2013
Rosa Agustina, et,al, Hukum perikatan (Law of obligations)/. –Ed.1 Denpasar: Pustaka
Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas
Groningen, 2012
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d2d9a5699935/jaminan-perlindunganperjanjian-perdamaian-dalam-uu-kepailitan, diakses pada tanggal 3 Mei 2013
Mohammad fikri ichsan, jurnal “sinkronisasi pengaturan tentang kedudukan hukum
antara kreditor separatis dan buruh terkait dengan pembayaran utang dalam
putusan kepailitan”. (analisis terhadap putusan mahkamah agung no. 101
k/pdt.sus/2012 dan putusan no. 49 pk/pdt.sus/2011 )kementerian pendidikan dan
kebudayaan universitas brawijaya fakultas hukum malang 2013
http://www.equator-news.com/utama/20130201/pn-jakpus-punya-otak-tak-punya-hati,
diakses pada tanggal 3 Mei 2013
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/01/22565992/Maskapai.Penerbangan.Ba
ngkrut.Konsumen.Jadi.Korban, diakses pada tanggal 3 Mei 2013
http://www.iapi.or.id/iapi/berita_finansial/finansial/daftar_maskapai_penerbangan_indon
esia_yang_sudah_%27bangkrut%27.php, diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://www.ylki.or.id/press-release-nasib-konsumen-batavia-air-pasca-putusan-pailit.html,
diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://protespublik.com/nasib-pemegang-tiket-mandala-airline-yang-pailit/, diakses pada
tanggal 8 Mei 2013
http://www.solopos.com/2013/01/31/pailit-batavia-air-ganti-rugi-bagi-penumpang-bukanprioritas-kurator-374240, diakses pada tanggal 3 Mei 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt510bb67dce29b/pailit-batavia-malapetakabagi-konsumen, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt510c924d137a1/pailit-batavia--beban-bagikonsumen, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://www.jurnalparlemen.com/view/1339/pengawasan-pemerintah-terhadap-keuanganperusahaan-penerbangan-lemah.html, diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://lembagakonsumen.org/2013/01/penumpang-batavia-air-harus-berbuat-apa/, diakses
pada tanggal 3 Mei 2013
17

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt516d2c8b20af4/perlindungan-konsumenpenerbangan-masih-rendah, diakses pada tanggal 3 Mei 2013
http://www.neraca.co.id/harian/article/24649/Putusan.Pailit.Rugikan.Konsumen, diakses
pada tanggal 8 Mei 2013
http://wartaekonomi.co.id/berita7707/tim-kurator-umumkan-prosedur-refund-tiketbatavia-hari-ini.html, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://www.bisnis.com/m/transportasi-agen-tiket-pesawat-desak-uu-penerbangan-direvisi,
diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://jabar.tribunnews.com/2013/02/02/ylki-akan-mengawal-konsumen-batavia-air,
diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/02/01/mhiys7-ylki-batavia-airlanggar-uu-perlindungan-konsumen, diakses pada tanggal 8 Mei 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt510b737099ea4/ylki-tuding-batavia-lakukantindak-pidana, diakses pada tanggal 2 Mei 2013
http://manado.tribunnews.com/2013/01/31/pencabutan-gugatan-pailit-ditolak-batavia-air,
diakses pada tanggal 8 Mei 2013
Undang-Undang no 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban
Pembayaran utang
Undang-Undang no.8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen
Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan, memahami Undang-Undang no 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban Pembayaran utang, PT.Pustaka
Utama Grafiti, Jakarta, Cet.IV ,Januari 2010
Kartini Muljadi, Sepuluh Tahun Berlakunya Peraturan Perundang-undangan Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia, dalam Prosiding
Seminar Nasional Kepailitan “Antisipasi Krisis Keuangan Kedua, Sudah Siapkah
Pranata Hukum Kepailitan Indonesia?”, USAID In ACCE Project & AKPI,
Jakarta, 29 Oktober 2008
Siti Anisah, “ Studi Komparasi terhadap Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor
dalam Hukum Kepailitan.”, dalam Jurnal Hukum No. Edisi khusus vol. 16
oktober 2009: 30 – 50
J. Johansyah, paper “Kreditor Preferen dan Separatis Serta Tinjauan Penjaminan
Utang”, dikutip dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18445/buruhdalam-antrian-iparitas-creditoriumi
Diakses 30 Mei 2013

18

http://hukum.kompasiana.com/2011/04/02/kesemwrawutan-hukum-indonesia353439.html, Diakses 9 Juni 2013

19