THE RELATIONSHIP BETWEEN USE OF HOUSEHOLD INSECTICIDES WITH HISTORY OF SUFFERING DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN BALI PROVINCE 2011

  

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGGUNAAN INSEKTISIDA RUMAH

TANGGA DENGAN RIWAYAT PERNAH SAKIT

DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI BALI TAHUN 2011

1*

  1

  1 1 Diana Andriyani Pratamawati , Anggi Septia Irawan , Widiarti

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit

Jl. Hasanudin No.123 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia

  

Abstract

Since 1973 Bali become dengue endemic areas. Ones of 3M Plus efforts include the use of household insecticides to prevent mosquito bites. Long period used chemical insecticides cause resistance of Aedes aegypti from their active ingredient. This study aimed to determine the relationship between behavior of household insecticides usage with dengue incidence in Bali Province. This research conducted in 2011 using cross-sectional study method. Independent variable is behavior of household insecticide usage and the incidence of dengue as dependent variable. The Result showed that there is no significant relationship between behavior of household insecticides usage with a history of dengue incidence, indicates that the respondent behavior of household insecticide usage has not been directly affected by cases of dengue, this is mainly due to the source of vector habitat that are likely still available. To support dengue prevention measure, using the household insecticides to prevent contact with dengue vectors are also advised to conduct mosquito nest eradication (PSN) which includes

  3M Plus. Prevention of mosquitoes contact can be done when the household insecticides performed well, right, and proper dosage.

  Key words: Household insecticides, DHF, Bali

THE RELATIONSHIP BETWEEN USE OF HOUSEHOLD INSECTICIDES

WITH HISTORY OF SUFFERING DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

IN BALI PROVINCE 2011

  

Abstrak

  Sejak tahun 1973 Bali termasuk daerah endemis demam berdarah dengue (DBD). Salah satu upaya 3M Plus antara lain pemakaian insektisida rumah tangga untuk mencegah gigitan nyamuk. Penggunaan insektisida dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terjadinya resistensi nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini bertujuan untuk sejauh mana hubungan perilaku pemakaian insektsida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 dengan desain studi deskriptif potong lintang (cross sectional). Jumlah sampel total 88 orang yang berasal dari wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Variabel yang diteliti meliputi perilaku pemakaian insektisida rumah tangga (variabel bebas), sedangkan riwayat kejadian DBD merupakan variabel terikat. Tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD. Hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia sehingga untuk mendukung tindakan pencegahan DBD, selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor dengan baik dan benar juga disarankan untuk * melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus. Pencegahan kontak

  Alamat korespondensi: pratamawati@gmail.com dengan vektor nyamuk DBD dapat efektif ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, serta tepat dosisnya.

  Kata kunci: Insektisida rumah tangga, DBD, Bali

Naskah masuk: tanggal 26 Oktober 2015; Review I: tanggal 26 Oktober 2015; Review II: tanggal 27 November 2015;

Layak terbit: tanggal 31 Desember 2015 PENDAHULUAN

  WHO menggolongkan Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyakit infeksi baru yang sedang muncul dan meningkat (PBSM) karena makin meluasnya sebaran geografis dari penyakit ini dan makin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena.

1 Dalam rangka

  9 Pada prakteknya,

  3M Plus walaupun masyarakat mengetahui tentang pelaksanaan 3M Plus.

  nyamuk Aedes aegypti secara mandiri dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M Plus. Meski tidak ada wabah terkendala beberapa faktor seperti faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Hasil penelitian di daerah Tangerang diketahui masalah sosial budaya masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan 3M Plus karena kesibukan bekerja maka masyarakat tidak melaksanakan

  2 Strategi pengendalian

  vektor DBD di lingkungan permukiman akibat hasil hasil rekayasa masyarakat sendiri, seperti memberi peluang tempat- tempat yang berpotensi untuk perkembangbiakkan, mencari makan, beristirahat serta berlindung nyamuk tersebut. Tidak ada cara yang lebih efektif dalam pengendalian vektor DBD selain menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.

  8 Sesungguhnya munculnya nyamuk

  Indonesia pada tahun 2011, berdasarkan data angka kesakitan, menempatkan Provinsi Bali sebagai provinsi tertinggi kasus DBD dengan insidens rate (IR) sebesar 56,16.

  7 Perkembangan kasus DBD per provinsi di

  tahun 2009 Provinsi Bali termasuk dalam 6 besar provinsi dengan kasus DBD terbanyak dengan 5.810 kasus.

  6 Pada

  Indonesia merupakan daerah endemik DBD, Provinsi Jakarta Bali tergolong penyumbang terbesar kasus DBD.

  5 Sekitar 70 persen kabupaten dan kota di

  meningkat dan menyebar luas terutama di daerah perkotaan. Kejadian Luar Biasa atau epidemi hampir terjadi setiap tahun di daerah yang berbeda, tetapi seringkali berulang di wilayah yang sama dan secara nasional berulang setiap 5 (lima) tahun.

  4 Insiden DBD cenderung semakin

  (perkotaan) menciptakan masalah baru yang berkaitan dengan kemampuan adaptasi serangga vektor penyakit seperti nyamuk Aedes aegypti untuk hidup di bangunan-bangunan modern di kota-kota besar yang direfleksikan dengan membumbungnya industri dan pasaran penjualan insektisida rumah tangga baik dalam bentuk semprotan atau aerosol anti serangga maupun bentuk-bentuk lain seperti obat nyamuk, pengasap listrik, lampu anti serangga dan sebagainya.

  resisten terhadap insektisida kimia merupakan fenomena global yang memerlukan perhatian khusus dalam program pengendalian penyakit bersumber vektor. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi meliputi faktor genetik, biologi, dan operasional (penggunaan insektisida).

  upaya menanggulangi masalah vektor/ binatang penular DBD, selama ini telah berkembang berbagai metode, teknik, alat, serta senyawa-senyawa kimia yang amat efektif mengendalikan vektor DBD tersebut. Pemakaian insektisida yang dilakukan secara terjadwal atau berkala baik sebagai upaya mengendalikan vektor DBD ternyata telah menimbulkan dampak yang merugikan pula. Efek samping yang kurang menguntungkan baik bagi kelangsungan ekosistem bersangkutan maupun bagi keberhasilan upaya pengendalian itu sendiri, antara lain terjadinya keracunan baik yang akut maupun kronis, pencemaran, hingga terbentuknya galur- galur vektor yang resisten terhadap insektisida kimia.

2 Terbentuknya galur-galur vektor yang

3 Pola kehidupan urban

  pengendalian nyamuk sangat bergantung pada insektisida kimia. Banyak pemakaian insektisida kimia, misalnya penyemprotan, dilakukan secara rutin baik sebagai tindakan represif maupun preventif.

  13 Partisipasi masyarakat dalam rangka

4 Penggunaan insektisida kimia dalam

  timbul suatu pertanyaan apakah ada hubungan signifikan antara pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD khususnya di daerah perkotaan. Peneliti ingin mendeskripsikan sejauh mana perilaku pemakaian insektsida rumah tangga berhubungan dengan kejadian DBD pada rumah-rumah penduduk di daerah endemis DBD. Fokus penelitian ini mengambil tiga daerah di wilayah Provinsi Bali yang tergolong endemis DBD sekaligus sebagai daerah pariwisata yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Ketiga daerah ini diketahui sebagai daerah endemis DBD sekaligus sebagai daerah pariwisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan di Provinsi Bali.

  15 Berdasarkan latar belakang di atas

  tangga yang baik dan tepat akan sangat membantu dalam pengendalian sekaligus pencegahan gigitan nyamuk vektor DBD. Namun sebaliknya jika perilaku pemakaian insektisida rumah tangga kurang baik maka tidak hanya berdampak tidak efektifnya pengendalian bahkan juga dapat menimbulkan efek negatif yang merugikan bagi kesehatan pemakainya.

  14 Perilaku pemakaian insektisida rumah

  golongan karbamat sebesar 25,35% dan organofosfat sebesar 6,34%. Sedangkan masyarakat yang menggunakan insektisida rumah tangga dalam bentuk lotion penolak nyamuk sebesar 19,72% dan yang menggunakan cara fisik sebanyak 5,63%.

  pyrethroid sebesar 42,96%, pengguna dari

  waktu lama dapat menimbulkan resistensi

  upaya pengendalian penularan DBD yang efektif sangat dibutuhkan. Untuk pencegahan penularan DBD diperlukan upaya masyarakat untuk menghindari gigitan nyamuk. Salah satu upaya 3MPlus antara lain pemakaian insektisida rumah tangga untuk mencegah gigitan nyamuk. Penelitian di Kota Depok menunjukkan insektisida yang digunakan oleh masyarakat didominasi dari golongan

  virus Dengue di daerah pariwisata cukup besar mengingat tingginya mobilitas manusia dalam daerah tersebut. Apalagi jika lingkungan tempat tinggal masyarakat memberi peluang habitat vektor DBD, maka dapat dipastikan hal tersebut menjadi faktor risiko terjangkit DBD. Sejak tahun 1973 Provinsi Bali termasuk daerah endemis DBD. Untuk angka kasus DBD tertinggi terjadi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Beberapa faktor pemicunya antara lain adanya kepadatan jumlah penduduk dan permukiman serta mobilitas penduduk yang tinggi. Tingkat kasus DBD di Bali tergolong yang tertinggi, namun untuk kasus kematian akibat DBD tergolong terendah di Indonesia.

  Dengue. Oleh karena itu, potensi penularan

  dengan wisatawan atau sebaliknya yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita carrier (yang membawa) virus

  tujuan wisata, setiap tahunnya mendapat kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan itu, muncul faktor risiko kesehatan wisata. Salah satu faktor risiko kesehatan wisata yang ada pada daerah tujuan wisata adalah risiko penyebaran penyakit menular. Dalam perjalanan wisata, wisatawan dapat terpapar oleh berbagai patogen dan risiko.

  menunjukkan bahwa 25% Aedes aegypti di Bandung dikategorikan resisten terhadap organofosfat.

  Aedes aegypti di Yogyakarta cenderung resisten terhadap malation dan temefos.

  tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada keturunannya. Beberapa penelitian yang mendukung adanya resistensi tersebut. antara lain penelitian Mardihusodo menunjukkan bahwa larva

  itu disebabkan pada saat penggunaan tidak semua Aedes aegypti terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi.

  Aedes aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal

2 Akibatnya nyamuk

10 Selain itu, penelitian Gionar et.al

11 Provinsi Bali sebagai salah satu

12 Karena adanya interaksi antara penduduk

  METODE

  Variabel yang diteliti meliputi perilaku pemakaian insektisida rumah tangga (variabel bebas) sedangkan kejadian DBD merupakan variabel terikat. Perilaku mengenai pemakaian insektisida rumah tangga diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kuesioner untuk mengetahui tingkat perilaku responden dalam pemakaian insektisida rumah tangga, lama penggunaan serta dosis insektisida rumah tangga. Masing-masing jawaban pertanyaan diberi skor dan dilakukan klasifikasi berdasarkan cut off- point terhadap total skor jawaban.

  1. Pada Tabel 1 terlihat jumlah responden

  Gambaran umum karakateristik responden di ketiga wilayah yaitu di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel

  1. Karakteristik Responden

  17 HASIL

  Ratio (OR) untuk menguji kekuatan hubungan faktor risiko.

  Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis korelasi Crosstab Chi-Square dan Odds

  15 Z =

  Data yang telah terkumpul dilakukan editing, koding, skoring, dan dimasukkan ke dalam program komputer dan kemudian diolah menjadi data kategori. Analisis data perilaku responden dilakukan dengan membagi skor data perilaku responden menjadi data kategori (ordinal) yaitu kategori “baik” dan kategori “kurang”. Perhitungan pengkategorian perilaku didasarkan atas mean T. Dasar pengkategorian yaitu, bila skor T responden > mean T berarti baik dan bila skor T respo nden ≤ Mean T berarti kurang. Pengolahan data perilaku ini dibantu dengan program komputer. Adapun rumus mencari skor T adalah 50+10(skor Z). Skor Z diperoleh dari rumus:

  29 responden, serta Kabupaten Gianyar sebanyak 34 responden.

  Jenis penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel dilakukan secara pencuplikan kuota non- proporsional.

  Denpasar sebanyak 25 responden, Kabupaten Badung sebanyak

16 Daerah pengambilan sampel

  Penentuan sampel responden yang dipilih berdasarkan kriteria yaitu penduduk yang tinggal di wilayah dukuh terpilih dengan kasus DBD tertinggi dan jumlah sampel ditargetkan sebanyak 30 orang responden. Penentuan jumlah sebanyak 30 sampel ini dengan alasan untuk memenuhi syarat minimal untuk dapat dilakukan uji statistik serta adanya keterbatasan dana penelitian. Pada realisasinya, jumlah sampel keseluruhan yang diperoleh sebanyak 88 orang yang terdiri dari Kota

  Bedil, Desa Sukowati dan Dukuh Banjar Belah Batu, Desa Belah Batu, Kec. Sukowati.

  (3) Kabupaten Gianyar Puskesmas Sukowati  Dukuh Banjar

  Puskesmas Kuta I  Dukuh Banjar Segare Merta dan Banjar Kapal, Desa Kapal, Kec. Mengwi.

  Puskesmas Kongin Panjer  Dukuh Banjar Kangin, Desa Kongin Panjer, Kec. Denpasar Selatan (2) Kabupaten Badung

  Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 3 (tiga) wilayah puskesmas yang menjadi titik sasaran wilayah pengambilan sampel responden yaitu : (1) Kota Denpasar

  dipilih berdasarkan wilayah terpilih berdasarkan data jumlah kasus dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2010-2011. Populasi sasaran yang dipilih yaitu individu yang tinggal di diwilayah tinggi DBD di Provinsi Bali yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar. Populasi sumber yang dipilih adalah individu yang tinggal di area wilayah kerja puskesmas dengan kasus DBD tertinggi. Kriteria Puskesmas yang dipilih adalah puskesmas dengan kasus DBD tertinggi pada setahun terakhir, kemudian dengan kriteria titik lokasi pengambilan sampel dari area puskesmas yang dipilih yaitu dukuh dengan proporsi kasus DBD tinggi dan angka bebas jentiknya rendah. berdasarkan karakteristik individu di Kota termuda 18 tahun dan tertua 85 tahun. Denpasar, Kabupaten Badung, dan Pendidikan sebagian besar responden Kabupaten Gianyar dari hasil wawancara adalah tamat SMA/SMK (38,6%), terhadap 88 orang responden, diketahui sedangkan pekerjaan sebagian besar responden terdiri dari jenis kelamin responden adalah ibu rumah tangga perempuan 60,2 persen dan laki-laki 39,8 (31,8%). Distribusi responden berdasarkan persen. Umur sebagian besar responden karakteristik individu dapat dilihat pada adalah 26-35 tahun (28,4%) dengan umur Tabel 1.

  Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu di Kota Denpasar, Kabupaten

  Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali Tahun 2011 Frekuensi Persentase

  Karakteristik (N=88) (%)

  Laki-laki 35 39,8 Perempuan 53 60,2 Jenis Kelamin

  Total 88 100 15-25 Th 8 9,1 26-35 Th

  25 28,4 36-45 Th 22 25,0 Kelompok Umur

  46-55 Th 14 15,9 > 55 Th 19 21,6 Total 88 100 Tidak sekolah

  5 5,7 Tidak tamat SD 4 4,5 Tamat SD

  23 26,1 Tamat SMP 11 12,5 Pendidikan

  Tamat SMA/SMK 34 38,6 Tamat perguruan tinggi 11 12,5 Total 88 100 Petani

  2 2,3 Pedagang 11 12,5 PNS

  3 3,4 Karyawan swasta 13 14,8 Buruh

  4 4,5 Ibu rumah tangga 28 31,8 Pensiunan

  4 4,5 Pekerjaan Wiraswasta 14 15,9 Perajin patung Bali

  4 4,5 Guru SD 1 1,1 Mahasiswa 2 2,3 Supir 1 1,1 TNI 1 1,1 Total

  88 100

  

2. Perilaku Pemakaian Insektisida nyamuk (96,6%). Sebagian besar

Rumah Tangga responden (78,4%) memiliki kebiasaan

  Hasil pengolahan data perilaku untuk menghindari gigitan nyamuk dengan responden menunjukkan sebagian besar memakai obat anti nyamuk. Sebagian besar responden di Kota Denpasar, Kabupaten responden di ketiga daerah tersebut dalam Badung, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali penggunaan obat anti nyamuk selalu dalam seminggu memakai obat nyamuk mempertimbangkan waktu dan tempat setiap hari (48,9%). Hampir seluruh (80,7%). Responden sebagian besar responden di ketiga daerah tersebut selalu (55,7%) tidak membaca petunjuk berupaya membersihkan rumah dari sarang pemakaian obat anti nyamuk sebelum memakainya. Sebagian besar responden tidak pernah berhenti menggunakan obat anti nyamuk (51,1%). Bila menemukan banyak nyamuk hinggap di dinding, tidak sedikit responden yang membunuh nyamuk dengan tangan (29,5%). Hampir seluruh responden dalam menggunakan obat anti nyamuk tidak memakai alat untuk melindungi diri (92,0%). Bahkan sebagian besar responden tidak mempertimbangkan aturan dosis anti nyamuk yang digunakan untuk membunuh nyamuk di rumah (70,5%). Rincian selengkapnya mengenai distribusi jawaban berdasarkan perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.

  

Tabel 2. Distribusi jawaban responden berdasarkan perilaku pemakaian insektisida rumah

  2 2,3 Baca petunjuk pemakaian obat anti nyamuk sebelum memakai Ya

  Ya 23 26,1 Tidak 62 70,5 Tidak tahu

  81 92,0 Tidak tahu 3 3,4 Mempertimbangkan aturan dosis anti nyamuk yang digunakan untuk membunuh nyamuk di rumah

  Dalam memakai obat anti nyamuk memakai alat untuk melindungi diri Ya 4 4,5 Tidak

  21 23,9 Menyalakan obat anti nyamuk bakar 12 13,6

  Dibiarkan saja 6 6,8 Membunuhnya dengan tangan 26 29,5 Membersihkan nyamuk dari

dinding dengan sapu

23 26,1

Menyemprotkan obat anti

nyamuk cair

  1 1,1 Bila menemukan banyak nyamuk hinggap di dinding rumah melakukan apa

  42 47,7 Tidak pernah 45 51,1 Tidak tahu

  2 2,3 Pernah berhenti / tidak menggunakan obat anti nyamuk Ya pernah

  37 42,0 Tidak 49 55,7 Tidak tahu

  Ya 71 80,7 Tidak 15 17,0 Tidak pakai

  tangga di Provinsi Bali Tahun 2011 Perilaku pemakaian insektisida rumah tangga

  1 1,1 Dalam penggunaan obat anti nyamuk harus mempertimbangkan waktu dan tempat

  69 78,4 Pakai kain kasa pada lubang angin 3 3,4 Membersihkan lingkungan 2 2,3 Pakai kipas angin

  10 11,4

Oles minyak tradisional

1 1,1 Mandi dirumah dengan sabun 2 2,3

Pakai obat anti nyamuk

  85 96,6 Tidak 3 3,4 Kebiasaan untuk menghindari gigitan nyamuk Tidak ada

  11 12,5 Tidak tahu 1 1,1 Selalu berupaya membersihkan rumah dari sarang nyamuk Ya

  28 31,8 2x seminggu 5 5,7 Tidak pernah

  Dalam seminggu berapa kali pakai obat anti nyamuk Setiap hari 43 48,9 Kadang - kadang

  Persentase (%)

  Frekuensi (n=88)

  3 3,4 Total 88 100 Berdasarkan hasil pengolahan dan sebagian lainnya masih tergolong kurang analisis data terhadap perilaku responden (40,9%). Rincian selengkapnya mengenai pada pemakaian insektisida rumah tangga tingkat perilaku responden dalam diperoleh hasil tingkat perilaku sebagian pemakaian insektisida rumah tangga dapat responden tergolong baik (59,1%) dan dilihat pada Tabel 3.

   Tabel 3. Kategori perilaku pemakaian insektisida rumah tangga di Kota Denpasar,

  Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 No Perilaku Frekuensi Persentase

  1. Baik 52 59,1

  2. Kurang 36 40,9 Total 88 100

  Jenis insektisida rumah tangga yang repellen sebanyak 8 orang dengan rincian dipakai oleh responden baik di Kota yang pernah DBD sebanyak 4 orang (50%). Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Rincian distribusi jenis insektisida rumah Kabupaten Badung Provinsi Bali antara lain tangga dan riwayat kejadian DBD pada insektisida bakar, semprot, elektrik, responden di Kota Denpasar, Kabupaten repelen, serta larvasida. Jumlah responden Badung, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali yang menggunakan insektisida bakar ada selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. sebanyak 45 orang dengan rincian yang

  Sumber informasi pemakaian pernah DBD sebanyak 18 orang (40%), berbagai jenis insektisida rumah tangga insektisida rumah tangga semprot ada sebagian besar responden berasal dari sebanyak 31 orang dengan rincian yang media massa/iklan (bakar: 82,2%; semprot: pernah DBD sebanyak 15 orang (48,4%), 83,9%; elektrik: 82,7%; larvasida: 37,5%; insektisida elektrik sebanyak 29 orang repelen: 50%). Rincian selengkapnya dengan rincian yang pernah DBD sebanyak mengenai sumber informasi pemakaian 12 orang (41,4%), larvasida sebanyak 16 insektisida rumah tangga responden dapat orang dengan rincian yang pernah DBD dilihat pada Tabel 5. sebanyak 7 orang (43,7%), dan insektisida

  

Tabel 4. Jenis insektisida rumah tangga yang dipakai dan riwayat kejadian DBD di Kota

  Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Riwayat kejadian DBD

  Jenis insektisida rumah tangga yang Ya Tidak Total dipakai

  Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

  Bakar

  18

  40

  27

  60

  45 Semprot 15 48,4 16 51,6

  31 Elektrik 12 41,4 17 58,6

  29 Larvasida 7 43,7 9 56,3

  16 Repelen

  4

  50

  4

  50

  8

  

Tabel 5. Sumber informasi pemakaian insektisida rumah tangga responden di Kota Denpasar,

  Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Sumber informasi pemakaian insektisida rumah tangga

  Jenis insektisida Tenaga kesehatan

  Tenaga Non tenaga Media massa/ Tidak Total rumah dan media kesehatan kesehatan iklan ada tangga yang massa/iklan dipakai f % f % f % f % f %

  Bakar 1 2,2 6 13,3 37 82,2 1 2,2

  45 Semprot 4 12,9 26 83,9 1 2,2

  31 Elektrik 1 3,4 3 10,3 24 82,7 1 6,8

  29 Larvasida 6 37,5 3 18,7 6 37,5 1 6,3

  16 Repelen 3 37,5

  

4

  50 1 12,5

  8 Keterangan: f = frekuensi; % = persentase

  Berdasarkan hasil wawancara dengan tenggorokan serta sesak nafas (masing- responden diperolah informasi dampak masing 13,3%) setelah memakai insektisida negatif yang timbul dari pemakaian rumah tangga jenis bakar. insektisida rumah tangga yaitu munculnya

  3. Hubungan Antara Perilaku Pemakaian

  gangguan kesehatan. Meski sebagian

  Insektisida Rumah Tangga Dengan

  besar responden mengaku tidak mengalami

  Riwayat Kejadian DBD

  dampak negatif pemakaian insektisida Hasil uji statistik hubungan antara rumah tangga, namun sebagian besar responden mengaku mengalami batuk, perilaku pemakaian insektisida dengan kejadian DBD di rumah responden di Kota pilek, radang tenggorokan dan sesak nafas

  Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten setelah memakai jenis insektisida (bakar, semprot, elektrik, larvasida, dan repelen). Gianyar Provinsi Bali memperoleh nilai p

  value= 0,372 (p value > 0,05) yang berarti

  Selain itu, beberapa responden juga tidak ada hubungan yang signifikan antara menjawab bahwa penggunaan insektisida rumah tangga menyebabkan sering pusing, perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan kejadian DBD responden. gatal pada kulit, dan kulit merah. Rincian

  Rincian selengkapnya mengenai hasil uji selengkapnya mengenai efek samping pemakaian insektisida dapat dilihat pada hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga di Provinsi Bali Tabel 6. Pada Tabel 6 juga dapat diketahui, efek samping yang paling banyak dirasakan dapat dilihat pada Tabel 7. oleh responden adalah batuk, pilek, radang

  

Tabel 6. Efek samping pemakaian insektisida rumah tangga responden di Kota Denpasar

  Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Efek samping pemakaian insektisida rumah tangga

  Jenis insektisida Batuk, pilek, Sering Sesak Gatal di Kulit Tidak

  Total rumah radang Tidak ada pusing nafas kulit merah tahu tangga yang tenggorokan dipakai f % f % f % f % f % f % f %

  Bakar 6 13,3 1 2,2 6 13,3 1 2,2 31 68,8 0 45 Semprot 2 6,4 1 3,2 3 9,7 1 3,2 24 77,4 0 31 Elektrik 2 6,9 2 6,9 1 3,4 24 82,7 0 29 Larvasida 1 6,2 1 6,2 1 6,2 1 6,2 10 62,5 1 6,2 16 Repelen

  1 12,5 1 12,5

  6

  75

  8 Keterangan: f = frekuensi; % = persentase

  

Tabel 7. Hubungan dan faktor risiko perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan

  

49

  yang kurang baik berkaitan erat dengan sumber informasi pemakaian insektisida. Dalam penelitian ini sumber informasi utama sebagian besar responden ternyata berasal dari tenaga non kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tenaga kesehatan yang kurang atau bahkan tidak memberikan penyuluhan tentang penggunaan insektisida rumah tangga yang baik dan tepat untuk pencegahan DBD. Sehingga sumber infomasi pemakaian insektisida paling banyak diperoleh responden dari media massa/iklan. Padahal informasi dari media massa/iklan belum tentu sesuai dengan standar keamanan pemakainya dan dampak untuk lingkungannya. Akibatnya, ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan efek dari pemakaian insektisida sehingga memilih menjarangkan pemakaian atau bahkan menghentikan memakai insektisida rumah tangga. Selain itu, bila informasi pemakaian insektisida rumah tangga yang diperoleh tidak tepat akan mengakibatkan efek samping yang merugikan tidak hanya bagi pemakainya namun juga berdampak untuk lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi dampak negatif yang timbul dari

  18 Pemakaian insektisida rumah tangga

  obat nyamuk, dan 46,8% dalam kegiatan PSN, 48,1% rumah terdapat jentik dan 28,6% ada kejadian DBD. Cara pemakaian insektisida rumah tangga repellen (obat oles/lotion), obat nyamuk, larvasida ditambah kualitas PSN yang juga masih kurang baik sehingga diduga menyebabkan di rumah responden masih terdapat jentik.

  (obat oles/lotion), 74% dalam pemakaian

  yang dilakukan pada masyarakat daerah endemis di Kota Semarang ini menunjukkan hasil sebanyak 90,9% responden termasuk kurang baik dalam pemakaian repellen

  Tidak adanya hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD di rumah responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD, hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia. Sehingga untuk mendukung tindakan pencegahan DBD, selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor juga disarankan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus (Menutup tempat penampungan air (TPA), Menguras TPA, Mendaur ulang barang bekas, plus mencegah kontak dengan vektor nyamuk. Pencegahan kontak dengan vektor nyamuk dapat dilakukan dengan baik ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, dan tepat dosisnya, terutama untuk mendukung tindakan pencegahan DBD. Pemakaian insektisida rumah tangga selama ini masih sebatas hanya untuk mengusir nyamuk secara instan, sehingga nyamuk hilang sementara. Masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahwa pengendalian serta pencegahan kontak dengan nyamuk di dalam rumah merupakan hal sangat penting untuk mencegah penyakit DBD. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Samuri di Kota Semarang tentang hubungan antara pemakaian insektisida rumah tangga (pemakaian obat nyamuk dan repellen) dengan kejadian DBD dimana terbukti tidak ada hubungan yang sigifikan antara dua variabel tersebut.

  88 BAHASAN

  39

  52 Total

  riwayat kejadian dbd di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011

  21

  

31

  36 0,372 Baik

  18

  

18

  Perilaku Pemakaian Insektisida Rumah Tangga Kurang

  Tidak Ya

  DBD Total p value

  Kategori Riwayat pernah sakit

18 Bahkan hasil penelitian

  pemakaian insektisida rumah tangga adalah adanya gangguan kesehatan. Selain menimbulkan gangguan pernapasan, penggunaan insektisida rumah tangga juga mengakibatkan batuk, pilek, sering pusing, gatal pada kulit, serta menyebabkan kulit menjadi merah. Hasil penelitian Martono (2010) mengungkapkan dari 92,5% dan 94,0% responden menggunakan pestisida di dalam rumah tangga mereka, tetapi proporsi responden yang membaca aturan penggunaannya pada responden di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar masing-masing hanya sebesar 59,0%- 75,0%.

  kelompok pyrethroid menunjukkan adanya pengaruh besar paparan dari insektisida rumah tangga.

  Jenis insektisida rumah tangga yang dipakai oleh sebagian besar responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali menggunakan insektisida rumah tangga

  25 KESIMPULAN

  “tepat” dalam arti 5 (lima) tepat (tepat jenis insektisida, tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran).

  diperhatikan, untuk mendukung program penggunaan insektisida rumah tangga sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dalam pencegahan DBD, yaitu adanya penyuluhan tentang bagaimana penggunaan insektisida rumah tangga secara “aman” dan “tepat”. Arti “aman” adalah aman untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar, sedangkan

  24 Oleh karena itu, hal yang perlu

  bahkan nyamuk Culex quinquefasciatus dari wilayah penelitian tersebut terbukti sudah resisten terhadap beberapa jenis bahan aktif pyrethroid dengan tingkat kematian uji < 30%.

  pyrethroid) tersebut di lingkungan rumah,

  hasil penelitian residu insektisida rumah tangga semprot di Salatiga bahwa residu bahan aktif anti nyamuk yang terukur selama aplikasi dua minggu dan empat minggu menunjukkan terjadinya akumulasi. Residu empat minggu dari D-allethrin 0,100% residunya sebesar 6,24%; Transfluthrin 0,04% residu sebesar 16,94%; Cyfluthrin 0,025% residunya mencapai 68,24%, Sipermethrin 0,100% residu sebesar 23,92%; Transfluthrin 0,06% residu sebesar 4,69%, dan pralethrin 0,030% residunya mencapai 32,76%. Perilaku masyarakat berkemungkinan berpengaruh terhadap akumulasi residu bahan aktif insektisida aerosol (semprot) (kelompok :

  juga memperlihatkan tempat aplikasi pestisida yang paling sering dilakukan cukup bervariasi, responden di Kabupaten Badung menyatakan paling sering mempergunakan pestisida di ruang keluarga, tetapi di Kabupaten Gianyar tempat aplikasi pestisida tersering di kamar tidur.

  23 Hal ini senada dengan

  aegypti terhadap insektisida bahan aktif

  sebagian vektor demam berdarah Aedes

  cypermethrin 0,05%, terjadinya resistensi

  Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung terbukti telah resisten terhadap insektisida rumah tangga dengan bahan aktif deltamethrin 0,05%, permethrin 0,15%, lamdasihalothrin 0,05%, dan

19 Kemudian dari hasil penelitian ini

19 Insektisida adalah bahan racun yang

  vektor DBD, pemakaian insektisida rumah tangga merupakan kegiatan pendukung untuk pencegahan penularan DBD melalui gigitan nyamuk. Hasil penelitian resistensi vektor yang dilakukan tahun 2011 menunjukkan bahwa nyamuk vektor DBD di

  dilarang untuk insektisida rumah tangga berdasarkan peraturan Kementerian Pertanian yang digunakan untuk pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan klorpirifos.

  Sementara pyrethroid adalah zat buatan atau bentuk sintetis dari piretrin.

  Piretrin adalah sari atau ekstrak bunga krisan yang sebelumnya telah dikeringkan.

  dalam kehidupan rumah tangga mayoritas mengandung zat piretrin dan pyrethroid.

  mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga belum memperoleh kejelasan. Umumnya informasi tentang insektisida untuk pengguna adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana insektisida meracun dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan.

20 Insektisida yang terdapat

21 Sedangkan jenis-jenis bahan aktif yang

22 Pada upaya pengendalian nyamuk

  jenis bakar. Tidak adanya hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD, hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia. Sumber informasi utama sebagian besar responden masih berasal dari media massa/iklan.

UCAPAN TERIMA KASIH

  SARAN

  Masyarakat perlu diberikan sosialisasi informasi pemakaian insektisida rumah tangga yang baik dan tepat terutama mengenai dosis dan cara penggunaan insektisida rumah tangga dalam pemakaian sehari-hari untuk pencegahan kontak dengan vektor nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) dari Petugas Kesehatan. Sosialisasi informasi yang diberikan ke masyarakat mengenai penggunaan insektisida rumah tangga dapat menghindarkan tiap individu dari dampak negatif seperti bahan kimia berbahaya yang dapat masuk pada tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar bahan aktif insektisida serta melalui pernafasan karena menghirup berlebihan insektisida rumah tangga dalam bentuk gas dan uap saat terjadi akumulasi bahan aktif yang melebihi ambang batas toleransi tubuh. Selain itu, sosialisasi dilakukan lebih gencar mengenai kaidah penggunaan insektisida untuk meminimalisasi dampak negatif penggunaan bahan beracun ini.

  Pencegahan kontak dengan vektor nyamuk DBD dapat efektif ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, serta tepat dosisnya. Sebab dalam pemakaian insektisida rumah tangga yang kurang baik berkaitan erat dengan sumber informasi pemakaian insektisida. Sehingga dapat mendukung tindakan pencegahan DBD. Selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor juga disarankan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus.

  Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP), atas terlaksananya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Ibu Dra.Widiarti, M.Kes atas kesabaran dan bantuannya dalam membimbing penulis menyelesaikan artikel ini. Serta berbagai pihak yang sudah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  1. World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever (DHF)

  vector control. [Internet] 1996. [disitasi

  tanggal 1 Februari 2012]. Diakses dari:

  2. Sigit SH dan Kusumawati UH. Hama pemukiman Indonesia: Pengenalan biologi dan pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor. 2006: 7.

  3. Widiarti, Suskamdani, Mujiono.

  Resistensi vektor malaria terhadap insektisida di Dusun Karyasari dan Tukatpule Pulau Bali dan Desa Lendang Ree dan Labuhan Haji Pulau Lombok. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2009; 19(3):154-63.

  4. Setiono K. et.al. Manusia, kesehatan, dan lingkungan. Jakarta: Penerbit Alumni. 2000: 86.

  5. Suroso T. Situasi epidemiologi dan program pengendalian DBD di Indonesia. Makalah Seminar Kedokteran Tropis: Kajian KLB Demam Berdarah dari Biologi Molekuler Sampai Pengendaliannya. Yogyakarta: Pusat Kedokteran Tropis UGM. 2004:4.

  6. Pusat Data dan Survailans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. DBD di Indonesia Tahun 1968- 2009. Buletin Jendela Epidemiologi.

  Penentuan status resistensi Aedes

  malathion (studi di lingkungan Rumah Sakit Islam Sultan Agung). [Internet]. [disitasi tanggal 10 April 2012]. Diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119 /jtptunimus-gdl-muhammadye-5938-3- babii.pdf.

  Aedes aegypti pada insektisida

  Perbedaan intensitas tindakan fogging terhadap status resistensi nyamuk

  19. Arifianto M, Yeni, Sayono, Wardani RS.

  http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod= browse&op=read&id=jtptunimus-gdl- samuria2a0217&PHPSESSID=1e67af6 fa4bdd962b254ed311c991538.

  [disitasi tanggal 26 Maret 2012]. Diakses dari:

  18. Samuri. Hubungan pemakaian repelen (obat oles/lotion), pemakaian obat nyamuk, kualitas pembersihan sarang nyamuk, dan keberadaan jentik dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue di RW V Kelurahan Ngaliyan Kota Semarang. [Internet] 2010.

  17. Riwidikdo, Handoko S. Statistik untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Rihama. 2010:17-23.

  16. Murti B. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010: 38,97.

  15. Setiono, Kusdwiratri, et.al. Manusia, kesehatan dan lingkungan. Jakarta Penerbit Alumni. 2000:86.

  Kota Depok terhadap malathion. Buletin Penelitian Kesehatan. 2008; 36(1):20-5.

  aegypti dari daerah endemis DBD di

  14. Nusa R, Ipa M, Delia T, Santi M.

  2010; 2:1-14.

  Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2012.

  13. Pusat Data dan Informasi. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011.

  2-32-255.html.

  Wisatawan asing dengan penyakit infeksi saluran nafas yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Ejournal Universitas Udayana. 2009;10 (2). [internet] 2009. [disitasi tanggal 20 Maret 2012]. Diakses dari http://ejournal.unud.ac.id/new/volume-

  12. Rai IBN dan Sajinadiyasa IGK.

  11. Gionar YR, Zubaidah S, Stoops CA, Bangs MJ. Penggunaan metode microtitre plate assay untuk deteksi gejala kekebalan terhadap insektisida organofosfat pada tiga spesies nyamuk di Indonesia. Laporan Penelitian Departemen Entomologi US NAMRU 2 Jakarta. 2005.

  10. Mardihusodo SJ. Microplate assay analysis of potential for organophosphate insecticide resistance in Aedes aegypti in Yogyakarta Minicipality Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran.1995; 27: 71-9.

  uku%20Laporan%20Penelitian %202006/faktor%20sosbud%20terhada p%203M.htm.

  9. Handayani K, et. al. Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap pelaksanaan 3M Plus di Kabupaten Tangerang. [Internet] 2006. [disitasi tanggal 1 Desember 2011]. Diakses dari

  download/INFORMASI_UMUM_DBD_2 011.pdf.

  4 Februari 2012]. Diakses dari: <http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_

  8. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis: Dit PPBB - Ditjen PP dan PL. Informasi umum demam berdarah dengue [Internet] 2011. [disitasi tanggal

  7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. Laporan perkembangan kasus DBD dan chikungunya sampai dengan 9 Februari 2010. [Internet]. [disitasi tanggal 18 Oktober 2011]. Diakses dari:

  20. Martono, Hendro dan Tim. Risiko kesehatan akibat pemakaian pestisida kimia di tingkat rumah tangga di Kabupaten Badung dan Ubud Provinsi Bali. Laporan Penelitian Program Intensif Riset Terapan. Jakarta: Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010.

  21. Pusat Informasi Obat dan Makanan- Bidang Informasi Keracunan. Bahaya keracunanan pestisida rumah tangga.

  Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) [Internet]. [disitasi tanggal10 April 2012]. Diakses dari: http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/KERAC UNAN-PESTISIDA-DI-RUMAH- TANGGA.pdf.

  22. Kementerian Pertanian. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 1/Permentan/OT.140/1/2007 Tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida yang Dilarang dan Pestisida Terbatas [Internet]. [disitasi tanggal 10 April 2012]. Diakses dari: www.deptan.go.id/bdd/admin/p_mentan /Permentan-01-07.pdf.

  23. Widiarti, Heriyanto B, Boewono DT, Widyastuti U, Ristiyanto, Mujiono, Yuliadi, Lasmiati. Peta resistensi vektor demam berdarah dengue Aedes

  aegypti terhadap insektisida kelompok

  organofosfat, karbamat, dan pyrethroid secara konvensional dan molekuler di Indonesia. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. 2011: 49-53.

  24. Susanti, Lulus. Residu insektisida rumah tangga aerosol (bahan aktif: kelompok pyrethroid) terhadap nyamuk

  Culex quinquefasciatus di lingkungan

  pemukiman Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2011.

  [disitasi tanggal 14 Agustus 2012]. Diakses dari: http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=pe nelitian_detail&sub=PenelitianDetail&ac t=view&typ=html&buku_id=53218&oby ek_id=4.

  25. Direktorat Pupuk dan Pestisida: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Pedoman pembinaan penggunaan pestisida.

  Jakarta: Kementarian Pertanian RI. 2011:23-4.