Manajemen Diskurs Sebagai Pendisiplin da

TUGAS AKHIR
EKONOMI POLITIK GLOBAL

Risalah
Manajemen Diskurs Sebagai Pendisiplin dan Kekuatan
Penghegemoni

Disusun oleh

: Nur Azizah

NIM

: 0801513071

FISIP – Ilmu Hubungan Internasional
2014
Universitas Al-Azhar Indonesia

Sejak kecil saya sudah dibiasakan dengan semua hal yang ditata dengan
rapi. Semua harus sesuai jadwal, mulai dari bangun pagi, mandi, sarapan,

kemudian melakukan aktivitas entah itu langsung ke sekolah, pergi bermain,
pergi bekerja atau sebagainya hingga kembali ke rumah dan tidur malam.
Aktivitas itu berulang setiap hari. Tanpa sadar, tubuh sudah diatur untuk
selalu disiplin dalam melakukan segala sesuatu. Dan kebanyakan orangtua
yang lahir sebelum masa kemerdekaan, masih mendoktrin anaknya bahwa
setiap kali mereka keluar dari jadwal keseharian mereka, maka semua hal
akan menjadi berantakan dan tidak akan berjalan lancar. Mungkin sudah
menjawab pertanyaan mengapa manajemen waktu itu penting. Orangtua
selalu beralasan bahwa dengan semuanya yang terorganisir, kelak jika
sudah bekerja nanti tidak akan keteteran dan kelak tidak akan selalu
dikejar-kejar oleh deadline.
Lagi-lagi dikaitkan dengan pekerjaan. Menjadi pekerja. Disekolahkan hingga
tinggi juga dengan tujuan agar bisa bekerja di perusahaan bagus dengan
gaji yang tinggi dan membanggakan orangtua. Orang tidak akan peduli
dengan apa yang sebenarnya dilakukan, apakah pekerjaan yang kita lakukan
itu kita lakukan sepenuh hati atau tidak. Jika ditanya bekerja dimana dan
dijawab dengan menyebutkan nama sebuah institusi terkenal, orang akan
berhenti bertanya sampai disitu saja.
Artikel ini sebenarnya akan mencoba untuk mengenali bagaimana sebuah
manajemen diskurs1 masuk ke dalam sendi-sendi interaksi manusia

dan menghubungkannya dengan para pembuat wacana itu sendiri
yang tentunya seorang pemilik modal. Dan kemungkinan besar artikel
ini akan berbicara panjang lebar karena berusaha menghubungkan dengan
keseharian yang kita alami dan juga beberapa contoh kasus yang
digelontorkan agar dapat lebih mudah dipahami.
Diskurs atau wacana itu sendiri adalah gagasan yang sengaja diciptakan
sebagai sebuah pembenaran atas sesuatu padahal belum tentu seperti itu
faktanya. Wacana berisi apa yang benar dan apa yang salah, apa yang
normal dan apa yang tidak. Diciptakan oleh para ahli secara sangat hati-hati
dan telah melalui berbagai penelitian versi mereka. Wacana disebarkan
melalui lembaga-lembaga pendidikan dan juga oleh media informasi.
Pertanyaan kemudian muncul, lalu apa yang salah dengan adanya
wacana ? Bukankah wacana itu seharusnya malah menertibkan dunia
?
Wacana itu tujuannya untuk mendisiplinkan. Agar manusia tidak melanggar
ketentuan yang sudah diciptakan pemilik modal. Untuk lebih mudah
memahaminya, misalnya para pakar ekonomi meramalkan bahwa ekonomi
1 Mengatur semua orang agar menjalankan rutinitas setiap hari mulai dari bangun pagi hingga pulang ke
rumah. Bagaimana cara mengatur waktu sehingga menjadi orang yang lebih efisien dan praktis yang nantinya
akan membawa ke arah kesuksesan karir. Apa yang harusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan,sebagai pengandaian. Namun dalam hal ini fokus kepada manajemen ekonomi.

2

Indonesia akan mengalami keguncangan dan ketidakstabilan pasca
terpilihnya presiden Indonesia periode 2014-2019. Tentunya hal ini
membuat para pebisnis ketar-ketir. Mereka berani membayar mahal untuk
hanya sekedar berkonsultasi dengan management gurus agar dapat
mengantisipasi malapetaka yang diramalkan tersebut. Tidak hanya para
pebisnis, pemerintah pun akan turut meminta pendapat pakar ekonomi agar
bisa membuat sebuah kebijakan ekonomi. Disini lagi-lagi bisa ditemukan
bahwa yang membuat kebijakan hanyalah orang yang memiliki kekayaan
dan kekuasaan.
Kebijakan ekonomi seolah dibuat untuk kebaikan bersama, memasukkan
berbagai teori-teori ekonomi, didukung berbagai data kuantitatif dan bukti
empiris. Pakar ekonomi dianggap selalu berbicara tentang kebenaran yang
mengatasnamakan rasionalitas. Ditambah dengan kuasa media yang mampu
membuat dan menyetir opini publik dengan komentarnya pada kebijakan
dari perspektif ekonomi mereka sendiri [ CITATION Pee \l 1057 ].
Tidak terasa bahwa wacana yang dikeluarkan akan membuat peran kita

terdisiplinkan2. Disini saya akan kembali mengingatkan tentang ekonomi
politik global bahwa segala kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan
dengan kepentingan elit politik di belakangnya. Semua kembali kepada
kegiatan produksi. Bahwa sebagai kaum pekerja, yang bisa dilakukan
hanyalah menuruti kemauan sang pemilik modal. Meski sudah diberikan
asuransi kesehatan, tunjangan ini itu, bonus hari raya dan sebagainya,
semua agar kita tetap menjadi pekerja yang sehat, dapat berproduksi
dengan baik, selalu senang dan bahagia. Mendapatkan libur atau cuti yang
sudah ditentukan oleh perusahaan agar dapat berwisata dan menghabiskan
waktu dengan keluarga.
Kembali lagi, yang melakukan itu semua adalah orang-orang bagian Human
Research Development (HRD). Merekalah yang mengelola hak dan
kewajiban karyawan, yang mengatur hari libur, cuti, gaji dan sebagainya.
Yang membuat karyawan sejahtera atau tidak, yang memastikan sehat atau
tidak. Awalnya orang tidak akan merasa terhegemoni dalam hal ini. Namun
setelah mereka tersadar bahwa perannnya sedang di hegemoni, mereka
tidak dapat berbuat apa-apa selain menurutinya karena memang dalam
keadaan yang sama-sama membutuhkan. Wacana memang menertibkan
dunia, menyesuaikan dengan keinginan para pemilik sirkuit modal. Mereka
juga memasukkan kepentingan politik agar tetap berada pada kekuasaannya

saat ini. Disinilah peran manajemen diskurs untuk menyetir pekerja dengan
wacana mereka agar kelak si pekerja mendapatkan apa yang di impikannya.
Datang pagi-pagi ke kantor, kemudian menjadi orang yang paling terakhir
yang meninggalkan kantor demi mendapatkan penilaian yang bagus dan
2 Terdisiplinkan maksudnya adalah terpaksa melakukannya karena tidak punya pilihan lain selain mengikuti
kemauan wacana tersebut. Dilihat dari data yang diberikan para ahli yang begitu meyakinkan dan berbicara
dengan rasionalitas.

3

terbilang produktif sebagai seorang pekerja. Sering rasanya terdengar di
telinga ‘bangunlah pagi-pagi, keburu rejeki dipatok ayam’. Okay, disini
sudah mulai terbentuk sebuah norma pada masyarakat bahwa jika anda
bangun siang, maka anda tidak akan mendapatkan rejeki yang banyak.
Sudah jelas bahwa sudut pandang kita pun sudah tersetir oleh wacana yang
disebarkan secara luas melalui lembaga pendidikan dan juga media massa.
Terkadang kita tidak bisa mengendalikan atau mengontrol diri kita sendiri
karena sudah diatur oleh sistem yang diciptakan. Di bagian awal artikel,
sudah disinggung sedikit tentang disiplin. Sekarang muncul pertanyaan,
disiplin dengan manajemen diskurs apakah saling berhubungan ? So,

what...? Okay, awalnya memang disiplin itu hanya pengontrolan oleh diri
kita semata. Tapi kemudian sudah mulai bergeser kepada ilmu biopolitic3.
Terdapat aparat disiplin dan pemerintahan neoliberal yang mengatur
sirkulasi manajemen. Aparat disiplin disini lebih kepada pendisiplinan
individu mulai dari menormalisasi diri sendiri dengan wacana tentang
kelainan, pengawasan hirarkis, mana yang salah dan yang benar. Dan
kepemerintahan neoliberal yang mengatur bagaimana seharusnya sirkulasi
modal, mengukur kinerja, mekanisme aufit, dan normalisasi penduduk
menurut statisstik. Lebih ditujukan kepada pengusaha dan hubungan
kompetitif sosial [ CITATION Mun12 \l 1057 ].
Manajemen diskurs tentunya menciptakan kedisiplinan secara sadar atau
tidak dan tentunya hal tersebut tidak dapat dihindari. Disini saya akan
menghubungkan kembali dengan konsep hegemoni Gramschi 4, bahwa agar
masyarakat tidak merasa dihegemoni, diperlukan adanya konsep pemikiran
oleh suatu konsensus. Konsensus yang dimaksud dapat dilaksanakan melalui
lembaga sosial, dapat juga melalui penanaman ideologi dengan lembaga
sosial sebagai pusatnya.
Saya akan mencoba menarik sebuah kasus dari salah satu organisasi
internasional yaitu International Monetary Fund (IMF). Yakni ketika IMF
sebagai lembaga penolong negara yang sedang membutuhkan pinjaman

uang, mengeluarkan bailout untuk Siprus pasca krisis yang melanda Uni
Eropa.
Dalam kasus ini, IMF yang telah memberikan bailout pada Siprus tentunya
dengan harapan kondisi keuangan Siprus akan kembali stabil dan dapat
melunasi hutang dengan cepat. Dan dengan imbalan, IMF sebagai pemberi
3 Dalam salah satu buku Foucault berjudul ‘Society Must Be Defended: Lectures at the College De France’, yang
saya baca pada jurnal karya Iain Munro berjudul ‘The Management of Circulations: Biopolitical Variations after
Foucalt’, bagaimana dapat mengatur populasi penduduk, pengelolaan penduduk, mengatur sirkulasi
komoditas, penyakit, kejahatan dan sebagainya.
4 Munro, Iain. "The Management of Circulations:Biopolitical Variations after Foucault." International Journal of
Management Reviews (British Academy of Management and Blackwell Publishing Ltd.) Vol 14 (2011): 345-362.

4

bailout akan mempengaruhi masa depan kebijakan pemerintah Siprus. Uang
membeli pengaruh, terutama pada kebijakan. Kebijakan ekonomi dipandang
sebagai pernyataan budaya dan politik yang mengklaim kekuasaan oleh
cross-dressing dalam pakaian melegitimasi ilmu pengetahuan. Ketika
mereka menerima persyaratan IMF maka IMF akan campur tangan dan
menekan mereka untuk mengenakan pajak lebih tinggi kepada warganya,

memotong pengeluaran dan menjual beberapa aset publik mereka kepada
perusahaan asing. Dengan kata lain Siprus menjadi begitu tergantung pada
IMF dan Uni Eropa, menyebabkan Siprus kehilangan kedaulatan
nasionalnya.

Sumber: http://id.tradingeconomics.com/c 1

Sejak kesepakatan bailout tersebut, Siprus mengalami kenaikan angka
pengangguran. Hal ini tentu saja berkaitan karena banyaknya perusahaan
asing yang memang sengaja ditaruh di Siprus oleh IMF sehingga membuat
perusahaan lokal tidak mampu bertahan dan akhirnya harus ‘gulung tikar’
atau mengurangi jumlah pegawainya. IMF berusaha memperluas hegemoni
nya ke negara berkembang yang sedang krisis.
Seperti konsep Gramschi5 :
“Hegemoni adalah konsepsi realitas, disebarkan oleh lembaga-lembaga sipil,
yang menginformasikan nilai-nilai, kebiasaan dan cita-cita spiritual,
merangsang, dalam semua strata masyarakat, persetujuan 'spontan' dengan
5 Peet, Richard. Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO, second edition. London: Zed Books Ltd., 2009.

5


status quo. Siprus dalam krisisnya sudah sadar bahwa negaranya telah
kehilangan kedaulatannya dan dengan sukarela memberikannya demi
mempertahankan negaranya yg sedang krisis ekonomi.”
Dari contoh kasus diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa sebaik
apapun sebuah sebuah kebijakan ekonomi diciptakan, dengan bantuan para
aktor pembuat diskurs ekonomi (pakar bisnis,ahli ekonomi, sekolah bisnis),
jika
ada
sesuatu
yang
salah,
tidak
dapat
meminta
pertanggungjawaban siapapun. IMF dan Uni Eropa dalam hal ini
memang menciptakan sebuah wacana ekonomi yang bernama The
Economic Adjustment Programme for Cyprus. Dibuat secara berkala
oleh staff dan ahli ekonomi dari Uni Eropa dan IMF. Isinya adalah summary
dari awal mula bailout tersebut diajukan oleh Siprus, bagaimana pendapatan

Siprus dari segi pemasukan dan pengeluaran pajak ke depannya dan
pengaruh bailout yang dikeluarkan dengan ekonomi negara Siprus. Sebuah
wacana ekonomi yang diciptakan dapat sangat mendisiplinkan sebuah
negara hingga akhirnya kehilangan kedaulatan atas negaranya sendiri. The
Economic Adjustment Programme diciptakan untuk menguasai atau paling
tidak ikut campur tangan dalam pembuatan kebijakan di Siprus. IMF dan
Uni Eropa yang notabene nya ingin membantu, akan memasukkan
perusahaan asing atau investor asing di negara kecil tersebut sebagai upaya
mereka untuk menstabilkan ekonomi Siprus.
Kegagalan kecil dari sebuah manajemen diskurs juga pernah terjadi di
Thailand. Saat pemerintah Thailand6 berusaha mendiskusikan tentang
bagaimana strategi ekonomi baru untuk negara mereka, tersebar isu bahwa
pemerintah harus membayar sejumlah uang yang besar agar bisa
berkonsultasi sebentar dengan sang ahli ekonomi bernama Michael Porter 7.
Protes ini dilayangkan karena para akademisi, anggota parlemen oposisi
berpendapat bahwa dengan uang sebanyak itu, dapat lebih membangun
negaranya ketimbang melalui sesi konsultasi yang tidak seberapa berarti.
Meski sebelumnya mereka telah melihat dan menimbang terlebih dahulu
apakah konsultasi tersebut worth it atau tidak untuk dilakukan. Melihat
dengan uang sebanyak itu, dapat dialirkan untuk anggaran pendidikan

ataupun anggaran parlemen untuk melakukan studi banding ke luar negeri.
Kasus ini berujung dengan penangguhan konsultasi antara pakar ekonomi
tersebut dengan NESDB [ CITATION Thr \l 1057 ].
Dilihat dari segi manapun, tidak ada yang namanya bantuan tanpa
mengharapkan imbalan di dalam politik internasional. Muncul lagi
pertanyaan, apakah tujuan manajemen diskurs ini memang benarbenar innocent ? Kepentingan apa dan siapa dibalik keberadaan
manajemen diskurs ?

6Tepatnya, National Economic and Social Development Board (NESDB) of Thailand.
7 Porter sukses menjadi penasehat bisnis di Kanada, Skotlandia, New Zealand, Taiwan, Kostarika, India.

6

Kembali ke konsep neoliberalisme dimana pemerintah berusaha pro pada
pasar. Negara menggantungkan kesejahteraan warganya kepada pasar.
Tanpa pasar, negara tidak mampu untuk mengatur warga negaranya.
Disinilah kegunaan manajemen diskurs yang diciptakan oleh ahli ekonomi
yang konon telah melakukan riset, menggunakan berbagai teori ekonomi,
disesuaikan dengan logis dan bukti empiris. Bukti sejarah juga menunjukkan
bahwa intervensi negara menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan sosial8.
Teori ekonomi hanya dipandang sebagai politik kepentingan dan hanya
sekedar angan-angan. Karena pada akhirnya akan kembali lagi kepada
wacana
yang
sekedar
pernyataan
budaya
dan
politik
yang
mengatasnamakan ilmu pengetahuan. Contoh kasus di atas juga sudah
cukup membuktikan betapa menggiurkannya sebuah kekuatan untuk
menghegemoni sebuah negara dengan membeli kebijakan menggunakan
uang. Uang yang tentunya dimiliki oleh para pemilik modal. Pemilik modal
yang juga memiliki kekuasaan. Menjadikan sebuah kesatuan yang memang
ciri khas dari kaum borjuis.
Biasanya kita menganggap semua hal yang dilakukan negara adalah untuk
menjamin warga negaranya agar hidup dengan teratur, sehat, dan layak. Ya,
memang begitu seharusnya. Tapi tidak selalu seperti itu. Pernyataan saya
mulai membingungkan. Begini logikanya yang memang sudah dikemukakan
sejak awal artikel ini dibuat. Sekarang bukan lagi tentang negara, tetapi
tentang pemilik modal dan kekuasaan yang bisa menyetir kita-kita ini ke
jalan yang menurut mereka benar. With their own way and it’s all for their
own walfare. Only their walfare, not us. Itulah mengapa negara sangat
tunduk pada pasar. Pasar sangat bisa membantu negara untuk
melanggengkan kekuasaannya terhadap warga negara yang berada di
negaranya.
Manajemen diskurs yang sudah dengan baik dikemas oleh para pembuat
kebijakan dan disebarkan oleh media disertai dengan opini dan komentar
yang membuat kita sadar bahwa apa yang selama ini mereka katakan adalah
benar adanya. Membuat semuanya percaya bahwa apapun itu adalah hal
yang normal untuk semua orang lakukan. Semua hal diluar kebiasaan atau
diluar apa yang mereka katakan benar, dianggap abnormal. Mereka
memang memilki ilmu untuk membuat kebijakan ekonomi. Maksud ‘mereka’
adalah para ahli ekonomi, sekolah-sekolah bisnis terkemuka, namun apakah
benar-benar sudah teruji kebenarannya. Yang kita ketahui adalah jika itu
menyangkut tentang angka, bukti nyata, segala macam perhitungan yang

8 Peet, Richard. Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO, second edition. London: Zed Books Ltd., 2009.
Dijelaskan pula bahwa setelah gagasan mengenai kebijakan yang berasal dari kebenaran ilmiah akan muncul
nantinya pendekatan untuk membantu menganalisis kebijakan ekonomi yang dibutuhkan suatu negara dengan
menekankan konteks kekuasaan dan kepentingan politik.

7

rumit tersebut, sudah pasti akan membuat kita malas untuk mengecek
kebenarannya ulang.
Sekarang saya akan mengulang lagi apa yang saya maksud dengan keadaan
abnormal yang bisa diciptakan oleh sebuah wacana. Mungkin disini bukan
konteks wacana yang terlalu formal seperti wacana ekonomi, melainkan
sebuah kebiasaan atau yang sudah dianggap normal oleh orang yang
mengaku modern. Misalnya ada sekelompok orang dari Indonesia bagian
timur, entah itu Papua atau Nusa Tenggara. Intinya mereka adalah orang
yang berasal dari suku pedalaman dan datang ke kota. Mereka tidak tahun
kebiasaan orang kota yang memakai alas kaki. Di suku mereka, tidak
memakai alas kaki merupakan hal yang normal untuk mereka tapi tidak
dengan di kota. Orang kota pasti akan ada yang men-judge mereka bahwa
mereka orang gila atau memang orang yang kurang beradab.
Inilah salah satu alasan orang-orang barat, kalau tidak salah presiden
Roosevelt yang dalam pidatonya suatu hari pernah menyatakan bahwa
kawasan Afrika dan Asia adalah kawasan yang tidak beradab dibandingkan
dengan kawasan Amerika dan Eropa yang sudah ‘beradab’ terlebih dahulu.
Sehingga tugas mereka adalah mengenalkan peradaban kepada yang tidak
beradab. Beradab itu beradab yang seperti apa ? Beradab karena mereka
mengenal alas kaki lebih dulu, menganggap budaya mereka lebih tinggi dan
jauh diatas budaya kita.
Sangat terasa bahwa negara barat bukan lagi ‘mengajari’ kita dengan cara
merebut wilayah, tetapi mengajarkan lebih kepada ideologi, tata cara
kebiasaan mereka mulai dari gaya hidup, cara berpakaian. Semuanya
berkiblat dari barat. Ya salah satunya wacana ekonomi. Yang menciptakan
sebagian besar adalah orang barat. Yang mempunyai modal juga orang
barat. Dan yang paling utama, yang menang perang dunia adalah negara
barat pula. Menjadikan mereka lebih tidak tersentuh karena seolah-olah
negara lain takut akan kekuatan mereka yang tidak terbatas. Karena itulah
mereka menciptakan berbagai macam wacana agar dapat mengatur
kehidupan kita. Mendisiplinkan dan mengontrol tingkah perilaku agar sesuai
dengan harapan mereka. Menjadi orang yang selalu produktif dan tidak
ketinggalan informasi sedikitpun.
Semua bisnis di dunia ini merupakan sebuah kompetisi antar sesama.
Tentunya akan ada yang kalah dan yang menang. Yang menjadi pecundang
dan yang menjadi dielu-elukan namanya. Dan orang yang menang selalu
adalah orang yang menghuni sirkuit budaya modal. Yang merugi adalah
orang yang menjadi pekerja dari yang menghuni sirkuit budaya modal
tersebut[ CITATION Thr \l 1057 ].
Lembaga-lembaga internasional yang menciptakan wacana ekonomi juga
bertanggung jawab atas kehilangan kedaulatan sebuah negara jika mereka
terlalu egois untuk mengambil alih kkebijakan negara tersebut. Dan jika ada
8

yang salah dengan apapun itu, tidak akan pernah mereka mengakui
kesalahan di depan umum.
Satu hal yang jelas, manajemen diskurs sudah berada di sela-sela kehidupan
kita dan susah untuk keluar dari itu. Jadi yang bisa kita lakukan adalah
jangan berpikir terlalu positif dalam menghadapi wacana-wacana yang
belum tentu kebenarannya tersebut. Yang mungkin saja hanya sebuah alat
untuk melanggengkan kekuasaan kaum pemilik modal untuk mengatur
kehidupan kita dari segala sisi. Meminjam kata-kata dari Nigel Thrift dalam
artikel nya9 :
“When we hear management discourse talk of ‘rightsizing’, remember it
means sacking; when we hear management discourse talk of ‘leadership’,
remember it means managers getting their way; when we hear management
discourse talk of a ‘knowledge economy’, remember it means making money
from restricting rights to knowledge, and so on.”

Bibliography
Munro, Iain. "The Management of Circulations:Biopolitical Variations after Foucault." International
Journal of Management Reviews (British Academy of Management and Blackwell Publishing Ltd.) Vol
14 (2011): 345-362.
9 Thrift, Nigel. "‘Think and act like revolutionaries’:episodes from the global triumph." Critical
Quarterly 44 (October 2002): 19-26.
9

Peet, Richard. Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO, second edition. London: Zed Books Ltd.,
2009.
Thrift, Nigel. "‘Think and act like revolutionaries’:episodes from the global triumph." Critical
Quarterly 44 (October 2002): 19-26.

10