BAB I PENDAHULUAN - Analisis Tokoh Utama dalam Novel The Last Emperor Autobigrafi Henry Pu Yi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sastra adalah catatan pemikiran. Sastra sebuah representasi dari berbagai gagasan, kegelisahan, idealisme, atau ideologi pengarangnya yang di dalamnya memiliki sifat imajinatif. Sastra sekadar kemasan, bungkus yang seolah-olah sedemikian rupa dimasukan sebagai alat menyimpan segenap pemikiran. Sebuah lemari besar yang di dalamnya tersimpan bertumpuk-tumpuk catatan pemikiran mengenai berbagai hal. Mengingat catatan pemikiran itu berangkat dari suatu pengalaman yang sudah terjadi, sesungguhnya hakikat sastra tidaklah jauh berbeda dengan sejarah yang juga mencatat segala peristiwa yang sudah terjadi.

  Sastra juga dikatakan sebagai salah satu unsur budaya masyarakat. Sastra merupakan sesuatu yang diwariskan secara lisan dan tulisan seperti pantun, nyanyian rakyat dan cerita rakyat. Secara tulisan sastra yang timbul di Indonesia mulai berlangsung setelah bangsa Indonesia berkenalan dengan agama asing, yakni agama Hindu, Islam dan Kristen. Sastra juga dikatakan sebagai hasil kesenian, karena kita dapat memasuki pengalaman bangsa-bangsa, sejarah dan masyarakatnya untuk menyelami apa yang pernah dipikirkan dan dirasakan.

  Sastra lisan dan tulisan yang memberikan keterangan pada masa lampau berupa informasi yang pantas disebut sebagai bahan-bahan dokumenter bagi studi sejarah. Sebagai bahan-bahan dokumenter, sastra memiliki kekhasan, sastra bersifat naratif dan karenanya dapat dikategorikan sebagai accepted history; contohnya adalah babad, hikayat, sejarah dalam arti klasik, tambo dan kalau di barat disebut kronik dan annales.

  Berkaitan dengan hal itu, seni sastra dianggap sebagai jejak sejarah dan mengandung informasi tentang apa yang dianggap terjadi dan bermakna dalam skala luas dan sempit. Sastra merupakan sumber yang bersifat naratif. Sumber naratif adalah sumber yang berisi uraian lengkap, kebanyakan sumber tertulis, terutama yang menyangkut masalah sosial, politik, kultural, atau agama. Demikian juga termasuk ke dalam sumber ini adalah historiografi tradisional, biografi, kenang-kenangan (memoar), kronik, annales, inskripsi dan lain-lain.

  Sastra menghasilkan sebuah karya yang disebut sebagai karya sastra di mana yang dimaksud dengan karya sastra adalah produk pengarang yang hidup di lingkungan sosial. Dengan begitu karya sastra merupakan dunia imajinatif pengarang yang selalu terkait dengan kehidupan sosial. Karya sastra berisi catatan, rekaman, rekaan, dan ramalan kehidupan manusia. Pada gilirannya karya sastra sedikit-dikitnya acap kali mengandung fakta-fakta sosial. Lebih dari itu, karya sastra seperti yang diungkapkan Grebstein (dalam Mahayana, 2008: 226),

  “Karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologis atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural.

  ” Karya sastra menjadi semacam dunia alternatif yang dapat berupa rekaman atau catatan. Karya sastra juga merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari kode sastra dan budaya. Mengingat karya sastra tidak terlepas dari kreasi imajinatif pengarangnya, sebagai sumber sejarah, karya sastra termasuk sumber yang sulit dipertanggungjawabkan secara faktual. Akan tetapi, ada dua hal penting yang dapat disumbangkan oleh sastra yaitu:

1. Sastra dapat memberikan pantulan-pantulan tertentu tentang perkembangan pikiran, perasaan dan orientasi.

  2. Sastra dapat pula memperlihatkan bagaimana bekerjanya suatu bentuk struktural dari situasi historis tertentu dari lingkungan penciptanya.

  Adapun aspek-aspek pembentuk struktur karya sastra, seperti latar, sudut pandang, penokohan, bentuk (tetap, bebas), alur dan sarana bahasa untuk cerpen dan novel; aspek penjenisan (lirik, naratif, dramatik), citraan, acuan, tipografi dan lain-lain untuk puisi; dan pokok bahasan, unsur subjektif, gagasan, istilah, penyebutan nama-nama tokoh, dan lain-lain untuk esai.

  Kaitannya dalam hal tersebut adalah novel sebagian besar paling mendekati gambaran kehidupan sosial dibandingkan puisi atau drama. Konflik yang dapat ditangkap dalam novel adalah gambaran ketegangan antara individu dengan individu, lingkungan sosial, alam, Tuhan, atau ketegangan individu dengan dirinya sendiri.

  Novel sebagai hasil cipta sastra, dari satu sisi dapat berfungsi sebagai cermin dari masyarakatnya. Novel dapat dianggap sebagai alat perekam kehidupan masyarakat dalam suatu waktu, pada suatu tempat. Anggapan ini dapat dibenarkan karena sebagai karya sastra, sesungguhnya novel tidak hanya berlandaskan kepada imajinasi pengarang belaka. Imajinasi pengarang tidak mungkin berkembang jika pengarang tidak mempunyai pengetahuan yang baik tentang realitas objektif . Dengan demikian, karya sastra novel tidaklah sekadar hasil ekspresi pikiran dan perasaan pengarang belaka.

  Dalam menganalisis hasil sebuah karya sastra terdapat sebuah pendekatan. Secara garis besar Tanaka (dalam Endraswara, 2009: 9) mengenalkan dua pendekatan yaitu: (1) mikro sastra dan (2) makro sastra. Mikro sastra artinya kajian yang memahami bahwa karya sastra dapat berdiri sendiri tanpa bantuan aspek lain di sekitarnya. Sebaliknya, makro sastra adalah pemahaman sastra dengan bantuan unsur lain di luar satra. Dua tawaran pendekatan tersebut sebenarnya sejajar dengan pendekatan Wellek dan Warren (1989), yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Dari kedua unsur utama yang membangun karya sastra tersebut, unsur intrinsiklah yang akan dipakai penulis dengan menganalisis tokoh utama di dalam novel yang diteliti.

  Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan (Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 142). Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.

  Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. Tokoh adalah satu unsur penting dalam penulisan dalam karya sastra. Kejadian atau peristiwa yang terdapat di dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur. Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas (a) tokoh primer (utama), (b) tokoh sekunder (tokoh bawahan), (c) tokoh komplementer (tambahan) (Sudjiman, Sukada, Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 143). Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas tokoh dinamis dan tokoh statis.

  Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh dapat dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks (Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 143). Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang. Sebagai contoh tokoh Henry Pu Yi yang semula rendah hati tetapi karena terpengaruh akan kekuasaan di dalam kerajaan yang akhirnya membuatnya menjadi seorang yang angkuh tetapi tokoh Henry Pu Yi menjadi rendah hati kembali setelah menyadari bahwa dengan keangkuhannya dia tidak akan bisa hidup dengan kondisi kehidupannya yang sudah tidak menjadi kaisar. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap. Contoh tokoh Henry Pu Yi yang semula memiliki watak curiga sampai diakhir cerita pun akan tetap seorang yang berwatak curiga. Tokoh yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter seragam atau tunggal. Tokoh yang mempunyai watak yang kompleks adalah tokoh yang mempunyai kepribadian yang kompleks, misalnya tokoh Henry Pu Yi yang di mata masyarakat dikenal sebagai orang yang penuh curiga, ambisius, dan egois. Ternyata ia juga menjadi seorang yang sangat mencintai leluhurnya dan sangat ingin mempertahankan pemerintahan tetap dalam bentuk monarki sehingga menjadikannya seorang yang ambisius, egois dan penuh curiga. Henry Pu Yi semata-mata memiliki karakter demikian membuktikan betapa ia sangat mencintai kerajaan dan menghormati leluhurnya. Sukada (dalam Siswanto, 2005 : 143) merangkum keempat pembagian di atas menjadi tokoh datar (flat chararter) yang sederhana dan bersifat statis dan tokoh bulat (round

  character ) yang memiliki kekompleksan watak dan bersifat dinamis. Dalam

  menganalisis tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel The Last Emperor penulis menganalisis berdasarkan masalah yang dihadapi oleh tokoh yaitu tokoh yang memiliki watak yang kompleks dan berdasarkan perkembangan kepribadian tokoh yaitu tokoh yang bersifat dinamis. Tokoh yang dianalisis berdasarkan perkembangan kepribadian tokoh utama yakni yang bersifat dinamis dianalisis juga dengan psikoanalisis oleh Sigmund Freud yang mana Sigmund Freud membaginya dalam struktur kepribadian manusia yakni id, ego dan superego. Tokoh dalam karya sastra adalah sarana pengarang menggambarkan cerita, pesan dan kesan yang ingin disampaikan melalui tema yang diangkat pengarang.

  Melalui perilaku tokoh-tokoh inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang maupun anggota kelompok. Karena dalam setiap novel memiliki setiap tokoh yang unik untuk dibahas. Dalam novel The Last Emperor terdapat satu tokoh utama yaitu Henry Pu Yi yang merupakan kaisar terakhir di Cina sebelum akhirnya Cina berevolusi menjadi negara republik. Novel The Last Emperor menceritakan kehidupan seorang Kaisar Henry Pu Yi yang merupakan Kaisar terakhir di Cina. Kaisar Henry Pu Yi memiliki banyak kebiasan, watak dan sikap yang bervariasi. Dalam hal kebiasaan makan Kaisar Henry Pu Yi terbiasa disajikan makanan sebanyak 25 jenis dan beberapa diantaranya ada yang tidak pernah disentuh sama sekali. Watak Kaisar Henry Pu Yi juga banyak, mulai dari sifat curigaan, ambisius, pemarah, rendah hati, mau mendengarkan nasihat serta saran orang lain dan tegas. Watak inilah yang selalu mewarnai perjalan hidup Kaisar Henry Pu Yi. Masalah yang diteliti oleh penulis berfokus kepada watak Henry Pu Yi yang kompleks dan watak Henry Pu Yi yang bersifat dinamis.

  Novel The Last Emperor yang diterbitkan tahun 2010 ini adalah novel yang berlatar belakang kerajaan pada era Dinasti Qing yang saat itu berada di bawah kepemimpinan bangsa Manchu. Novel ini menceritakan tentang seorang kaisar yang bernama Henry Pu Yi yang dinobatkan menjadi kaisar pada usia dua tahun yang merupakan kaisar terakhir di Cina dan kaisar yang memiliki kisah tragis.

  Novel ini juga menceritakan tentang para penghianat di dalam kerajaan, koruptor dan sifat-sifat ingin bertahta. Novel ini juga menceritakan seluk beluk hidup seorang kaisar yang ada di dalam kota terlarang dan kekayaan budaya Cina, mulai dari budaya makan, cara menghadiri pertemuan, tata cara saat bertemu dengan orang-orang penting yang ada di istana, kowto, menulis dan lain-lain.

  Novel ini mengandung cerita yang unik, memikat dan penting tentang sejarah Cina yang paling kacau dan dramatis dan tentang seorang manusia yang menjadi saksi atas semuanya. Novel ini diselimuti oleh intrik politik, korupsi, kekuasaan, perebutan kekusaan, persekongkolan dan penghianatan perang.

  Novel ini juga menarik karena temanya yang klasik yang berlatar kerajaan pada masa Dinasti Qing. Novel The Last Emperor merupakan gambaran sejarah pada masyarakat Cina yang juga termasuk dalam Sejarah Dunia yang mana ceritanya merupakan apresiasi kejadian yang terjadi di masa lampau dan dapat diceritakan pada saat ini yang menjadi sumber sejarah yang sangat berharga bagi pembaca dan masyarakat saat ini khususnya para pelajar.

  Novel The Last Emperor ditulis oleh Henry Pu Yi sendiri, pertama kali dirilis pada Februari 2010 dan kemudian direvisi oleh Paul Kramer dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Fahmi Yamani terbitan Skyhorse Publishing. Inc,USA. Novel The Last Emperor telah mendapatkan apresiasi sebagai best seller di New York Times dan media lain seperti The Wangshinton Post. Autobiografi Henry Pu Yi ini juga mengilhami peraih film 9 piala Oscar. Dari segi cerita novel ini memiliki cerita yang cukup menarik di mana menceritakan kehidupan seorang kaisar yang kehidupannya serba mewah, banyak prajurit, dan banyak pesuruh harus berakhir tragis dan jauh dari bayangan kehidupan seorang kaisar. Nasib tragis yang dialami Kaisar Henry Pu Yi ditahan sebagai tawanan perang selama sepuluh tahun, terpisah dari keluarganya, sampai akhirnya saat berada dalam sel tahanan Henry Pu Yi harus mencuci pakaian sendiri yang dulu sama sekali tidak pernah dia lakukan. Penderitaan Henry Pu Yi juga tidak hanya sampai tahap itu bahkan setelah keluar dari dalam sel penjara Henry Pu Yi menjadi seorang tukang kebun demi bisa menghidupi diri dan keluarganya, Namun nasib tragis yang dialami Henry Pu Yi ini justru memperlihatkan sifat dan sikap yang rendah hati dari seorang Kaisar Henry Pu Yi yang mana, Kaisar Henry Pu Yi mau belajar untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Dengan perjuangan yang begitu keras akhirnya Henry Pu Yi lahir kembali menjadi sosok yang rendah hati dan mandiri.

  Pemerintahan kaisar Henry Pu Yi tersebut dapat dikatakan gagal karena terjadi banyak kekacauan dan keributan di sana sini, Kaisar Henry Pu Yi juga gagal mempertahankan negara dalam bentuk monarki hingga akhirnya berubah bentuk menjadi republik. Henry Pu Yi sendiri menuliskan kisah-kisah tragis yang dialaminya sendiri sejak 07 Februari 1906

  • – 17 Oktober 1967. Henry Pu Yi merupakan kaisar ke dua belas dari Dinasti Qing dan merupakan kaisar terakhir di Cina. Henry Pu Yi sendiri memerintah dari tahun 1908-1924. Pertumbuhan psikologisnya sangat menyedihkan. Henry Pu Yi tidak pernah diajari mana yang benar dan salah, yang perlu dihormati hanyalah orang-orang tertentu saja seperti para permaisuri dan pangeran. Penderitaan Henry Pu Yi berakhir pada 4 Desember 1959 saat menerima grasi khusus yang membebaskan Henry Pu Yi dari tahanan sel yang telah dipertimbangkan berdasarkan kelakuan para tawanan
perang saat itu. Semakin tawanan bersikap baik, jujur, sopan dan yang pasti telah mengalami reformasi diri maka akan semakin cepat pula proses keluarnya dari tahanan sel. Tanggal 9 Desember 1959 Henry Pu Yi sudah tiba kembali di Bejing, kampung halaman yang selama 35 tahun lebih ditinggalkannya. Henry Pu Yi menikmati kehidupan barunya dengan berjalan-jalan mengelilingi kota, terheran- heran melihat berbagai perubahan yang terjadi, Termasuk saat adiknya memanggilnya dengan sebutan kakak tertua yang dahulu tidak akan pernah mereka gunakan.

  Pada 26 November 1960, Henry Pu Yi menerima sertifikat pemilihan umum sebagai pemilih dengan nama Aisin-Gioro Pu Yi. Saat itu merupakan saat yang paling membahagiakan bagi dirinya. Saat memberikan suara, Henry Pu Yi merasa menjadi orang yang paling kaya di dunia, Apalagi saat Henry Pu Yi berhasil membeli sebuah rumah untuk tinggal bersama istri barunya Li Shu-Hsien. Henry Pu Yi tidak akan pernah melupakan perjuangan mendapatkan itu semua.

  Henry Pu Yi menceritakan perjalanan hidupnya yang luar biasa mulai dari penobatannya menjadi kaisar saat berusia dua tahun, hubungannya dengan orang- orang di sekitarnya, korupsi yang menggerogoti kerajaan, menjadi boneka penguasa Jepang, menjadi tawanan dan menjadi seorang Kaisar. Dengan menyimak kehidupan Henry Pu Yi berarti menyelami periode penting dalam sebuah bangsa yang besar.

  Foto-foto yang disajikan di halaman belakang novel ini juga kian menambah nilai novel ini. Terlihat wajah Henry Pu Yi yang berusia 2 tahun dan harus duduk dengan tenang di singgsana saat dinobatkan menjadi kaisar, Henry Pu Yi harus duduk manis dan Henry Pu Yi harus mengenakan baju kebesaran. Penulis kian merasa kasihan sekaligus kagum padanya. Kelebihan yang dimiliki pengarang juga menjadi salah satu faktor yang membuat novel ini pantas untuk diteliti, penulis dapat menuliskan setiap peristiwa dengan sangat detail dan lengkap disetiap kejadian yang penting dan yang dianggap berpengaruh dari segi alur dan penggunaan bahasa yang sederhana yang dapat memudahkan pembaca untuk mengerti isi novel tersebut.

  Banyak hal yang menarik juga bisa ditemui dalam novel ini. Misalnya pengetahuan Henry Pu Yi serta kaisar terdahulu terhadap dunia luar justru diperoleh dari Buku Alice in Wonderland. Lalu kehidupan sebuah kekaisaran berikut intrik-intriknya. Kita juga diajak untuk mengetahui berbagai hal mulai dari kebudayaan, peristiwa sejarah dari sisi mata seorang kaisar yang diturunkan dengan paksa, serta ilmu pengetahuan ala Cina.

  Dengan sangat terbuka dan dengan informasi yang gamblang Henry Pu Yi menuliskan kisah ini ditempat penahanannya. Maka tidak diragukan lagi novel ini adalah catatan yang unik, memikat dan penting tentang sejarah Cina yang paling kacau dan dramatis dan tentang seorang manusia yang menjadi saksi atas segalanya. Hal ini membuat novel ini pantas untuk diteliti.

  Alasan-alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti Novel tersebut dengan judul penelitian “Analisis Tokoh Utama dalam Novel The Last Emperor Autobiografi Henry Pu Yi.

  ”

1.1 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dikemukakan perumusan masalah yaitu:

1. Bagaimanakah perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel The last

  emperor ditinjau dari masalah yang dihadapi tokoh? 2.

  Bagaimanakah perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam Novel The ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh ?

  Last Emperor

  1.2 Pembatasan Masalah

  Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian dan agar tetap fokus maka peneliti membatasi masalah yang diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti.

  . Bagaimana gambaran perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel

  The last emperor ditinjau dari masalah yang dihadapi tokoh yang bersifat

  kompleks yaitu cengeng, pemberontak, boros, kaku dan dingin, egois, pemarah, penuh curiga, benci, ambisius, penakut yang penuh dengan rasa khawatir, usil, jail, nakal, angkuh, sensitif, rendah hati, bertanggungjawab, mau belajar, dermawan, tegas, penuh syukur, pekerja keras, pantang menyerah, penyesalan, berpendirian teguh, mau mendengarkan nasihat dan saran dari orang lain dan patuh.

  . Bagaimana gambaran perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel

  The Last Emperor ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh yang bersifat

  dinamis yaitu seorang yang berwatak boros menjadi lebih hemat, seorang yang ambisius menjadi seorang yang penurut, mau belajar menjadi lebih baik dan seorang yang berwatak angkuh menjadi rendah hati dan mau belajar.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan adalah sesuatau yang ingin dicapai peneliti. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel The

  last emperor ditinjau dari masalah yang dihadapi tokoh 2.

  Mendeskripsikan perwatakan tokoh utama Henry Pu Yi dalam novel The ditinau dari perkembangan kepribadian tokoh.

  Last Emperor

1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian yang baik haruslah memberikan manfaat. Manfaat penelitian baiknya dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat pula diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  1.4.1 Manfaat Akademis

  Secara akademis, penelitian ini dapat memperluas dan memperkaya referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan Ilmu budaya khususnya Sastra Cina USU.

  2.4.1 Manfaat Teoretis

  Secara teoretis, penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa terhadap penganalisisan penokohan dalam sebuah novel, terutama bagi yang ada di lingkungan perkuliahan. Dengan menganalisis tokoh utama di dalam novel The Last Emperor tersebut pembaca akan mengetahui bagaimana sejarah perubahan bentuk pemerintahan monarki ke bentuk pemerintahan republik dalam masyarakat Cina.

  2.4.2 Manfaat Praktis

  Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbang pikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan, seperti masyarakat luas dan pembaca skripsi ini.