BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG - Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada Penderita Kanker Paru yang Mendapat Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

  Kanker paru-paru adalah kanker yang mematikan dan merupakan tumor ganas terutama di dunia Barat, dan juga menjadi salah satu masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang. Kanker yang banyak menimbulkan kematian di seluruh belahan dunia adalah kanker paru.

  Kanker paru dibagi menjadi 2 jenis secara garis besar berdasarkan histologi, yakni kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK). 75-85% dari pasien kanker paru termasuk jenis kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang mana terdiri dari beberapa sub tipe dan yang paling sering dijumpai adalah karsinoma skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar. Jenis karsinoma bronkoalveolar merupakan subtipe dari adenokarsinoma juga sering ditemukan. Jenis kanker paru karsinoma sel kecil terdapat pada 15-25% penderita

  1,2 kanker paru.

  Dari tahun ke tahun jumlahnya meningkat baik di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Tahun 2010 di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 29% dari seluruh kematian kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada laki-laki. Dan terdapat 26% kematian pada perempuan. 15% kasus baru kanker paru pada laki-laki dan 14% kasus baru kanker paru pada perempuan pada tahun 2010 di

3 Amerika serikat.

  Tahun 2004 di RS Persahabatan di Indonesia dilaporkan bahwa keganasan di rongga toraks tercatat 448 kasus, 262 kasus diantaranya didiagnosis kanker paru. Ada 93.4% kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang terdiri dari 80% adenokarsinoma, 14.7% karsinoma sel skuamosa, 3.3% karsinoma sel besar dan 2% jenis lainnya dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sangat jarang ditemukan di Indonesia. Panderita kanker paru ketika datang berobat ke RS Persahabatan sebahagian besar telah berada pada stadium III dan IV dan hampir 90% penderita meninggal dalam

  4 2 tahun.

  Tahun 2002 di RSU.H.Adam Malik Medan, penelitian Siagian P melaporkan dari 38 kasus keganasan yang ditemukan berdasarkan foto toraks, ada 24 kasus tumor terdapat di sentral (63.2%) dan sebanyak 14 kasus tumor terdapat di perifer (36.8%). Dari 24 kasus tumor yang terdapat disentral, sebanyak 36.8% adalah karsinoma sel skuamous dan sebanyak 21.1% adalah adenokarsinoma. Dari 14 kasus tumor yang terdapat di perifer, sebanyak 10.5% adalah karsinoma sel skuamous dan sebanyak

  5 36,3% adalah adenokarsinoma.

  Pada Januari 2007-2010 terdata ada 210 pasien yang didiagnosis kanker paru

  6 secara defenitif (sitologi/histopatologi) yang dirawat di RA3 RSUP HAM Medan.

  Penelitian terbaru tahun 2011 oleh Kasuma D dilaporkan bahwa dari 100 penderita kanker paru yang telah dilakukan bronkoskopi di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H.Adam Malik Medan, berdasarkan sitologi bronkus, adenokarsinoma menempati urutan pertama sebanyak 45%, yang kedua adalah karsinoma sel skuamous

  7 sebanyak 33%.

  Saat ini pengujian biokimia laboratorik sangat membantu penatalaksanaan pasien kanker, termasuk diantaranya dalam penatalaksanaan pasien kanker paru. Beberapa kanker dihubungkan dengan abnormalitas produksi enzim, protein, dan hormon yang dapat diukur di dalam plasma atau serum. Semua molekul ini dikenal

  8 sebagai penanda tumor (tumor marker).

  Petanda ganas atau tumor marker merupakan substansi yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi akibat kanker. Dewasa ini banyak diteliti dan dikembangkan pemeriksaan petanda ganas ideal yang dapat memberikan petunjuk tentang perkembangan kanker, baik di tingkat ekstraseluler, seluler maupun

  8,9 molekuler.

  Selama terapi aktif, penanda tumor dapat memberikan perkiraan yang akurat dari efektivitas pengobatan. Deteksi dini kekambuhan memungkinkan modifikasi terapi pada waktu yang mungkin mendahului klinis normal dari kekambuhan dalam beberapa

  10 minggu.

  Kombinasi kemoterapi telah menjadi standar perawatan untuk pasien dengan stadium lanjut pada kanker paru, karena telah terbukti efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup. Dalam memantau efek dari kemoterapi digunakanlah penilaian CEA dan CYFRA 21-1 pada penelitian Ardizzoni dkk, yang mana dari 107 pasien kanker paru yang diberi 2 siklus kemoterapi terdapat pengurangan 20% dari nilai awal CEA dan cyfra 21-1. CEA dibandingkan dengan

  11 CYFRA 21-1, CYFRA 21-1 memiliki sensitivitas 81% dan CEA 55%.

  Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan antigen karsinofetal yang berbentuk glikoprotein diproduksi selama embrional dan perkembangan fetus.

  Sensitiviti CEA sebesar 40-70% untuk karsinoma paru kelompok bukan sel kecil (KPKBSK) dan 30-65% karsinoma paru kelompok sel kecil (KPKSK). Nilai sensitiviti CEA dengan konsentrasi tertinggi ditemukan pada adenokarsinoma dan nilai terendah didapatkan pada tumor sel skuamosa. Carcinoembryonic antigen sebagai informasi nilai prognosis KPKBSK terutama adenokarsinoma paru. Pemeriksaan CEA sebagai

  12 diagnosis awal kekambuhan dan evaluasi terapi telah diketahui.

  Pada penelitian Soeroso NN, ditemukan kadar CEA serum mengalami peningkatan sekitar 63.4% pada penderita KPKBSK. Kadar CEA berdasarkan jenis sitologi/histopatologi menunjukkan perbedaan bermakna secara chi square test. Hasil CEA meningkat pada jenis adenokarsinoma sekitar 54 penderita (56.84%), sel

  13 skuamous 41 penderita (66.13%) dan sel besar sekitar 9 penderita (90%).

  dapat digunakan sebagai prognosis KPKBSK

  Carcinoembryonic antigen

  terutama untuk adenokarsinoma paru. Kegunaan CEA juga sebagai evaluasi terapi

  14 stadium lanjut dan mendeteksi kekambuhan dari adenokarsinoma.

  Ragab dkk dalam penelitiannya menunjukkan data bahwa baik CEA dan β2 meningkat pada pasien karsinoma bronkogenik bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai

  CEA menunjukkan elevasi yang signifikan pada pasien yang memiliki effusi pleura. CEA meningkat secara signifikan pada kanker paru stadium IV daripada pada stadium

  15 III. Serum CEA menurun secara signifikan dalam respon pengobatan.

  Pemeriksaan serial dari CEA diharapkan memiliki peran dalam monitoring terapi kanker paru. Penelitian tentang pemeriksaan serial dari biomarker ini belum banyak dilakukan. Tahun 1978 Gropp C, dkk melakukan pemeriksaan serial CEA dan Ferritin pada pasien kanker paru selama dilakukan radioterapi dan kemoterapi dengan hasil peningkatan nilai CEA ditemukan pada 47% yang mana sebagian besar pasien yang memiliki kadar CEA tinggi adalah pasien yang mengalami metastasis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengukuran CEA serial juga berguna pada pasien dengan kanker paru. Pasien yang respon dengan kemoterapi atau radioterapi menunjukkan penurunan tingkat CEA dari CEA awal sebelum dilakukan terapi. Di sisi lain, pasien yang tidak respon dengan terapi menunjukkan peningkatan CEA oleh

  16 karena perkembangan tumor.

  Penelitian ini tidak dilanjutkan dengan evaluasi efek terapi yang diberikan pada pasien-pasien tersebut. Apakah peningkatan level serum CEA sejalan dengan progressifitas dari penyakit yang diderita pasien. Ataukah selama dilakukan terapi, level serum CEA mengalami penurunan dan ini dapat memberikan kesimpulan bahwa terapi yang diberikan respon pada pasien tersebut.

  Vincent, dkk dalam penelitiannya tentang CEA pada 228 pasien dengan kanker paru, menemukan penurunan konsentrasi CEA dalam plasma pasien sebagai respon

  17 dari kemoterapi dan radioterapi.

  CEA tidak cukup sensitif untuk digunakan secara eksklusif dalam menyaring

  17

  populasi risiko tinggi kanker paru. Walaupun CEA tidak menjadi salah satu yang digunakan untuk diagnosis kanker paru, namun sering digunakan untuk evaluasi pengobatan.

  Pengukuran CEA pada pasien dengan kanker paru pada penelitian Dent dkk, menunjukkan peningkatan kadar CEA serum berhubungan dengan prognosis yang buruk, sehingga penilaian CEA ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan

  18 untuk menunjukkan prognosis pasien kanker paru.

  CEA merupakan serum tumor marker yang dapat digunakan dalam pemantauan KPKBSK. Dalam beberapa penelitian juga menguatkan tentang nilai prognostik dari

  14,19

  CEA. Dalam penelitian ini, CEA tinggi mengindikasikan prognosis yang buruk pada

  20

  pasien adenocarcinoma. Pada Adenocarcinomas juga terlihat kadar CEA yang

  19

  cenderung tinggi. Tidak ada efek yang jelas dari CEA terlihat pada karsinoma sel skuamosa. Pada studi kohort peningkatan nilai CEA memprediksikan angka survival yang rendah pada karsinoma sel besar dan adenokarsinoma namun tidak dalam sel

  14 squamous.

  Di Indonesia, belum ada data penelitian tentang pemeriksaan serial atau berkala dari CEA dalam pengobatan kanker paru. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memantau kadar CEA serial pada pasien kanker paru selama kemoterapi.

  1.2. PERMASALAHAN

  Berdasarkan hasil uraian dan latar belakang diatas, petanda tumor CEA dapat digunakan sebagai monitoring terapi dan belum adanya data di Indonesia tentang pemantauan nilai pemeriksaan CEA pada pasien kanker paru selama terapi terutama kemoterapi.

  1.3. TUJUAN PENELITIAN

  1.3.1. TUJUAN UMUM

  Pemantauan kadar CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi yang dirawat inap di RA3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

  1.3.2. TUJUAN KHUSUS

  • mendapat kemoterapi

  Mengetahui karakteristik sosiodemografis pasien kanker paru yang

  • dilakukan kemoterapi.

  Mengetahui deskripsi kadar CEA pada pasien kanker paru sebelum

  • Mengetahui deskripsi kadar CEA pada pasien kanker paru selama dilakukan kemoterapi.
  • Mengetahui karakteristik sosiodemografi pasien kanker paru dihubungkan dengan nilai CEA pasien sebelum dan sesudah kemoterapi.
  • Mengetahui distribusi penderita kanker paru yang mendapatkan kemoterapi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkmann.
  • Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan indeks brinkmann.
  • Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan jenis histologi kanker paru.
  • Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan stadium kanker paru.
  • Mengetahui respon kemoterapi pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi 4 siklus.
  • Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi 2 siklus dengan respon kemoterapi setelah mendapatkan 2 siklus kemoterapi.

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang deskripsi kadar CEA serial pada pasien kanker paru yang dilakukan kemoterapi yang dirawat di ruang rawat inap RSUP H Adam Malik Medan.

  1.4.2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan profil kadar CEA pasien kanker paru sebelum dilakukan terapi di RSUP H Adam Malik Medan.

  1.4.3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mengevaluasi pengobatan terutama evaluasi kemoterapi pada pasien kanker paru.

1.4.4. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai faktor prognosis pada pasien kanker paru yang dilakukan kemoterapi.