BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Sop Pemberian Penghargaan Guru untuk Meminimalisir Frekuensi Pergantian Guru pada Sebuah SMP Swasta di Salatiga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, dikenal dua jenis

  sekolah berdasarkan pengelolanya, yaitu sekolah swasta, yang pada umumnya bernaung pada sebuah yayasan dan sekolah negeri yang bernaung pada pemerintah. Hampir seluruh kebijakan dan penghasilan pekerja pada institusi pendidikan terkait juga dikelola oleh manajemen sekolah dan juga pihak yayasan sendiri. Proses rekrutmen guru pun menjadi wewenang pihak sekolah maupun yayasan. Kondisi tersebut berbeda dengan sekolah- sekolah negeri yang kesemua penghasilan dan kebijakan yang diterapkan berasal dari pemerintah, dimana proses rekrutmen dan penempatan personil guru juga menjadi salah satu wewenang pemerintah.

  Perbedaan yang akan disoroti kali ini adalah tentang proses pengelolaan sumber daya manusia, dalam hal ini guru. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah swasta memiliki wewenang untuk melakukan proses rekrutmen secara mandiri dan dengan peraturan yang ditetapkan sendiri (pada umumnya oleh yayasan yang menaungi), sedangkan sekolah negeri tidak memiliki wewenang untuk merekrut tenaga pengajar secara mandiri.

  Keadaan tersebut pada dasarnya membuat sekolah swasta memiliki keleluasaan yang lebih dalam memilih sumber daya manusia yang berkualitas untuk direkrut sebagai tenaga pengajar. Namun, seperti pedang bermata dua, keleluasaan ini juga disertai oleh suatu celah dimana guru yang telah direkrut dapat melakukan proses pengunduran diri jika merasakan ketidakcocokan atau ketidaknyamanan (maupun karena alasan lain) dengan mengikuti alur atau peraturan yang ada pada institusi pendidikan terkait. Institusi pendidikan negeri tidak mengalami hal tersebut, karena proses rekrutmen guru hingga penempatannya ditentukan oleh pemerintah, sehingga kondisi institusi pendidikan negeri menjadi lebih stabil; secara detilnya, karena seorang guru yang ditempatkan institusi pendidikan negeri akan memiliki kewajiban untuk bertahan di institusi pendidikan terkait selama beberapa waktu tertentu sebelum dapat mengajukan mutasi.

  Adanya frekuensi pergantian guru seperti disebutkan di atas memang membawa sejumlah dampak terhadap sekolah. Seperti salah satunya terhambatnya peningkatan kualitas sekolah sebagaimana disampaikan oleh Fuller, Irribarra, dan Waite (2016). Dalam konteks subjek penelitian, sebagai sekolah yang masih tergolong baru (4 tahun), memang sejumlah prestasi yang menjurus kepada pembuktian kualitas sudah dapat diraih baik secara kolektif maupun secara individual dari peserta didik maupun guru. Akan tetapi, sebuah institusi memerlukan sebuah kontinuitas untuk terus dapat berkembang, terutama secara kualitas. Apabila sejumlah personil yang turut berjuang dalam

  1 tahun pelajaran tertentu untuk mengembangkan sebuah institusi pendidikan akhirnya memutuskan untuk keluar, maka institusi pendidikan tersebut perlu melanjutkan proses pengembangan dan peningkatan kualitas dengan personil yang baru yang tentunya harus diberikan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan institusi pendidikan yang ada; tentunya proses ini akan membuat pengembangan kualitas institusi pendidikan terhambat.

  Selain terhambatnya pengembangan kualitas institusi pendidikan, masih ada kerugian lain yang akhirnya diderita oleh institusi pendidikan terkait. Gordon & Crabtree (2006) mengemukakan bahwa institusi pendidikan yang memiliki frekuensi pergantian guru yang cukup tinggi akan mengeluarkan biaya yang cukup tinggi dalam proses mencari pengganti bagi para guru yang mengundurkan diri. Untuk institusi pendidikan terkait sendiri juga mengalami hal yang sama. Tidaklah mudah mencari seorang guru pengganti, dan selama masa pencarian, sejumlah guru yang masih bertahan akan diberi tugas tambahan untuk mengampu tugas yang ditinggalkan oleh para guru yang pergi; pemberian tugas tambahan di sini juga sama artinya dengan menambahkan upah lembur bagi para guru yang menggantikan.

  Gordon & Crabtree (2006) juga menyampaikan bahwa para peserta didik adalah salah satu pihak yang menderita kerugian juga. Dengan pergantian guru yang ada, para peserta didik tidak dapat menikmati suatu hubungan dan interaksi yang berkelanjutan dengan pengajar dan pendidik mereka. Sedikit banyak, hal ini juga akan memengaruhi kondisi peserta didik di sekolah; bila tidak mengganggu prestasi atau pencapaian mereka di sekolah, setidaknya para peserta didik harus beradaptasi dengan pengajar dan pendidik yang baru yang tentunya memiliki gaya pendekatan tidak sama dengan pendahulunya. Maka, perlu dirumuskan sebuah jalan keluar untuk mencegah rentetan efek negatif ini dialami oleh institusi terkait.

  Sebagai sebuah institusi pendidikan swasta, subjek penelitian ini tidak terlepas dari permasalahan terkait pergantian personil guru. Dalam perkembangan subjek penelitian sebagai sebuah institusi pendidikan, subjek penelitian telah mengalami pergantian guru dengan frekuensi yang cukup tinggi, dimana dapat ditemui pergantian guru dalam tiap tahun pelajaran. Dari 4 tahun usiainstitusi pendidikan terkait, institusi ini mengalami pergantian guru di tiap tahun dengan jumlah yang berbeda pada tiap tahunnya; tentunya dengan faktor yang cukup beragam.

  Pada dasarnya, frekuensi pergantian guru yang cukup tinggi adalah hal yang cukup umum dialami oleh institusi pendidikan bila kita melihatnya secara global. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pallas & Buckley (2012), ditemukan fakta bahwa di kota New York saja terdapat 39% guru yang telah berencana untuk meninggalkan institusi pendidikan tempat mereka bekerja pada saat itu. Boyd dkk. (2010) bahkan mencantumkan bahwa sejumlah 5.000 guru memutuskan meninggalkan institusi pendidikan tempat mereka mengajar, bahkan sekitar setengahnya memutuskan untuk meninggalkan profesi guru.

  Bagi subjek penelitian sendiri, pergantian guru juga merupakan pengalaman yang tidak asing. Pada akhir tahun pertama (2013/2014), tercatat 7 dari 12 orang guru mengundurkan diri. Kemudian, pada akhir tahun berikutnya (2014/2015) tercatat sejumlah 4 dari 12 orang guru mengundurkan diri.Dilanjutkan pada akhir tahun pelajaran berikutnya (2015/2016) terdapat sejumlah 5 dari 13 orang guru mengundurkan diri. Data terbaru, pada akhir tahun pelajaran (2016/2017) sejumlah 3 dari 13 orang guru tercatat mengundurkan diri. Namun, meski telah menjadi hal yang cukup umum dialami oleh sekolah secara global maupun secara khusus oleh institusi pendidikan terkait, frekuensi pergantian guru yang cukup tinggi ini tetaplah sebuah permasalahan yang harus memiliki solusi; setidaknya cara untuk menekan frekuensi pergantian guru ke titik yang lebih rendah secara perlahan.

  

Grafik 1.1

  Menilik rekam jejak pergantian guru di institusi pendidikan terkait, frekuensi pergantian guru yang terjadi memiliki tren menurun. Hanya saja, sebuah strategi perlu disiapkan untuk terus menekan frekuensi pergantian guru ke titik minimum atau setidaknya untuk memastikan bahwa frekuensi pergantian guru tidak kembali meningkat. Apabila frekuensi pergantian guru tidak kunjung diminimalisir, akan terjadi beberapa dampak negatif yang sangat mungkin dialami oleh sejumlah pihak yang berkaitan dengan sekolah.

  Akan tetapi, untuk menemukan solusi yang tepat demi menekan frekuensi pergantian guru ke titik minimum, perlu adanya menilik sejumlah alasan tingginya frekuensi pergantian guru. Bagi sekolah swasta sendiri, ada beberapa kemungkinan faktor yang dapat mendasari seorang guru megajukan pengunduran diri. Beberapa yang mungkin menjadi alasan adalah seperti penghasilan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup guru yang bersangkutan, beban kerja yang terlampau banyak, atau ketidakcocokan dengan pekerja lain. Di luar sejumlah faktor dari dalam diri guru sendiri, tidak menutup kemungkinan bila pergantian guru juga didasari oleh institusi pendidikan swasta yang memiliki standar tertentu terhadap para pekerjanya, sehingga sejumlah pekerja yang telah berhasil direkrut pun tidak serta merta memiliki posisi yang aman karena institusi pendidikan terkait memiliki hak untuk tidak melanjutkan kerja sama dengan pekerja tertentu (dalam konteks ini guru) jika pekerja tersebut tidak mencapai standar yang sudah ditentukan institusi pendidikan terkait.

  Henneberger & Sousa-Poza (2007), melalui hasil penelitian mereka, menyampaikan bahwa faktor penghasilan menjadi alasan yang cukup kuat bagi seorang guru untuk mengundurkan diri. Seorang guru dengan penghasilan yang lebih tinggi dari rata-rata guru lain cenderung memilih untuk bertahan di institusi tempatnya bekerja. Kembali pada konteks institusi pendidikan terkait, kondisi nyaris serupa juga dialami oleh institusi ini. Mayoritas dari para guru serta mantan guru masih berusia relatif muda, seperti yang dapat dilihat pada grafik 1.2. Usia muda ini tampak memengaruhi keputusan yang diambil oleh para guru serta mantan guru yang ada terkait penghasilan yang mereka cari.

  Sejumlah besar mantan guru pada subjek penelitian terkait memilih melanjutkan karir di institusi yang menawarkan penghasilan lebih tinggi; hanya saja perlu dicatat, kesemua institusi tersebut berada di beberapa kota besar di luar kota Salatiga dimana upah minimum regional beberapa daerah tersebut sudah lebih besar jika dibandingkan dengan kota Salatiga; lebih tingginya upah minimum kota-kota besar daripada Salatiga tentunya membuat penghasilan yang diterima para guru di kota-kota tersebut lebih tinggi juga daripada di kota Salatiga. Sebagai gambaran, penghasilan seorang guru di sebuah SMP swasta di Salatiga berkisar tidak jauh dari upah minimum kota Salatiga yaitu Rp 1.600.000,00/bulan, sementara seorang mantan guru sebuah SMP swasta di Salatiga yang kini bekerja di kota Surabaya dapat memperoleh penghasilan dengan kisaran Rp 4.000.000,00/bulan.

  

Grafik 1.2

  Sejauh ini, solusi yang sudah dilakukan oleh pihak institusi terkait dalam menaikkan penghasilan para pekerjanya, terutama para guru adalah dengan memberikan sejumlah tunjangan seperti tunjangan wali kelas, uang makan harian, dan tunjangan kesehatan serta ketenagakerjaan. Kenaikan penghasilan yang diupayakan memang belum dapat dikatakan signifikan bagi para guru, mengingat usia institusi yang masih muda, sehingga banyak konsentrasi bidang keuangan tercurah untuk penyeimbangan neraca keuangan. Secara singkat, belum bisa diupayakan solusi yang berupa kenaikan penghasilan bagi guru.

  Beralih kepada kemungkinan faktor lain, Maertz dkk. (2007) serta Shanock & Eisenberger (2006) menyampaikan bahwa dukungan dan pengakuan yang diberikan oleh atasan sangat memengaruhi motivasi bagi guru untuk dapat bertahan di institusi tempat mereka bekerja. Pada penelitian lain, Chishti dkk. (2013) menunjukkan bahwa ketika dukungan dan pengakuan dari aras pimpinan ditingkatkan, maka tingkat frekuensi pergantian guru mengalami penurunan. Hal ini sudah dilakukan oleh aras pimpinan institusi pendidikan terkait dalam 3 tahun pelajaran terakhir; apabila melihat data yang ditunjukkan sebelumnya oleh grafik 1.1, frekuensi pergantian guru di 3 tahun pelajaran terakhir memang mengalami penurunan. Namun, meski tampak cukup berhasil menurunkan frekuensi pengunduran diri guru, sejauh ini bentuk dukungan dari aras pimpinan masih murni insidentil kepada tenaga pengajar yang dirasa membutuhkan dan belum ada bentuk dukungan yang terprogram. Sementara, seperti hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, motivasi guru untuk bertahan di institusi pendidikan mereka kini dapat terus bertambah seiring bertambahnya bentuk dukungan dari aras pimpinan. Maka, perlu direncanakan sebuah program yang teratur sebagai bentuk pemberian dukungan dan pengakuan terhadap para guru.

  Setiap guru tentu memiliki kegiatan dan tugas para guru sehari-harinya, dimana para guru juga berkutat dengan bermacam peraturan terkait kegiatan dan tugas mereka; sehingga apabila pemberian dukungan dan pengakuan terhadap para guru dapat didasarkan pada tugas dan kewajiban rutin mereka, maka para guru akan merasa lebih didukung dan diakui. Ketika sebelumnya para guru menjalankan seluruh tugas dan kewajiban mereka sebagai rutinitas saja, maka rasa jenuh dapat berkembang. Akan tetapi, jika sebuah bentuk dukungan dan pengakuan terprogram hadir di tengah-tengah para guru, motivasi untuk terus bertahan dan mengembangkan diri serta institusi juga akan berkembang.

  Sebagai sarana pemberian dukungan serta pengakuan yang teratur, bentuk pemberian penghargaan kepada para guru dapat dikedepankan dalam upaya mempertahankan guru sekaligus menekan frekuensi pergantian guru di institusi pendidikan terkait. Institusi pendidikan terkait cukup terbantu dengan adanya budaya pembuatan

  

SOP yang sudah berjalan, sehingga penuangan

  pemberian penghargaan guru dapat dituangkan menjadi salah satu SOP pada institusi pendidikan terkait untuk dijalankan secara lebih konsisten dan berdasar.

1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka berikut adalah rumusan masalah penelitian ini: 1.

  Bentuk pemberian penghargaan apakah yang sudah ada pada institusi pendidikan terkait?

  2. Kekurangan seperti apa yang terdapat pada bentuk pemberian penghargaan yang sudah ada tersebut? 3. Bentuk pemberian penghargaan seperti apa yang dapat dikembangkan sebagai upaya untuk menekan frekuensi pergantian guru di sebuah SMP swasta di Salatiga?

1.3. Tujuan Penelitian

  Menurut rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mendeskripsikan bentuk penghargaan yang sudah ada pada institusi pendidikan terkait

  2. Mendeskripsikan kekurangan dari bentuk pemberian yang sudah ada pada institusi pendidikan terkait 3. Mengembangkan sebuah bentuk pemberian penghargaan yang dapat menjawab kebutuhan institusi pendidikan terkait

1.4. Manfaat Penelitian

  1.4.1.Manfaat Teoritis

  Memberikan sebuah standard operating

  procedure yang dapat menjawab kebutuhan

  institusi pendidikan terkait

  1.4.2. Manfaat Praktis 1.

  Bagi sekolah, dalam upaya menekan frekuensi pergantian guru, standard

  operating procedure pemberian

  penghargaan yang dikembangkan ini diharapkan dapat dijalankan dengan baik untuk dapat mempertahankan personil guru.

  2. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menjadi landasan temuan baru tentang manajemen sekolah, terkhusus pada bidang sumber daya manusia yang ada pada sekolah.

1.5. Spesifikasi Produk

  Produk yang dihasilkan oleh penelitian ini berupa sebuah Standard Operating

  Procedure (SOP) mengenai program pemberian

  penghargaan kepada guru di sebuah SMP swasta di Salatiga.

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Sekolah Tinggi Teologia Abdiel Melalui Analisis Balanced Scorecard

0 1 34

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 14

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Fear of Missing Out dengan Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram pada Mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana

2 2 30

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kearifan Lokal, Penjualan Tanah dan Globalisasi: Studi Kasus atas Penjualan Tanah di Sungai Kajang

0 0 12

BAB II GLOBALISASI: ANTARA LOKAL DAN GLOBAL - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kearifan Lokal, Penjualan Tanah dan Globalisasi: Studi Kasus atas Penjualan Tanah di Sungai Kajang

1 4 23

BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kearifan Lokal, Penjualan Tanah dan Globalisasi: Studi Kasus atas Penjualan Tanah di Sungai Kajang

0 0 25

BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN TANAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kearifan Lokal, Penjualan Tanah dan Globalisasi: Studi Kasus atas Penjualan Tanah di Sungai Kajang

0 0 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Perubahan Pengertian Manajemen Perubahan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Perubahan dalam Membangun Komitmen Karyawan: Suatu Studi pada PT. SEMEN (Persero) Kupang

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Perubahan dalam Membangun Komitmen Karyawan: Suatu Studi pada PT. SEMEN (Persero) Kupang

0 2 31