Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing

HOSPES RESERVOIR DAl\ SUSPEK VEKTOR FILARIASIS DI
DESA MUARA PADANG, KECAIVTA*TAN MUARA PADANG,
KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATANI
Erwin Edyansyah' dan Junus Widjaja'

'Balailitbang

'Politeknik Kesehatan Palembang Kemenkes Rl
P2B2 Donggala, Badan Penelitian dan Pengemb angalKesehatan,
Kementerian Kesehatan Rl

al:tf,:fl,r'r1*u,"*

in Indonesia, particutarty in
Lymphatic fitariasis (LF) is stitt
reported
186
LF
cases
were
rural area. Untill 2009, there

from South Sumatera. LF is a
chronic disease that caused by the infection of filariae worm and transmitted by various
species of mosquitoes. LF that caused by B. malayi is not only infect human but also animal,
such as crab-eating macaque (Macaca fascicularis), silvered leaf monkey (Presbythis
cristatus), and cat (Felis catus). A study was conducted in order to lcnow the reservoir and
vector of malayifilariasis in Muara Padangvillage, Muara padang sub-district, Banyuasin
district, South Sumatera. This was a cross-sectional study where datawere collected through
reservoir blood examination (cat) andfinding microfilariae Lj form in mosquito. The results
showedthatmo microfilariae of B. malayiwasfoundin 17 blood samples of cat.Instead of B.
malayi, Dirofilaria repens, a type of animal filarial, was found in ll blood samples of cat.
Moreovet: therewas no microfilariae L3formin 701 mosquitoes.
Key words : Filarias is, Brugia

malayi,

Reservoir

LATAR BELAKANG

filarial dan dapat ditularkan


Filariasis (penyakit kaki gajah) dapat
ditemukan di seluruh dunia terutama di
daerah tropis dan beberapa daerah sub
tropis. Pada tahun 2004, filariasis telah
menginfeksi 120 juta penduduk di 83
negara di seluruh dunia. Di Asiafilariasis
endemik terjadi di Indonesia, Myanmar,
India dan Srilanka.'''
Filariasis masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia
terutama di daerah pedesaan. Di Indonesia
berdasarkan survei yafig dilaksanakan
pada tahun 2000-2004, ditemukan lebih
dari 8000 orang menderita klinis kronis
filariasis yang tersebar di seluruh propinsi.

oleh berbagai j enis nyamuk.'

Secara epidemiologi, data ini

mengindikasikan lebih dari 60 juta

penduduk Indonesia berada di daerah yang
berisiko tinggi tertularfilariasis, dengan 6
j uta p enduduk diantar arry a telah terinfeks i.
Penyakit menular ini bersifat menahun
yang disebabkan oleh infeksi cacing

ditularkan

Filariasis terutama ditemukan di
daerah dataran rendah mencakup daerah
perkotaan dan pedesaan, di daerah pantai,
pedalaman, daerah rawa, persawahan dan

hutan. Secara epidemiologis filariasis
melibatkan banyak faktor yang sangat
kompleks yaitu cacingfilaria sebagai agen
penyakit, manusia sebagai inang dan
nyamuk dewasa sebagai vektor serta faktor

lingkungan fisik, biologik dan sosial, yaitu

faktor sosial ekonomi dan perilaku
penduduk setempat. Berdasarkan hal
tersebut, maka untuk menekan angka

mikrofilaria perlu mempertimbangkan
aspek epidemiologi.'''

Filariasis malayi merupakan penyakit
zoonosis yang dapat menginfeksi hewan
selain manusia yaitu: kera (Macaca
fas cicularis), lutung (Presbythis cristatus)
dan kucing (Felis catus). Yektor filariasis
malayi adalah nyamuk Mansonia dan

Jr-rrnal

Vektor Penyakit, Voi.


\iI

l

jo. 2, 2tit2 : I

- i'j

Anopkeles.t Dari selnua spesies cacing
filaria yang rrenginfeksi manllsia di
lndonesia, hanya Brugia malayi iipe sub
perioriik nokturnal yang ditemukan pada
lutung {presbytis cristatus),Kera (Macaca
fascicularis dan kucing {felis catus) yang
merupakan sumber infeksi pada manusia.
Pengendalian filariasis pada hewan
reservoir ini tidak mudah oleh karena itu
j ugu akan menyulitkan upaya
pemberanta sanfi I ari a.sls pada manusia.'


Filariasis terdapat hampir di selun-rh
kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan.
Sampai tahun 2009 terdapat 186 penderita

filariasis kronis.' Salah satu Kabupaten
yang paling banyak ditemukan penderita
filariasis adalah Kabupaten Banyuasin.
Kabupaten Banyuasin terdiri dari 15
kecamatan,290 desa, 798.358 jiwa, dan di
beberapa desa dengan tingkat endemisitas

yang cukup tinggi. Di Kabupaten
Bany.uasin tahun 1983-2000 dilaporkan
sebanyak 126 penderita kronis, 337
penderita mikroJilaric positif (Mf rate
2,020 ). Jumlah kasus kronis Jilariasis
pada tahun 2009 tercatat sebanyak 130

di 52 Desa di 15
Kecamatan. Data ini belum


penderita tersebar

menggambarkan keadaan yang

sebenarnya karena hanya 16 Puskesmas
{55,17%) dari 28 Puskesmas yang ada,
dengan penyebaran penduduk yang tidak
merata.u

Jumlah penderita kasus kronis

di Kecamatan

Muara Padang,
Kabupaten Banl.uasin berjumlah 7 orang
dengarr i orailg penderita kronis filariasis

.filariasis


berada di Desa Muara Padang. Desa Muara
Padang yang terletak di Kecamatan Muara

Padang ini 'oeium pernah dilakukan
pemeriksaan darah pada hewan yang
dicurigai sebagai reservoir.f larias is.

BAHAN DAH &{ETODA
Penelitiar ini dilaksanakan

di

Desa

Muara Padang, Kecamatan Muara Padang,
Kabupaten Banyrasin, Sumatera Selatan
tahun 2011 dan dilaksanakan selama 3

8


bulan mulai bulan Desember 2010 s.d
Januari 201

1.

'Jenis penelitian deskriptif dengan
desain cross sectional.' Pengambilan
sampel hospes reservoir (kucing)
dilakukan dengan secara Accidental
sampling dan kucing yang berhasil
didapatkan, diambil darahnya di bagian
telinga sebanyak 20 prl.. Pengambilan
sampel darah kucing dilaksanakan dari

pukul 19.00-23.00 WIB'.

Pengambilan
sampel darah dilakukan sebagai berikut :
kaca benda yang sudah bersih dari lemak
dan kotoran, diberi nomor dengan marker


water-proof. Ujung telinga kucing
dibersihkan dengan kapas alkohol 70Yo
dan setelah kering ditusuk bagian ujung
telinga atau digunting ujung telinga
kucing, lalu darah dihisap dengan tabung
kapiler tanpa heparin sebanyak 20 pL.
Darah di dalam tabung kapiler kemudian
ditiupkan ke atas kaca benda, dilebarkan
sehingga membenhrk sediaan darah tebal
berbenhrk oval dengan diameter 2 cm(8).
Sediaan darah tersebut dikeringkan selama
satu malam dengan menyimpan di tempat
yang aman dari serangga dan keesokan
harinya dihemolisis dengan air selama
beberapa menit sampai warna merah
hilang, lalu dibilas lagi dengan air dan
dikeringkan. Selanjutnya darah tersebut
difiksasi dengan metanol absolut selama 12 menit dan dikeringkan, kemudian
diwarnai dengan Giemsa yang telah

dilarutkan di dalam cairanbuffer pH7,2
dengan perbandingan 1 : 14 selama 15
menit. Kemudian sediaan dibilas dengan
airbersih dan dikeringkan. Kalau tidak ada
metanol absolut, sediaan darah dapat
langsung diwarnai Giemsa yang telah
dilarutkan di dalam cairan buffer pH 7,2

dengan perbandingan l:14 selama 15
menit. Kemudian sediaan dibilas dengan
air bersih dan dikeringkan. Setelah kering
sediaan diperiksa di bawah mikroskop
dengan pembesaran rendah (10x10) untuli
menentukan jumlah mikrofilaria dan

pembesaran

tinggi (10xa0) untuk

Hospes Reservoir dan Suspek Yektor Filaria.srs ......... (Erwin Edyansyah & Junus V/idjaja)

I

menentukan j enis/spesiesnya.
Penangkapan nyamuk dilakukan dari

mulai 18.00-06.00 waktu

setempat.
Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan
dengan pemasangan perangkap nyamuk di
luar rumah penderita mikrofilaria positif
dengan menggunakan light trap. Semra
nyamuk yar'g ditangkap selanjutnya
dipelihara selama 10-14 hari.Semua
nyamuk diidentifikasi menurut kunci
identifikasi dan kemudian dilakukan

determinasi larva

di dalam tubuh

nyamuk.'''o'"
Untuk pembedahan bisa dilakukan per
individu apablla nyamuk yang tertangkap
sedikit atau secara massal bila nyamuk
yang tertangkap banyak.
Pembedahan secara individu :

Nyamuk dibersihkan dari sayap

Pembedahan secara massal

:

Nyamuk dikelompokkan menurut
spesiesnya yaitu 10-25 ekor/kelompok.
Nyamuk dimasukkan ke dalam petridish.

Kelompok nyamuk dari petridish
diletakkan di atas salah satu kaca benda.
Garam fisiologis diteteskan sedikit di atas
tumpukan nyamuk dan ditutup. Dengan
kaca benda lain, dua kaca benda tersebut

ditekan hingga tubuh nyamuk

pecah

menjadi beberapa bagian. Nyamuk yang
telah pecah dipindahkan ke dalam
petridish yang telah diisi dengan garum
fisiologis yang bisa merendam bagianbagian tubuh nyamuk tersebut. Dibiarkan
5-10 menit, kemudian petridish diamati di
bawah mikroskop bedah. Kalau adalawa,

diproses seperti pada proses

secara

individu.'

supaya sisik-sisik di sayap tidak mengotori

HASILPENELITIAN

gelas benda. Larutan garam fisiologis

Hospes reservoir

diteteskan di atas kaca benda. Nyamuk
diletakkan di atas tetesan garamfisiologis,
bagian tubuh nyamuk dipisahkan dengan
jarum bedah menjadi bagian yang kecilkecil dan semua bagian terendam dalam
larutan garum fisiologis. Pengamatan

Hasil pengambilan darah pada hospes
reservoir (kucing) yang dilakukan di Desa
Muara Padang, Kecamatan Muara Padang,
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
dari L7 sampel ditemukan 11 sampel yang
positif mengandung mikrofilaria, dimana

dilakukan menggunakan mikroskop
bedah. Kalau ada lawa akan tampak

setelah dilakukan pemeriksaan di

bergerak-gerak tergantung stadiumnya.
Stadium l-2 pendek, gemuk, lambat
gerakannya, stadium 3 (infektif) panjang
dan cepat gerakannya. Lawa diambil
dengan ujung jarum bedah di bawah
mikroskop bedah. Kemudian dipindahkan
ke kaca benda, ditutup dengan gel_as
penutup dengan media Canada
balsam/entelan. Dicat at adaatau tidak ada

Laboratorium

FK

Universitas Gadjah

Mada ternyata 11 mikrofilaria yang
ditemukan adalah mikrofilaria Dirofi laria
repens yaitu filaria hewan dengan

ciri-ciri

antara lain : mikrofilaria dengan kepala
fumpul, ujung posterior dan ruang kosong
yang menyerupai ekor mikrofiaria dari
Wuchereria bancrofti tapi teriihat dan
terdapat2inti di kepala ".

larya.n

9

-i

Jumal Vektor Penyakit, Vol.

VI No.2,2012

:

j

-

13

Gambar 7. Dirofilaria repens

HasilpenangkapanNyamuk
Hasil penangkapan nyamuk di Desa

Ma.dives/bonneae sebanyak 26g
(38,23%). Dari hasil pemeliharaan selama

MuaraPadang,KecamatanMuaraPadang, 10-14 hari dan kemudian dilakukan
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan pembedahan dan pemeriksaan pada
berjumlah 701 ekor nyamuk, spesies

paling banyak ditemukan

yang

nyamuktidakditemukanL3.

adalah

Tabel 1. Hasil Pembedahan Nyamuk Di Desa Muara padang,
Kecamatan Muara Padang, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

10

Jenis nyamuk
Ae. albopictus
Ae. aegypti
Cx" tritaeniorhyncus
Cx. quinqwifasciatus
Cx..fuscocephalus
Cx. gellidus
Cx. sitiens
Cx. hutchinsoni
Cx. sinensis
Cx. solitarius
Ma. dives/bonneae
Ma. unifurmis
Ma. indiana
Ma. annulata
Jumlah total

Jumlah nyamuk yang
dibedah (ekor) lo/o
l(0,i.4)
3(0,43)
1 38(19,69)
127(78,L21

37(s,28)
20(2,8s)
13(1,8s)

50(7,13)
1(0,14)
1(0,14)
268(38,23)
33(4,7L)
8(1,14)

l(0,14)
701

Hospes Resentoir dan Suspek Vektor Filarias,s ......... (Erwin Edyansyah

PEMBAHASAI\
Pengambilan darah hewan dilakukan

pada

ll ekor kucing untuk melihat

kemungkin an adany a infeksi mikrofi laria
terhadap hewan (zoonosis). Pengambilan
sampel dilakukan bersamaan dengan

kegiatan SDJ. Setelah dilakukan
pemeriksaan tidak ditemukan adanya
mikrofilari

a

B. malayi dalam darah kucing.

Pada saat pemeriksaan darah kucing
ditemukan filaria hewan yaitu mikrofilaria
Dirofilaria rep ens pada 1 1 ekor kucing.

Tidak ditemukan mikrofilaria
B.malayi pada darahkucing kemungkinan
karena kucing bukan merupakan reservoir
utama dalam penyebaran filariasis malayi
di Desa Muara Padang. Hal ini dibuktikan
masih ditemukannya hewan kera di Desa
Muara Padang. Kucing di daerah tersebut

kebanyakan kucing liar yang tidak
dipelihara secara khusus oleh penduduk
sehingga tidak sering berinteraksi dengan

penduduk. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso
dkk (2006) di Desa Sunggai Rengit
Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten
Banyuasin yang tidak menemukan
mikrofilaria padakucing. 1 3 Namun hasil
ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sudjadi (1996) di Daerah
Kalimantan Timur yang menemukan
mikrofilari a B.malayi pada kucing.''
Terdapat tiga hewan yang berperan
sebagai reservoir darifil arias is mal ayi tipe
sub-periodik dan non-periodik nokturna,
yaitu, Macaca fascicularis, Felis catLts,
dan Presbytis cristatus, dari ketiga hewan
tersebut F.catus merupakan hewan yang
paling dekat dengan manusia. Namun,
P.cristatus memiliki pravelensi infeksi
lebih tinggi dibanding dengan F.catus.
Jumlah microfilaria yalg terdapat dalam
aliran darah P.cristatus lebih banyak
dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini
mengakibatkan kemungkinan vektor
menyebarkan cacing filaria yang dapat
berubah me rqadilarva3 semakin besar.'
Felis catus (kucing) merupakan salah

&

Junus Widjaja)

satu dari hewan reservoir darr .filariasis
yang disebabkan oleh Brugia malayi trpe
non-periodik nokturna yang mempunyai
intensitas kontak dengan manusia relatif
sering. Hubungan kebiasaan memelihara
kucing dengan kejadian .filariasis di
Kecamatan Cempaka Mulia, didapatkan
hasil nilai P:0,76 dan OR:1,15 yang
berarti secara statistik tidak terdapat
perbedaan atau hubungan yang signifikan
antara kebiasaan memelihara kucing
dengan kejadian .filariasis, tetapi secara
biologis kebiasaan memelihara kucing
akan meningkatkan risiko 1"15 kali lebih
besar.'t
Hasil penangkapan nyamuk di lakukan
dari pukul 18.00-06.00 waktu setempat,
didapatkan nyamuk berjumlah 701 ekor.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan 14
spesies nyamuk yaitu Ae. alboq:ictus, Ae.

aegypti, Cx. tritcteniorhl;ncu,s,

C-x.

quinquifasciatus, Cx. .fuscocephalus, Cx.
gellidus, Cx. sitiens, Cx. hu.tchinsoni, Cx.

sinensis, Cx. solitaries,

Ma.

Ma. uniJormis,

Ma"
Indiana, Ma. annulafa. Hasil pembedahan
dari 701 ekor nyamuk tidak ditemukan
adanyaL3.

dives/bonneae,

Tidak ditemukannya L3

pada

Anopheles sp. tidak ditemukan

kemungkinan di Desa Muara Padang
bukan metupakan breeding place bagi

nyamuk Anopheles sp, hal ini
dimungkinkan karena tempat berkembang

biak seperti persawahan jauh dari desa
Muara Padang dan sungai yang
mempunyai arus deras. Seperli penelitian
yang dilakukan oleh Santoso dkk (2006) di
Desa Sungai Rengit kecamatan Talang
Kelapa Kabupaten Banyuasin hanya
mendapatkan 1 ekor nyamuk Anopheles
sp."
Seseorang dapat tertular .filctriasis
apabila orang tersebut mendapat gigitan
nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang
mengandung larva infektif (L3). Cara
penularan tersebut menyebabkan tidak
mudahnya penularan filariasis dari satu

11

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VI No. 2,2OlZ

:7 -

13

orang ke orang lain pada suatu wilayah
tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa

seseorang dapat terinfeksi filariasis

apabiTa orang tersebut mendapat gigitan

nyamuk ribuan kali. Di samping sulit
terjadinya penularan dari nyamuk ke

manusia, sebenarnya kemampuan nyamuk
untuk mendapatkan mikrofilaria saat

menghisap darah yafrg mengandung
mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk
yang menghisap mikrofilaria terlalu
banyak dapat mengalami kematian, tetapi
jika mikrofilaria yang terhisap terlalu

sedikit dapat memperkecil jumlah

mikrofilaria stadium L3 yang ditularkan.
Kerentanan nyamuk terhadap parasit juga
menenfukan apakah suatu nyamuk bisa
menjadi vektor atau tidak. Seseorang dapat
terinfeksi y' I arias is apablla orang tersebut

mendapat gigitan dari nyamuk vektor
ribuan kali. Peluang untuk terinfeksi dari
satu gigitan nyamuk vektor (infected
m o s qui to) adalahsangat kecil.'
Menurut Atmosoedjono et al (1977)
cit Soeyoko (1 998) agar teqadipenularan
optimal kepadatan mikrofilaria di dalam
darah penderita 1-3 MflpL darah. Bila
Jumlah mikrofilaria terlalu sedikit, maka
hanya sebagian kecil nyamuk dapat
menghisap mikrofilaria. Sebaliknya blla
jumlah mikrofilaria terlalu banyak maka
nyamuk yang menghisap mikrofilaria
akan mati. Tidak semua mikrofilariayang
masuk ke dalam lambung nyamuk akan
d.apat melangsungkan kehidupannya
berkembang menjadi lawa, kurang lebih
40% akan mati di dalam lambung
nyamuk.l6
Hasil pengamatan di lapangan
kemungkinan tidak ditemukannya L3
disebabkan karena penduduk sering

membersihkan lingkungan yang
ditumbuhi oleh tanaman

ai

walaupun
masih ditemukan adanya tumbuhan air tapi
sedikit, hutan yang sudah berubah fungsi
menjadi daerah perkebunan sehingga
perkembanganbiakan nyamuk terganggu.

Nyamuk dikatakan vektor yang efektif
apabila kepadatan tinggi, kepekaan

IZ

terhadap infeksi parasit filaria juga tinggi
dan memiliki afinitas yang tinggi pula
untuk menggigit manusia. Penularan yang
efisien akan terjadi jika didukung oleh
mikrofilaria dengan intensitas yang cukup
tinggi dalam darah, vektor yang efektif

disamping adanya sumber penular
(manusia dan hewan sebagai reservoir),
manusia yang rentan (host), dan
linglcurgan (fisik, biologik, ekonomi, dan

sosial :budaya) yang mendukung
penularan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso
dkk (2006) dan Lasbudi dkk (2004) di
Desa Sungai Rengit dan Desa Sebubus
kecamatan Talang Kelapa Kabupaten
Banyuasin yang tidak menemukan L3
padanyamuk."'"
Perubahan lingkungan sangat
mempengaruhi endemisitas .filariasis.

Perubahan lingkungan penyebab
hilangnya tempat berkembang biak
nyamuk vektor dapat menurunkan
endemisitas, bahkan dapat mengeliminasi
filariasis di suatu daerah. Tetapi sebaliknya

perubahan lingkungan penyebab
bertambahnya tempat berkembang biak
vektor dapat menaikkan endemisitas.

Menurut Soeyoko (2002) perilaku
penduduk dapat mengurangi atau
menambah kemungkinan penularan.'u

KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian epidemiologi filariasis ini
adalahsebagai berikut

1.

2.

:

Pada pemeriksaan darah hospes
reservoar (kucing) tidak ditemukan
mengandung mikrofilaria B.malayi,
tetapi ditemukan frlaria hewan yaitu
mikrofi laria Dirofi laria repens.
Setelah dilakukan pembedahan
terhadap 70 1 ekor nyamuk yang terdiri
dai L4 spesies tidak terdapat larva
stadium3 (L3).

SARAN
Diharapkan kepada masyarakat Desa

Hospes Reservoir dan Suspek Vektor Filariasis

Muara Padang agar lebih meningkatkan

Illustrated Key To Iosquitoes of

dan mempertahankan sikap perilaku dalam
usaha pencegahan penularan./i larias is dan

Vietnam. U. Department of Health,
Education, And Welfare Public Health
Service. Atlanta, Georgia. 1996.

kebersihan lingkungan sehingga penularan

Jiloriasis di daerah tersebut tidak terjadi di
masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Pedoman Progrant
Eliminasi Filariosis di Indonesia.
Ditjen PP & PL Depkes Ri. iakarta.
2008.

2. Widoyono. Penyakit Tropis
E p id e mio I o g i, P enul ar an,
dan P emberantas anny a.
Penerbir Erlangga. Jakarta. 2008.

P encegahan

3.

5.
6.

Ambarita, L.P., Oktarina, R.,
Sudomo, M. Epidentiologi Filariasis
di Desa Sungai Rengit Kecamatan
Talang Kelapa Kabupaten B an1:uasin

Tahun 2006. Buletin Peneiitian
Ke s ehatan. 200 6 ;3 6 (2).

14. Sudjadi, F.A. Filariasis di Beherapa

Daerah Endemik di Kalimantan
Timm'. Kajian Intraspesifik Brugia
ntalayi Penyebab Penyakit dan
Beberapa Segi Epidemiologinya.
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. i996.

15.

Banyuasin. Sumsel. 2009

Murli,

Prin,tip dan Metode Ri.set
Epidemiologi. Edisi kedua. Cetakan
Pertama. Penerbit Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta . 2003
Tracy J. Jaffe Diagnostic Sampling
and Theraper"itic Techniques dalan-t

Clinical'fextbook for

Veterinar-v

Technicians editor Dennis. I\4.,M &
Joanna i\d., B, , Sixth Edition, Elsevier
Saunders.2002

9.

Leemingsawat, S.,

T. Deesin,

S.

Vutikes. Determincttion o{' Filariae itt
Nlosqtitoes, in Practicul Entoruologl'
Malaria and Filat ia.iis. Sucharit, S., S.

Supavej (Eds). The Museum and
Reference Centre. Faculty of Tropical
Medicine, Mahidol University. 1 987

10.

Stojanovich, C.J., Scoot. H.G.

Sumarni, S., Soeyoko. Filariasis
Malayi di Wilayah Puskesmas

Mulia, Sampit, Kalimantan
Tengah (beberapa ./aktor ))ang
Cernpaka

B.

mempengaruhi periu!arannya).

Berita Kedokteran Masyarakat, i 998.
14(3):143-148.

.

8.

Ri. Kttnci ldentifikasi

13. Santoso,

Depkes RL Epidemiologi Filariasis,
2005, Ditl en P2&PL, Jakarta.
Dinkes Prop. Sumsel . Laporan
Talrunan.2009.
Dinkes Banyuasin. Eliminasi Penyakit
Kaki Gajah (Filariasis). Laporan

Tahrtnan. Dinkes Kabupaten

7.

Depkes

Nyamuk Mansonia. Diden PP & PL
Depkes RI. Jakarta. 2008.
12. Negahban, S., Daneshbod, \'., Atefi,
S., Daneshbod, K., Sadjjadi, SM",
Hosseini, S.V., Bedayat, GR., Abidi,
H. DiroJilaria rep?ns diagnosec! h1,*
the presence oJ'microJilariae in Jine
needle aspirates: a ca.te repart. Acta
Cytol 2007 ;51 (4) :567 -7 0.

Supali, T., Kumiawan, A., Oemiyati,
S. B uku Aj ar P aras i to I o gi Kedokteran.
Inge,S, Is, S.S, Pudji, K.S, Saleha, S
(Ed) Edisi keempat. FKUI. Jakarta.
2008

4.

11.

16.

Soeyoko" Penltakit F-aki Ga-jah
(Filariasi,t Lin{atik) ; Per'ruasalakatt
d(ut .4ltentat i1' Peiiuttgr:.trlungotittrLt.
Pidato Pengukuhan Jabatan Curu
Resar pada Fakultas I{edckteran

Uni-,rersitas Gadjah Mada.

YogSu

akarta . 2002.

t7. Lasbudi, P., Ambarita.. Sitorus, H.
Studi Komunitas Nyamuk c{i Desa
SebubtLs (Daerah Endemis Filarias is )
SrLmatera Selatan Tahtrn 2A04. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 2004;5(1):268315.

13

Dokumen yang terkait

RPS IRK 242 Klasifikasi Kodifikasi Penyakit 2

0 1 12

2. Mata kuliah ini berisi pengetahuan tentang konsep dan kiat-­‐kiat/trik dalam merancang dan menciptakan karya Desain Grafis seperti logo, poster, dalam rangka mempersiapkan mahasiswa sebagai tenaga desain profesional. Materi perkuliahan meliputi: pengel

0 1 14

Ketika Anda Menawarkan sesuatu, Calon CUSTOMER Anda mengatakan hal-hal ini

0 0 93

Bab ini mengenalkan DOM (Document Object Model) dan penggunaannya dalam program untuk mengakses dan memanipulasi dokumen XML. - 5. Pemrograman XML- DOM

0 2 17

PENDA}II'LUAN Ikan merupakan salah satu jenis dari sekian banyak bahan makanan hewani yang dibutuhkan manusia, karena di dalamnya terkandung bermacam-macam z-at yartg penting aftinya bagi tubuh, antara lain : zat putih telur, vitamin A, vitamin 81 dan

0 1 7

S egala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya , sehingga sampai saat ini ana

0 1 34

2. Berpuasa juga merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti jihad nafsi, melawan gangguan setan, bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila mencium aroma masakan yang mengundang nafsu atau melihat air segar yang menggiurkan kita h

0 0 42

Pasal 2 Dasar dan Asas a. Organisasi ini berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 b. Organisasi ini berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong - 6. GBPK OSIS

0 0 73

Peranan Anopheles sundaicus sebagai Vektor Penyakit Malaria di Beberapa Daerah Di Indonesia

0 0 7

Untuk mencari besar sampel yang

0 0 5