BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja - Penerapan Manajemen Risiko Pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN IV Unit Usaha Pabatu Tebing Tinggi Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecelakaan Kerja

2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

  Mesin dapat membuat keuntungan yang cukup besar bagi penggunaannya, namun dapat juga membuat kerugian karena mesin dapat sewaktu-waktu dapat rusak, meledak atau terbakar. Rusaknya mesin atau meledak ataupun terbakar disebut dengan kecelakaan. Kecelakaan bukan hanya disebabkan oleh alat-alat kerja tetapi juga disebabkan oleh kecenderungan pekerja untuk celaka (accident

  proneness ). Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997) adalah suatu kejadian tak

  diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur.

  Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki yang mengakibatkan terjadinya suatu kerugian baik terhadap manusia (cidera), harta benda (rusak), proses (gangguan/ terhenti) maupun lingkungan (kerusakan/ pencemaran) (PTPN IV, 2014). Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga karena tidak terdapat unsur kesengajaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan.

  Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja berarti kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Anizar, 2012).

  Teori kecelakaan kerja dirumuskan oleh Heinrich dan kemudia disempurnakan oleh Frank E.Bird. Teori tersebut dikenal dengan Teori Domino.

  Dalam teori sederhana ini dinyatakan bahwa kecelakaan tiak datang dengan sendirinya, ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan. Pada buku Practical Loos Control Leadership (1986), Frank E.Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses.

  Kurangnya Penyebab Penyebab Insiden Kerugian Pengendalian dasar langsung

  Tidak

  • Faktor - Tindakan Kontak - Manusia memadainya: personal tak aman dengan
  • Harta b>Faktor - Kondisi tak energi atau
  • Pro
  • Proses pekerjaan aman bahan produksi
  • Standar program
  • Pemenuhan standar

  Sumber : Frank E.Bird (1986)

Gambar 2.1 Teori Domino a.

  Kurangnya Sistem Pengendalian Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Tanpa manajamen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian.

  Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor: 1) Program yang tidak memadai.

  2) Standar program yang tidak memadai. 3) Tidak ada pemenuhan terhadap standar.

  b.

  Penyebab Dasar Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan kerugian.

  Penyebab dasar terdiri dari: 1)

  Faktor manusia Kurangnya kemampuan fisik atau mental, kurangnya pengetahuan, keterampilan, stress.

  2) Faktor pekerjaan

  Adanya standar kerja tidak cukup, rancang bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai.

  c.

  Penyebab Langsung Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi tindakan dan kondisi tidak aman.

  1) Tindakan tidak aman

  Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja yang aman yang mempunyai risiko terjadinya kecelakaan.

  2) Kondisi tidak aman

  Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya kecelakaan. d.

  Insiden Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang batas dari bahan atau struktur. Sumber energi ini dapat berupa tenaga mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik.

  Insiden adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkn hampir terjadinya suatu kerugian meskipun kondisi bahaya belum benar-benar terjadi. Insiden dapat menyebabkn cidera fisik atau kerusakan benda, seperti: terjatuh, terbentur, terpeleset.

  e.

  Kerugian Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi, maka akan menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan sangat mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja a.

  Tindakan tidak aman Tindakan tidak aman adalah tindakan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dan faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Hal itu juga didukung oleh hasil penelitian Bird, 1985 ada 85%, kasus kecelakaan kerja disebabkan oleh tindakan yang tidak aman dalam bekerja atau karena kesalahan manusia. Misalnya ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, salah mengartikan Standard Operational Procedure (SOP), pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura.

  b.

  Kondisi tidak aman Kondisi tidak aman menurut Hendrich, 1930 biasanya berasal dari lingkungan kerja, baik dari alat, material, atau lingkungan yang tidak aman dan berbahaya, contohnya lantai licin, tidak tersedia alat pelindung diri, alat pelindung diri yang tidak berfungsi dengan baik.

2.2 Asas Pencegahan Kecelakaan

  Dampak kecelakaan kerja dirasakan langsung oleh pekerja, dimana pekerja dapat mengalami cedera dari ringan sampai berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Dengan menerapkan usaha kesemalamatan dan kesehatan kerja (K3) pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan baik oleh pihak manajemen perusahaan maupun pihak pekerja.

1. Manajemen Perusahaan

  a) perusahaan melakukan evaluasi pendahuluan tentang karakteristik perusahaan sebelum dimulai oleh orang terlatih untuk mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja dan membantu memilih cara perlindungan pekerja yang tepat.

  b) Memberikan pelatihan untuk pekerja sebelum diizinkan bekerja.

  c) Pemeriksaan kesehatan.

  d) Memberikan demonstrasi kepada karyawan tentang pentingnya pemakaian alat pelindung diri (APD). e) Pelaksanaan housekeeping yang baik.

  f) Pemberian sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan.

2. Tenaga Kerja

  a) Memakai APD dengan sungguh-sungguh tanpa paksaan.

  b) Menyadari betapa pentingnya keselamatan kerja.

  c) Mematuhi peraturan yang berlaku di tempat kerja.

2.3 Manajemen Risiko

  Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi (Darmawi, 2004).

  Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/ perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/mengkoordinir dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penaggulangan risiko (Djojosoedarso, 1999).

  Manajemen risiko sebagai alat unuk melindungi perusahaan dari setiap kemungkinan yang merugikan. Dalam aspek K3 kerugian berasal dari kejadian yang tidak diinginkan yang timbul dari aktivitas organisasi. Tanpa menerapkan manajemen risiko perusahaan dihadapkan dengan ketidakpastian (Ramli, 2010).

  Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat antara lain :

  1. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang mengandung bahaya.

  2. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan.

  3. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan keamanan investasinya.

  4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap perusahaan.

  5. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.

  Adanya program penanggulangan risiko yang baik dari suatu perusahaan akan memberikan beberapa sumbangan yang sangat bermanfaat, antara lain: a. Evaluasi dari program penanggulangan risiko akan dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan.

  Meskipun hal ini secara ekonomis tidak menaikkan keuntungan perusahaan, sangat bermanfaat bagi perbaikan pengelolaan usaha di masa datang.

  b. Pelaksanaan program penanggulangan risiko juga dapat memberikan sumbangan langsung kepada upaya peningkatan keuntungan perusahaan.

  c. Pelaksanaan program penanggulangan risiko yang berhasil juga menyumbang secara tidak langusng kepada pencapaian keuntungan perusahaan, melalui:

  1. Keberhasilan mengelola risiko murni akan menimbulkan keyakinan dan kedamaian hati kepada pimpinan/pengurus perusahaan, sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa dan menyimpulkan risiko spekulatif yang tidak dapat dihindari.

  2. Karena masalah ketidakpastian sudah tertangani dengan baik oleh manajer risiko, maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dalam pengambilan kaputusan yang dapat mendatangkan keuntungan.

  3. Dengan diperhatikannya unsur ketidakpastian, maka perusahaan akan mampu menyediakan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya, yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai pertumbuhan. Menurut AS/NZS 4360 Risk Management Standard, manajemen risiko adalah “the culture, process, and structure that are directed towards the effective

  management of potential opportunities and adserve effects ”.

  Menurut standar AS/NZS 4360 tentang standar manajemen risiko, proses manajemen risiko meliputi:

  

Gambar 2.2Bagan Proses Manajemen Risiko (Sai Gobal: AS/NZS 4360 : 2004)

  1. Menentukan Konteks

  Manajemen risiko sangat luas dan dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan dan kegiatan. Karena itu langkah pertama adalah menetapkan konteks penerapan manajemen risiko yang akan dijalaankan agar proses pengelolaan risiko tidak salah arah dan tepat sasaran.

  a. Konteks Strategis

  b. Konteks Manajemen Risiko

  c. Kriteria Risiko

  2. Identifikasi Risiko

  Setelah menentukan konteks manajemen risiko yang akan dijalankan dalam perusahaan, maka langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi risiko. risiko yang mungkin terjadi di lingkungan kegiatan dan bagaimana dampak atau keparahannya jika terjadi.

  3. Penilaian Risiko

  Hasil identifikasi bahaya selanjutnya dianalisa dan dievaluasi untuk menentukan besarnya risiko serta tingkat risiko serta menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak.

  a) Analisa Risiko Anaalisa risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang dicerminkan dari kemungkinanndan keparahan yang ditimbulkannya.

  b) Evaluasi Risiko Evaluasi terhadap risiko apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak.

  4. Pengendalian Risiko

  Semua risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai tersebut harus dikendalikan, khususnya jika risiko tersebut dinilai memiliki dampak signifikan atau tidak dapat diterima. Dalam tahap ini dilakukan pemeilihan strategi penegendalian yang tepat ditinjau dari berbagai aspek seperti aspek financial, praktis, manusia dan operasi lainnya.

  5. Komunikasi dan Konsultasi

  Mengkomunikasikan risiko atau bahaya ke pada semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan organisasi atau perusahaan. Hasil atau proses mengembangkan manajemen risiko juga dikonsulatsikan ke semua pihak seperti pekerja, ahli, mitra kerja, pemasok dan lainnya yang kemungkinan terpengaruh mengisyaratkan perlunya partisipasi semua pihak dalam pengembangan dan penerapannya.

  6. Pemantauan dan Tinjauan Ulang

  Proses manajemen risiko harus dipantau untuk menentukan atau mengetahui adanya penyimpangan atau kendala dalam pelaksanaanya.

  Pemantauan juga diperlukan untuk memastikan bahwa sistem manajemen risiko telah berjalan sesuai dengan rencana yang ditentukan. Dalam hasil pemantauan diperoleh berbagai masukan mengenai penerapan manajemen risiko. Selanjutnya manajemen melakukan tinjauan ulang untuk menentukan apakah proses manajemen risiko telah sesuai dan menetukan langkah-langkah perbaikan.

2.3.1 Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Ramli, 2010).

  Manajemen risiko sangat erat hubungannya dengan K3. Timbulnya aspek K3 disebabkan karena adanya risiko yang mengancam keselmatan pekerja, sarana dan lingkungan kerja sehingga harus dikelola dengan baik. Sebaliknya, keberadaan risiko dalam kegiatan perusahaan mmendorong perlunya upaya keselamatan untuk mengendalikan semua risiko yang ada. Dengan demikian,

1. OHSAS 18001.2007

  Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global adalah OHSAS 18001. Manajemen risiko merupakan elemen inti yang disebutkan dalam Klausul

  4.3.1. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard

  , biasa dikenal dengan singkatan

  Identification, Risk Assasment dan Risk Control HIRARC.

  Berdasarkan hasil evaluasi dari kajian HIRARC perusahaan mengembangkan sasaran K3, kebijakan K3 dan program kerja untuk mengelola risiko tersebut, dengan demikian pengembangan sistem manajemen K3 adalah berbasis risiko (Risk Based Safety Management System).

2. SMK3 Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012

  Di Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 diberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dikenal dengan SMK3. SMK3 menempatkan manajemen risiko sebagai salah satu elemen penting antara lain penyusunan rencana K3 harus mempertimbangkan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko. Hubungan manajemen risiko dan sistem manajemen K3 dapat dilihat pada

Gambar 2.3 Hubungan Manajemen Risiko dengan Sistem Manajemen K3

2.3.2Proses Pengembangan Manajemen Risiko

  Perusahaan dapat mengembangkan manajemen risiko dengan skala yang lebih luas misalnya dalam lingkup ERP (Manajemen Risko Korporat) yang berarti menyangkut berbagai jenis manajemen risiko yang ada. Perusahaan juga dapat mengembangkan manajemen risiko dalam konteks K3 sebagai bagian dari manajemen K3.

  Proses penerapan manajemen risiko dalam perusahaan terdiri atas eman langkah yaitu:

  1. Dukungan manajemen

  2. Kebijakan dan organisasi manajemen risiko

  3. Komunikasi

  5. Mengelola risiko tingkat unit kegiatan

  6. Pemantauan dan tinjauan ulang Step-1 Step-2 Step-3 Step-4 Step-5 Step-6

  Step in developing and implementing a risk management program

  Step-1 Step-2 Step-3 Step-4 Step-5 Step-6

  Support of Senior Management Develop Organizational Communicate

  Policy The Policy Manage risk at Organizational Manage risk At

  Level the program Monitoring Project and Team

  Review

Gambar 2.4 Langkah Pengembangan dan Penerapan Manajemen Risiko

  1. Komitmen Manajemen Penerapan manajemen risiko dalam perusahaan tidak akan berhasil jika tidak dilandaskan komitmen manajemen. Manajemen risiko pada dasarnya adalah upaya strategis seorang pemimpin unit usaha untuk mengelola bisnisnya dengan baik, karena itu manajemen risiko harus menjadi bagian integral dalam manajemen perusahaan.

  2. Penetapan Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan mengenai manajemen risiko ini mengandung komitmen perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko, untuk melindungi pekerja, aset perusahaan, masyarakat pengguna dan kelangsungan bisnis perusahaan. sebagai tindak lanjut komitmen, disusun prosedur manajemen untuk manajemen risiko jawab dalam manajemen risiko, prosedur pelaksanaan, sumber daya.

  3. Sosialisasi Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan dan program manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada semua unsur dalam perusahaan. Komunikasi penting, agar seluruh pekerja mengetahui kebijakan perusahaan, memahami, dan kemudian mengikuti dan mendukung dalam kegiatan masing-masing.

  4. Mengelola Risiko pada level korporat ( tingkat manajemen) Manajemen risiko harus dimulai pada tingkat korporat atau perusahaan, agar dapat diidentifikasi apa saja risiko yang ada, baik internal maupun eksternal perusahaan. Berdasarkan kebijakan tersebut, dikembangkan program implementasi manajemen risiko yang dimulai dari tingkat organisasi atau perusahaan. Dalam tahap ini, dijalankan proses manajemen risiko mulai dari penentuan konteks, identifikasi bahya, sampai proses pengendaliannya.

  5. Mengelola risiko pada tingkat unit kegiatan atau proyek Risiko pada level ini lebih bersifat teknis dan langsung di tempat kerja.

  Proses pengendalian risiko di tingkat ini lebih bersifat teknis dan dikembangkan sesuai kondisi operasi yang ada dalam perusahaan.

  6. Pemantauan dan Tinjauan Ulang Hasil pelaksanaan manajemen risiko harus dipantau secara berkala untuk memastikan bahwa proses telah berjalan baik dan efektif. Hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko akan menentukan objektif dan sasaran K3.

  Penerapan manajemen risiko dalam perusahaan tidak mudah dan menghadapi berbagai kendala, misalnya:

  1. Informasi tidak memadai Keberhasilan kajian risiko sangat ditentukan oleh ketersediaan data yang diperlukan.

  2. Informasi mengenai K3 yang berkaitan dengan proses atau produksi tidak memadai Informasi mengenai K3 mislanya dapat diperoleh melalui informasi dalam MSDS (Material Safety data Sheet), manual peralatan atau fasilitas operasi, hasil audit dan lainnya.

2.4 Metode Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRARC)

  Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko (HIRARC- Hazards

  Identification, Risk Assesment, dan Risk Control) yang merupakan bagian dari

  manajemen risiko. Program K3 harus mampu menjawab isu yang ditemukan dalam HIRARC yang digunakan sebagai dasar menentukan objektif dan target serta program K3 yang jelas dan terukur (Ramli, 2010).

  Langkah-langkah manajemen risiko dengan menggunakan HIRARC (Suma’mur, 1986): 1.

   Hazard Identification

  mengindentifikasi semua bahaya yang melekat pada suatu pekerjaan. Area kerja termasuk juga meliputi mesin peralatan kerja, laboratorium, area perkantoran gudang dan angkutan.

  2. Risk Assessment Suatu proses penilaian risiko terhadap adanya bahaya di tempat kerja.

  3. Risk Control

  Suatu proses yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan semua kemungkinan bahaya di tempat kerja serta melakukan peninjauan ulang secara terus menerus untuk memastikan bahwa pekerjaaan mereka telah aman.

  Proses pembuatan HIRARC terbagi menjadi empat langkah yaitu: a. Mengklasifikasikan jenis pekerjaan b.

  Mengidentifikasi jenis bahaya c. Melakukan penilaian risiko (mengalisis dan menghitung kemungkinan terjadinya bahaya (occurrence) serta tingkatan keparahan (severity)).

  d.

  Pengendalian risiko

2.4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

  Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya, adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi bahaya

  Landasan dari program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan.

  Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat anatara lain:

  a. Mengurangi peluang kecelakaan

  b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.

  c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan.

  Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:

  a) Teknik Pasif

  Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung. Cara ini bersifat primitif dan terlambat karena kecelakaan te;ah terjadi, baru kita mengenal dan mengambil langkah penceghan. Teknik ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat terlihat dengan mudah.

  b) Teknik semi proaktif

  Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak mengalaminya sendiri setelah itu baru mengetahui adanya bahaya. Namun teknik ini juga kurang efektif karena: 1.

  Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan.

  2. Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk diambil sebagai pelajaran.

  3. Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain. c) Teknik proaktif

  Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif, atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan anatara lain: 1.

  Bersifat preventif karena dikendallikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera

  2. Bersifat peningkatan berkelanjutan karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya perbaikan. Meningkatkan “awareness” semua pekerjaan setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerja.

3. Dapat mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya

2.4.2 Penilaian Risiko

  Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besarnya akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilihan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko ringan atau dapat diabaikan.

  Penilaian risiko bertujuan untuk memberikan makna terhadap suatu bahaya yang teridentifikasi untuk memberikan gambaran sebera besar risiko tersebut. Sehingga dapat diambil tindakan lanjut terhadap bahaya yang teridentifikasi, apakah bahaya itu dapat diterima atau tidak.

  Dalam menilai suatu risiko berbagai standar dapat kita gunakan sebagai acuan, salah satu diantaranya adalah standar AS/NZS 4360 yang membuat matrik atau peringkat risiko sebagai berikut: 1.

  E : Extreme Risk 2. H : High Risk 3. M : Moderat Risk 4. L : Low Risk

  Matrik atau peringkat risiko sebaiknya dikembangkan sendiri oleh perusahaan sesuai dengan kondisi masing-maisng. Hal ini dikarenakan setiap sangat beragam (Ramli, 2010).

  Teknik penilaiam risiko yang dapat kita gunakan untuk menilai risiko kecelakaan kerja dianataranya adalah:

1. Teknik Kualitatif

  Metoda kualitatif menggunakan matrik risiko yang menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang dinyatakan dalam bentuk rentang dari risiko rendah sampai risiko tinggi.

  Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui risiko suatu kegiatan atau fasilitas. Pendekatan ini dilakukan jika data-data yang lengkap tidak tersedia. Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan atau

  likelihood diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai dengan risko yang dapat terjadi setiap saat.

  Untuk keparahan dikategorikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya kerugian kecil dan yang paling parah jika dapat menimbulkan kejadian fatal atau kerusakan besar terhadap aset perusahaan.

Tabel 2.1 Ukuran K ualitatif dari “ likelihood”

  Level Descriptor Uraian A Almost Certain Dapat terjadi setiap saat B Likely Kemungkinan terjadi sering C Possible Dapat terjadi sekali-sekali D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang

Tabel 2.2 Ukuran K ualitatif dari “consequency”

  Level Descriptor Uraian

  1 Insignifant Tidak terjadi cedera, kerugian finasial kecil

  2 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang

  

3 Moderate Cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian

finansial besar

  4 Major Cedera berar lebih satu orang, kerugian besar, gangguan produksi

  

5 Catastrophic Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan

dampak luas yang berdampak panjang, terhentinya seluruh kegiatan.

  2. Teknik Semi Kuantitatif Teknik semi kuantitatif dapat dilakukan jika data-data yang tersedia lebih lengkap. Nilai risiko digambarkan dalam angka numerik, namun nilainya tidak bersifat absolute. Teknik ini baik digunakan untuk risiko yang bersifat komulatif. Dalam pengaplikasiannya dibutuhkan sedikit keahlian dalam menggunakan Analisa Lapis Proteksi (LOPA).

  3. Teknik Kuantitatif Analisa risiko kuantitatif menggunakan pehitungan probabilitas kejadian atau kensekuensinya dengan data numerik. Besarnya risiko lebih dinyatakan dalam angka seperti 1, 2, 3 atau 4 yang namanya 2 mengandung arti risiko dua kali lipat dari 1. Oleh karena itu, hasil perhitungan kuantitatif akan memberikan

  Evaluasi risiko merupakan proses membandingkan level atau tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazard dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. Jika risiko tidak dapat diterima, perlu dilakukan langkah pengendalian risiko untuk menekan tingkat risiko.

2.4.3 Pengendalian Risko

  Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risko. Pengendalian risiko dilakukan terhadap seluruh bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat risiko untuk menentukan prioritas dan cara pengendaliannya.

  OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut:

  1. Eliminasi 2.

  Substitusi 3. Pengendalian teknis 4. Pengendalian administratif Penggunaan alat pelindung diri (APD)

  Menurut standar AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara ginerik dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

  1. Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan atau pengguanaan proses, bahan, alat yang berbahaya.

  2. Mengurangi kemungkinan terjadi 3.

  Mengurangi konsekuensi kejadian 4. Pengendalian risiko ke pihak lain 5. Menanggung risiko yang tersisa. Penanganan risiko tidak mungkin menjamin risiko atau bahaya hilang seratus persen, sehingga masih ada sisa riisik yang harus ditanggung perusahaan. Strategi pengendalian risiko antara lain:

1. Menekan Likelihood

  Pengurangan kemungkinan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu secara teknis, administratif dan pendekatan manusia.

  a.

  Pendekatan Teknis

  a) Eliminasi

  Risiko dapat dihindarkan dengan menghilangkan sumbernya. Jika sumber bahaya dihilangkan maka risiko yang akan timbul dapat dihindarkan. Beberapa contoh teknik eliminasi antara lain: 1.

  Mesin yang bisa dimatikan atau dihentikan sehingga tempat kerja bebas dari kebisingan

2. Lobang bekas galian di tengah jalan ditutup dan ditimbun

  Penggunaan bahan kimia berbahaya dihentikan

  b) Substitusi

  Teknik subtitusi adalah mengganti bahan, alat atau cara kerja dengan yang lain sehingga kemungkinan kecelakaan kerja dapat ditekan.

  c) Pengendalian jarak

  Kemungkinan kecelakaan atau risiko dapat dikurangi dengan melakukan pengendalian jarak anatra sumber bahaya dengan penerima.

  b.

  Pendekatan Administratif Pendekatan ini dilakukan untuk mengurangi kontak antara penerima dengan sumber bahaya. c.

  Pendekatan Manusia Memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai cara kerja yang aman, budaya keselamatan dan prosedur keselamatan.

  2. Menekan Konsekuesni

  Pendekatan berikutnya untuk mengendalikan risiko adalah dengan menekan keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkannya. Berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsekuensi antara lain: a.

  Tanggap darurat Keparahan suatu kejadian dapat ditekan jika perusahaan memiliki sisstem tanggap darurat yang baik dan terencana.

  b.

  Penyediaan alat pelindung diri mengurangi dampak atau konsekuensi dari suatu kejadian.

  c.

  Sistem pelindung Dengan memasang sistem pelindung, dampak kejadian dapat ditekan.

  Misalnya dengan memasang tanggul sekeliling tangki, jika ada kebocoran atau tumpahan, maka cairan tidak akan menyebar ke daerah sekitarnya sehingga dampak kejadian dapat dikurangi.

  3. Pengalihan Risiko

  Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya: a.

  Kontaktual, yang mengalihkan tanggungjawab K3 kepada pihak lain, misalnya pemasok atau pihak ketiga. b.

  Asuransi, dengan menutup asuransi untuk melindungi potensi risiko yang ada dalam perusahaan.

2.5 Penerapan Manajemen Risiko berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012

  Menurut Wahyudin dalam Enggar (2013), dalam PP No.50 Tahun 2012 tentang SMK3 terdapat 12 elemen dan 166 kriteria, dimana elemen dan kriteria tersebut berfungsi sebagai penilaian penerapan SMK3 di perusahaan. Di bawah ini elemen-elemen serta kriterianya yang berkaitan dengan HIRAC berdasarkan PP No. 50 tahun 2012 antara lain: 1.

  Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen P2K3 menitiberatkan kegiatan prosedur mengendalikan risiko.

  Pembuatan dan pendokumentasian Rencana K3 a. terdapat prosedur terdokumentasi untuk identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3.

  b. identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3 sebagai rencana strategi K3 dilakukan oleh petugas yang berkompeten.

3. Pengendalian Perancangan dan Peminjaman Kontrak a.

  Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko yang dilakukan pada tahap perancangan dan modifikasi.

  b.

  Prosedur yang terdokumentasi harus mampu mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko K3 bagi tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat, dimana prosedur tersebut digunakan pada saat memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak.

4. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3

  Keamanan bekerja berdasakan SMK3 adalah gambaran pelaksanaan SMK3 yang menyangkut proses kerja, lingkungan kerja, maupun sumber manusianya. Kriteria-kriteria dalam elemen ini terdiri dari: a.

  Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi potensi bahaya dan telah menilai risiko-risiko yang timbul di tempat kerja.

  b.

  Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan, jika ditemukan potensi risiko yang membahayakan harus segera dilakukan upaya tindakan perbaikan.

  Pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, hiegnitas dan sanitasi.

  2. Pendidikan dan pelatihan 3.

  Insentif, penhargaan dan motivasi diri 4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi, dan

  5. Penegakan hukum c. APD disediakan dan digunakan secara benar serta dipelihara dengan baik.

  d.

  APD yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak pakai sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

5. Standar Pemantauan

  Standar pemantauan adalah standar untuk inspeksi, pengukuran dan pengujian-pengujian terhadap bahaya dan risiko di tempat kerja. Kriteria- kriteria dalam elemen ini terdiri dari: a.

  Inspeksi tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur.

  b.

  Pemantauan lingkungan kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya dicatat dan dipelihara.

  c.

  Pemantauan lingkungan kerja fisika, kimia, biologis, radiasi dan psikologis.

  d.

  Peralatan inspeksi, pengukuran dan pengujian.

  e.

  Pemantauan kesehatan. Pelaporan dan perbaikan kekurangan

  Pelaporan dan perbaikan kekurangan adalah prosedur pelaporan terhadap temuan-temuan potensi bahaya yang ada terdapat di lingkungan kerja serta dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Kriteria-kriteria dalam elemen ini, antara lain: a.

  Pelaporan keadaan darurat b.

  Terdapat prosedur sumber bahaya dan tenaga kerja perlu diberitahu mengenai proses pelaporannya.

  c.

  Kecelakaan kerja dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan.

  d.

  Perusahaan mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan kerja.

7. Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan a.

  Jenis pelatihan K3 yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengendalian potensi bahaya.

  b.

  Manajer dan pengawas menerima pelatihan yangs sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka.

  c.

  Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi dan Prevalensinya - Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 12-14 Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 12-14 Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung

0 0 6

I. Identitas Responden - Analisis Kunjungan Wisatawan di Kawasan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan - Analisis Kunjungan Wisatawan di Kawasan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kunjungan Wisatawan di Kawasan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Persepsi Pemangku Kepentingan Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 Terhadap Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kesawan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Kajian Persepsi Pemangku Kepentingan Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 Terhadap Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kesawan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 11 8

Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 1 16

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja untuk Mengurangi Keluhan Musculoskeletal Pada Bagian Pengayakan di UD. Pusaka Bakti

0 0 19