Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pairshare (TPS) Berbantuan Media Visual dalam Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN 1 Jeruk Kecamatan Selo Kabupaten

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar

2.1.1.1 Pengertian Belajar

  Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melalui pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru (Hamdani 2011: 71).

  Slameto (2010: 2) menyatakan “belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

  Menurut Gagne (dalam Suprijono 2011: 2) belajar merupakan perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Sedangkan menurut Morgan (dalam Suprijono 2011:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama yaitu: belajar berkaitan dengan perubahan perilaku, perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dan perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

  Menurut Hamalik (2007: 21) bahwa “Kegiatan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara- cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.”

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas mengenai pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada peserta didik secara kontinyu dalam usahanya memperoleh pengetahuan sebagai pengalaman individu itu sendiri untuk berinteraksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh setiap orang, guna memperoleh pengalaman baru dan perubahan-perubahan pada dirinya.

  2.1.1.2 Tujuan belajar Tujuan belajar menurut (Hamalik 2007:73) merupakan sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Hamalik (2007:73-75) membagi komponen- komponen tujuan belajar menjadi tiga:

  a. Tingkah laku terminal Merupakan komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. Tingkah laku itu merupakan bagian dari tujuan hasil yang diharapkan dalam belajar.

  b. Kondisi-kondisi tes Merupakan tujuan belajar yang menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan atau ujian yang diberikan oleh guru yang tidak sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.

  c. Ukuran-ukuran perilaku Merupakan suatu pernyataan tentang ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. Suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.

  2.1.1.3 Unsur-unsur belajar Belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait mengkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku

  (Gagne, dalam Rifa’i 2009 :84). Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut : a.

  Peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik, warga belajar, dan peserta organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh peserta didik diorganisir di dalam syaraf dan ada beberapa rangsangan yang disimpan di dalam memori. Kemudian memori tersebut diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat di amati seperti gerakan syaraf atau otot dalam merespon stimulus.

  b.

  Rangsangan (stimulus), peristiwa yang merangsang pengindraan pembelajar disebut situasi stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

  c.

  Memori, memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.

  d.

  Respon, tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon.

  Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada di dalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulud tersebut.

2.1.1.4 Teori-Teori Belajar

2.1.1.4.1 Teori Konstruktivisme

  Menurut Trianto (2007:28) menyatakan bahwa teori konstrutivis merupakan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

  Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan bahwa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Nur (dalam Trianto, 2007:28)

2.1.1.4.2 Teori Piaget

  Piaget membagi perkembangan belajar terdiri dari beberapa stadium atau tahap perkembangan kognisi (dalam Winataputra, dkk 2007:3.40) yaitu : a. Tahap sensomotorik/instingtif ( 0-2 tahun)

  Tahap ini merupakan tahap dimana anak mengatur sensorinya (indranya) dan tindakan-tindakanya. Pada tahap ini anak mempunyai konsepsi tentang objek objek secara permanen. Artinya anak belum dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau didengar.

  b. Tahap pra-operasional/intuitif ( 2-7 tahun) Tahap ini bermula pada saat anak telah memahami objek-objek secara sempurna, artinya anak sudah mempunyai kesadaran akan eksistensi suatu benda yang ada atau bisa ada walaupun benda tersebut sudah tidak dilihat atau didengarnya lagi. Dalam peride ini anak juga memiliki kemampuan berbahasa mulai mengunakan kata-kata yang tepat mengekspresikan kalimat-kalimat pendek yang logis.

  c. Tahap konkret operasional ( 7

  • – 11 tahun) Tahap ini anak sudah mulai dapat berpikir rasional. Namun kemampuan berpikir intuitifnya seperti pada masa praoperasional tidak hilang sampai anak memasuki masa remaja. Dalam tahap ini anak dapat mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu kedalam sistem pemikiranya sendiri sehingga ia mampu mengambil keputusan secara logis.

  d. Tahap formal operasional ( 11 tahun ke atas) Tahap ini dikatakan terjadi pada anak yang mulai beranjak dewasa. Pada tahap ini anak menggunakan operasi konkretnya untuk membentuk opersai yang lebih kompleks. Pada tahap ini pola pikir anak juga mulai berubah ia sudah mulai asyik dengan konsep-konsep abstrak seperti keadilan, ideal, tangung jawab, dll.

  Berdasarkan tahap perkembangan belajar diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan belajar yang tepat untuk anak sekolah dasar adalah tahap operasional konkret karena pada tahap ini siswa disajikan contoh secara konkret atau dengan alat peraga sehingga pengetahuan siswa akan terbentuk dengan baik.

2.1.2 Hakekat Pembelajaran

  Oemar Hamalik (2003:57) menyatakan bahwa, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Lebih lengkap lagi Oemar Hamalik menjelaskan tantang unsur manusiawi meliputi peserta didik, pendidik, dan tenaga lainnya. Unsur material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

  Pembelajaran menurut Hardini dan Puspitasari (2012:10) merupakan suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru unuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi, pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.

  Sedangkan definisi Pembelajaran menurut Corey (dalam Syaiful Sagala 2010:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

  Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang sengaja diciptakan untuk menghasilkan proses belajar yang didalamnya melibatkan peserta didik, pendidik dan sumber belajar yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan tertentu yang bertujuan tercapainya tujuan pembelajaran.

2.1.2.1 Ciri-ciri Pembelajaran

  Menurut Oemar Hamalik (2003:65) terdapat tiga ciri khas yang tekandung a) Rencana

  b) Kesalingtergantungan (interdependence)

  c) Tujuan Berdasarkan tiga ciri khas pembelajaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

  Rencana Merupakan pembuatan rencana khusus untuk melakukan penataan terhadap unsur-unsur yang terdapat pada sistem pembelajaran. Unsur-unsur tersebut yaitu: ketenaga kerjaan, material, dan prosedur.

  b.

  Kesalingtergantungan (interdependence) Saling ketergantungan disini adalah ketergantungan antara unsur-unsur dalam sistem pembelajaran yang serasi secara keseluruhan. Setiap unsur memiliki sifat tersendiri, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

  c.

  Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari sistem pembelajaran harus dirumuskan agar dalam menentukan tindakan yang akan dilaksanakan dapat lebih terarah.

  Dan yang menjadi tujuan utama dari sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar, sehingga siswa dapat menguasai kompetensi dasar.

2.1.3 Hasil Belajar

  Tujuan yang ingin dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran salah satunya adalah mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal bukanlah hal yang mudah, akan tetapi memerlukan kerja dan ketekunan belajar yang serius. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

  Menurut Agus Suprijono (2011:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Selanjutnya pendapat Agus Suprijono (2011:7) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya dikatagorikan oleh pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif.

  • – Menurut pendapat Sudjana (2009:22) hasil belajar dalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

  Sementara Oemar Hamalik (2003: 30) mengemukakan bahwa “hasil belajar bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dan kemampuan yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.

  Hasil belajar didapat baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri. Mengingat tujuan akhir yang dicapai dalam belajar adalah merubah tingkah laku seseorang pada langkah yang lebih maju sesuai dengan kemampuannya, maka diperlukan suatu strategi belajar yang mempunyai kerangka berfikir objektif tujuan khusus untuk mendapatkan hasil belajar yang terprogram.

  Hasil belajar menurut Benyamin S. Bloom atau sering disebut Taksonomi Bloom (dalam Sudjana 2009:22-23) hasil belajar dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Perincianya lebih lanjut sebagai berikut : 1.

  Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu: a)

  Pengetahuan (knowledge)

  Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi peserta didikan) yang telah tercapai sebelumnya. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; menyebutkan, menjelaskan kembali, menunjukkan, menuliskan, memilih, mengidentifikasi, mendefinisikan.

  b) Pemahaman (comprehention)

  Pemahaman merupakan kemampuan menagkap makna atau arti dari suatu konsep. Tingkah laku operasional khusus yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain yaitu membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi contoh, mengubah, membuat rangkuman, menulisksan kembali, dan melukiskan dengan kata-kata sendiri.

  c) Penerapan (aplication)

  Aplikasi mengacu pada kemampuan menggunakan materi peserta didikan yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Tingkah laku operasional khusus yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; menghitung, memecahkan, mendemonstrasikan, mengungkapkan, menjalankan, menggunakan, menghubungkan, mengerjakan, mengubah, menunjukkan proses, memodifikasi, mengurutkan.

  d) Analisis

  Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tife hasil belajar ini antara lain; menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan, membuat garis besar, merinci, membedakan, menghubungkan, memilih alternatif.

  e) Sintesis

  Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan kemampuan bagian- bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain : mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun, mencipta,merancang, mengkonstruksi, mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan, menghubungkan, f) Penilaian (evaluation)

  Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi peserta didikan (pernyataan, novel, puisi, laporan) untuk tujuan tertentu. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan hasil belajar ini antara lain; menilai, membandingkan, mempertimbangkan, mempertentangkan, menyarankan, mengeritik, menyimpulakan, mendukung, menberikan pendapat.

  2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

  a) Penerimaan (receiving) : mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, dan sebagainya).

  b) Jawaban (resonding) : reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar.

  c) Penilaian (valuing) : berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi.

  d) Pengorganisasian (Organitation) : pengembangan nilai kedalam satu nilai organisasi, termasuk menetukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

  e) Karakteristik nilai : keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

  3. Ranah Psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat 6 aspek ranah psikomotoris yaitu: a)

  Gerakan refleks (ketermpilan pada gerakan yang tidak sadar)

  b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

  c) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.

d) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

  e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. f) Kemampuan yang berkenaan dengan no descursive komunukasi seperti gerakan ekspresif, interpretatif.

2.1.4 Model Pembelajaran

  Menurut Joyce dan Weil (dalam Rusman 2011:133) menyatakan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran dapat dijadik an pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikanya. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar.

  Menurut Winataputra (dalam Sugiyanto 2008:7) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

  Secara lebih sederhana, model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru kelas (Suyatno, 2009: 26).

  Model pembelajaran terdapat strategi untuk mencapai kompetensi yang harus dikuasai siswa, yaitu dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Sedangkan metode pembelajaran merupakan jabaran dari berbagai pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan pada pencapaian tujuan. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik sendiri merupakan cara konkrit yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan uraian tersebut, guru dapat berganti-ganti pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran (Suyatno, 2009:26).

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk dari pembelajaran yang didalamnya terdapat pendekatan, metode dan teknik tertentu yang digambarkan dengan prosedur yang sistematis untuk mengatur aktivitas pembelajaran sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

  Guru perlu memilih model pembelajaran yang cocok untuk strategi pembelajaran yang diterapkan kepada siswanya. Pemilihan strategi pembelajaran harus juga memperhatikan asumsi bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan dengan baik untuk semua bahan kajian. Semua model pembelajaran memiliki keunggulan dan kekurangan.

  Selanjutnya Sugiyanto (2008: 8) mengutarakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran, yaitu : 1) Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 2) Sifat bahan/materi ajar. 3) Kondisi siswa. 4) Ketersediaan sarana-prasarana belajar.

  Sofan Amri (2013:7-8) mengemukakan ada beberapa macam model pembelajaran, yaitu : a) Pembelajaran mencari dan bermakna.

  b) Pembelajaran terpadu.

  c) Pembelajaran kooperatif.

  d) Pembelajaran picture and picture.

  e) Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).

  f) Model pembelajaran berdasarkan masalah.

  g) Model penemuan terbimbing.

  h) Model pembelajaran langsung.

i) Model Missouri Mathematics Project (MMP).

  j) Model pembelajaran problem solving. k) Model pembelajaran problem posing.

2.1.5 Hakekat Pembelajaran Kooperatif

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Agus Suprijono (2010:54), model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk- bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

  Slavin (dalam Isjoni 2011:15)

  “In cooperative learning methods, students

work together in four member teams to master material initially presented by the

teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif

  adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok- kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

  Ibrahim, dkk (2005:3) mengemukakan bahwa ”pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menuntut kerja sama siswa dan ketergantungan dalam struktur tugas, ujian dan hadiah . Model pembelajaran kooperatif

  ” dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keagamaan, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

  Depdiknas (2003:5), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

  Berdasarkan beberapa pengertian dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar yang melibatkan siswa untuk bekerja sama secara kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran.

  Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakanya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan : memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama. Pengetahuan, nilai dan keterampilan diakui oleh merekan yang berkompeten menilai.

2.1.5.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif ditandai oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan. Siswa bekerja dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif atau membutuhkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

  Menurut Ibrahim (2005:67), adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

  1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan suatu materi belajarnya.

  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah.

  3. Bilaman mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda.

  4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

2.1.5.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

  Ada empat unsur penting dalam menjalankan pembelajaran kooperatif, yaitu :

  1. Saling ketergantungan positif, dalam proses pembelajaran guru menciptakan suasana belajar yang kebergantungan antara sesame, dalam hal (1) Pencapaian tujuan pembelajaran; (2) Proses pembelajaran dikelas; (3) Menyelesaikan pekerjaan belajar; (4) Sumber atau bahan belajar; (5) Berperan proses pembelajaran.

  2. Interaksi tatap muka, dalam belajar kelompok, siswa dapat melakukan dialog dengan sesame maupun dengan guru yang berhubungan dengan materi yang dipelejari, dengan interaksi ini, siswa diharapkan dapat diproduktif, kreatif, dan inovatf dalam pembelajaran.

  3. Akuntabilitas individu, walaupun proses pembelajaran kooperatif ini menekankan kepada belajar kelompok, namun proses penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dalam rangka melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah dipelajari. Hasil penilaian tersebut disampaikan guru kepada kelompok, agar anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan, dan yang dapat memberi bantuan. Nilai kelompok didasarkan oleh rata-rata hasil belajar semua. Oleh karena itu, tiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompoknya.

  4. Ketrampilan menjalin hubungan, penerapan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan dan meningkatkan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi, kelompok dan kelas.

2.1.5.4 Tujuan dan Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Ibrahim (2005:7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan tehadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial.

  1) Hasil belajar akademik

  Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan atau aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik yang berhubungan dengan hasil belajar.

  2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

  Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian sehingga tercipta saling ketergantungan satu sama lain dan belajar untuk menghargai pendapat orang lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

  Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi juga berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru

  Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

  Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2 Menyajikan informasi

  Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

  Fase 5 Evaluasi

  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasilnya

  Fase 6 Memberikan penghargaan

  Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya atau hasil belajar individu dan kelompok.

  Sumber: Ibrahim, dkk (dalam Hamdani 2011:34-35)

  Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir cooperative learning meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah dipelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha individu maupun kelompok Ibrahim, dkk ( dalam Hamdani 2011:35).

2.1.6 Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)

2.1.6.1 Pengertian Think-Pair-Share (TPS)

  Metode pembelajaran Think-Pair-Share merupakan metode sangat sederhana tetapi sangat bermanfaat yang dikembangkan oleh Lyman dari Universitas Maryland (Slavin, 2008:257). Metode Pembelajaran ini menempatkan pendidik sebagai fasilitator bukan sebagai pemberi informasi. Pembelajaran

  

Think-Pair-Share merupakan metode pembelajaran kooperatif. Pendekatan ini

  memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

  Menurut Isjoni (2009:112) menyatakan bahwa Think-Pair-Share merupakan metode yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.

  Menurut Arends (dalam Trianto 2007:61) menyatakan bahwa Think-Pair-

  

Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

  diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan proses yang digunakan dalam

  

Think-Pair-Share (TPS) dapat memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk

  berfikir, untuk merespon dan saling membantu

  Think-Pair-Share dimaksudkan sebagai alternatif terhadap metode guru terhadap siswa merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas (Thobroni dan Mustofa, 2011:297).

  Maka disimpulkan bahwa model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan suasana pola diskusi kelas. Hal ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok-kelompok kecil. Selain itu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think-Pair-Share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas.

2.1.6.2 Langkah-langkah Pembelajaran Think-Pairs-Share (TPS)

  Menurut Trianto (2007:61-62) ciri utama pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Yaitu langkah think (berpikir secara individual), pair (berpasangan dengan teman sebangku), dan share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas). Langkah 1 : Berfikir (Think)

  Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian dari berfikir. Langkah 2 : Berpasangan (Pair)

  Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan suatu msalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Langkah 3 : Berbagi (Share)

  Pada langkah akhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan kepasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan

2.1.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Think-Pairs-Share (TPS)

  Kelebihan model pembelajaran Think-Pair-Share menurut Assyafi'i (2009) yaitu: a.

  Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

  b.

  Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok c. Interaksi lebih mudah.

  d.

  Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.

  e.

  Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

  f.

  Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.

  g.

  Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.

  h.

  Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk, mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah. i.

  Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

  Kekurangan model pembelajaran Think-Pais-Share menurut Assyafi’i (2009) yaitu : a.

  Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan atau harus bergabung dengan kelompok lain.

  b.

  Lebih sedikit ide yang muncul. d.

  Menggantungkan pada pasangan.

  e.

  Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

  Solusi untuk kekurangan dari model pembelajaran Think-Pair-Share ini adalah: (1) Guru harus benar-benar pintar mengatur pembentukan kelompok agar siswanya tidak ada yang tidak mendapatkan pasangan (2) Guru memonitor terus kinerja siswa; (3) Pembagian pasangan kelompok dengan teman sebangku, hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya perselisihan dalam kelompok; (4) Semua siswa harus aktif dalam kelompoknya; (5) Guru aktif dalam membimbing kelompok.

2.1.7 Hakekat Pembelajaran IPA

2.1.7.1 Pengertian IPA

  IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Menurut Hardini (2012:149) bahwa pembelajaran IPA merupakan berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Definisi ini memberikan pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA meliputi tiga cakupan yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan IPA sebagai sarana pengembangan sikap ilmiah.

  a.

  IPA sebagai proses Hakikat IPA sebagai proses yaitu urutan atau langkah suatu kegiatan untuk memperoleh hasil pengumpulan data melalui metode ilmiah. Tahapan dalam proses penelitian ini meliputi: observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis, mengenadalikan variable, merencanakan dan melaksanakan penelitian

  (2001:5) IPA sebagai proses adalah memahami bagaimana mengumpulkan fakta- fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterprestasikanya. Keterampilan proses atau keterampilan sains disebut juga keterampilan belajar seumur hidup, sebab keterampilan-keterampilan ini dapat juga dipakai untuk kehidupan sehari-hari dan untuk bidang studi lain.

  b.

  IPA sebagai produk Hakikat IPA sebagai produk adalah hasil yang diperoleh dari suatu pengumpulan data yang disusun secara lengkap dan sistematis. IPA sebagai produk terdapat empat bagian, diantaranya: 1) Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau terjadi. 2) Konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang saling berhubungan. 3) Prinsip adalah kumpulan dari beberapa konsep. 4)

  Teori atau hokum adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima Contoh IPA sebagai produk adalah penguapan disebut juga evaporasi, daur air adalah perputaran air secara terus menerus, stratosfer merupakan bagian atmosfer bumi, dll.

  c.

  Hakikat IPA sebagai sikap ilmiah.

  Beberapa sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada diri anak tingkat MI/SD, yaitu: a. Sikap ingin tahu.

  b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu.

  c. Sikap kerja sama.

  d. Sikap tidak berprasangka.

  e. Sikap berpikir bebas.

  f. Sikap kedisiplinan diri.

2.1.7.2 Ruang lingkup IPA SD/MI

  Ruang lingkup bahan kajian IPA di MI/SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat MI/SD, ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1.

  Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

  2. Benda/materi, sifat-sifat, dan keguanaannya meliputi: cair, padat dan gas.

  3. Energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

  4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, sumber daya alam, dan benda- benda langit lainnya.

2.1.7.3 Pembelajaran IPA di SD/MI

  Pembelajaran IPA di SD harus dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

  Berdasarkan pemaparan materi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaklah sesuai dengan karakteristik anak usia SD dengan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan bertindak, dan mengembangankan sikap-sikap tertentu mengenai gejala-gejala alam melalui pengalaman secara langsung atau dengan contoh secara nyata atau menggunakan alat peraga.

  Kurikulum KTSP tahun 2006 (Depdiknas, 2006:484) menetapkan tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekonologi dan masyarakat.

2.1.7.4 Teori Pembelajaran IPA di SD

  Menurut Trianto (2007:28), menyatakan bahwa teori konstrutivis merupakan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

  Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan bahwa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide merek sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut, Nur (dalam Trianto, 2007:28).

  Berdasarkan teori diatas siswa harus membangun pengetahuanya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Teori ini sangat berkaitan dengan pembelajaran IPA di SD karena dalam pembelajaran IPA di SD siswa diharuskan langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses juga sikap ilmiah. Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator, motivator, evaluator dan transformator untuk siswa mengembangkan pengetahuanya sendiri.

2.1.8 Keaktifan

2.1.8.1 Pengertian Keaktifan

  Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2011:98). Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aktif berarti giat (bekerja, berusaha). Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses pembelajaran yang ditempuh mendapatkan hasil yang baik dan maksimal. Menurut Sardiman (2011: 100) menyatakan bahwa aktifitas yang baik yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa disekolah. Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

  Sedangkan menurut (Sugandi, 2007:75), menyatakan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya keterlibatan dalam bentuk fisik seperti duduk melingkar, mengerjakan/ melakukan sesuatu, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses analisis, analogi, komparasi, penghayatan, yang kesemuanya merupakan keterlibatan siswa dalam hal psikis dan emosi.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar adalah segala Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Assure dalam Meningkatkan Keterampilan Proses IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Asinan 01 Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Assure dalam Meningkatkan Keterampilan Proses IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Asinan 01 Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Assure dalam Meningkatkan Keterampilan Proses IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Asinan 01 Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan Eksperimen pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Project Based Learning bagi Siswa Kelas V di SDN Tingkir Tengah 1 Semester II Tahun Pelajaran 2014 / 2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Project Based Learning bagi Siswa Kelas V di SDN Tingkir Tengah 1 Semester II Tahun Pelajaran 2014 / 2015

0 0 83

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Autentikasi Time Based One Time Password (TOTP) MD5 dan Kriptografi AES-CBC 128 bit untuk Proses Penerimaan Data dalam Aplikasi Pelaporan

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Sistem Akseptasi Klaim PT. Jakarta Teknologi Utama Motor Menggunakan Pega Systems: Studi Kasus PT. Jakarta Teknologi Utama Motor, Jakarta

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Teknik Kriptografi AES dan One Time Password pada Aplikasi Pelaporan Berbasis Social Media

0 0 20

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pairshare (TPS) Berbantuan Media Visual dalam Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kela

0 1 7