BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Menggunakan Jasa Tiki Di Jalan Dr.Mansyur, Medan

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Landasan Teori

  Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun masalah yang sedang diteliti serta memberikan batasan secara umum, sehingga tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Juliandi dan Irfan, 2013:38). Adapun landasan teori dalam penelitian ini adalah :

2.1.1 Teori SOR

  Menurut De Flure, teori SOR atau Stimulus-Organism-Response ini merupakan teori yang dapat menghasilkan suatu respons atau perilaku (Effendy, 2003:254). Maksudnya adalah keadaan internal individu dapat menghasilkan respons atau perilaku tertentu jika ada stimulus. Menurut teori ini pula, respons atau perilaku yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus sehingga seseorang dapat memperkirakan dan menghasilkan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Adapun unsur-unsur dalam teori ini adalah pesan (Stimulus, S), komunikan (Organism, O), dan Efek (Response, R).

  Teori SOR melibatkan suatu stimulus berupa komunikasi yang dijadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan agar konsumen mengetahui keberadaan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Kesuksesan pemasaran suatu produk bergantung pada pengembangan produk dan stimuli pemasaran pada persepsi konsumen yang relevan dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh konsumen. Stimuli yang dimaksud adalah semua bentuk komunikasi, baik itu fisik, visual, dan verbal yang dapat mempengaruhi respon individu dalam membuat keputusan pembelian.

  Stimuli utama yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah stimuli pemasaran, yaitu semua bentuk komunikasi atau stimuli fisik yang dapat mempengaruhi respon individu. Konsumen akan menafsirkan pesan seperti yang diinginkan oleh perusahaan yang dapat berdampak pada sikap dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen akan terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, dan usaha) untuk membeli dan menggunakan produk yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen, maka aspek-aspek yang mempengaruhi konsumen secara individu, seperti persepsi, cara memperoleh informasi, sikap, kepribadian, dan gaya hidup konsumen sangat diperlukan.

  Brand image berkaitan dengan persepsi konsumen tentang sebuah merek

  sebagai cerminan dari asosiasi-asosiasi merek yang tertanam dalam benak konsumen. Brand image dibangun dengan menciptakan suatu image dari suatu perusahaan ataupun produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen. Konsumen akan bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda terhadap suatu produk apabila brand tersebut dapat memancarkan asosiasi dan citra tertentu (Kotler dan Keller, 2007:93).

  Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image. Brand image meliputi asosiasi yang dimiliki konsumen, yaitu semua pikiran, perasaan, dan perbandingan bahkan warna yang secara mental dihubungkan pada suatu brand dibenak konsumen (Aaker, 1996:321). Tingkat brand image dikatakan tinggi apabila terdapat jaringan makna-makna dalam ingatan ataupun dibenak konsumen.

  Bila dikaitkan dengan pengaruh brand image terhadap keputusan konsumen dalam menggunakan jasa TIKI di jalan Dr.Mansyur No.4, Medan, maka hubungan dari teori SOR ini adalah sebagai berikut :

  a. : Brand image TIKI Stimulus

  b. : Konsumen yang menggunakan jasa TIKI Organism

  c. : Timbulnya keputusan konsumen dalam menggunakan jasa Response TIKI.

  Melalui teori SOR ini, peneliti akan menguraikan bagaimana brand image dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam menggunakan jasa TIKI di jalan Dr. Mansyur No.4, Medan.

2.2 Jasa

  Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, yaitu dari mulai pelayanan personal sampai jasa sebagai suatu produk. Menurut Kotler (2005:21) jasa adalah setiap tindakan atau keinginan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya jasa tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

  Sedangkan menurut Tciptono (2004:6) jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2005:243) mendefinisikan jasa sebagai suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, dikunsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah, seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat yang bersifat tidak berwujud.

  Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu kegiatan yang ditawarkan oleh pelaku usaha dalam memberikan manfaat atau kepuasan kepada konsumen yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan terhadap sesuatu. Didalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa. Jasa juga bukan merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas-aktivitas tersebut tidak berwujud.

2.2.1 Karakteristik Jasa

  Menurut Tciptono (2004:15) ada empat karakteristik pokok jasa yang membedakannya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut adalah :

1. Intangibility (Tidak Berwujud)

  Jasa bersifat intangibility, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, didengar, atau diraba. Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja atau usaha. Konsep

  intangibility memiliki dua pengertian (Berry dalam Tciptono, 2004:15), yaitu :

a) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

  b) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.

  Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia menikmatinya sendiri. Apabila konsumen membeli jasa tertentu, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut, namun tidak memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu, konsumen dapat memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut dengan melihat kualitas dari para pegawainya, tempat, simbol, dan juga harga yang bisa mereka rasakan. Tugas pemasaran adalah bagaimana hal-hal yang tidak terwujud itu bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk dan wujud yang bisa menunjukkan kualitas jasa.

  2. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan) Sebuah jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa.

  Keduanya mempengaruhi output dari jasa tersebut. Dalam hubungan antara penyedia jasa dengan konsumen ini, maka efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting.

  3. Variability (Berubah-Ubah) Jasa bersifat berubah-ubah karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi dan seringkali meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan memilih penyedia jasa. Suatu jasa biasanya juga sulit dibuat standar kualitasnya karena masing-masing mempunyai standar proses tersendiri dan

4. Perishability (Daya Tahan)

  Jasa bersifat perishability, artinya jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang diwaktu yang akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan. Berbeda dengan produk, suatu jasa tidak bisa disimpan dan tidak tahan lama. Dengan demikian, apabila suatu jasa tidak digunanan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.

2.3 Brand

  Brand merupakan elemen penting bagi perusahaan. Brand dapat

  memberikan nilai kepada konsumen dan sekaligus kepada perusahaan. Brand dapat mempengaruhi keyakinan konsumen atas keputusan yang dibuat untuk membeli suatu produk.

  Menurut Utami (2014:250) brand adalah suatu nama atau simbol pembeda, seperti logo yang mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual dan membedakan produk atau jasa itu dari atau dengan penawaran pesaing.

  Sedangkan menurut Durianto (2001:1) brand merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu barang/jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

  Bilson Simamora (2001:149) juga mengungkapkan bahwa brand adalah nama, tanda, istilah, simbol, desain, atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan membedakan barang atau layanan suatu penjual dari barang atau layanan penjual lain.

  Menurut Kotler (2003:349) brand adalah suatu nama, kata, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu.

2.3.1 Tingkatan Brand

  Pada hakikatnya, brand mengidentifikasi penjual dan pembeli. Brand dapat berupa nama, merek dagang, logo atau simbol lain. Brand memiliki enam level pengertian menurut Kotler (2000 : 460), yaitu : 1.

  Atribut pertama-tama mengingatkan orang pada atribut-atribut tertentu.

  Brand

  Atribut tersebut mencirikan produk sehingga menjadi hal pertama yang diingat oleh konsumen.

  2. Manfaat Pelanggan tidak hanya membeli atribut, tetapi mereka juga membeli manfaat. Oleh karena itu, atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

  3. Nilai Brand juga mencerminkan sesuatu mengenai nilai-nilai oleh pembeli.

  Yang dinilai oleh pembeli adalah prestasi, keamanan, dan persentase tinggi. Pemasar harus mengetahui nilai yang sesuai dengan paket manfaat yang diinginkan oleh konsumen.

  4. Budaya Brand mencerminkan budaya tertentu.

  5. Kepribadian

  Brand juga dapat menggambarkan kepribadian. Hal ini diakibatkan karena

  konsumen biasanya mencocokkan kepribadian mereka yang sesuai dengan brand.

  6. Pemakai

  Brand juga dapat menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk.

2.3.2 Karakteristik Brand

  Apabila perusahaan telah memutuskan untuk memberi brand pada suatu produk, maka brand apapun yang digunakan semestinya mengandung sifat berikut ini seperti yang dikemukakan oleh Bilson Simamora (2001:154) : 1.

  Mencerminkan manfaat dan kualitas; 2. Singkat dan sederhana; 3. Mudah diucapkan, didengar, dibaca, dan diingat; 4. Memiliki kesan berbeda dari merek-merek yang sudah ada; 5. Dapat didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum sebagai hak paten.

  Setiap perusahaan dalam menentukan brand bagi produknya harus mempunyai dan memenuhi karakteristik di atas. Apabila brand sudah mempunyai dan memenuhi karakteristik tersebut, maka brand itu akan lebih mudah dapat diterima oleh konsumen.

2.3.3 Manfaat Brand

  Brand merupakan aset perusahaan yang tak ternilai harganya. Brand dapat

  membantu perusahaan memperluas lini produk serta mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi produknya. Oleh karena itu, brand sangat diperlukan karena

  

brand dapat memberi manfaat bagi konsumen, produsen, public, seperti yang

  dikemukakan oleh Bilson Simamora (2001:153), yaitu : a.

  Bagi Konsumen Manfaat brand bagi konsumen adalah :

  • Brand dapat menceritakan sesuatu kepada pembeli tentang mutu.
  • Brand membantu menarik perhatian konsumen terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka.

  b.

  Bagi Produsen Manfaat brand bagi produsen, yaitu :

  • Brand memudahkan penjual untuk mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul.
  • Brand memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas suatu produk.
  • Brand memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan.
  • Brand membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
c.

  Bagi Public Adapun manfaat brand bagi public adalah sebagai berikut, yaitu :

  • Pemberian brand memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten.
  • Brand meningkatkan efisiensi pembeli karena brand dapat menyediakan informasi tentang produk dan dimana membelinya.
  • Meningkatkan inovasi produk baru karena produsen terdorong untuk menciptakan keunikan baru guna mencegah peniruan dari pesaing.

2.4 Image

  Kotler dan Keller (2007:388) menjelaskan bahwa image adalah cara masyarakat mempersepsi atau memikirkan perusahaan atau produknya. Image juga merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan, sebab image adalah salah satu kriteria yang digunakan konsumen dalam membuat keputusan membeli.

  Untuk itu, perusahaan perlu membangun image yang baik di mata konsumen dengan usaha yang keras karena belum tentu apa yang diproyeksikan perusahaan sama dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen.

  Menurut Kotler (2000:296) image yang positif mempunyai 2 fungsi, yaitu: 1. Image membentuk karakter produk atau perusahaan dengan cara tersendiri, sehingga tidak keliru dengan pesaing.

2. Image menyalurkan kekuatan emosional.

2.5 Brand Image

  Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan

  melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004:244). Menurut Tciptono (2005:49)

  

brand image merupakan deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan terhadap segala

  sesuatu tentang merek suatu produk yang dipikirkan, dirasakan, dan divisualisasikan oleh konsumen. Sedangkan menurut Kotler (2002:63) brand

  

image adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang

terhadap suatu merek.

  Menurut Hogan (dalam Lutiary Eka Ratri, 2007:52) brand image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa, dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Sedangkan Aaker (1996:68) menyatakan bahwa brand image adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemasar.

  Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa brand image adalah persepsi dan keyakinan terhadap sekumpulan asosiasi suatu merek yang terjadi dibenak konsumen. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikannya kepada konsumen. Brand image yang positif diciptakan oleh suatu asosiasi merek yang kuat, unik, dan baik. Brand image juga berhubungan dengan informasi yang ada dalam ingatan konsumen terhadap suatu jasa atau produk.

  Brand image merupakan aspek yang cukup menjadi pertimbangan

  konsumen dalam melakukan pembelian. Brand image dapat menjadi pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap tertentu suatu merek. Brand image yang baik akan membuat konsumen melakukan pembelian atas produk atau jasa seketika tanpa pikir panjang karena

  

brand image yang baik akan memberikan konsumen tersebut rasa percaya diri

  (Kertajaya, 2004:2). Sebuah produk tanpa brand image yang kuat sangat sulit untuk mendapatkan konsumen baru dan mempertahankan konsumen yang lama.

2.5.1 Manfaat Brand Image

  Brand image merupakan hal yang penting dalam pemasaran. Dengan

  adanya brand image yang kuat dibenak konsumen, maka akan dapat membawa perusahaan menuju pada puncak kesuksesannya. Brand image juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan sudah tepat atau belum. Ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan para pelaku usaha ketika brand image yang mereka bangun berhasil menguasai pasar, seperti yang dikemukakan oleh Rangkuti (2004:17), yaitu :

  1. Brand image dapat dibuat sebagai tujuan dalam strategi pemasaran.

  2. Brand image dapat dipakai sebagai suatu dasar untuk bersaing dengan brand lain dari produk yang sejenis.

  3. Brand image dapat membantu memperbaharui penjualan suatu produk.

  4. Brand image dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek kualitas dari strategi pemasaran.

  Menurut Sutisna (2001:83), ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari brand image yang positif, yaitu :

  Konsumen dengan brand image yang positif terhadap suatu brand akan lebih a. memungkinkan untuk melakukan tindakan pembelian.

  b. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan brand image positif yang telah terbentuk terhadap brand produk lama.

  Dengan demikian, brand image merupakan elemen penting bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitas pemasarannya. Brand image suatu produk yang positif akan mempengaruhi minat konsumen untuk membeli produk tersebut dibandingkan membeli produk yang sejenis dari perusahaan lain. Untuk itu, perusahaan harus dapat selalu mempertahankan dan meningkatkan brand image yang telah dibangun secara positif dibenak konsumen.

2.5.2 Komponen Brand Image

  Menurut Biel dalam jurnal penelitian Darmawan (2004:41) komponen yang membentuk brand image adalah :

1. Citra Perusahaan

  Citra yang ada dalam perusahaan merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Perusahaan sebagai organisasi berusaha membangun imagenya agar nama baik perusahaan tetap bagus dibenak konsumen, sehingga akan mempengaruhi segala hal mengenai apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Pengukuran citra perusahaan menggunakan dimensi popularitas, layanan, dan jaringan pengiriman yang dimiliki oleh perusahaan.

  2. Citra Pemakai Citra pemakai merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa.

  Citra pemakai dapat dibentuk langsung dari pengalaman dan kontak dengan pengguna merek tersebut. Pengukuran citra pemakai menggunakan dimensi gaya hidup/kepribadian dan kenyamanan yang dirasakan oleh konsumen.

  3. Citra Produk Citra produk merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Pengukuran citra produk menggunakan dimensi kualitas dan jaminan yang diberikan pada suatu produk/jasa yang ditawarkan perusahaan.

2.6 Keputusan Pembelian

  Keputusan pembelian menurut Kotler (2002:204) adalah suatu tindakan konsumen untuk membentuk referensi diantara merek-merek dalam kelompok pilihan dan membeli produk yang paling disukai. Sedangkan keputusan pembelian menurut Setiadi (2003:415) merupakan suatu proses pengintegrasian yang mengkombinasikan sikap pengetahuan konsumen untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya.

  Menurut Shciffman yang dikutip oleh Sumarwan (2004:289) keputusan pembelian konsumen adalah pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Menurut Suharno (2010:96) keputusan pembelian adalah tahap di mana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk, serta

  Menurut Sutisna (2001:15) pengambilan keputusan oleh konsumen adalah suatu proses yang dilakukan untuk melakukan pembelian suatu produk yang diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian itu sendiri adalah hasil evaluasi alternatif dari berbagai merek yang ada untuk dijadikan referensi dalam proses pengambilan keputusan.

2.6.1 Tahapan-Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

  Proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu pembelian barang atau jasa diawali dengan adanya kesadaran konsumen atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk, biasanya konsumen melalui berbagai tahapan proses. Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian digambarkan oleh Kotler (2005:174) seperti gambar berikut :

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan

  Perilaku Pengenalan Evaluasi Keputusan Pencarian pasca masalah alternatif pembelian informasi pembelian

  Sumber: (Kotler, 2005:224) 1. Pengenalan masalah

  Proses ini dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang nyata dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun eksternal. Pengukuran pengenalan masalah oleh konsumen ini menggunakan dimensi kebutuhan dan

2. Pencarian Informasi

  Proses ini terjadi pada saat seorang konsumen terdorong kebutuhannya yang memungkinkan konsumen tersebut untuk mungkin mencari atau mungkin tidak mencari informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen tersebut kuat dan produk tersebut berada didekatnya, mungkin konsumen akan langsung membelinya. Jika tidak, maka kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja. Pencarian informasi digolongkan kedalam dua jenis, yaitu pencarian informasi karena perhatian yang meningkat sehingga pencarian informasi hanya sedang-sedang saja dan pencarian informasi secara aktif dilakukan dengan mencari informasi dari segala sumber. Sumber informasi konsumen terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu :

  a) Sumber pribadi yang terdiri dari keluarga, teman-teman, dan tetangga.

  b) Sumber niaga yang terdiri dari berbagai sumber periklanan, petugas penjual, dan kemasan.

  c) Sumber umum yang meliputi media massa dan juga organisasi konsumen.

  d) Sumber pengalaman yang didapat melalui penggunaan suatu produk.

  3. Evaluasi Alternatif Pada tahap ini, konsumen memproses dan menggunakan segala informasi yang ada untuk mengevaluasi berbagai merek alternatif dalam sejumlah pilihan untuk membuat keputusan akhir. Pada tahap ini pula, konsumen juga akan memperhatikan ciri-ciri atau sifat produk yang berkaitan langsung dengan kebutuhan mereka dan juga akan menggali kembali ingatannya pada suatu brand. Konsumen mencoba menyeleksi persepsinya sendiri mengenai image suatu brand tersebut yang akan menciptakan minat untuk membeli. Pengukuran evaluasi alternatif oleh konsumen ini menggunakan dimensi seleksi penilaian alternatif dan harga yang ditawarkan oleh perusahaan.

  4. Keputusan Pembelian Tahap ini terjadi ketika konsumen benar-benar memutuskan untuk membeli suatu produk yang paling disukai. Biasanya konsumen akan memilih merek yang disukai. Ada tiga faktor penyebab timbulnya keputusan pembelian, yaitu :

  a) Sikap orang lain,

  Keputusan membeli itu banyak dipengaruhi oleh teman-teman, tetangga atau siapa yang ia percaya.

  b) Situasi yang tidak terduga,

  Seperti faktor harga, pendapatan keluarga dan manfaat yang diharapkan dari produk tersebut.

  c) Faktor-faktor yang dapat diduga

5. Perilaku Pasca Pembelian

  Sesudah melakukan pembelian terhadap suatu produk, maka konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus pemasar perhatikan setelah produk terjual, yaitu : a)

  Keputusan pasca pembelian, yaitu keadaan dimana konsumen merasa puas dengan produk yang dibelinya. Kepuasan pembelian merupakan suatu fungsi kedekatan antara harapan pembeli terhadap suatu kinerja produk yang dirasakan. Apabila kinerja produk kurang dari apa yang diharapkan, maka pelanggan akan kecewa, tetapi bila kinerja produknya sesuai dengan yang diharapkan maka pelanggan akan puas.

  b) Tindakan pasca pembelian, yaitu tindakan yang akan diambil konsumen setelah melakukan pembelian. Apabila konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar mereka akan membeli produk itu dan juga akan mengatakan hal-hal yang baik mengenai

  brand tersebut pada orang lain. Sebaliknya, jika konsumen tidak

  puas, maka akan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut. Bahkan, konsumen akan mengadukan keluhan pada perusahaan tersebut. Tingkat kepuasan konsumen merupakan suatu fungsi dari keadaan produk yang sebenarnya dengan keadaan produk yang diharapkan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi aktivitas konsumen untuk melakukan pembelian berikutnya, tetapi jika konsumen merasa tidak puas, maka konsumen akan beralih ke merek lain. Pengukuran perilaku pasca pembelian konsumen ini menggunakan dimensi kepuasan atau ketidakpuasan.

2.6.2 Pihak-Pihak Yang Berperan Dalam Pengambilan Keputusan

  Secara khusus, pemasar harus dapat mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian, jenis-jenis keputusan pembelian, dan langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Lima peran yang dimainkan orang dalam membuat keputusan pembelian menurut Bilson Simamora (2001:94) adalah sebagai berikut : 1.

  Pencetus (initiator), yaitu orang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli suatu produk atau jasa tertentu.

  2. Pemberi pengaruh (influencer) adalah orang yang pandangan atau sarannya dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan akhir konsumen.

  3. Pengambil keputusan (decider) adalah orang yang sangat menentukan setiap komponen keputusan pembelian, seperti apakah membeli, apa yang akan dibeli, kapan hendak membeli dan dengan cara bagaimana membeli, dan dimana akan membeli.

  4. Pembeli (buyer) adalah orang yang akan melakukan pembelian nyata.

  5. Pemakai (user) adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan

2.7 Kerangka Berpikir

  Kerangka berpikir merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai yang akan menentukan dalam merumuskan hipotesis dalam penelitian (Nawawi, 2001:40). Kerangka berpikir bertujuan untuk mengemukakan objek penelitian secara umum dalam bentuk kerangka variabel yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

  

Brand Image

  Citra Perusahaan Citra Pemakai Citra Produk

  Keputusan Pembelian Sumber : Diolah oleh peneliti (2015)

Dokumen yang terkait

Perbandingan Prediksi Leeway space dengan Menggunakan Analisis Moyers dan Tanaka-Johnston pada Murid Sekolah Dasar Suku Batak di Kota Medan

0 0 13

1. Saudara sering berkunjung ke Rumah Baca Lontung. - Pengaruh Pemanfaatan Taman Bacaan Terhadap Peningkatan Minat Baca di Rumah Baca Lontung Samosir

0 0 21

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pemanfaatan Taman Bacaan Masyarakat - Pengaruh Pemanfaatan Taman Bacaan Terhadap Peningkatan Minat Baca di Rumah Baca Lontung Samosir

1 1 28

Pengaruh Pemanfaatan Taman Bacaan Terhadap Peningkatan Minat Baca di Rumah Baca Lontung Samosir

0 0 12

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN 2.1 Sekilas Tentang Desa Sei Nagalawan - Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

0 1 28

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

1 1 17

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 8

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 12