STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN METE DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN METE DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

Oleh Yuliningsih H0808162 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

commit to user

DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna memperoleh derajat gelar sarjana pertanian Pada Fakultas Pertanian Uiversitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh Yuliningsih H0808162 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2013

commit to user

DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

Yang diajukan dan disusun oleh : Yuliningsih H0808162

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : 06 Maret 2013 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si NIP. 1960122619862001

Anggota I

Emi Widiyanti, SP, M.Si NIP. 197803252001122001

Anggota II

Ir. Agustono, M.Si NIP. 196408011990031004

Surakarta, Maret 2013 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP. 19560225 198601 1 001

commit to user

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang maupun instansi yang telah membantu pembuatan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harissudin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dr. Ir. Eny Lestari, MSi selaku pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu Emi Widiyanti, SP., M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing pendamping yang telah memberikan pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.

6. Bapak Ir. Agustono, M.Si selaku dosen penguji, terima kasih atas saran dan masukannya.

7. Keluarga tercinta, Alm. Bapak, semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, Ibu, Mbak Ati’, Siti, Zeefha, Bapak, Mas Darto yang senantiasa memberi cinta dan kasih sayang kepada Penulis, arahan, masukan, motivasi, waktu serta doanya, terima kasih untuk semuanya. Senyum kalian adalah semangat buatku, I love you all.

8. Sahabat-sahabat “45”, Tyas, Bundo, Sanah, Rina, Enril, Bayu, Aziz, Sigit, terima kasih atas segala persahabatan, kebersamaan, dan pengalaman berharga selama kita bersama. Semoga kita dipertemukan lagi dalam kebersamaan pada waktu yang yang lebih indah.

commit to user

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu dan pelayanan yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan Penulis.

10. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat; Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal; Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri; Pimpinan dan staf Kecamatan Jatisrono serta semua responden di Kecamatan Jatisrono yang telah memberikan ijin dan data-data penelitian.

11. Teman-teman Wisma Almamater Ceria: Rizki, Widya, Dian, Mb Linda, Mb Tira, Mb Lia, Dek Septi, Dek Ayu, Dek Sri, Ratna, Dek Martha, Mimi, Putri, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan kepada Penulis.

12. Keluarga Besar GEMMA dan Arisan 2008 FP UNS atas segala persaudaraan dan pelajaran indah. Semoga Allah senantiasa meridhoi langkah kita. Semoga kesuksesan selalu bersama kita. Amin ya Rabb.

13. Keluarga besar dan teman-teman FUSI FP UNS, BIRO AAI FP terima kasih bersedia berbagi ilmu dan pengalaman yang dahsyat.

14. Teman-teman Co-Ass. Sistem Pertanian Terpadu, Studi Kelayakan Investasi Agribisnis, Sistem Informasi Manajemen, dan Perencanaan Pembangunan Wilayah terima kasih atas pengalamannya.

15. Keluarga besar Agribisnis angkatan 2008, yang telah berjuang bersama, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama kuliah ini. Semoga kesuksesan selalu bersama kita. Amin ya Rabb.

16. Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan Penulis serta mengharap kritik dan saran yang membangun. Sebagai penutup semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Maret 2013 Penulis

commit to user

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ................................................................. 57

B. Keragaan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ....................................................................... 56

C. Kondisi Faktor Internal Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .................................... 74

D. Kondisi Faktor Eksternal Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .................................... 82

E. Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ................................ 90

F. Prioritas Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ................................ 92

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................... 100

B. Saran ............................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 103

LAMPIRAN ...................................................................................................

commit to user

Tabel 1. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 .................................................. 2 Tabel 2. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Meurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2011 ................................................... 2 Tabel 2. Jumlah Usaha Agrindustri Pengolahan Mete Menurut Kecamatan

di Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 ............................................... 3 Tabel 4. Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia.................................... 15 Tabel 5. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 .................................................. 31

Tabel 6. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2010 .................................................... 32 Tabel 7. Responden dalam

Perumusan Strategi

Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 38

Tabel 8. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ..................................... 40 Tabel 9. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ....................................... 40 Tabel 10. Matriks SWOT ................................................................................ 42 Tabel 11. Matriks QSP .................................................................................... 43 Tabel 12. Penggunaan Lahan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ............... 45 Tabel 13. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Jatisrono

Tahun 2010 dan 2011 ...................................................................... 46 Tabel 14. Penduduk Kecamatan Jatisrono Menurut Golongan Umur Tahun

2011 (orang) .................................................................................... 48 Tabel 15. Jumlah Penduduk di Kecamatan Jatisrono Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2011 (orang) ..................................................... 49 Tabel 16. Sarana Perekonomian di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ........... 49 Tabel 17. Jumlah Sarana Angkutan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ...... 50 Tabel 18. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Kecamatan Jatisrono

Tahun 2011 (kw) ............................................................................. 51 Tabel 19. Komoditi Perkebunan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2010

(Batang) ........................................................................................... 50 Tabel 20. Populasi Ternak di Kecamatan Jatisrono Tahun 2010 (Ekor) ......... 52

commit to user

2007 ................................................................................................. 53 Tabel 22. Identitas Responden Pelaku Usaha Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ..................................... 54 Tabel 23. Karakteristik Usaha Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri ........................................................ 55 Tabel 24. Identitas Responden Pemerintah dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 56

Tabel 25. Identitas Responden Pedagang Pengepul dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 56

Tabel 26. Identitas Responden Konsumen Akhir dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 57

Tabel 27. Ketenagakerjaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 59 Tabel 28. Rata-Rata Total Biaya Produksi pada Agroindustri Pengolahan

Mete Selama 1 Bulan ....................................................................... 60 Tabel 29. Rata-Rata Penerimaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete Selama 1 Bulan ................................................... 62 Tabel 30. Rata-Rata Keuntungan Usaha pada Agroindustri Pengolahan

Mete Selama 1 Bulan ....................................................................... 62 Tabel 31. Rata-Rata Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan per kg Produk

Pada Agroindustri Pengolahan Mete ............................................... 63 Tabel 32. Ciri-ciri Kelas Kacang Mete ............................................................ 69 Tabel 33. Sumber Modal Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 72 Tabel 34. Identifikasi Faktor-Faktor Internal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 75

Tabel 35. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 81 Tabel 36. Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 83

Tabel 37. Matriks External Factor Evaluation (IFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 89

commit to user

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .......................................................................................... 91

Tabel 39. Matriks QSP dalam Pengembangan Agroindustri Pengolahan

Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ........................ 93

commit to user

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ............................................. 27 Gambar 2. Tahapan Penelitian ......................................................................... 33 Gambar 3. Rantai Pemasaran Kacang Mete di Kecamatan Jatisrono .............. 71

commit to user

Nomor

Judul

Lampiran 1. Data Responden .......................................................................... Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ................................................................... Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian .................................................................... Lampiran 4. Peta Kecamatan Jatisrono ........................................................... Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ..............................................................

commit to user

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai banyak sekali potensi alam, salah satunya di bidang pertanian. Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Akan tetapi, pembangunan pertanian kurang menjadi perhatian. Salah satu solusi pengembangan sektor pertanian yaitu dengan adanya agroindustri. Agroindustri merupakan suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian (Putra, 2008).

Menurut Austin (1992), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara berkembang karena empat alasan, yaitu: Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Kedua, agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi.

Salah satu subsektor pertanian yang dapat dikembangkan sebagai agroindustri adalah subsektor perkebunan. Selama tahun 2004 - 2009 sub sektor perkebunan menyumbang sekitar 12,7% dari perolehan devisa yang dihasilkan dari sektor non-migas (Kementan, 2010). Salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah biji jambu mete (cashew nut). Luas areal tanaman jambu mete di Indonesia sekitar 499.279 ha dengan produksi 76.656 ton pertahun (Deptan, 2000). Pengembangan jambu mete dicanangkan pertama kali oleh Pemerintah pada pertengahan tahun 1972, yang diawali dengan program penghijauan pada lahan kritis oleh Sub Sektor Kehutanan (Karmawati, 2008).

Jawa Tengah merupakan salah satu penghasil jambu mete di Indonesia. Jambu mete ini tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah.

commit to user

menunjukkan peringkat satu sampai lima disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

No.

Kabupaten/Kota

Luas (ha)

Produksi (ton)

1. Kabupaten Wonogiri

20.505,00

7.145,00

2. Kabupaten Sragen

1.088,50

297,40

3. Kabupaten Blora

1.023,07

290,28

4. Kabupaten Jepara

740,57

233,85

5. Kabupaten Rembang

522,00

116,96 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2012

Berdasarkan data luas areal dan produksi pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa Kabupaten Wonogiri merupakan Kabupaten yang memiliki luas areal dan produksi tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota yang ada di provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, Kabupaten Wonogiri berkembang menjadi salah satu sentra pengolahan mete karena didukung oleh kondisi geografis yang sesuai untuk perkebunan jambu mete dan Wonogiri dapat mendominasi pasar dengan berhasil memasok mete hingga 70% lebih dan menembus pasar ekspor ke beberapa negara tetangga (BI, 2000).

Tanaman jambu mete merupakan tanaman yang menjadi ciri khas di Kabupaten Wonogiri. Tingginya produksi jambu mete di Kabupaten Wonogiri tentunya disumbang dari produksi tingkat kecamatan. Data luas areal dan produksi jambu mete pada tingkat kecamatan yang menunjukkan peringkat satu sampai lima disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2011

No.

Kecamatan

Luas (ha)

Produksi (ton)

1. Kecamatan Ngadirojo

3. 296,00

1.712,00

2. Kecamatan Sidoarjo

3.069,00

975,00

3. Kecamatan Jatiroto

2.306,00

818.00

4. Kecamatan Jatisrono

1.967,00

782,00

5. Kecamatan Girimarto

818,00

345,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri, 2012

Tabel 2 menunjukkan kecamatan-kecamatan yang menempati lima besar dalam luas areal dan produksi jambu mete di Kabupaten Wonogiri.

commit to user

jumlah produksi mete yang tinggi adalah agroindustri pengolahan mete. Usaha ini tumbuh dan berkembang di beberapa kecamatan. Berdasarkan data Disperindag, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri (2007), jumlah usaha agroindustri pengolahan mete paling banyak terdapat di Kecamatan Jatisrono, dari 785 industri kecil dan menengah pengolahan mete yang ada di Kabupaten Wonogiri, 583 diantaranya ada di Kecamatan Jatisrono dan mampu menyerap 2.258 tenaga kerja. Jumlah usaha agroindustri pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 3. Jumlah Usaha Agroindustri Pengolahan Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2007

No.

Kecamatan

Jumlah Usaha (Unit) Tenaga Kerja (jiwa)

1. Kecamatan Jatisrono

583

2.258

2. Kecamatan Slogohimo

71 236

3. Kecamatan Purwantoro

131

493 Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal

Kabupaten Wonogiri, 2007

Tabel 3 menunjukkan bahwa usaha agroindustri pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri terdapat di tiga Kecamatan, yaiu Kecamatan Jatisrono, Kecamatan Slogohimo, dan Kecamatan Purwantoro. Jumlah usaha yang paling banyak yaitu di Kecamatan Jatisrono sejumlah 583 unit usaha. Karena jumlah industri yang banyak ini kemudian didirikan sentra industri kecil pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono.

Pengolahan mete adalah proses pengolahan gelondong mete menjadi kacang mete. Agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono ini sebagian besar berupa industri yang berskala rumah tangga yang masih menggunakan peralatan yang sederhana. Bahan baku tidak selalu tersedia sepanjang waktu, tergantung pasokan, sehingga seringkali tidak mampu memenuhi permintaan dari konsumen. Iklim yang tidak menentu juga mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, karena berkaitan dengan proses penjemuran gelondong dan juga kacang mete (BI, 2000). Karena

commit to user

strategi pengembangan agroindustri pengolahan mete. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri”.

B. Perumusan Masalah

Pengolahan mete merupakan suatu usaha yang termasuk di dalam agroindustri karena merupakan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Yang dimaksud pengolahan mete di sini adalah usaha pengolahan mete sejak masih bersatu dengan buah semunya sampai dengan pengemasannya. Di Kecamatan Jatisrono, usaha pengolahan mete sudah berkembang lama, di mana usaha ini umumnya merupakan usaha skala kecil dan menengah yang menggunakan teknologi sederhana. Usaha ini dirasakan cukup mampu membangkitkan kondisi ekonomi warga Kecamatan Jatisrono apalagi setelah adanya krisis ekonomi serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, yang secara otomatis akan mampu meningkatkan pendapatan dari penduduk setempat. Berdasarkan keadaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha agroindustri pengolahan mete ini cukup memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Selain itu, usaha ini tidak menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya perumusan strategi pengembangan pada agroindustri pengolahan mete ini agar dapat terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, sehingga usaha ini bisa terus memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keragaan agroindustri pengolahan mete (skala usaha,

bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan sarana prasarana) di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

2. Bagaimanakah kondisi faktor internal (keuangan, pemasaran, produksi, manajemen, dan sumber daya manusia) dalam pengembangan

commit to user

Wonogiri?

3. Bagaimanakah kondisi faktor eksternal (perekonomian, sosial budaya, pemerintah, teknologi, persaingan, dan keadaan alam) dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

4. Bagaimana alternatif strategi pengembangan yang dapat diterapkan pada industri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

5. Bagaimana prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan industri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi keragaan agroindustri pengolahan mete (skala usaha, bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan sarana prasarana) di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

2. Mengidentifikasi kondisi faktor internal (keuangan, pemasaran, produksi, manajemen, dan sumber daya manusia) dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

3. Mengidentifikasi kondisi faktor eksternal (perekonomian, sosial budaya, pemerintah, teknologi, persaingan, dan keadaan alam) dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

4. Merumuskan alternatif strategi pengembangan yang dapat diterapkan dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

5. Menentukan prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

commit to user

Kegunaan dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa mendatang, terutama dalam usaha kecil menengah, khususnya dalam pengolahan mete.

3. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyususn suatu kebijakan menyangkut pengembangan usaha pengolahan mete.

4. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.

commit to user

A. Tinjauan Pustaka

1. Agroindustri

a. Pengertian Agroindustri Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian. Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan (Kusnandar dkk, 2010).

Kusnandar dkk (2010) menyebutkan bahwa agroindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Dapat meningkatkan nilai tambah

2) Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau

dimakan

3) Meningkatkan daya saing

4) Menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008, UMKM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Berdasarkan pengertian tersebut, agroindustri termasuk dalam kategori UMKM ini (Anonim, 2009).

commit to user

tentang UMKM adalah sebagai berikut: 1) Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai asset paling

banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan paling besar Rp 300 juta.

2) Usaha Kecil dengan nilai asset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta, hingga maksimum 2,5 milyar.

3) Usaha Menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih dari 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling tinggi Rp

50 milyar. (Anonim, 2009).

b. Lingkup Kegiatan Agroindustri Konsep agroindustri memerlukan kejelasan sampai dimana batas keterkaitannya dengan sektor produksi primer. Kaitan dengan sektor pertanian umumnya dibatasi pada kaitan yang langsung. Berdasarkan pengertian ini maka dalam konsep agroindustri hulu tidak termasuk industri mobil yang digunakan untuk mengangkut sarana produksi ke pusat-pusat produksi pertanian. Demikian pula pada konsep agroindustri hilir, pengolahan teh jadi (teh hitam) menjadi teh botol dan pengolahan sheet menjadi barang-barang dari karet tidak termasuk di dalamnya (Soekartawi, 2001).

Tentang hal ini, Kusnandar dkk (2010) secara garis besar agroindustri dapat digolongkan menjadi empat yang meliputi:

1) Agroindustri yang memproduksi input pertanian (pupuk, pestisida,

herbisida, dan lain-lain)

2) Agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin yang

diperlukan untuk budidaya pertanian

3) Agroindustri pengolahan hasil pertanian

4) Agroindustri jasa sektor pertanian (supporting service).

commit to user

Sistem menurut Jarmie (1994) berasal dari kata Yunani systema, secara konseptual sebagai “suatu kesatuan” dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang berhubungan secara teratur. Dari arti kata

tersebut, sistem memiliki empat indikator, yaitu, kesatuan, bagian, berhubungan dan teratur.

Agribisnis merupakan suatu sistem yang mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan beberapa subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sistem agribisnis saat ini terdiri dari lima bentuk kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pertanian (budidaya) sebagai kegiatan utama didukung oleh, (2) pengadaan sarana produksi pertanian, termasuk di dalamnya agroindustri penyedia sarana produksi (pupuk, pestisida, alat-alat pertanian), (3) agroindustri pengolahan, (4) pemasaran, dan (5) jasa-jasa penunjang. Jika dilakukan pengelompokan, kegiatan pertanian (budidaya) akan dimasukkan sebagai kegiatan usahatani (on-farm activities). Sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran, dan jasa-jasa penunjang dikelompokkan ke dalam kegiatan luar usahatani (off-farm activities) (Soekartawi, 2001).

Kusnandar dkk (2010) menyebutkan agroindustri sebagai subsistem dari sistem agribisnis, juga dapat dilihat sebagai sistem tersendiri, yang paling tidak terdiri atas empat subsistem yang saling terkait satu sama lainnya, yaitu:

1) Subsistem lantai produksi, merupakan unit kegiatan utama yang didalamnya meliputi kegiatan-kegiatan: pengadaan bahan baku, pemilihan dan penyeragaman bahan baku, pembersihan, pemotongan dan pengolahan, pemilihan dan penyeragaman produk olahan, dan pembungkusan dan pengepakan (termasuk pemberian label dan merk dagang)

2) Subsistem kebijakan, mencakup kebijakan mikro (yang dilakukan oleh pelaku agroindustri sendiri), dan kebijakan makro yang

commit to user

kewenangan pemerintah nasional dan atau pemerintah daerah yang berupa: perijinan, hak dan kewajiban perusahaan (agroindustri), pajak dan retribusi, mapun tanggungan sosial perusahaan (agroindustri) (corporate social responbility).

3) Kelembagaan, yang menyangkut permodalan, pemasaran (promosi, pengangkutan, pergudangan, penjualan, dll), riset dan pengembangan, serta pendidikan dan pelataihan.

4) Interdependensi yang menyangkut hubungan kerjasama antar daerah atau antar negara, maupun hubungan kerja sama antar lembaga pemasaran dalam negeri dan luar negeri.

Berdasarkan teori-teori yang disampaikan oleh Soekartawi (2001) dan Kusnandar dkk (2010) di atas, dapat disimpulkan bahwa keragaan sebuah agroindustri dapat diketahui melalui pengkajian terhadap bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan sarana prasarana.

d. Faktor-faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Pengembangan Agroindustri Semua organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Kekuatan dan kelemahan internal bersama peluang/ancaman eksternal merupakan landasan untuk menetapkan sasaran dan strategi. Strategi sebagian didesain untuk memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan, dan mungkin bahkan menjadikannya kompetensi pembeda. Menurut David (2009), faktor internal yang mempengaruhi pengembangan perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Kondisi keuangan Kondisi keuangan sering dianggap satu-satunya barometer terbaik dalam melihat posisi bersaing dan daya tarik keseluruhan perusahaan. Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan organisasi sangat penting agar dapat merumuskan strategi secara

commit to user

dan mengubah rencana implementasi.

2) Pemasaran Pemasaran dapat digambarkan sebagai proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk atau jasa. Terdapat tujuh dasar fungsi pemasaran: analisis pelanggan, menjual produksi atau jasa, merencanakan produk dan jasa, menetapkan harga, distribusi, riset pemasaran dan analisis peluang. Memahami fungsi-fungsi ini membantu perencana strategi mengidentifikasi dan mengevalusi kekuatan dan kelemahan pemasaran.

3) Produksi/Operasi Fungsi produksi/operasi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang mengubah masukan menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi/operasi berkaitan dengan input, transformasi, dan output yang berbeda antar industri dan pasar. Operasi manufaktur mentransformasi atau mengubah masukan seperti bahan baku, tenaga kerja, modal, mesin, dan fasilitas menjadi barang dan jasa.

4) Manajemen Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar: perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, penyusunan staf, dan pengawasan.

5) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia, di dalamnya meliputi tenaga kerja atau buruh. Buruh yang dimaksud adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Selain itu juga, pengertian tenaga kerja menurut BPS adalah salah satu moda bagi

commit to user

selalu mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya dinamika penduduk. Ketidakseimbangan antara jumlah angkatan dan lowongan kerja yang tersedia menyebabkan timbulnya masalah-masalah sosial.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan perusahaan menurut David (2009) adalah sebagai berikut:

1) Kondisi Perekonomian Faktor-faktor ekonomi mempunyai dampak langsung terhadap potensi daya tarik berbagai strategi. Misalnya, jika suku bunga naik, dana yang dibutuhkan untuk penambahan modal menjadi sangat mahal atau tidak tersedia. Ketika harga-harga saham meningkat, keinginan untuk membeli saham sebagai sumber modal untuk pengembangan pasar naik. Juga, ketika pasar meningkat, kekayaan konsumen dan bisnis meningkat.

2) Sosial dan Budaya Perubahan sosial dan budaya berdampak besar terhadap hampir semua produk, jasa, pasar dan pelanggan. Tren ekonomi, sosial, dan budaya membentuk cara hidup, bekerja, berproduksi, dan pola konsumsi masyarakat.

3) Pemerintah Bagi industri atau perusahaan-perusahaan yang sangat bergantung pada kontrak atau subsidi pemerintah, ramalan politik merupakan bagian terpenting dari audit eksternal.

4) Teknologi Kemajuan teknologi dapat secara drastis mempengaruhi produk dan posisi bersaing. Kemajuan teknologi dapat menciptakan pasar baru, menghasilakn perkembangan produk baru yang lebih baik, mengubah posisi biaya bersaing relatif dalam suatu industri, serta membuat produk dan jasa yang sudah ada menjadi ketinggalan zaman.

commit to user

Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai pesaing sangat penting untuk perumusan strategi. Mengidentifikasi pesaing utama tidak selalu mudah karena banyak perusahaan mempunyai berbagai divisi yang bersaing di industri yang berbeda.

Berdasarkan teori David (2009) di atas maka faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan, pemasaran, produksi/operasi dan manajemen. Sedangkan faktor eksternal yang dikaji adalah kondisi perekonomian, sosial dan budaya, pemerintah, teknologi, dan persaingan.

2. Mete Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) berasal dari Brazil dan termasuk dalam familia Anacardiaceae yang meliputi 60 genus dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Tanaman jambu mete disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew (Inggris), kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia jambu mete memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu mete (Jawa), jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera), jambu jipang atau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan boa frangsi (Maluku) (Liptan, 1990).

Tanaman jambu mete dapat tumbuh di dataran rendah dan di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Hal ini

mengisyaratkan bahwa jambu mete dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya. Tanaman ini akan tumbuh kerdil dan merana jika ditanam ditanah lempung yang lengket dan dangkal. Ditempat tumbuh yang demikian jambu mete dan gulma akan berebut unsur hara dan air pada musim kemarau (Liptan, 1990).

3. Pengolahan Mete Hasil utama tanaman mete adalah bijinya yang lazim disebut buah sejati. Biji mete disebut sebagai gelondong mete terdiri dari kacang mete

commit to user

berwarna keabu-abuan dan kusam. Dalam proses pengolahannya gelondong mete akan diolah menjadi produk berupa kacang mete (Saragih dan Haryadi, 2000).

Cara pengolahan gelondong mete menjadi kacang mete meliputi pengeringan pendahulan, penyimpanan mete gelondong, melembabkan, sortasi, pengupasan kulit mete gelondong, pengeringan biji mete, pengupasan kulit ari, pelembaban, sortasi biji mete, pengepakan dan penyimpanan (Muljohardjo, 1990).

Pengolahan adalah kegiatan mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Pengolahan mete terdiri dari dua tahapan, yaitu pengolahan gelondong mete dan pengolahan mete menjadi kacang mete yang siap dikonsumsi.

a. Pengolahan Gelondong Mete Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini:

1) Pemisahan gelondong dengan buah semu

2) Pencucian

3) Sortasi dan pengelasan mutu

4) Pengeringan

5) Penyimpanan

b. Pengolahan Kacang Mete

Urutan pengolahan kacang mete adalah:

1) Pelembaban gelondong mete

2) Penyangraian gelondong mete

3) Pengupasan kulit gelondong mete

4) Pelepasan kulit ari

5) Sortasi dan pengelasan mutu

6) Pengemasan (Deputi Menegristek, 2000).

commit to user

yang paling banyak diperdagangkan dan dikelompokkan sebagai komoditi "mewah" dibandingkan dengan kacang tanah atau almond. Pasar utama kacang mete adalah benua Amerika dan Eropa. Tabel 4 menunjukkan perkembangan ekspor mete Indonesia antara tahun 1990-1998. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa ekspor mete Indonesia tertinggi selama periode 1990-1998 terjadi pada tahun 1994 dengan volume dan nilai ekspor mencapai 38.620 ton atau US$ 43,4 juta. Setelah tahun 1994, ekspor mete cenderung menurun meskipun kembali meningkat pada tahun 1998. Tabel 4. Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia

Tahun Volume/Nilai

Ekspor

Impor

Gelondong Kacang

1990 Volume (ton)

3.278

Nilai (000 US $)

8.243

2 1992 Volume(ton)

19.278

75

Nilai (000 US $)

24.854

147 1993 Volume (ton)

18.155

424

Nilai (000 US $)

23.144

293 1994 Volume (ton)

38.620

203

Nilai (000 US $)

43.401

157 1995 Volume (ton)

28.105

162

Nilai (000 US $)

21.308

414 1996 Volume (ton)

Nilai (000 US $)

20.800

2.951

168 1997 Volume (ton)

15.359

14.307

Nilai (000 US $)

15.386

3.766

13 1998 Volume (ton)

28.603

1.684

Nilai (000 US $)

28.706

6.291

- Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 1997-1999, Dan Statistik

Perdagangan Luar Negeri, BPS. Berdasarkan Tabel 4 , mulai tahun 1996, ekspor mete sudah tidak dalam bentuk gelondong lagi, tetapi sudah dalam bentuk kacang mete. Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa negara utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu, peluang usaha di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai tambah yang didapat dari ekspor mete olahan besar signifikan dibandingkan bila hanya mengekspor mete dalam bentuk gelondong.

commit to user

karena akan menambah pendapatan yang diterima.

4. Analisis Usaha Penerimaan merupakan perkalian antara produk yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga. Artinya harga akan menjadi turun saat produksinya berlebih (Soekartawi, 2001).

Biaya usaha biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh, contohnya pajak. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi (Soekartawi, 2001).

Menurut Djuwari (1994), analisis dalam produksi untuk menghitung pendapatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan pendapatan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat subsisten atau tidak berorientasi keuntungan. Pendapatan merupakan pengurangan penerimaan dengan total biaya luar yang secara nyata dibayarkan untuk masukan dari luar.

b. Pendekatan keuntungan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat komersial atau bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Keuntungan merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan untuk masukan dari luar dan masukan sendiri, yaitu sewa tanah milik petani, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal milik sendiri

5. Arti Penting Strategi Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk

commit to user

organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi mempunyai fungsi multifungsional dan multidivisional serta dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2009).

Strategi adalah rencana berskala besar dengan orientasi ke masa depan untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan demi mencapai tujuan perusahaan. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana, kapan dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa sebaiknya bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing (Pearce dan Robinson, 2008).

Strategi adalah rencana yang mengintegrasikan tujuan utama organisasi, kebijakan, keputusan dan urutan tindakan menjadi suatu kesatuan yang kohesif. Hal ini dapat diterapkan pada semua tingkatan dalam organisasi dan berkaitan dengan salah satu bidang fungsional manajemen. Jadi mungkin ada produksi, keuangan, pemasaran, personalia dan strategi perusahaan. Jika kita melihat secara khusus pada pemasaran maka mungkin ada harga, produk, promosi, distribusi, riset pemasaran, penjualan, periklanan, merchandising, dan lain-lain. Strategi lebih berkaitan dengan efektivitas daripada efisiensi dan merupakan proses menganalisis lingkungan dan merancang kesesuaian antara organisasi, sumber daya, tujuan, dan lingkungan (Hussey, 1998).

6. Proses Perumusan Strategi Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi dari lingkungan internal perusahaan seperti perubahan kekuatatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan (Rangkuti, 2006).

commit to user

tahapan yaitu:

a) Menentukan visi dan misi perusahaan

b) Menganalisis lingkungan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman

c) Menganalisis lingkungan internal organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan

d) Menentukan strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk mengurangi ancaman dan memanfaatkan peluang untuk menetralkan ancaman eksternal. Strategi tersebut harus konsisten dengan visi dan misi perusahaan

e) Mengimplementasikan strategi Perumusan strategi mencakup kegiatan membuat dan mengevaluasi berbagai strategi alternatif sekaligus memilih strategi yang hendak dijalankan. Analisis strategi bertujuan untuk menentukan arah tindakan alternatif terbaik dalam rangka mencapai misi dan tujuannya. Strategi, tujuan dan misi ditambah dengan informasi audit eksternal dan internal untuk memuncukan dan mengevaluasi berbagai strategi alternatif (David, 2009).

Proses strategis mengacu pada cara di mana strategi dirumuskan. Ada beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan rasional, memanfaatkan alat seperti analisis SWOT dan model portofolio. Kedua, pendekatan kreatif, yaitu pendekatan yang menggunakan perencanaan beberapa skenario. Pendekatan kreatif mencerminkan penggunaan imajinasi dalam perencanaan. Pendekatan perilaku mencerminkan pengaruh kekuasaan, politik dan kepribadian. Pendekatan ini didasarkan pada penyesuaian kecil atau perubahan yang sebelumnya sukses/berhasil (Shojaei et all, 2010).

a) Analisis Situasi Eksternal dan Internal

Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum pemerintahan, teknologi, dan persaingan yang dapat menguntungkan

commit to user

dan ancaman sebagian besar ada di luar kendali organisasi. Perusahaan harus merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal (David, 2009).

Lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang dan ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel- variabel tersebut membentuk keadaan luar organisasi dimana organisasi ini hidup (Hunger dan Wheelen, 2003).

Lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut merupakan bentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan. Variabel-variabel itu meliputi struktur budaya, dan sumber daya organisasi (Hunger dan Wheelen, 2003).

Kekuatan dan kelemahan internal adalah semua hal dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan tersebut ada dalam kegiatan manajemen, pemasaran, keuangan atau akutansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi manajemen di setiap perusahaan. Setiap organisasi berusaha menerapkan strategi yang menonjolkan kekuatan internal dan berusaha menghapus kelemahan internal (David, 2009).

b) Analisis Strategi

Teknik-teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pembuatan keputusan tiga tahap. Tahap I dari kerangka perumusan terdiri dari Matriks EFE, Matriks EFI, dan Matriks Pofil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM) disebut Tahap Masukan (Input Stage).

commit to user

untuk merumuskan strategi.

2. Tahap II disebut Tahap Pencocokan (Matching Stage), fokus pada upaya menghasilkan strategi alternatif yang dapat dijalankan (feasible) dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal. Teknik-teknik tahap II terdiri dari Matriks Sthrengts, Weakness, Opportunities, Threats (SWOT) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang Ancaman, Matiks BCG (Boston Consulting Group), Matriks Internal Eksternal, Matriks Grand Strategy (Strategi Induk)

3. Tahap III disebut Tahap Keputusan (Decision Stage), menggunakan satu macam teknik, yaitu Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM). QSPM menggunakan informasi masukan dari tahap I untuk secara objektif mengevaluasi strategi alternatif dapat dijalankan yang diidentifikasikan dalam tahap II. QSPM mengungkap daya tarik relatif dari alternatif strategi dan karena itu menjadi dasar objektif untuk memilih strategi spesifik (David, 2009).

1) Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Matriks

Internal Factor Evaluation (IFE)

Tujuan dari audit eksternal adalah membuat daftar terbatas mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan perusahaan yang dapat menguntungkan perusahaaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Perusahaan harus mampu merespon secara ofensif maupun defensif faktor-faktor tersebut dengan merumuskan strategi yang dapat memanfaatkan peluang atau untuk meminimalkan dampak dari potensi ancaman. Matriks External Factor Evaluation (EFE) membuat perencana strategi dapat meringkas dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang bisa merupakan informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan.

commit to user

memungkinkan organisasi membuat misi yang jelas, merancang strategi untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang, dan membuat kebijakan untuk mencapai sasaran tahunan

(David, 2009).

Semua organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Kekuatan dan kelemahan internal bersama peluang/ancaman eksternal dan pernyataan misi yang jelas merupakan landasan untuk menetapkan sasaran dan strategi. Sasaran dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahannya (David, 2009).

Strategi sebagian didesain untuk memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan, dan mungkin bahkan menjadikannya kompetensi pembeda. Langkah ringkas dalam melaksanakan audit manajemen strategis adalah membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Alat perumusan strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dalam suatu usaha. Matriks ini juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini (David, 2009).

2) Matriks Strength, Weakness, Opportunity, Treath (SWOT)