Kajian Sifat Fisika dan Kimia Tanah yang Mempengaruhi Sebaran Akar Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Tanah Inceptisol Kecamatan Lintong Nihuta

  

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Kopi Arabika

  Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) termasuk ke dalam genus Coffea dengan famili Rubiaceae (suku kopi – kopian). Tanaman kopi Arabika merupakan jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dan memiliki akar tunggang. Pada akar tunggang, ada beberapa akar kecil yang tumbuh ke samping (melebar) yang sering disebut akar lateral. Pada akar lateral ini terdapat akar rambut, bulu – bulu akar, dan tudung akar. (Panggabean, 2011).

  Kopi Arabika merupakan tanaman berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang memiliki tinggi 5 m sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya setinggi dada orang dewasa. Kopi Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu orthogeotropic yang tumbuh secara vertikal dan plagiogeotropic cabang yang memiliki sudut orientasi yang berbeda dalam kaitannya dengan batang utama. Selain itu, kopi Arabika memiliki warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi pecah - pecah dan kasar ketika tua, (Hiwot, 2011).

  Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan dengan lapisan lilin mengkilap. Daun ini memiliki panjang empat hingga enam inci dan juga berbentuk oval atau lonjong. Menurut Hiwot (2011) daun kopi Arabika juga merupakan daun sederhana dengan tangkai yang pendek dengan masa pakai daun kopi Arabika adalah kurang dari satu tahun. Pohon kopi Arabika memiliki susunan daun bilateral, yang berarti bahwa dua daun tumbuh dari batang berlawanan satu sama lain (Roche dan Robert, 2007).

  Bunga kopi Arabika memiliki mahkota yang berukuran kecil, kelopak bunga berwarna hijau, dan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal biji. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5 – 7 tangkai yang berukuran pendek. Kopi Arabika umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Mula – mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup

  • – kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol (Budiman, 2012).

  Buah tanaman kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji, tetapi kadang – kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali (Budiman, 2012).

  Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Lembaga atau sering disebut endosperm merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kopi (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

  Syarat Tumbuh Iklim Zona terbaik pertumbuhan kopi Arabika adalah antara 20 LU dan 20 LS.

  Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0 - 10 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0 - 5 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang berpengaruh terhadap budidaya kopi Arabika adalah elevasi (tinggi tempat), temperature, tipe curah hujan, kelembaban udara serta angin (Sihaloho, 2009).

  Ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan kopi Arabika berada pada sekitar 1.000 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl) . Jika berada pada ketinggian < 1000 meter dpl, maka kopi Arabika akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix, sedangkan jika berada pada > 1.700 meter dpl akan mengakibatkan produksi kopi Arabika menjadi tidak optimal karena pertumbuhan vegetatif lebih besar dari generatif (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

  Suhu merupakan faktor iklim yang paling penting yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi. Kopi Arabika dapat menahan fluktuasi suhu, jika tidak terlalu ekstrim. Rata-rata suhu yang ideal

  o o

  berkisar antara 15 C dan 24 C meskipun dapat mentolerir suhu jauh di bawah atau di atas batas-batas untuk periode pendek. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran bunga dan pembentukan buah berkurang sementara, pertumbuhan menjadi lambat, kerdil dan tidak ekonomis, produksi cabang sekunder dan tersier menjadi tinggi (Hiwot, 2011).

  Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), curah hujan minimal untuk pertumbuhan dan perkembangan kopi adalah 1000 – 2000 mm / tahun, sedangkan pola hujan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kopi Arabika adalah rata – rata 2000 – 3000 mm / tahun dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

  Kelembaban udara memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan vegetatif dari pohon kopi Arabika. Kelembaban udara berperan dalam mengatur hilangnya air atau kelembaban oleh evapotranspirasi. Ketika kelembaban udara tinggi, kehilangan air berkurang dan sebaliknya. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan selama musim kering sebagai mengurangi stres pada tanaman kopi sehingga memperpanjang masa tanpa hujan sehingga tanaman akan bertahan hidup tanpa kerusakan (Hiwot, 2011).

  Angin membantu dalam penyerbukan yang terjadi. Untuk kopi jenis Arabika yang tumbuh di ketinggian di atas 1,000 meter dpl, biasanya kondisi angin yang bertiup cukup kuat. Karena itu, gunakan tanaman pelindung.

  Tujuannya, untuk menahan angin yang cukup kuat (Panggaben, 2001).

  Tanah

  Tanaman kopi Arabika menghendaki tanah yang memiliki lapisan atasnya dalam ( ± 1,5 m), gembur, subur, banyak mengandung humus dan bersifat permeable, atau dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Tanah yang struktur / teksturnya baik adalah tanah yang berasal dari abu gunung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah akan berjalan dengan baik (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

  Struktur tanah yang memungkinkan drainase baik adalah properti yang paling penting untuk pertumbuhan tanaman kopi Arabika. Ini adalah kenyataan bahwa tanaman kopi Arabika tidak bisa mentolerir tanah yang tergenang air dan akan mengurangi hasil dengan jumlah yang besar dan membunuh pohon kopi jika berkepanjangan (Hiwot, 2011).

  Kapasitas air dan kedalaman efektif tanah adalah dua sifat lain yang harus dipertimbangkan. Karena kapasitas air yang memadai lebih membantu untuk mempertahankan evapotranspirasi selama musim kemarau, sementara dalam tanah memungkinkan proliferasi akar dengan menawarkan volume yang lebih besar sehingga membantu dalam menyerap lebih banyak air dan nutrisi di sekitar pohon kopi (Teketay, 1999).

  Rata – rata pH tanah yang dianjurkan 5 – 7. Jika pH terlalu asam, tambahkan pupuk Ca(PO) atau Ca (PO (kapur dolomite). Sementara itu, untuk

  2 3)2

  menurunkan pH dari basa ke asam, tambahkan Urea. Caranya taburkan kapur atau Urea secukupnya sesuai kondisi tanah, lalu periksa keasaman tanah dengan pH meter. Tambahkan Urea jika pH tanah masih basa atau tambahkan kapur jika terlalu asam hingga pH tanah menjadi 5 – 7 (Panggabean, 2011).

  Kopi Arabika umumnya ditemui tumbuh dan berproduksi baik di daerah gunung yang didominasi jenis tanah Andisol, Dystropepts, dan Humitropepts (Inceptisol), sedikit pada tanah Hapludults (Ultisol). Melihat kondisi areal kebun kopi umumnya di daerah hulu, yang merupakan daerah stabilisator sumberdaya air. Tingginya curah hujan dan kemiringan lereng yang curam menyebabkan harus adanya perhatian khusus untuk pertanian tersebut, terutama ancaman bahaya erosi (Karim, 2007).

  Tanah Inceptisol (Humitropepts)

  Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang biasanya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat bergantung pada tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari berombak hingga bergunung. Kesuburan tanah rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah lereng curam solunmya tipis. Pada tanah yang berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

  Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas tekstur berliat dengan kandungan liat cukup tinggi (35 – 78%) tetapi sebagian termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18 – 35%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8).

  Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun lapisan bawah (Damanik, dkk, 2010).

  Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di semua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara umum disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi (Damanik, dkk, 2010).

  

Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan

humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab.

  Rezim kelembaban tanah sebagian besar udic, dan rezim suhu sebagian besar isoterm atau isomesic. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah.

  Tanah ini memiliki epipedon umbric ataupun ochric dan sebagian besar memiliki horison bawah penciri cambic. Sub ordo ini sebagian besar ditumbuhi hutan cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk perladangan berpindah (Soil Survey Staff, 1975).

  Humitropepts adalah Tropopepts yang (1) Memiliki 12 kg atau lebih

  karbon organik yang berasal dari serasah permukaan di tanah per meter persegi hingga kedalaman 1 m (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc) pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 m dan (3) tidak memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).

  Morfologi dan Sebaran Akar Kopi Arabika Sigarar Utang

  Sistem perakaran kopi terdiri dari tap root (akar tunggang), akar vertikal aksial, akar lateral yang beberapa di antaranya lebih atau kurang sejajar dengan tanah (pelat permukaan akar) dan akar – akar lain yang berada di tanah lebih dalam (baik yang tumbuh secara vertikal maupun horizontal) (lihat pada gambar 1.) (Kufah, 2006 dikutip dalam Hiwot, 2011.).

  Tanaman kopi Arabika memiliki akar tunggang yang memiliki panjang ± 45 – 50 cm. Pada akar tunggang ini terdapat empat sampai delapan akar samping yang menurun ke bawah sepanjang 2 – 3 meter (akar vertical aksial). Selain itu, banyak akar samping (akar lateral) juga yang tumbuh secara horizontal yang memiliki panjang 2 meter berada pada kedalaman 30 cm dan bercabang merata masuk ke dalam tanah lebih dalam lagi. Di dalam tanah yang sejuk dan lembab, di bawah permukaan tanah , akar cabang tadi bisa berkembang lebih baik. Sedang di dalam tanah yang kering dan panas, akar akan berkembang ke bawah (Budiman, 2012).

  Akar tunggang Akar lateral

  Akar vertikal aksial Gambar 1. Morfologi Akar Kopi

  Sistem akar khas pohon kopi Arabika yang matang terkonsentrasi di lapisan pertama 0.30 m dari permukaan tanah dan didistribusikan dalam lingkaran sekitar 1.50 m diameter di sekitar batang pohon (Hiwot, 2011).

  Sistem akar kopi sangat plastik dan pertumbuhan horisontal dan vertikal dari akar kopi dapat dipengaruhi oleh umur tanaman genotip, serta kondisi lingkungan seperti tekstur, struktur, kedalaman, kelembaban aerasi, dan kesuburan tanah (Taye Kufah, 2006 dikutip dalam Fekru Meko, 2005; Schaffer dan Andersen, 1994). Untuk menjadi tebal dan kuat sistem akar memerlukan pasokan luas nitrogen, kalsium dan magnesium.

  Pertumbuhan akar tanaman dan terbentuknya bulu akar yang baru menyebabkan terjadinya persinggungan antara hara dan akar tanaman. Pertumbuhan akar dan bulu akar ini akan menembus pori agregat tanah dan bersinggungan dengan ion yang ada. Apabila ion berada dalam bentuk tersedia (available), maka terjadi pertukaran ion dan kemudian ion ini masuk ke dalam akar (Rosmarkam dan Yuwono, 1997).

  Perakaran tanaman mempunyai fungsi pokok sebagai: a) badan pejangkar, yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak pada medium, b) badan penyerap air dan hara, yang menjadi penjamin berlangsungnya proses – proses fisiologis dalam tubuh tanaman, dan c) badan penyimpan asimilat.

  Pengkajian fungsi perakaran sebagai badan penyerap hara perlu memperhatikan adanya faktor – faktor hereditas dan lingkungan, baik lingkungan atmosfir, sistem tanah maupun pengelolaan (Damanik, dkk, 2010).