BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Variabilitas Persediaan, Variabilitas Harga Pokok Penjualan, Laba Sebelum Pajak, Dan Financial Leverage Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan Pada Perusahan Manufaktur Ya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Akuntansi Positif

  Teori akuntansi positif merupakan teori yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman (1960) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan praktiknya dalam perusahaan serta memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang. Penentuan kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam hal penyusunan laporan keuangan.Sehingga, dalam hal menentukan kebijakan akuntansi dan pelaksanaannya tidak terlepas dari pihak- pihak yang berwenang serta memiliki kepentingan dengan penyusunan laporan keuangan. Teori akuntansi menjelaskan apakah kebijakan yang telah dibuat, jika dilihat secara objektif memiliki manfaat bagi perusahaan, atau apakah kebijakan yang dibuat telah terpengaruh oleh faktor-faktor lain yang nantinya hanya akan menguntungkan sebagian pihak. Selain itu, teori akuntansi juga digunakan untuk memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang.

  Dalam teori akuntansi positif, ada beberapa alternatif akuntansi yang dapat digunakan oleh setiap perusahaan dalam upaya untuk mencapai efisiensi dan efektifitas perusahaan serta tingkat laba yang optimal.Hal tersebut sering juga disebut sebagai tindakan oportunis.Prosedur dan alternatif yang digunakan oleh setiap perusahaan bisa saja berbeda, jika dilihat dari berbagai faktor. Menurut Watt dan Zimmerman (1960) melalui teori akuntansi positif, ada beberapa motivasi perusahaan dalam manajemen laba yang juga berhubungan dengan tindakan oportunis yang dirangkum dalam 3 hipotesis, yaitu: a.

  Hipotesis Program Bonus Dalam hipotesis ini, ceteris paribus. Perusahaan akan memberikan apresiasi kepada manajer dalam bentuk bonus apabila manajer dapat mencapai target yang akan diraih oleh perusahaan yaitu bentuk pencapaian laba yang optimal. Biasanya dalam setiap perusahaan, laba yang diperolah akan dijadikan acuan dalam mengukur kinerja perusahaan dalam satu periode. Oleh sebab itu, perusahaan termotivasi untuk dapat memperoleh bonus dengan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Sebagai contoh, dalam penelitian ini perusahaan dapat meningkatkan jumlah laba perusahaan melalui persediaan yaitu dengan menggunakan metode persediaan FIFO.

  b.

  Hipotesis Perjanjian Hutang Dalam hipotesis ini, ceteris paribus.Dalam perjanjian kontrak hutang, biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh perusahaan selama masa kontrak berjalan.Sebagai contoh ketentuan yang tidak boleh dilanggar adalah perusahaan harus menjaga rasio lancar perusahaan, laporan bunga, modal kerja, ekuitas perusahaan agar tidak menurun dan sebagainya. Apabila perusahaan tidak dapat menjaga hal tersebut, maka akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang dapat berupa pinalti, dan akan berdampak pada terhambatnya kinerja operasional perusahaan. Perusahaan yang mulai mendekati pelanggaran perjanjian kontrak hutang, maka biasanya akan menghindari terjadinya hal tersebut dengan meningkatkan jumlah laba perusahaan. Sebagai contoh, dalam penelitian ini perusahaan dapat meningkatkan jumlah laba perusahaan melalui persediaan yaitu dengan menggunakan metode persediaan FIFO.

  c.

  Hipotesis Biaya Politik Dalam hipotesis ini, ceteris paribus. Perusahaan yang memiliki laba yang besar, cenderung akan mendapat banyak perhatian dari pemerintah sehingga akan menimbulkan biaya politik. Seperti pengenaan pajak yang tinggi dan tuntutan tanggungjawab yang besar terhadap lingkungan. Untuk menghindari biaya politik tersebut, perusahaan cenderung untuk mengurangi laba yang diperoleh agar biaya politik yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Sebagai contoh, dalam penelitian ini perusahaan dapat mengurangi jumlah laba perusahaan melalui persediaan yaitu dengan menggunakan metode persediaan rata-rata (average)

  Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti melihat adanya hubungan teori akuntansi positif dengan penelitian ini.Teori akuntansi positif menerangkan bahwa adanya motivasi-motivasi bagi perusahaan dalam manajemen laba. Para manajer perusahaan dapat meningkatkan laba perusahaan ataupun memperkecil laba dengan tujuan tax saving melalui penentuan penilaian persediaan yang tepat dan sesuai untuk perusahaan dengan kondisi ekonomi saat ini.

2.1.2 Persediaan

  1. Pengertian Persediaan Menurut Kieso & Weydgant (2008) Persediaan (inventory) adalah pos- pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual. Sementara menurut Smith & Skousen (1987) istilah persediaan pada umumnya diterapkan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang, baik perusahaan dagang besar maupun eceran, apabila barang tersebut diperoleh dalam keadaan yang siap untuk dijual kembali. istilah bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi berkaitan dengan persediaan perusahan manufaktur.Sementara itu, pengertian persediaan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 (2008) adalah sebagai berikut : Persediaan adalah aktiva :

  (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal (b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan salah satu aktiva perusahaan yang penting dalam kegiatan operasional perusahaan. Pengelolaan persediaan yang baik, akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasional perusahaan sehingga perusahaan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan baik dan mencapai tingkat laba yang optimal.

  2. Metode Akuntansi Persediaan Dalam menilai persediaan terdapat 3 metode yang dapat digunakan, yaitu metode biaya rata-rata (Average), metode Masuk Pertama Keluar Pertama atau

  

First In Firs Out (FIFO), dan Last In First Out (LIFO) . Di Indonesia sendiri,

  berdasarkan Berdasarkan PSAK (2008 : 14) mengungkapkan bahwa : biaya persediaan harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang. Entitas harus menggunakan rumus biaya yang sama terhadap semua persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. untuk persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda, rumusan biaya yang berbeda diperkenankan. Hal ini sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh UU pajak No. 36

  Pasal 10 ayat (6) Tahun 2008 tentang pajak penghasilan dimana penilaian pemakaian persediaan barang untuk perhitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara atau metode pencatatan persediaan sebagai berikut: Metode FIFO (First In First Out) dan Metode Rata-Rata (Weighted Average).

  a.

  Metode FIFO Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan

  (dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya.Metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan.karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir (Kieso, Weygandt dan Warfield ,2008). Berdasarkan PSAK (2008 : 14), formula MPKP mengasumsikan item persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga item yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai persediaan yang dibebankan pada operasi perusahaan yang sedang berjalan merupakan persediaan yang diperoleh pertama kali, sementara persediaan yang tersisa merupakan persediaan yang diperoleh melalui pembelian terakhir.Hal ini menyebabkan harga pokok dibebankan sesuai dengan urutan pembeliannya.Harga pokok yang dibebankan pada saat penjualan barang merupakan harga pokok barang yang pertama kali dibeli, disusul yang seterusnya dan harga pokok pembelian terakhir dibebankan persediaan yang tersisa. Dalam FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual atau periodik (Kieso, Weygandt dan Warfield ,2008).

  Keunggulan penggunaan metode FIFO, pada masa perubahan harga apabila harga-harga meningkat maka harga perolehan barang yang dijual pertama merupakan harga persediaan yang diperoleh melalui pembelian pertama. Hal ini mengakibatkan harga pokok penjualan lebih rendah dan menyebabkan laba perusahaan meningkat.Hal ini juga berlaku sebaliknya.

  Kelemahan penggunaan metode FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi. Biaya-biaya paling tua dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang mungkin akan mendistorsi laba kotor dan laba bersih (Kieso, Weygandt,Warfield, 2008) b.

  Metode LIFO Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2008), Metode LIFO merupakan metode persediaan yang menandingkan (matches) biaya dari barang-barang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Jika yang digunakan adalah persediaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa baiaya dari total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan selama suatu bulan berasal dari pembelian paling akhir. Namun jika yang digunakan adalah persediaan perpetual, maka aplikasi metode LIFO akan menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan yang berbeda.

  Menurut Skousen (1987), penggunaan LIFO pada periode kenaikan harga akan mengaitkan harga pokok periode berjalan yang tinggi dari perolehan barang dengan harga jual yang meningkat. Metode LIFO mengakibatkan persentase laba kotor yang relatip tetap meskipun harga-harga berfluktuasi.

  Keunggulan utama dari LIFO adalah : (1) biaya terkini ditandingkan dengan pendapatan berjalan untuk mendapatkan laba berjalan yang lebih akurat. (2) sepanjang tingkat harga terus meningkat dan kuantitas persediaan tidak menurun, LIFO akan menangguhkan pembayaran pajak penghasilan. (3) karena pajak penghasilan ditangguhkan, maka arus kas akan membaik.

  Kelemahan utama dari LIFO adalah : (1) menurunkan laba (2) membuat persediaan kurang saji (3) tidak menyerupai arus fisik aktual dari barang kecuali dalam situasi ganjil

  (Kieso, Weygandt dan Warfield, 2008)

  c. Metode Average Dalam rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap item ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari setiap item yang serupa pada awal periode dan biaya item yang serupa yang dibeli atau diproduksi selama satu periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan entitas ( PSAK 2008 : 14). Menurut (Kieso and Weydgant, 2008), metode biaya rata-rata (average cost method) menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata- rata barang yang sama yang tersedia selama suatu periode. Metode biaya rata-rata terbagi dua, jika dilihat dari sistem pencatatannya.Metode rata-rata yang digunakan dalam sistem pencatatan perpetual menggunakan metode biaya rata- rata bergerak (moving average method). Dalam metode ini, biaya rata-rata per unit baru akan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Sementara sistem periodik menggunakan metode biaya rata-rata tertimbang (weighted-average

  

method). Dalam metode ini, untuk menghitung biaya rata-rata per unit dengan

  memasukkan persediaan awal ke dalam total unit yang tersedia dan total biaya barang yang tersedia untuk dijual.

  3. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan Perusahaan memilih banyak alternatif untuk menilai persediaan.Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan metode penilaian persediaan. Menurut Haryono

  Jusup (2005) dalam Srimonah (2008) ada tiga faktor yang menjadi alasan yang mendasari pemilihan metode penilaian persediaan, yaitu:

  1. Pengaruh terhadap neraca Keuntungan pemakaian metode FIFO pada masa inflasi, karena pemakaian FIFO pada masa seperti itu akan menghasilkan nilai persediaan yang lenih mencerminkan harga yang berlaku pada saat tanggal neraca. Pada metode FIFO harga perolehan dari pembelian yang lebih akhir akan dialokasikan pada persediaan yang ditetapkan pada tanggal neraca akan mendekati harga saat itu. Dengan metode LIFO, harga perolehan persediaan pada tanggal neraca akan didasarkan pada harga perolehan barang yang dibeli lebih awal, atau bahkan harga perolehan brang yang berasal dari periode sebelumnya. Akibatnya, harga perolehan persediaan tidak mencerminkan keadaan pada tanggal neraca, dan aktiva lancar serta total aktiva akan dilaporkan lebih rendah dari harga yang berlaku pada tanggal neraca.

  2. Pengaruh terhadap laporan laba rugi Perbedaan setiap rumah dalam persediaan akhir akan mengakibatkan perbedaan yang sama jumlahnya dalam laba bersih sebelum pajak. Pada masa inflasi, FIFO akan menghasilkan laba bersih yang lebih tinggi karena yang ditandingkan dengan pendapatan adalah harga perolehan yang berasal dari pembelian dengan harga yang lebih rendah. Tingkat laba bersih yang lebih tinggi bagi manajemen mungkin merupakan hal yang menguntungkan karena pihak luar akan emmberikan penilaian yang positif terhadap perusahaan. Selain itu, jika manajemen diberi bonus yang besarnya ditentukan atas dasar laba bersih, maka bonus yang diterima manajemen juga akan semakin tinggi. Pemakaian FIFO dimasa inflasi akan menghasilkan laba semu atau laba diatas kertas belaka.

3. Pengaruh pajak

  Meskipun jumlah rupiah persediaan dan laba bersih selama masa inflasi pada metode FIFO lebih besar dibandingkan dengan LIFO, namun dewasa ini banyak perusahaan berpindah ke metode LIFO. Hal ini disebabkan karena perhitungan laba bersih dengan metode LIFO akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih rendah (karena labanya lebih kecil) bila dibandingkan dengan metode FIFO ataupun metode rata-rata.

2.1.3 Ukuran Perusahaan

  Menurut Lee dan Hsieh (1985) dalam Mukhlasin (2002), ukuran perusahaan merupakan proksi volalitas operasional dan inventory controllability yang seharusnya dalam skala ekonomis, besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian perusahaan. Ketentuan ukuran perusahaan juga diatur dalam UU RI No. 20 tahun 2008, yang dikutip dalam (Sofaa 200) menjelaskan ada 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari jumlah penjualan dan asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, antara lain : a.

  Perusahaan dengan ukuran mikro, yaitu yang memiliki kekayaan bersih ≤ Rp 50.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan

  ≤ Rp 300.000.000,- b.

  ≤ Perusahaan dengan ukuran kecil, yaitu yang memiliki kekayaan bersih

  Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000 (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan Rp 300.000.000,- sampai dengan Rp 2.500.000.000,- c. Perusahaan dengan ukuran menengah, yaitu yang memiliki kekayaan bersih

  ≤ Rp 500.000.000, - sampai dengan Rp 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan Rp 2.500.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000.000,- d.

  ≥ Perusahaan dengan ukuran besar, yaitu yang memiliki kekayaan bersih

  Rp 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan ≥ Rp 50.000.000.000,-

  Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan perusahaan.(Taqwa, 2001).Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Watts and Zimmerman (1986) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi pemilihan metode persediaan, perusahaan besar cenderung memilih metode penilaian yang dapat menunda pelaporan laba.Menurut (Kiki dan Herlin, 2012), perusahaan dengan ukuran besar mempunyai jumlah transaksi yang banyak dan tingkat penjualan yang tinggi.Sebaliknya, perusahaan dengan ukuran kecil jumlah transaksinya lebih sedikit dan tingkat penjualan yang lebih rendah. Oleh sebab itu, perusahaan besar memperoleh pendapatan yang lebih besar sehingga akan berdampak pada pembayaran pajak yang tinggi. Berdasarkan pernyataaan diatas, maka perusahaan besar cenderung untuk memilih metode rata-rata untuk mengurangi jumlah laba dengan tujuan untuk melakukan tax saving dan untuk menghindari adanya biaya politik (political cost) yang muncul. Biaya Politik yang akan timbul dari pemerintah kepada perusahaan besar seperti, intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang tinggi, dan tuntutan tanggungjawab sosial yang tinggi. Hal itu menyebabkan perusahaan besar cenderung untuk memilih metode untuk mengurangi jumlah laba yang dilaporkan.

  2.1.4 Variabilitas Persediaan

  Viariabilitas persediaan merupakan nilai akhir persediaan suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki persediaan yang bervariasi, akan memiliki laba yang bervariasi pula. Oleh sebab itu, perusahaan yang memiliki laba yang bervariasi, cenderung memilih metode yang dapat meningkatkan laba yang akan dilaporkan yaitu dengan menggunakan metode FIFO. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki nilai persediaan dengan tingkat variasi kecil, akan memiliki tingkat variasi laba yang kecil juga. Oleh sebab itu, perusahan besar cenderung menggunakan metode average untuk menurunkan laba yang dilaporkan dengan tujuan untuk melakukan tax saving.

  2.1.5 Variabilitas Harga Pokok Penjualan

  Harga pokok penjualan merupakan perbedaan antara (1) biaya barang yang tersedia untuk dijual selama peride berjalan dan (2) biaya barang yang ada di tangan pada akhir periode ( Kieso dan Weydgant, 2008). Salah satu penyebab harga pokok penjualan bervariasi yaitu karena adanya inflasi. Pada saat inflasi, nilai persediaan akhir akan meningkat, yang juga akan berdampak pada peningkatan harga pokok penjualan sehingga menyebabkan terjadinya penurunan laba. Jika harga pokok penjualan dalam perusahaan tinggi, maka perusahaan cenderung menggunakan metode FIFO untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.

  Sementara untuk perusahaan yang memiliki harga pokok penjualan yang rendah, mengakibatkan laba yang diperoleh cukup tinggi dan akan dikenakan pajak yang tinggi juga. Sehingga untuk melakukan penghematan pajak, perusahaan lebih memilih menggunakan metode average agar laba yang dilaporkan lebih rendah.

  2.1.6 Laba Sebelum Pajak

  Berdasarkan Political Cost yang dikemukakan oleh Watts and Zimmerman (1986) menyatakan bahwa perusahaan dengan laba yang besar cenderung akan mendapat banyak perhatian dari pemerintah sehingga menimbulkan biaya politik seperti intervensi pemerintah dan pengenaan pajak yang tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan yang memiliki laba sebelum pajak yang besar memilih metode average untuk menurunkan laba yang dilaporkan sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan penghematan pajak (tax saving).

  2.1.7 Financial Leverage Financial Leverage menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat

  memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang dengan menggunakan aktiva yang dimilikinya. Perusahaan yang memiliki tingakat leverage yang tinggi memiliki dampak terhadap besarnya risiko hutang yang dimiliki perusahaan tersebut. Menurut Zmijewski dan Hangerman (1981) dalam Taqwa (2001), apabila perusahaan memiliki tingkat leverage yang tinggi, maka perusahaan akan memilih metode-metode penilaian yang dapat menaikkan laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran debt covenant atau perjanjian hutang, dimana pelanggaran terhadap perjanjian hutang akan menimbulkan biaya. Perusahaan yang memiliki

  leverage yang tinggi cenderung menggunakan metode FIFO untuk meningkatkan

  2. Srimonah (2007) Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan

  Variabilitas Persediaan

  Rasio Lancar Tidak Signifikan

  Tidak Signifikan

  Financial Leverage

  Tidak Signifikan

  Signifikan Struktur Kepemilikan

  Ukuran Perusahaan

  Laba sebelum pajak Tidak Signifikan

  laba sehingga kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutangnya akan semakin baik. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang rendah dapat menurunkan jumlah laba yang dilaporkan sehingga dapat melakukan tax saving.

  Likuiditas Tidak Signifikan

  Leverage Tidak Signifikan

  Berpengaruh Signifikan

  Ukuran Perusahaan

  Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2010

  1. Shofaa Marwah (2012)

  No. Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

  2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

  Tidak Signifikan

  3. Salma Taqwa Faktor-Faktor yang Struktur Tidak (2001) mempenagruhi Kepemilikan Signifikan pemilihan metode

  Ukuran Signifikan akuntansi persediaan Perusahaan pada perusahaan

  Financial Tidak manufaktur di BEJ. Leverage Signifikan Variabilitas Signifikan persediaan Rasio Lancar Tidak

  Signifikan

  4. Mukhlasin (2001) Analisis pemilihan Variabilitas laba Tidak metode akuntansi akuntansi Signifikan persediaan dan Variabilitas Tidak dampaknya terhadap persediaan Signifikan

  earning price ratio

  Ukuran Signifikan perusahaan Intensitas modal Signifikan Intensitas Tidak persediaan Signifikan Variabilitas Signifikan HPP

  Sumber : Data diolah penulis (2013)

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan demi terciptanya efisiensi dan efektifitas operasional perusahaan dalam pencapaian tujuan.Salah satu hal yang perlu diperhatikan manajemen dalam mengelola persediaan adalah dengan memilih metode pencatatan persediaan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan. Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi manajemen dalam memilih metode pencatatan persediaan yang tepat bagi perusahaan.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Ukuran Perusahaan (X 1 )

  Variabilitas Persediaan(X

2 )

  PemilihanMetodeP Faktor-Faktor yang

  LabaSebelumpajak( encatatanPersediaa Ada dalam

  X 3 ) n (Y) Perusahaan

  Financial Leverage(X )

  4 VariabilitasHargaP okokPenjualan(X 5 )

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti mengemukakan lima hipotesis yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu : H1 :FaktorUkuran Perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan metode pencatatan persediaan. H2:Faktor Variabilitas Persediaan berpengaruh terhadap pemilihan metode pencatatanpersediaan.

  H3 :FaktorVariabilitasHargaPokokPenjualanberpengaruhterhadappemilihanmetodepe ncatatanpersediaan.

  H4 : Faktor Laba Sebelum pajak berpengaruh terhadappemilihanmetodepencatatanpersediaan.

  H5 :Faktor Financial Leverage berpengaruhterhadappemilihanmetodepencatatanpersediaan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Variabilitas Persediaan, Variabilitas Harga Pokok Penjualan, Laba Sebelum Pajak, Dan Financial Leverage Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan Pada Perusahan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

18 107 95

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Kap, Ukuran Perusahaan Klien Dan Rotasi Audit Terhadap Kualitas Audit Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Pada Bursa Efek Indonesia

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Stakeholder - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kemampulabaan, Leverage, dan Dewan Komisaris Terhadap Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan

0 2 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aset, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Struktur Aset, dan Likuiditas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri D

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Auditing - Pengaruh Profitabilitas, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Leverage Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI

0 0 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory) - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Kantor Akuntan Publik dan Jenis Opini Audit Terhadap Audit Report Lag pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Momentum dan Price Earning Ratio Terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 12

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Variabilitas Persediaan, Variabilitas Harga Pokok Penjualan, Laba Sebelum Pajak, Dan Financial Leverage Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan Pada Perusahan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

2 2 23